Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau
dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara itu (natural resources). Dua
sumber itu merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada
negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga
mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan masyarakat,
pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Pajak merupakan penerimaan
terbesar suatu Negara khususnya Negara Indonesia. Hampir 75%
penerimaan negara saat ini bersumber dari pajak. Fungsi pemerintahan tidak
akan berjalan dengan baik apabila wajib pajak tidak mempunyai kewajiban
dalam membayar pajak. Begitu besarnya peran pajak untuk menunjang
kelangsungan hidup bernegara menyebabkan pemerintah dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan berbagai upaya memaksimalkan
penerimaan pajak melalui intensifikasi dan atau ekstensifikasi. Intensifikasi bisa
dilakukan dengan cara menjaring para wajib pajak baru, sedangkan
ekstensifikasi bisa dilakukan dengan memperluas cakupan subjek dan objek
pajak.
Semakin meningkatnya hasil yang diperoleh pemerintah di bidang perpajakan
hingga saat ini, tingkat kesadaran dan kepatuhan, maupun pemahaman
masyarakat, tidak lepas dari upaya reformasi. Salah satu unsur yang bisa
ditekankan oleh aparat dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak
adalah dengan cara mensosialisasikan peraturan pajak baik itu melalui
penyuluhan, seruan moral baik dengan media billboard, baloho, maupun
membuka situs peraturan pajak yang setiap saat bisa diakses Wajib Pajak.
Sehingga dengan adanya sosialisasi tersebut pengetahuan Wajib Pajak terhadap
kewajiban perpajaknnya bertambah tinggi. Pengetahuan tentang peraturan
perpajakan penting untuk menumbuhkan perilaku patuh, karena bagaimana
mungkin Wajib Pajak disuruh patuh apabila mereka tidak mengetahui
bagaimana peraturan perpajakn, artinya bagaimana Wajib pajak disuruh untuk
menyerahkan SPT tepat waktu jika mereka tidak tahu kapan waktu jatuh tempo
penyerahan SPT.

Page 1
Namun pada kenyataannya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tersebut
belum bisa sepenuhnya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tetap saja cukup
banyak wajib pajak yang utang pajaknya menunggak . Seorang Wajib Pajak
mungkin selalu membayar kewajiban pajaknya , tetapi jika kewajiban pajak
tersebut dibayar terlambat , maka hal tersebut tidak dapat dianggap patuh.
Apalagi kalau sampai utang pajaknya menunggak. Hal ini tentu saja sangat
merugikan bagi bangsa Indonesia yang memang sedang melakukan
pembangunan nasional. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibutuhkan tindakan
penagihan yang mempunyai kekuatan hukum memaksa. Maka dari itu
pemerintah memberlakukan UU No 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa dan sejak 1 Januari 2001 penagihan pajak dilaksanakan
dengan UU No 19 tahun 2000.
Undang-undang penagihan pajak ini juga diharapkan dapat memberikan
kepastian hukum dan keadilan serta dapat mendorong peningkatan kesadaran
dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya guna
mengurangi tunggakan pajak yang timbul. Dengan demikian diharapkan
penerimaan negara dari sektor pajak dapat lebih optimal lagi dan terus
meningkat agar bisa membiayai pembangunan nasional dan penyelenggaraan
roda pemerintah bisa berjalan dengan baik . Berkaitan dengan latar belakang di
atas di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat ke dalam penelitian yang
berjudul :
“Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak , Sanksi Perpajakan, dan
Pemahaman Pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan
Pajak Madya Palembang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ditemukan diatas, adapun masalah dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan dalam membayar wajib pajak?
1.2.2 Apakah Sanksi Perpajakan, dan Pemahaman Pajak berpengaruh
terhadap tingkat kepatuhan dalam membayar pajak?

Page 2
1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Pada latar belakang dan identifikasi masalah telah dikemukakan


masalah- masalah yang terjadi. Agar penelitian ini dapat dibahas secara
tuntas dan terfokus, maka diperlukan ruang lingkup penelitian.
Penelitian ini hanya menitik beratkan pada kesadaran wajib pajak,
pelayanan perpajakan dan kepatuhan wajib pajak terhadap pendapatan
pajak. Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak
Madya Palembang.

1.4 Tujuan dan Mamfaat Penelitian


1.4.1. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh kesadaran wajib pajka, sanksi perpajakan dan
pemahaman pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Madya Palembang.

1.4.2. Mamfaat Penelitian


1.4.2.1. Bagi penulis yaitu:

1. Penulis dapat menyerap ilmunya secara langsung


pada bidang yang diteliti sehingga dapat membandingkan
antara teori yang dipelajari selama perkuliahan.
2. Menambah pengalaman dan menciptakan
kemampuan pola pikir yang lebih maju dan kreatif dalam
menghadapi berbagai macam masalah di bidang
perpajakan.
3. Memperdalam dan meningkatkan keterampilan serta
kreatifitas dalam bidang perpajakan seiring dengan adanya
undang-undang perpajakan baru.

1.4.2.2. Bagi instansi yaitu:


Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi,
masukan, maupun pertimbangan bagi pihak-pihak yang
berwenang sehubungan dengan pengaruh kesadaran wajib pajak,

Page 3
pelayanan perpajakan dan kepatuhan wajib pajak terhadap
penerimaan pajak dalam menetapkan kebijakan utuk
mengoptimalkan penerimaan Negara.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Dasar-Dasar Perpajakan

2.1.1.1. Pengertian Pajak

Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16


tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pada Pasal 1 Ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keerluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran
rakyat. Menurut P. J. A Andriani “Pajak dalah iuran kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.Menurut Rochmat Soemitro
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor
publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan

Page 4
dengan tidak mendapat imbalan (tegenprestatie) yang secara
langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong,
penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di
luar bidang keuangan negara”.

2.1.1.2. Fungsi Pajak


Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar.
Menurut Mardiasmo dalam buku “Perpajakan”(2009) ada 2 fungsi pajak,
yaitu::
Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
Fungsi Mengatur (Regulered)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-
tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

2.1.1.3. Asas Pemungutan Pajak


Dalam memungut pajak, institusi pemungut pajak hendaknya
memerhatikan berbagai faktor yang selanjutnya dikenal sebagai asas
pemungutan pajak. Pada uraian di bawah ini disajikan berbagai asas
pemungutan pajak menurut para ahli ekonomi.
Adam Smith
1. Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara
harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak.
Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

Page 5
2. Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU,
sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
3. Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat
yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya
disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat
wajib pajak menerima hadiah.
4. Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih
besar dari hasil pemungutan pajak.

W.J. Langen
1. Asas Daya Pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus
berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin
tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
2. Asas Manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan
umum.
3. Asas Kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Asas Kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak
yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah
yang sama (diperlakukan sama).
5. Asas Beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak
diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.

2.1.1.4. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem


pemungutan, yaitu Official Assessment System, Self Assessment
System, Withholding System. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:

1. Official Assessment System

Page 6
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak
memberi wewenang kepada fiskus atau aparata pajak
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan ketentuan undang- undang
perpajakan yang berlaku.
2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak
yang memberiwewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayar.
3. Withholding System
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak. Saat ini di Indonesia
menerapkan sistem Self Assessment System, dimana
wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak
terutang, paham akan peraturan yang berlaku dan
mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari
akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu,
berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
semacam ini sangat trgantung pada wajib pajak itu
sendiri (peran dominan ada pada wajib pajak). 

2.1.1.5. Syarat Pemungutan Pajak


Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2009) pemungutan
pajak harus memunuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).


Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan.
Undang – Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil.
Adil dalam perundang – undangan diantaranya mengenakan

Page 7
pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing – masing. Sedangkan adil dalam
pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran
dan mengajukan banding kepada pertimbangan Pajak 16
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang – undang
(syarat yuridis).
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2.
Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik Negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi).
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan
kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat financial).
Sesuai dengan budgeteir, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak hatus sederhana
Sistem pemungutan sederhana akan memudahkan dalam
mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang – undang
perpajakan yang baru.

2.1.2. Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan


menjadi dua (Mardiasmo, 2005) yaitu  :
a) Perlawanan enggan (pasif) membayar pajak yang dapat
disebabkan antara lain:
1. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
2. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami
masyarakat.
3. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau
dilaksanakan dengan baik.

Page 8
b) Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang
secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan
menghindari pajak. Bentuknya antara lain
1. Tax avoidance yaitu usaha meringankan beban pajak
dengan tidak melanggar undang-undang.
2. Tax evasion yaitu meringankan beban pajak dengan
cara yang melanggar undang-undang (menggelapkan
pajak) 

2.1.3. Penagihan Pajak


1. Pengertian Penagihan Pajak
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2000, yang dimaksud dengan penagihan
pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah
disita.   

2. Dasar Penagihan Pajak


Sesuai Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007, perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, bahwa Surat Ketepatan maupun Surat
Keputusan yang menjadi dasar penagihan pajak seperti
berikut ini :
a) Surat Tagihan Pajak (STP)

Page 9
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau denda.
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah
surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi,
dan jumlah yang masih harus dibayar.
c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan.
d) Surat Keputusan Pembetulan
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan
yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung,
dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat
dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan
Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian
Imbalan Bunga.

e) Surat Keputusan Keberatan


Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap

Page 10
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
f) Putusan Banding
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak
atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang
diajukan oleh Wajib Pajak.  Penerbitan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (SPT) Penerbitan
surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam
pengisian surat pemberitahuan atau karena ditemukan
data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam surat
pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar maka
Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak
yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penerbitan surat ketetapan pajak harus diterbitkan
berdasarkan nota penghitungan dengan melalui proses
pemeriksaan.     

2.1.4. Tindakan Penagihan Pajak


Sesuai dengan sistem perpajakan yang dianut di Indonesia,
maka  tindakan penagihan pajak dilakukan setelah adanya
pemeriksaan pajak dan  setelah diterbitkannya Surat Ketetapan
maupun Surat Keputusan Pajak (STP, SKPKB, SKPKBT, SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang
menyebabkan pajak yang harus dibayar setelah lewat jatuh
tempo pembayaran yang bersangkutan). Kantor Pelayanan
Pajak, Wajib Pajak SKP, Pembetulan Pasal 16 KUP, Keberatan
Pasal 25/26 KUP,  Pasal 36 (1) a KUP Pasal 36 (1) b KUP 
Pasal 36 (1) d KUP  Mengajukan Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Tidak setuju terhadap pokok pajak tetapi jangka waktu
penyampaian keberatan telah lewat (3 bulan) Mengajukan

Page 11
permohonan pengurangan/penghapu san sanksi administrasi 
Gugatan ke Pengadilan Pajak Peninjauan kembali ke MA
Banding ke Pengadilan Pajak Pasal 23 UU KUP Mengajukan
keberatan Mengajukan pembetulan
Menurut Suandy (2008) penagihan pajak dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu :
1. Penagihan pajak pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP,
SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih
besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi maka 7
hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak
secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2. Penagihan pajak aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan
pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih
berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP
tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang. Pelaksanaan penagihan aktif
dijadwalkan berlangsung selama 58 hari yang dimulai dengan
penyampaian surat teguran, surat paksa, surat perintah
melaksanakan penyitaan, dan pengumuman lelang. 

2.1.5. Tahapan Dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan
dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan
Sekaligus. Kegiatan penagihan pajak sejak tanggal jatuh tempo
pembayaran sampai dengan pengajuan permintaan penetapan
tanggal dan tempat pelelangan meliputi jangka waktu 58 hari.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pejabat menerbitkan surat teguran, surat peringatan, atau surat
lain yang  sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi
utang pajaknya dalam jangka waktu 7 hari setelah jatuh tempo.

Page 12
2. Selanjutnya surat paksa diterbitkan apabila dalam jangka waktu
21 hari setelah surat teguran, surat peringatan, atau surat lain
yang sejenis diterbitkan namun penanggung pajak masih juga
belum melunasi utang pajaknya. Kewajiban pajak sebagaimana
tertuang dalam surat paksa harus dilunasi dalam jangka waktu 2
x 24 jam.
3. Apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana tertuang dalam surat paksa yaitu 2x24 jam, maka
pejabat dapat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP).
4. Empat belas hari setelah dilakukan penagihan pajak dengan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), ternyata
penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya, pejabat
menerbitkan surat perintah tentang pengumuman lelang.
5. Empat belas hari setelah pengumuman lelang ternyata
penanggung pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya,
pejabat melakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak
melalui Kantor Lelang Negara.

2.1.6. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat


Paksa
Penagihan pajak di Indonesia harus didasarkan pada hukum
yang jelas dan mengikat, sehingga Wajib Pajak dan pihak yang
terkait dapat mematuhinya. Undang-undang dan peraturan
serta keputusan-keputusan yang mengatur tentang  penagihan
pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007.
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000.

Page 13
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan dan
Penagihan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan
Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2010.
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat
Paksa. 

2.1.7. Kesadaran Wajib Pajak


1. Tinjauan Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran yang dimiliki oleh manusia meliputi
kesadaran dalam diri, kesadaran akan sesama, masa
silam, dan kemungkinan masa depannya. Kesadaran
wajib pajak merupakan faktor terpenting dalam sistem
perpajakan modern (Harahap, 2004). Sehingga
diperlukan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak
kepada negara guna membiayai pembangunan demi
kepentingan dan kesejahteraan umum.

2. Faktor- Faktor Kesadaran Wajib Pajak


Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran
wajib pajak antara lain adalah dari hasil penelitian
Jatmiko (2006) didapatkan beberapa faktor internal yang
dominan membentuk perilaku kesadaran Wajib Pajak
untuk patuh yaitu :
a) Presepsi Pajak
Kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
pajaknya akan semakin meningkat jika dalam
masyarakat muncul persepsi positif terhadap pajak.
b) Tingkat Pengetahuan Dalam Kesadaran Membayar
Pajak
Tingkat pengetahuan dan pemahaman

Page 14
pembayar pajak terhadap ketentuan perpajakan yang
berlaku berpengaruh pada perilaku kesadaran
pembayar pajak. Wajib Pajak yang tidak memahami
peraturan perpajakan secara jelas cenderung akan
menjadi Wajib Pajak yang tidak taat, dan sebaliknya
semakin paham Wajib Pajak terhadap peraturan
perpajakan, maka semakin paham pula Wajib Pajak
terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan
kewajiban perpajakannya.
c) Kondisi Keuangan Wajib Pajak
Kondisi keuangan merupakan faktor ekonomi
yang berpengaruh pada kepatuhan pajak. Kondisi
keuangan adalah kemampuan keuangan perusahaan
yang tercermin dari tingkat profitabilitas
(profitability) dan arus kas (cash flow).

3. Indikator Kesadaran Wajib Pajak


Indikator kesadaran wajib pajak menurut Widiyati dan Nurlis
(2010) yaitu:
a) Pajak merupakan sumber penerimaan negara.
b) Pajak pembayaran dapat digunakan untuk menunjang
pembangunan negara.
c) Penundaan negara dapat merugikan negara.
d) Membayar pajak yang tidak sesuai dengan jumlah
yang seharusnya dibayar sangat merugikan negara.

2.1.8. Sanksi Pajak


Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti,
ditaati dan dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan
merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma
perpajakan (Mardiasmo, 2016).

2.1.8.1 Jenis – Jenis Sanksi Pajak

Page 15
Mardiasmo (2016) menyatakan sanksi perpajakan
merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang–undangan perpajakan (normaperpajakan) akan
dituruti, ditaati, dipatuhi atau bisa dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar
wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda,
sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Sekian sanksi tersebut
dikenakan untuk berbagai jenis pelanggaran aturan.
a) Pengenaan bunga
Sanksi berupa pengenaan bunga ini berlandaskan pada
Pasal 9 Ayat 2(a) dan 2(b) UU KUP.
Dalam Ayat 2(a) dikatakan, wajib pajak yang
membayar pajaknya setelah jatuh tempo akan
dikenakan denda sebesar 2% per bulan yang dihitung
dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran.Sementara, pada Ayat 2(b) disebutkan,
wajib pajak yang baru membayar pajak setelah jatuh
tempo penyampaian SPT tahunan akan dikenakan
denda sebesar 2% per bulan, yang dihitung sejak
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh satu bulan.
Sebagai contoh, berdasarkan undang-undang, batas
akhir pembayaran dan pelaporan PPh adalah masing-
masing tanggal 10 (PPh pada umumnya) dan tanggal
15 (PPh Final 0,5%/pajak UMKM, PPh 25) bulan
berikutnya.Jika wajib pajak baru membayar
kewajibannya lewat dari tanggal-tanggal tersebut,
maka wajib pajak harus membayar bunga sebesar 2%
dari jumlah pajak yang terutang.
b) Sanksi Kenaikan

Page 16
Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang
melakukan pelanggaran tertentu.
Contohnya seperti tindak pemalsuan data dengan
mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT setelah
lewat 2 tahun sebelum terbit SKP.
Jenis sanksi ini bisa berupa kenaikan jumlah pajak
yang harus dibayar dengan kisaran 50% dari pajak
yang kurang dibayar tersebut.
c) Sanksi Denda
Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada
pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban
pelaporan.Besarannya pun bermacam-macam, sesuai
dengan aturan undang-undang.
Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN,
maka nominal denda yang dikenakan senilai Rp
500.000.
Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa
PPh, maka nominal denda yang dikenakan senilai
Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan dan Rp100.000
untuk wajib pajak perorangan.

2. Sanksi Pidana
Sanksi ini merupakan jenis sanksi terberat dalam dunia
perpajakan.Biasanya, sanksi pidana dikenakan bila wajib
pajak melakukan pelanggaran berat yang menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dan dilakukan lebih dari
satu kali. Dalam Undang-Undang KUP, terdapat pasal 39
ayat i yang memuat sanksi pidana bagi orang yang tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Sanksi tersebut adalah pidana penjara paling singkat 6
bulan dan paling lama 6 tahun, serta denda minimal 2 kali
pajak terutang dan maksimal 4 kali pajak terutang yang
tidak dibayar atau kurang dibayar.

Page 17
Contoh kasus untuk sanksi ini adalah pengusaha yang
menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN, namun
tidak mendaftarkan diri dan melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sehingga, PPN
yang dipungut tidak disetorkan ke kas negara.

2.1.9. Pemahaman Pajak


Pemahaman peraturan perpajakan adalah cara wajib pajak
dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. Wajib
pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas
cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat Menurut
(Lovihan 2014).
Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses
dimana Wajib Pajak memahami dan mengetahui tentang
peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan
menerapkannya untuk melakukan kegiatan perpajakan seperti,
membayar pajak, melaporkan SPT, dan sebagainya. Hal
tersebut dapat diambil contoh ketika seorang Wajib Pajak
memahami atau dapat mengerti bagaimana cara membayar
pajak kendaraan bermotor. Ketika Wajib Pajak memahami tata
cara perpajakan maka dapat pula memahami peraturan
perpajakan, dengan begitu dapat meningkatkan pengetahuan
serta wawasan terhadap peraturan perpajakan.

2.1.10. Kepatuhan Wajib Pajak


Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Kepatuhan wajib pajak
adalah ketaatan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Umumnya
kepatuhan wajib pajak diukur dariketaatannya dalam membayar dan
melaporkan pajaknya, apakah telah dilakukandengan benar sesuai
dengan peraturan yang berlaku (Hidayatulloh, 2013). Kepatuhan wajib
pajak yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT selama 2 tahun
terakhir untuk semua jenis pajak.

Page 18
2. Wajib pajak tidak memiliki tunggakan pajak untuk seluruh
jenis pajak yang ia tanggung. Kecuali wajib pajak telah
mendapatkan izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
3. Wajib pajak tidak pernah dihukum karena melakukan
tindak pidana dalam hal perpajakan selama 10 tahun
terakhir.
4. Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan selama 2
tahun terakhir karena wajib pajak pernah dilakukan
pemeriksaan.
5. Koreksi atas pemeriksaan pajak terakhir, masing-masing
jenis pajak yang terutang paling maksimal 5% nilai
koreksi.

2.2. Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Penulis Judul Tahun Variabel Hasil
Pengaruh pengetahuan Pengetahuan Perpajakan, Sanksi
X1 =Pengetahuan
perpajakan, sanksi pajak Pajak dan Kesadaran Wajib
Wajib Pajak
dan kesadaran wajib Pajak berpengaruh positif dan
X2 = Sanksi Pajak
pajak terhadap signifikan secara bersama-sama
X3 = Kesadaran
1
Titis Wahyu Adi kepatuhan wajib pajak 2018 terhadap Kepatuhan Wajib
Wajib Pajak
badan pada kpp pratama Pajak pada Kantor Pelayanan
Y1 =
cilacap tahun 2018 Pajak Pratama Cilacap tahun
KepatuhanWajib
2018.
Pajak

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)


Nama Penulis Judul Tahun Variabel Hasil

Page 19
Kesadaran perpajakan
X1 = Kesadaran berpengaruh positif terhadap
Perpajakn kepatuhan Wajib Pajak orang
Pengaruh kesadaran X2 = Sosialisasi pribadi, Sosialisasi perpajakan
perpajakan, sosialisasi Perpajakan tidak berpengaruh terhadap
perpajakan, pelayanan X3 = Pelayanan kepatuhan Wajib Pajak orang
1
Stefani Siahaan
fiskus, dan sanksi 2018 Fiskus pribadi, Pelayanan fiskus tidak
2
Halimatusyadiah
perpajakan terhadap X4 = Sanksi berpengaruh terhadap kepatuhan
kepatuhan wajib pajak Perpajakan Wajib Pajak orang pribadi, dan
orang pribadi Y1 = Kepatuhan Sanksi perpajakan berpengaruh
wajib pajak orang positif terhadap kepatuhan
pribadi Wajib Pajak orang pribadi.

Pengaruh Kesadaran X1 = Kesadaran Kesadaran Wajib Pajak,


Wajib Pajak, Wajib Pajak Pengetahuan dan Pemahaman
Pengetahuan Dan X2 = Pengetahuan Peraturan Perpajakan, Kualitas
Pemahaman Peraturan dan Pemahaman Pelayanan, dan Ketegasan
1
Siska Noviyanti Perpajakan, Kualitas Wajib Pajak Sanksi Perpajakan memiliki
2
Rizal Effendi Pelayanan Dan 2015 X3 = Kualitas pengaruh secara parsial dan
3
Christina Yunita Ketegasan Sanksi Pelayanan simultan terhadap Kepatuhan
Perpajakan Terhadap X4 = Ketegasan Wajib Pajak di KPP Pratama Ilir
Kepatuhan Wpop (Studi Sanksi Perpajakan Barat Palembang tahun 2015.
Kasus Kpp Pratama Ilir Y1 = Kepatuhan
Barat Palembang) wajib pajak
1
Isnin Hariati Pengaruh kesadaran 2017 X1 = Kesadaran Dari pembahasan yang
2
Yeney Widya P. wajib pajak dan sanksi Wajib Pajak dilakukan, maka dapat
pajak terhadap X2 = Sanksi Pajak dituangkan beberapa
kepatuhan wajib pajak X3 = Pelayanan kesimpulan, yaitu :
dengan pelayanan wajib Wajib Pajak 1. Secara langsung ada
pajak sebagai variabel Y1 = Kepatuhan pengaruh yang signifikan
intervening pada usaha Wajib Pajak kesadaran wajib pajak terhadap
kecil menengah (ukm) pelayanan wajib pajak.
yang terdaftar di kpp Besarnya pengaruh langsung
pratama batam yang diberikan adalah sebesar
41,1%
2. Secara langsung ada
pengaruh yang signifikan sanksi
pajak terhadap pelayanan wajib
pajak. Besarnya pengaruh
langsung yang diberikan adalah

Page 20
sebesar 23,8%
3. Secara langsung ada
pengaruh yang signifikan
pelayanan wajib pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Besarnya pengaruh langsung
yang diberikan adalah sebesar
21,8%

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)


Nama Penulis Judul Tahun Variabel Hasil
1
Luh Putu Santi Pengaruh Kesadaran 2018 X1 = Kesadaran 1) Kesadaran wajib pajak
Krisna Dewi Wajib Pajak, Sanksi Wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan
2
Ni Ketut Lely Perpajakan, E-Filing, X2 = Sanksi terhadap kepatuhan pelaporan
Aryani dan Tax Amnesty Perpajakan WPOP di KPP Pratama Denpasar
Merkusiwati Terhadap Kepatuhan X3 = Penerapan Timur.Tingkat kesadaran wajib
Pelaporan Wajib Pajak sistem e-filing pajak yang semakin meningkat
X4 = Pengetahuan tax akan diikuti dengan peningkatan
amnesty kepatuhan pelaporan WPOP di KPP
Y1 = Kepatuhan Pratama Denpasar Timur;
wajib pajak orang 2) Sanksi perpajakan berpengaruh
pribadi positif dan signifikan terhadap
kepatuhan pelaporan WPOP di KPP
Pratama Denpasar Timur.
Pemberian sanksi perpajakan yang
semakin tegas dapat meningkatkan
kepatuhan pelaporan WPOP di KPP
Pratama Denpasar Timur;
3) Penerapan sistem e-filing -
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan pelaporan
WPOP di KPP Pratama Denpasar
Timur.Semakin tingginya
kemudahan yang diberikan dengan
adanya sistem e-filing bagi WPOP,
juga menyebabkan peningkatan

Page 21
kepatuhan pelaporan WPOP di KPP
Pratama Denpasar Timur;
4) Pengetahuan tax amnesty
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan pelaporan
WPOP di KPP Pratama Denpasar
Timur. Jika WPOP memiliki
pengetahuan mengenai tax amnesty,
akan memberikan dorongan
kepatuhan bagi WPOP untuk
melaporkan jumlah wajib pajak
yang dimilikinya.
1. Kesadaran wajib pajak sebaiknya
lebih ditingkatkan guna
meningkatkan penerimaan pajak
pada perusahaan melalui
penyuluhan dan sosialisasi
Pengaruh Kesadaran X1 = Kesadaran perpajakan. 2. Pelayanan
Wajib Pajak, Pelayanan Wajib Pajak perpajakan harus ditingkatkan
Perpajakan Dan X2 = Pelayanan sehingga penerimaan pajak semakin
Kepatuhan Wajib Pajak Perpajakan baik.
1
Fadhilah 2018
Terhadap Penerimaan X3 = Kepatuhan 3. Kepatuhan wajib pajak tidak
Pajak Pada Kantor Wajib Pajak berpengaruh terhadap penerimaan
Pelayanan Pajak Y1 = Penerimaan pajak, untuk itu KPP Pratama
Pratama Medan Timur pajak Medan Timur sekiranya
memberikan arahan kepada para
wajib pajak akan kepatuhannya
membayar pajak, mengingat
pentingnya pajak bagi Negara dan
umumnya bagi masyarakat.

2.3. Kerangka Pemikiran


Berikut merupakan kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam
penelitian ini:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Kesadaran
Wajib Pajak

H1
Sanksi Pajak Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
H2

Pemahaman Pajak
H3 Page 22
H4

Sumber : Diolah oleh Penulis, 2020

Keterangan:
= Kesadaran Wajib Pajak
= Sanksi Pajak
= Pemahaman Pajak

Y = Kepatuhan Wajib Pajak

= Pengaruh interaksi masing-masing


variabel X terhadap Y

= Interaksi variabel X
secara bersama-sama
terhadap variabel Y

2.4. Pengembangan Hipotesis


Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu rumusan masalah
yang masih harus dilakukan kebenarannya melalui pengujian-pengujian
secara empiris.Berdasarkan kerangka penelitian diatas dan penelitian yang

Page 23
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu maka dapat disusun sebuah
hipotesis sebagai berikut:

2.4.1 Hubungan Kesadaran Wajib Pajak Dengan Kepatuhan Wajib


Pajak.
Kesadaran wajib pajak merupakan faktor terpenting dalam
sistem perpajakan modern (Harahap, 2004). Sehingga diperlukan
kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak kepada negara guna
membiayai pembangunan demi kepentingan dan kesejahteraan umum.
Kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah
pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran masyarakat sebagai
wajib pajak yang patuh sangat erat terkait persepsi masyarakat tentang
pajak. Persepsi memiliki hubungan dengan motivasi wajib pajak yang
pada akhirnya motivasi wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H1: Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi

2.4.2 Hubungan Sanksi Perpajakan Dengan Kepatuhan Wajib Pajak.


Menurut Mardiasmo (2009) sanksi perpajakan merupakan
jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan
(norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Dengan demikian,
diharapkan agar peraturan perpajakan dipatuhi oleh para wajib pajak.
Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan bila memandang
bahwa sanksi perpajakan akan lebih bayak merugikannya.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H2: Sanksi Perpajakan berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi

2.4.3 Hubungan Sanksi Perpajakan Dengan Kepatuhan Wajib Pajak.


Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak maka

Page 24
diperlukan suatu pemahaman, dengan kata lain bahwa pemahaman
masyarakat terhadap pajak dan esensi dari nilai pajak maka akan
meningkatkan kepatuhan masyarakat wajib pajak. Masyarakat wajib
pajak memahami bahwa pajak yang dibayarkan digunakan untuk
kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, sehingga
harapan mereka bahwa dengan membayar pajak maka fasilitas yang
diperoleh dari negara semakin baik dan banyak.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H3: Pemahaman Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi

Page 25
BAB 3
OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian ini menggunakan metode asosiatif. Penelitian
asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
dua variabel atau lebih . Dalam penelitian ini maka akan dapat dibangun
suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan
mengontrol suatu gejala.(Sugiyono, 2014:55). Dalam penelitian ini, metode
asosiatif digunakan untuk menjelaskan tentang pengaruh Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak , Sanksi Perpajakan, dan Pemahaman Pajak

Page 26
terhadap kepatuhan wajib pajak.

3.2 Desain Penelitian


1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Nur


Indriantoro dan Bambang Supomo, (2009: 152) “metode survei merupakan
metode pengumpulan data primer yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak melalui media perantara)”. Data primer secara khusus
dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode
ini memerlukan adanya kontak atau hubungan antara peneliti dengan
responden. Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer
yang menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kausal komparatif (causal comparative research) dengan objek
analisis yang diteliti adalah Wajib Pajak Badan yang terdaftar pada KPP
Pratama Madya Palembang.
Penelitian kausal komparatif merupakan salah satu jenis penelitian yang
menjelaskan hubungan sebab akibat antara variabel penelitian dan
melakukan pengamatan serta menelusuri kembali fakta yang secara masuk
akal sebagai faktor penyebabnya (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo,
2009: 27). Hubungan sebab akibat yang dimaksud dalam variabel penelitian
yaitu pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Serta
dilakukannya penelusuran kembali fakta yang secara masuk akal sebagai
faktor penyebabnya.

2. Penentuan Jumlah Sampel


Menurut Nur Indiriantoro dan Bambang Supomo (2009: 115)
“populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang
mempunyai karasteristik tertentu”. Menurut Sugiyono (2008: 61) Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari. Beberapa pengertian populasi menurut para ahli penulis
dapat menyimpulkan populasi adalah bukan hanya sekumpulan orang tetapi
juga peristiwa atau pun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki

Page 27
karakter tertentu dan sama dalam suatu wilayah.
Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang
terdaftar di KPP Pratama Pratama Madya Palembang. Populasi dalam
Penelitian ini adalah 9.175 Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP
Pratama Pratama Madya Palembang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki populasi (Sugiyono, 2008: 62). Sampel adalah
meneliti sebagian dari elemen- elemen populasi (Nur Indriantoro dan
Bambang Supomo, 2009: 115). Kesimpulannya sampel adalah sebagian dari
banyaknya populasi dalam suatu tempat atau wilayah dan mewakili
populasi.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah insidental sampling. Insidental sampling adalah teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau
insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 2008: 96). Karena populasi dalam penelitian ini sangat banyak
yaitu sejumlah 9.175, maka guna efisien waktu dan biaya dalam
menentukan sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
perhitungan formula slovin sebagai berikut:
n = N (1 + N e2)
Keterangan
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Seluruh Populasi
e = Toleransi Error
(Burhan Bungin, 2009: 105)

3. Metode Pengumpulan Sampel


Teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan
memberikan angket atau kuesioner pada responden. Responden dipilih
secara acak ke Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Pratama Madya
Palembang tahun 2020. Pemilihan responden secara acak diharapkan
mampu menggeneralisasi. Pembagian kuesioner atau angket dilakukan oleh
peneliti kepada Wajib Pajak badan di KPP Pratama Pratama Madya
Palembang. Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan mengenai cara-cara

Page 28
pengisian kuesioner. Responden diberikan waktu dan diminta untuk mengisi
data sesuai dengan yang tercantum dalam kuesioner. Kuesioner ini bersifat
tertutup. kuesioner diharapkan dapat dikembalikan kepada peneliti, dalam
waktu yang telah ditentukan. Menurut Siregar, S (2012: 132) “kuesioner
adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis
mempelajari sikap- sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa
orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang
diajukan atau oleh sistem yang sudah ada”. Teknik ini memberikan
tanggung jawab pada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan.
Menurut Umar Husein (2011: 49) “teknik angket (kuesioner)
merupakan suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan
daftar pertanyaan/pernyataan kepada responden dengan harapan
memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut”. Bebertapa definisi
kuesioner diatas penulis dapat menarik kesimpulan, kuesioner adalah
tekhnik pengumpulan data dengan cara membagikan sejumlah pertanyaan
kepada responden yang nantinya akan diolah dan dianalisis dari setiap
jawaban yang telah diisikan oleh responden. Selanjutnya dari hasil analisis
tersebut dapat ditarik satu kesimpulan.

3.3 Metode Pengolahan dan Penyajian Data


Pada penelitian ini, umumnya data akan disajikan dalam bentuk tabel
yang berisi hasil pengujian terhadap objek penelitian dengan menggunakan
berbagai macam software, seperti Microsoft Excel 2016, SPSS (Statistical
Product and Service Solutions) versi 25 dan E-Views (Economic Views)
versi 10. Microsoft Excel digunakan untuk mengumpulkan, menyusun dan
merangkum data-data kuantitatif berupa angka-angka yang didapatkan dari
hasil pembagian kuisioner . Microsoft Excel dan SPSS juga akan digunakan
untuk mengola data secara matematis. Selanjutnya data- data tersebut
kemudian akan diolah lebih lanjut menggunakan E-Views. E-Views
digunakan untuk melakukan serangkaian pengujian yang diperlukan
terhadap data- data tersebut secara statistik. Setelah itu, hasil analisis atas
setiap pengujian yang dilakukan akan disajikan secara deskriptif dalam
bentuk narasi untuk menjelaskan hasil penelitian secara lebih detail.

Page 29
3.4 Definisi Operasional Variabel
a. Kepatuhan Wajib Pajak (variabel dependen)
Kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan di mana Wajib
Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dan
melaksanakan hak perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang
yang berlaku. Indikator yang digunakan dalam konsep ini adalah
kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, melengkapi
SPT, menyampaikan/melaporkan SPT, membayar pajak dan
membayar tunggakan pajak.

b. Kesadaran Wajib Pajak ( VAriabel Independen 1)


Kesadaran yang dimiliki oleh manusia meliputi kesadaran
dalam diri, kesadaran akan sesama, masa silam, dan kemungkinan
masa depannya. Kesadaran wajib pajak merupakan faktor
terpenting dalam sistem perpajakan modern (Harahap, 2004).
Sehingga diperlukan kesadaran wajib pajak untuk membayar
pajak kepada negara guna membiayai pembangunan demi
kepentingan dan kesejahteraan umum.

c. Sanksi Pajak (Variabel Indepen 2)


Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti, ditaati dan dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak
melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016).

d. Pemahaman Pajak (Variable Independen 3)


Pemahaman peraturan perpajakan adalah cara wajib pajak
dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. Wajib
pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas
cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat Menurut
(Lovihan 2014).

Page 30
3.5 Metode Analisis Data

a. Uji Validitas data


Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan
pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut. Pengujian Validitas dilakukan
menggunakan SPSS dengan kriteria sebagai berikut:
1) Jika r hitung > r tabel, maka pernyataan dikatakan valid.
2) Jika r hitung < r tabel, maka pernyataan dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reabilitas Data


Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur handal atau
tidaknya kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel
penelitian. Kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban responden
terhadap pernyataan adalah konsisten dariwaktu ke waktu.
Pengujian Reliabilitas dilakukan menggunakan SPSS dengan
kriteria sebagai berikut:
1) Jika r alpha > r tabel, maka pernyataan dinyatakan reliabel.
2) Jika r alpha < r tabel maka pernyataan dinyatakan tidak reliabel.

c. Uji Asumsi Klasik


Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui kepastian
sebaran data yang diperoleh, haruslah dilakukan uji normalitas
terhadap data yang bersangkutan. Analisis statistik yang
pertama dilakukan dalam rangka analisis data adalah analisis
statistik yang berupa uji normalitas. Kepastian terpenuhinya
syarat normalitas akan menjamin dapat
dipertanggungjawabkannya langkah-langkah analisis statistik
selanjutnya sehingga kesimpulan yang diambil juga dapat

Page 31
dipertanggungjawabkan (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 104).
Selain itu, uji normalitas juga akan menguji data
variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada
persamaan regresi yang dihasilkan. Berdistribusi normal atau
berdistribusi tidak normal (Danang Sunyoto, 2010: 103).
Selanjutnya penelitian ini teknik uji normalitas yang
digunakan adalah one sampel kolmogorov smirnov test, yaitu
pengujian dua sisi yang dilakukan dengan membandingakan
signifikansi hasil uji (pvalue) dengan taraf signifikan sebesar
5%. Artinya, apabila signifikansi data lebih dari 5%, maka
data dapat dikatakan normal. Sedangkan apabila signifikansi
data kurang dari 5%, maka data dikatakan tidak normal.

2) Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen mempunyai
hubungan yang linear secara signifikan atau tidak (Imam
Ghozali, 2011: 166). Pengambilan keputusan dalam uji
linearitas dapat dilakukan dengan melihat signifikansi data.
Data dikatakan signifikan bila signifikansi lebih dari 5%.
Apabila data yang diperoleh lebih dari 5% maka data dapat
dikatakan linear, sebaliknya apabila data yang diperoleh
kurang dari 5% maka data dikatakan tidak linear.

3) Uji Heteroskedastisitas
Persamaan regresi berganda perlu diuji mengenai sama
atau tidak varian dari residual dari observasi yang satu dengan
observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varian yang
sama disebut terjadi heteroskedastisitas, dan jika variannya
tidak sama atau berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya
mempunyai pola yang teratur baik menyempit, melebar
maupun bergelombang- gelombang. Uji Heteroskedastisitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

Page 32
ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Imam Gozali 2011: 139). Uji
Heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan tingkat
signifikansi sebesar 0,05 dengan kriteria pengujian adalah
sebagai berikut:
1) Jika sign. > 0,05 tidak terjadi
heteroskedastisitas.
2) Jika sign. < 0,05 terjadi heteroskedastisitas.

4) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu situasi dimana
adanya korelasi sempurna antara variabel bebas yang satu
dengan variabel bebas yang lainnya (Danang Sunyoto, 2010:
97). Uji multikolinearitas digunakan untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi, yakni
dengan melihat dari nilai tolerance, dan lawannya yaitu
Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cut off yang umum
dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah
nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.
Langkah-langkah dalam uji multikolinearitas yaitu:
a) Dengan Menggunakan Nilai Tolerance
1. Apabilanilai tolerance ≤ 0,10,
maka terjadi multikolinearitas
2. Apabilanilai tolerance ≥ 0,10,
maka tidak terjadi multikolinearita

b) Dengan Menggunakan Nilai Variance Inflation Factor


(VIF)
1. Apabila nilai VIF ≤ 10, maka tidak terjadi
multikolinearitas
2. Apabila nilai VIF ≥ 10, maka terjadi
multikolinearitas
d. Uji Hipotesis

Page 33
Pengujian hipotesis statistik adalah prosedur yang memungkinkan
keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau menerima
hipotesis dari data yang sedang diuji (Sunyoto, 2011:93). Data yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data di atas dapat diproses sesuai dengan
jenis data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan angka metode statistik
sebagai berikut:
a. Uji Koefisien Determinan
Koefisien determinasi (R2) merupakan alat untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol atau
satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Dan sebaliknya jika nilai yang mendekati 1 berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen (Ghozali,
2012: 97).
b. Uji Parsial (Uji-t)
Uji statistik t dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas
(X) secara individual memiliki pengaruh yang signifikan atau tidak
memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (Y). Untuk menguji
signifikansi pengaruh digunakan rumus uji statistik t (Sugiyono,
2011, hal.292). Rumus uji t adalah sebagai berikut:

√ −2
=

√1 +

Dimana:

T= nilai hitung

N= banyaknya

Page 34
pasangan rank
R= koefisien
korelasi Kriteria
Pengujian:
H0: rs= 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel bebas

(X) dengan variabel terikat (Y).

H0: rs ≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan antara variabel bebas (X)


dengan variabel terikat (Y).

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


A. Perusahaan Sampel

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berada di wilayah


dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak para pekerja di perusahaan di kota
madya Palembang. Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran
kuesioner penelitian secara online dikarenakan situasi covid-19 kepada
responden yang berada di KPP Kota Madya Palembang . Jumlah kuesioner
yang dikirimkan adalah sebanyak 150 kuesioner dan jumlah kuesioner yang
kembali adalah sebanyak 142 kuesioner. Kuesioner yang tidak kembali
sebanyak 8. Kuesioner yang tidak lengkap 0. Kuesioner yang dapat diolah
berjumlah 142. Gambaran mengenai data sampel ini dapat dilihat pada tabel
4.1
Tabel 4.1

Page 35
Data Sampel Penelitian

NO Keterangan Wajib Pajak


1 Jumlah kuesioner yang disebar 150
2 Jumlah kuesioner yang tidak kembali (8)
3 Jumlah kuesioner yang kembali 142
4 Jumlah kuesioner yang tidak lengkap (0)
6 Data siap olah 142
Sumber: Data primer diolah, 2020.

2. Deskripsi Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini menargetkan perusahaan yang terdaftar di Kantor


Pelayanan Pajak Madya Palembang Sumatera Selatan. Baik Perusahaan
swasta maupun Perusahaan Negeri dan BUMMN. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik purposive sampling, yakni pengambilan sampel
berdasarkan kriteria tertentu yang dibutuhkan dalam penelitian untuk
memenuhi tujuan penelitian. Kriteria dan hasil dari pemilihan sampel
dasajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4. 2
Kriteria dan Hasil Pemilihan Sampel

No Keterangan Kriteria Jumlah


.
1 Perusahaan BUMN 15

2 Perusahaan Negeri 6

3 Perusahaan Swasta 93
4 Wiraswasta 10
5 Lain-lain 18

Page 36
3. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak para pekerja di
perusahaan-perusahaan di kota Palembag. Berikut ini adalah deskripsi mengenai
identitas responden penelitian yang terdiri dari jenis kelamin,usia, jenjang
pendidikan, kepemilikan NPWP, dan lama menjadi Wajib Pajak.
a. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.3
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Jumlah Persentase


Kelamin
Laki-Laki 70 49,30%
Perempuan 72 50,70%
Jumlah 142 100%
Sumber : Data primer diolah, 2014

Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa sekitar 70 orang atau


49,30% responden didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, dan sisanya
sebesar 72 orang atau 50,70% responden berjenis kelamin perempuan.

b. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.4
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase


20-25 tahun 31 21,83%
26-30 tahun 51 35,91%
31-35 tahun 40 28,16%
36-40 tahun 11 7,74%
>40 tahun 9 6,33%
Jumlah 142 100%

Page 37
Sumber: Data primer diolah, 2020.

Berdasarkan table 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden


berusia 26-30 tahun dengan jumlah 51 responden atau 35,91%.

Kemudian sebesar 28,16% atau sebanyak 40 orang responden berusia


31-35 tahun, sebesar 21,83% atau sebanyak 31 responden berusia 21-25
tahun, sebesar 7,74% atau sebanyak 11 responden berusia 36-40 tahun,
sedangkan sisanya sebesar 6,33% atau sebanyak responden berusia >40 tahun.

c. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Tabel 4.5
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Pendidikan Jumlah Persentase


SMA 36 25,35%
D3 24 16,90%
S1 75 52,81%
S2 7 4,92%
Lainnya 0 0%
Jumlah 142 100%
Sumber: Data primer diolah, 2020.

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden


berpendidikan terakhir Strata Satu (S1) dengan jumlah 75 responden atau
52,81%. Kemudian sebesar 25,35% atau sebanyak 36 orang berpendidikan
terakhir SMA, sebesar 16,90% atau sebanyak 24 orang berpendidikan terakhir
D3 dan sebesar 4,92% atau sebanyak 7 orang berpendidikan terakhir Strata
Dua (S2).

Page 38
d. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel 4.6
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan NPWP

Jumlah Persentase
Karyawan 113 80,1%
Wiraswasta 10 7,1%
Lainnya 18 12,8%

Jumlah 142 100%


Sumber: Data primer diolah, 2020.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar


responden jenis pekerjaan karyawan yaitu sebesar 80,1% atau sebanyak
113 responden, Lainnya sebesar 12,8% atau sebanyak 18 responden,
wiraswasta sebesar 7,1% atau sebanyak 10 responden.

e. Deskripsi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pajak


Tabel 4.7
Hasil Uji Deskripsi Responden Pengetahuan Pajak

Pengetahuan Jumlah Persentase


Pajak
Brevet 9 6,4%
Penyuluhan Pajak 54 38,3%
Tidak ada 50 35,5%
Lainnya 28 19,9%

Jumlah 142 100%


Sumber: Data primer diolah, 2020.

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pengetahuan pajak


responden terbesar melalui penyuluhan pajak yaitu sebesar 38,3% atau
sebanyak 54 responden, tidak ada sebesar 35,5% sebanyak 50
responden , lainnya sebanyak 19,9% sebanyak 28 responden , brevet
sebanyak 6,4 % atau 9 responden.

Page 39
B. Karakteristik Variabel Penelitian
Karakteristik variabel penelitian ini akan menjabarkan mengenai
item-item dari variabel e-system yaitu kesadaran wajib pajak (X1), sanksi
pajak (X2), pemahaman pajak (X3), dan penjabaran item variabel kepatuhan
wajib pajak (Y).

1. Karakteristik kesadaran wajib pajak (X1)


Variabel kesadaran wajib pajak (X1) terdiri dari 6 item pertanyaan dengan
distribusi jawaban responden sebagai berikut:

Tabel 4.8
Distribusi jawaban responden mengenai Kesadaran Wajib Pajak

Opsi Pertanyaan
No
Jawaban P.27 % P.28 % P.29 % P.30 %

1 SS 38 26,80% 21 14,80% 29 20,40% 31 21,80%

2 S 102 71,80% 109 76,80% 109 76,80% 108 76,50%

3 TS 1 0,70% 12 8,50% 4 2,80% 3 2,10%

4 STS 1 0,70% 0 0% 0 0% 0 0%

Jumlah 142 100,00% 142 100% 144 100% 142 100%

Sumber : data primer diolah , 2020


Dari data diatas diketahui bahwa Distribusi jawaban responden
mengenai Kesadaran Wajib Pajak pada item P.27 yang menyatakan Sangat
Setuju (SS) sebanyak 26,80% atau 38 orang, Setuju (S) sebanyak 71,80%
atau 102 orang, Tidak Setuju (TS) sebanyak 0,70% atau 1 orang, dan yang
menyatakan Sangat Tidak Setuju (STS) 0,70% atau sebanyak 1 orang.

Page 40
Pada item P.28 yang menyatakan Sangat Setuju (SS) sebanyak
14,80% atau 21 orang, Setuju (S) sebanyak 76,80% atau 109 orang, Tidak
Setuju (TS) sebanyak 8,50% atau 12 orang.
Kemudian pada item P.29 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 20,40% atau 31 orang, Setuju (S) sebanyak 76,80% atau 109 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 2,80% atau 4 orang.
Sedangkan pada item P.30 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 21,80% atau 31 orang, Setuju (S) sebanyak 76,50% atau 108 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 2,10% atau 3 orang.

2. Karakteristik sanksi pajak (X2)


Variabel sanksi pajak (X2) terdiri dari 4 item pertanyaan dengan distribusi
jawaban responden sebagai berikut:

Tabel 4.9
Distribusi jawaban responden mengenai Sanksi Pajak
Pertanyaan
No Opsi Jawaban
P.23 % P.24 % P.25 % P.26 %

1 SS 26 18,30% 20 14,10% 19 13,40% 27 19%

2 S 103 72,50% 104 73,20% 112 78,90% 109 76,80%

3 TS 13 9,10% 16 11,30% 10 7% 6 4,20%

4 STS 0 0% 2 1,40% 1 0,70% 0 0%

Jumlah 142 100% 142 100% 142 100% 142 100%

Sumber: Data primer diolah, 2020.


Dari data diatas diketahui bahwa Distribusi jawaban responden
mengenai Sanksi Pajak pada item P.23 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 18,30% atau 26 orang, Setuju (S) sebanyak 72,50% atau 103 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 9,10% atau 13 orang.
Pada item P.24 yang menyatakan Sangat Setuju (SS) sebanyak
14,10% atau 20 orang, Setuju (S) sebanyak 73,20% atau 104 orang, Tidak

Page 41
Setuju (TS) sebanyak 11,30% atau 16 orang, dan yang mneyatakan Sangat
Tidak Setuju (STS) sebanyak 1,40% atau 2 orang.
Kemudian pada item P.25 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 13,40% atau 19 orang, Setuju (S) sebanyak 78,90% atau 112 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 7% atau 2 orang, dan yang mneyatakan Sangat
Tidak Setuju (STS) sebanyak 0,70% atau 1 orang..
Sedangkan pada item P.26 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 19% atau 27 orang, Setuju (S) sebanyak 76,80% atau 109 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 4,20% atau 6 orang.

3. Karakteristik pemahaman pajak (X3)


Variabel pemahaman pajak (X3) terdiri dari 9 item pertanyaan dengan
distribusi jawaban responden sebagai berikut:
Tabel 4.10
Distribusi jawaban responden mengenai Pemahaman Pajak
Pertanyaan
Opsi
No
Jawaban
P.14 % P.15 % P.16 % P.17 % P.18 %

1 SS 40 28,16% 35 24,60% 34 23,90% 35 24,60% 40 28,20%

2 S 97 68% 101 71,10% 105 73,74% 96 67,60% 86 60,60%

3 TS 5 3,50% 6 4,30% 3 2,10% 11 7,70% 16 11,30%

4 STS 0 0% 0 0% 0 0% 0 0,00% 0 0%

Jumlah 142 100% 142 100% 142 100% 142 100% 142 100%

Sumber : Data Premier diolah, 2020

Tabel lanjutan 4.10 (Lanjutan)


Distribusi jawaban responden mengenai Pemahaman Pajak

No Opsi Pertanyaan

Page 42
Jawaban P.19 % P.20 % P.21 % P.22 %

1 SS 29 20,40% 21 14,80% 19 13,40% 12 8,50%

2 S 107 75,40% 103 72,50% 98 69% 110 77,50%

3 TS 6 4,20% 18 12,67% 25 17,60% 20 14,10%

4 STS 0 0% 0 0,00% 0 0,00% 0 0%

Jumlah 142 100% 142 100% 142 100% 142 100%

Sumber : Data Premier diolah, 2020

Dari data diatas diketahui bahwa Distribusi jawaban responden


mengenai pemahaman Pajak pada item P.14 yang menyatakan Sangat Setuju
(SS) sebanyak 28,16% atau 40 orang, Setuju (S) sebanyak 68% atau 97orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 3,50% atau 5 orang.
Pada item P.15 yang menyatakan Sangat Setuju (SS) sebanyak
24,60% atau 35 orang, Setuju (S) sebanyak 71,10% atau 101 orang, Tidak
Setuju (TS) sebanyak 4,30% atau 6 orang.
Kemudian pada item P.16 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 23,90% atau 34 orang, Setuju (S) sebanyak 73,74% atau 105 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 2,10% atau 3 orang.
Sedangkan pada item P.17 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 24,60% atau 35 orang, Setuju (S) sebanyak 67,60% atau 96 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 7,70% atau 11 orang.
Sedangkan pada item P.18 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 28,20% atau 40 orang, Setuju (S) sebanyak 60,60% atau 86 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 11,30% atau 16 orang.
Sedangkan pada item P.19 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 20,40% atau 29 orang, Setuju (S) sebanyak 75,40% atau 107 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 4,20% atau 6 orang.
Sedangkan pada item P.20 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 14,80% atau 21 orang, Setuju (S) sebanyak 72,50% atau 103orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 12,67% atau 18 orang.
Sedangkan pada item P.21 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 13,40% atau 19 orang, Setuju (S) sebanyak 69% atau 98 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 17,60% atau 25 orang.

Page 43
Sedangkan pada item P.22 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 8,50% atau 12 orang, Setuju (S) sebanyak 77,50% atau 110 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 14,10% atau 20 orang.

4. Karakteristik kepatuhan wajib pajak (Y).


Variabel kepatuhan wajib pajak (Y) terdiri dari 13 item pertanyaan dengan
distribusi jawaban responden sebagai berikut:

Tabel 4.11
Distribusi jawaban responden mengenai Kepatuhan Wajib Pajak
Pertanyaan
Opsi
No
Jawaban
P.1 % P.2 % P.3 % P.4 % P.5 %

1 SS 62 43,70% 62 43,70% 42 29,30% 22 15,60% 16 11,30%

2 S 78 54,90% 80 56,40% 84 59,10% 105 73,50% 88 62%

3 TS 2 1,40% 0 0,00% 15 10,60% 15 10,60% 38 25,70%

4 STS 0 0% 0 0% 1 0,70% 0 0,00% 0 0,00%

Jumlah 142 100% 142 100% 142 100% 142 100% 142 99%

Sumber : Data Premier diolah ,2020

Tabel Lanjutan 4.11 (lanjutan)


Distribusi jawaban responden mengenai Kepatuhan Wajib Pajak

Page 44
Pertanyaan
Opsi
No
Jawaban
P.6 % P.7 % P.8 % P.9 % P.10 %

1 SS 32 22,70% 20 14,20% 33 23,20% 38 26,80% 26 18,30%

2 S 103 72% 101 71,10% 104 73,00% 84 59,20% 99 69,70%

3 TS 7 5% 21 14,70% 6 4,20% 20 14,10% 16 11,30%

4 STS 0 0,00% 0 0,00% 0 0% 0 0% 1 0,70%

Jumlah 142 100% 142 100% 143 100% 142 100% 142 100%

Sumber : Data Premier diolah ,2020

Tabel Lanjutan 4.11(lanjutan)


Distribusi jawaban responden mengenai Kepatuhan Wajib Pajak
Pertanyaan
Opsi
No
Jawaban
P.11 % P.12 % P.13 %

1 SS 37 26,10% 36 25,50% 42 29,50%

2 S 104 73,20% 97 68,30% 97 68,30%

3 TS 1 0,70% 9 6,30% 3 2,10%

4 STS 0 0% 0 0% 0 0%

Jumlah 142 100% 142 100% 142 100%

Sumber : Data Premier diolah ,2020

Dari data diatas diketahui bahwa Distribusi jawaban responden


mengenai Kepatuhan Wajib Pajak pada item P.1 yang menyatakan Sangat
Setuju (SS) sebanyak 43,70% atau 62 orang, Setuju (S) sebanyak 54,90%
atau 78orang, Tidak Setuju (TS) sebanyak 1,40% atau 2 orang.
Pada item P.2 yang menyatakan Sangat Setuju (SS) sebanyak
43,70% atau 62 orang, Setuju (S) sebanyak 56,40% atau 80 orang.
Kemudian pada item P.3 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)

Page 45
sebanyak 29,30% atau 42 orang, Setuju (S) sebanyak 59,10% atau 84 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 10,60% atau 15 orang, dan yang menyatakan
Sangat Tidak Setuju (STS) sebanyak 0,70% atau 1 orang.
Sedangkan pada item P.4 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 15,60% atau 22 orang, Setuju (S) sebanyak 73,50% atau 105 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 10,60% atau 15 orang.
Sedangkan pada item P.5 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 11,30% atau 16 orang, Setuju (S) sebanyak 62% atau 88 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 25,70% atau 38 orang.
Pada item P.6 yang menyatakan Sangat Setuju (SS) sebanyak 22,70% atau 32
orang, Setuju (S) sebanyak 72% atau 103 orang.
Kemudian pada item P.7 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 14,20% atau 20 orang, Setuju (S) sebanyak 71,10% atau 101 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 14,70% atau 21 orang.
Sedangkan pada item P.8 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 23,20% atau 33 orang, Setuju (S) sebanyak 73,00% atau 104 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 4,20% atau 6 orang.
Pada item P.9 yang menyatakan Sangat Setuju (SS) sebanyak 26,80% atau
38 orang, Setuju (S) sebanyak 59,20% atau 84 orang.
Kemudian pada item P.10 yang menyatakan Sangat Setuju (SS) sebanyak
18,30% atau 26 orang, Setuju (S) sebanyak 69,70% atau 99 orang, Tidak
Setuju (TS) sebanyak 11,30% atau 16 orang, dan yang menyatakan Sangat
Tidak Setuju (STS) sebanyak 0,70% atau 1 orang.
Kemudian pada item P.11 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 26,10% atau 37 orang, Setuju (S) sebanyak 73,20% atau 104 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 0,70% atau 1 orang.
Sedangkan pada item P.12 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 25,50% atau 36 orang, Setuju (S) sebanyak 68,30% atau 97 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 6,30% atau 9 orang.
Sedangkan pada item P.13 yang menyatakan Sangat Setuju (SS)
sebanyak 29,50% atau 42 orang, Setuju (S) sebanyak 68,30% atau 97 orang,
Tidak Setuju (TS) sebanyak 2,10% atau 3 orang.

C. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Page 46
Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan rumus korelasi product
moment person, jika rhitung > rtabel berarti item valid. Sebaliknya r hitung < rtabel berarti
item tidak valid (Ghozali, 2011:47). uji validitas di lakukan dengan malakukan
uji korelasi antara pernyataan masing-masing variabel dengan skor total (item
total corelation). Hasil uji validitas secara lengkap disajikan pada lampiran 4.
Ringkasan hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.12
Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1)
Item Rhitung Rtabel Sign Keterangan
X1.1 0 0 0 Valid

X1.2 0 0 0 Valid

X1.3 0 0 0 Valid

X1.4 0 0 0 Valid

Sumber: Data primer diolah, 2020.


Tabel 4.13
Hasil Uji Validitas Variabel Sanksi Pajak (X2)

Item Rhitung Rtabel Sign Keterangan


X2.1 0 0 0 Valid

X2.2 0 0 0 Valid

X2.3 0 0 0 Valid

X2.4 0 0 0 Valid

Sumber: Data primer diolah, 2020.

Tabel 4.14
Hasil Uji Validitas Variabel Pemahaman Pajak (X3)

Page 47
Item Rhitung Rtabel Sign Keterangan
X3.1 0 0 0 Valid

X3.2 0 0 0 Valid

X3.3 0 0 0 Valid

X3.4 0 0 0 Valid

0 0 0 Valid

0 0 0 Valid

0 0 0 Valid

0 0 0 Valid

0 0 0 Valid

Sumber: Data primer diolah, 2020.

Tabel 4.15
Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Item Rhitung Rtabel Sign Keterangan
Y1 0 0 0 Valid

Y2 0 0 0 Valid

Y3 0 0 0 Valid

Y4 0 0 0 Valid

Page 48
Y5 0 0 0 Valid

Tabel 4.15 (Lanjutan)


Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Y6 0 0 0 Valid

Y7 0 0 0 Valid

Y8 0 0 Valid

Y9 0 0 0 Valid

Y10 0 0 0 Valid

Y11 0 0 0 Valid

Y12 0 0 0 Valid

Y13 0 0 0 Valid

Sumber: Data primer diolah, 2020.


Hasil uji validitas terhadap variabel penelitian pada tabel di atas
menunjukkan koefisien korelasi antara skor pernyataan dengan skor total (item
total corelation) semua pernyataan memiliki r hitung lebih dari rtabel, maka dapat
dikatakan bahwa semua pernyataan untuk mengukur variabel tersebut
dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Suatu
konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach
alpha > 0.70 (Ghozali, 2011:41-42). Hasil uji reliabilitas dari masing-masing
variabel dapat dilihat pada tabel 4.16. Dan hasil uji reliabilitas secara
lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Page 49
Tabel 4.16
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian

Variabel Cronbach’s Keterangan

Kesadaran Wajib Pajak 0,830 Reliable


Sanksi Pajak 0,751 Reliable
Pemahaman Pajak 0,878 Reliable
Kepatuhan Wajib pajak 0,908 Reliable
Sumber: Data Primer diolah, 2020.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap semua variabel dengan
menggunakan cronbach alpha bahwa semua variabel memiliki nilai alpha> 0.70
maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian ini dikatakan reliable.

D. Uji Asumsi Klasik


1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui apakah data dari masing-masing variabel memiliki
distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang mempunyai

distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini


peneliti menggunakan uji One Kolmogorov-Smirnov dalam melakukan
uji normalitas data. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada table 4.17

Tabel 4.17
Hasil Uji Normalitas Data

Unstandardized Residual

Kolmogorov-Smirnov Z 2,641

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,103

Keterangan Normal

Sumber: Hasil olah data, 2014.

Dari data di atas diketahui bahwa nilai signifikan atau

Page 50
probability sebesar 0,103. Dimana nilai tersebut lebih besar dari
0,05 maka data penelitian berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas
Uji linearitas untuk menentukan apakah masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat mempunyai hubungan linear. Uji
linieritas dengan menggunakan membandingkan uji F dengan tabel
F. Selanjutnya harga F yang diperoleh dikonsultasikan dengan harga
F tabel. Jika harga Fhitung ≤ Ftabel, maka korelasi antara variabel bebas
dengan variabel terikat bersifat linier. Sebaliknya, jika harga F hitung ˃
Ftabel maka korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat
tidak linier. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 4.18
Tabel 4.18
Hasil Uji Linearitas

FHitung FTabel (Sig.


No. Variabel Keterangan
0,05)
1. Kesadaran Wajib Pajak 0,163 2,17 Linier
2. Sanksi Pajak 1,628 2,17 Linier
2. Pemahaman Pajak 1,272 2,17 Linier
Sumber data : Data Premier diolah , 2020

Berdasarkan hasil yang ditunjukan dalam tabel tersebut diketahui


bahwa masing-masing variabel independen memiliki nilai F hitung <
Ftabel, sehingga dapat ditarik kesimpulan data bersifat linear dan uji
regresi dapat dilanjutkan.

3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan yang lain. ,
jika nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka tidak terjadi gejala
heterosdastisitas dalam model regresi, sebaliknya jika nilai signifikan
lebih kecil dari 0,05 maka terjadi gejala heterosdastisitas. Hasil uji
heteroskedastisitas dengan uji Glejser dapat ditunjukan dalam table
4.19.
Tabel.4.19

Page 51
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Sign Keterangan


Kesadaran Wajib Pajak 0,549 Bebas Heteroskedastisitas
Sanksi Pajak 0,127 Bebas Heteroskedastisitas
Pemahaman Pajak 0,061 Bebas Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil olah data, 2020.
Berdasarkan hasil yang ditunjukan dalam tabel 4.19. tersebut
nampak bahwa semua variabel bebas menunjukan nilai Sign lebih besar
dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel, bebas dari
heteroskedatisitas.

4. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mendeteksi adanya hubungan
linear antara variabel independen di dalam regresi berganda. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel
independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam
model regresi berganda dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance
Inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance di atas 0,1 dan VIF di bawah
10 maka model tersebut bebas dari multikolinearitas
(Ghozali.2011:106). Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada table
4.20.
Tabel.4.20

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Keterangan


Kesadaran Wajib Pajak 0,335 2,988 Bebas
Multikolin
earitas
Sanksi Pajak 0,489 2,047 Bebas
Multikolin
earitas
Pemahaman Pajak 0,315 3,176 Bebas
Multikolin
earitas

Page 52
Sumber: Hasil olah data, 2020.

Hasil uji multikolinearitas pada model penelitian di atas


menunjukkan bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF
kurang dari 10 dan nilai tolerance > 0,1 sehingga dapat disimpulkan
bahwa model tidak terjadi multikolinearitas.

E. Uji Hipotesis
1. Uji Parsial (Uji statistik t)
Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara
parsial mempunyai hubungan signifikan atau tidak terhadap variabel
dependen. Pengujian ini menggunakan tingkat signifikansi 5% atau
0,05dan dk= n-2 = 140, maka diperoleh t tabel sebesar 1,655. Berikut
adalah hasil output uji t dengan menggunakan program SPSS pada tabel
4.21:

Tabel 4.21

Hasil Output Uji Parsial (Uji t)

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

(Constant) 3,984 2,055 1,938 ,055

Total_X1 ,686 ,255 ,210 2,694 ,008

Total_X2 ,404 ,209 ,126 1,934 ,055

Total_X3 ,836 ,119 ,573 7,000 ,000

a. Dependent Variable: Total_Y

Sumber: Output SPSS diolah 2020

Page 53
Adapun kriteria penerimaan hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Jika thitung > t tabel, maka Ho ditolak,


artinya terdapat pengaruh yang antara
variabel independen terhadap variabel
dependen.
2. Jika t hitung< t tabel, maka Ho diterima, artinya tidak terdapat
pengaruh antara variabel independen terhadap variabel
dependen.

Berdasarkan hasil output uji-t dapat disimpulkan beberapa hal


sebagai berikut:
a. Tingkat kesadaran wajib pajak (Variabel x1) dengan t hitung
(2,694) > ttabel (1.6550) , maka dapat di simpulkan H o ditolak
(Ha diterima) yang artinya penerapan kesadaran wajib pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

b. Tingkat sanksi pajak ( Variabel X2) dengan t hitung (1,934) <


ttabel (1.6550) , maka dapat di simpulkan H o ditolak (Ho
diterima) yang artinya penerapan sanksi pajak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak.

c. Tingkat Pemahaman pajak ( Variabel X3) dengan t hitung


(7,000) > ttabel (1.655) , maka dapat di simpulkan H o ditolak
(Ha diterima) yang artinya penerapan Pemahaman pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

3. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengukur besarnya penaruh
dari variable independen terhadap variabel dependen. Hasil uji
determinasi terdapat pada tabel berikut:
Tabel 4. 22
Hasil Uji Koefisien Determinasi

Page 54
Model Summaryb

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate

,846a ,716 ,710 2,660

a. Predictors: (Constant), Total_X3, Total_X2, Total_X1

b. Dependent Variable: Total_Y

Sumber : Output SPSS diolah , 2020

Dari data Tabel 4. 22 diatas dapat disimpulkan bahwa nilai Adjusted


R Square (Koefisien determinasi) sebesar 0,716 yang artinya pengaruh
variable independen (X) terhadap variabel dependen (Y) sebesar 7,16%,
dimana variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.

4.2. Pembahasan
1. Pengaruh Kasadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang pertama mendapatkan
hasil bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya Palembang , Tingkat
kesadaran wajib pajak (Variabel x1) dengan thitung (2,694) > ttabel (1.6550)
maka dapat di simpulkan Ho ditolak (Ha diterima) , yang artinya tingkat
kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kesadaran
Wajib Pajak, maka akan semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak
yang terdaftar di KPP Kota Madya Palembang, dalam menjalankan
kewajibannya membayar pajak.

2. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Page 55
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang kedua
mendapatkan hasil bahwa sanksi Pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya Palembang.
Tingkat sanksi pajak ( Variabel X2) dengan t hitung (1,934) < ttabel (1.6550) ,
maka dapat di simpulkan H o ditolak (Ho diterima) yang artinya sanksi
pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

3. Pengaruh Pemahaman Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak


Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang ketiga Tingkat Pemahaman
pajak ( Variabel X3) dengan thitung (7,000) > ttabel (1.655) , maka dapat di
simpulkan Ho ditolak (Ha diterima) yang artinya bahwa tingkat
Pemahaman Pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak di KPP Madya Palembang.

4. Hasil Uji Koefisien Determinasi


Selain itu nilai koefisien determinasi atau R square yang sebesar 0,716
yang artinya pengaruh variable independen (X) terhadap variabel
dependen (Y) sebesar 7,16%, dimana variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-
variabel dependen.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Titis Wahyu
Adi (2018), Isnin Hariati dan Yeney Widya P (2017) yang menyatakan bahwa
Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh positif dan signifikan secara bersama-
sama terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Page 56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Page 57
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan 101
responden wajib pajak yang tersebar di kota Palembang di peroleh beberapa
kesimpulan adalah sebagai berikut:

5. Pengaruh Kasadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib


Pajak
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang pertama
mendapatkan hasil bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya
Palembang , Tingkat kesadaran wajib pajak (Variabel x1) dengan thitung
(2,694) > ttabel (1.6550) maka dapat di simpulkan Ho ditolak (Ha
diterima) , yang artinya tingkat kesadaran Wajib Pajak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak Hal ini dapat dijelaskan bahwa
semakin tinggi tingkat kesadaran Wajib Pajak, maka akan semakin
meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di KPP Kota
Madya Palembang, dalam menjalankan kewajibannya membayar
pajak.

6. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang kedua


mendapatkan hasil bahwa sanksi Pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya Palembang.
Tingkat sanksi pajak ( Variabel X2) dengan thitung (1,934) < ttabel
(1.6550) , maka dapat di simpulkan H o ditolak (Ho diterima) yang
artinya sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

7. Pengaruh Pemahaman Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak


Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang ketiga Tingkat
Pemahaman pajak ( Variabel X3) dengan thitung (7,000) > ttabel (1.655) ,
maka dapat di simpulkan Ho ditolak (Ha diterima) yang artinya bahwa
tingkat Pemahaman Pajak berpengaruh terhadap

Page 58
kepatuhan wajib pajak di KPP Madya Palembang.

8. Hasil Uji Koefisien Determinasi


Selain itu nilai koefisien determinasi atau R square yang
sebesar 0,716 yang artinya pengaruh variable independen (X) terhadap
variabel dependen (Y) sebesar 7,16%, dimana variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel-variabel dependen.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Titis Wahyu
Adi (2018), Isnin Hariati dan Yeney Widya P (2017) yang menyatakan bahwa
Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh positif dan signifikan secara bersama-
sama terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Page 59
Page 60
5.2 Saran
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Sanksi perpajakan untuk wajib pajak di KPP Madya Palembang
sebaiknya dapat di maksimalkan sehingga jumlah wajib pajak yang
patuh dalam membayar pajak.
2. Untuk KPP Madya Palembang diharapakan dapat mengadakan
sosialisasi mengenai pajak agar pemahaman wajib pajak mengenai
perpajakan akan bertambah.
3. Kesadaran mengenai perpajakan untuk wajib pajak di KPP Madya
Palembang merupakan salah satu hal yang dapat di tingkatkan sehingga
pengaruhnya dalam kepatuhan membayar pajak.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Untuk lebih memfokuskan penelitian pada pokok permasalahan, dan untuk


mencegah terlalu luasnya pembahasan yang mengakibatkan terjadinya kesalahan
interoretasi terhadap simpulan yang dihasilkan, maka dalam hal ini dilakukan
pembatasan bahwa faktor-faktor yang digunakan sebagai variabel penelitian
adalah sanksi perpajakan, kesadaran perpajakan, dan tingkat pemahaman,
kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak disini adalah wajib pajak orang pribadi yang
melakukan pekerjaan bebas dan terdaftar di KPP Madya Palembang.

61

Anda mungkin juga menyukai