Tugas :
1. Jelaskan Teknik pemeriksaan dan nilai normal dari masing - masing pemeriksana tersebut
mulai dari kepala sampai kaki
Jawaban :
(gambar)
( gambar )
Gambar 6. Abnormalitas yang terlihat pada inspeksi mata
A. Kalazion
B. Strabismus
C. Ektropion
D. Ptosis
E. Conjunctival injection pada konjungtivitis
F. Subconjungtival bleeding
G. Keratitis
H. Katarak
Palpasi
Pemeriksaan palpasi meliputi pemeriksaan palpebra dan tekanan bola mata.
5. Pemeriksaan hidung
Inspeksi
1. Inspeksi hidung eksternal : Perhatikan permukaan hidung, ada atau tidak
asimetri,deformitas atau inflamasi.
2. Inspeksi hidung bagian dalam dengan spekulum :
Perhatikan mukosa yang menutup septum dan konka, warna dan pembengkakan.
Adakah mukosa oedema dan kemerahan (rinitis oleh virus), adakah oedema dan pucat
(rinitis alergik), polip, dan ulkus.
Posisi dan integritas septum nasi. Adakah deviasi atau perforasi septum nasi.
Palpasi
Pemeriksaan palpasi hidung untuk menilai adanya fraktur os nasalis dan nyeri tekan.
6. Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan telinga meliputi:
Pemeriksan telinga luar :
Inspeksi auricula: bentuk, ukuran, simetris / asimetris, tanda radang.
Inspeksi kanalis auricularis : adakah serumen prop, tanda radang, corpus alienum.
Palpasi : adakah nyeri, tragus pain, mastoid pain, dan tumor.
7. Pemeriksaan mulut
Inspeksi
1) Bibir
Perhatikan warna(adakah sianosis atau pucat), kelembaban, oedema, ulserasi atau pecah-
pecah.
2) Mukosa oral
Mintalah pasien untuk membuka mulut. Dengan pencahayaan yang baik dan bantuan
tongue spatel, dilakukan inspeksi mukosa oral. Menilai warna mukosa, pigmentasi,
ulserasi dan nodul. Bercak-bercak pigmentasi pada ras kulit hitam masih dalam batas
normal.
3) Gusi dan gigi
Menilai adakah inflamasi, oedema, perdarahan, retraksi atau perubahan warna gusi, gigi
tanggal atau hilang.
4) Langit-langit mulut atau palatum Menilai warna dan bentuk langit-langit mulut,
adakah torus palatinus.
5) Lidah Menilai lidah dan dasar mulut, termasuk warna dan papilla, adakah glositis,
paralisis syaraf kranial ke-12.
6) Faring Mintalah pasien untuk membuka mulut, dengan bantuan tongue spatel lidah
kita tekan pada bagian tengah, mintalah pasien mengucapkan ”aaa”. Perhatikan warna
atau eksudat, simetri dari langit-langit lunak. Adakah faringitis, paralisis syaraf kranial
ke-10.
B. PEMERIKSAAN LEHER
Melakukan pemeriksaan leher, meliputi: regio colli, trachea, kelenjar tiroid, dan kelenjar
limfonodi.
1. Regio Colli
Inspeksi
Inspeksi pada leher untuk melihat adanya asimetri, denyutan abnormal, tumor,
keterbatasan gerakan dalam range of motion (ROM) maupun pembesaran kelenjar limfe
dan tiroid.
Palpasi
Pemeriksaan palpasi leher dilakukan pada tulang hioid, tulang rawan tiroid, kelenjar
tiroid, muskulus sternokleidomastoideus, pembuluh karotis dan kelenjar limfe.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua sisi (bilateral) bersamaan.
2. Pemeriksaan trachea
Inspeksi
Inspeksi trachea untuk melihat adanya deviasi trachea, simetris, asimetris.
Palpasi
Palpasi trachea dilakukan dengan cara ujung jari telunjuk dan jari manis menekan pada
daerah m. sternocleidomastoideus kanan dan kiri dengan trachea dan pasien 15 diminta
menelan ludah. Bandingkan pada kedua sisi. Bila kedua jari tangan bisa masuk maka
posisi trachea normal, tetapi bila salah satu jari ada yang terhalang masuk, artinya ada
devisi ke arah sisi ini.
( gambar ) palpasi trakea
Massa di leher atau mediastinum akan mendorongtrachea ke salah satu sisi. Deviasi
trachea dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan dirongga dada, seperti atelektasis,
masa tumor paru atau pneumothorak yang luas.
3. Pemeriksaan Kelenjar Limfonodi
Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk melihat adanya pembesaran, peradangan pada limfonodi
seperti penyakit tuberculosis, limfoma maligna, metastase, HIV/ AIDs.
(Gambar) 8.Kiri : pocket lymphadenopathy cervicalis porterior pada TBC, Kanan :
metastase karsinoma nasofaring ke kelenjar limfe leher.
Palpasi
Pada keganasan kelenjar getah bening, terutama limfoma, dinilai kelenjar mana saja yang
membesar, multipel atau tunggal, permukaannya, mobile atau terfiksasi, konsistensi,
nyeri tekan atau tidak, adakah luka pada kelenjar tersebut.
Gambar 9. Limfonodi leher
Limfadenopati yang hanya berukuran kecil, discrete dan mobile dapat bersifat
fisiologis.Adanya nyeri tekan menunjukkan inflamasi.Limfadenopati yang keras pada
palpasi dan terfiksasi mengindikasikan keganasan.
Gambar 10. Palpasi limfonodi, kiri : lnn. preaurikuler, tengah : lnn. cervicalis anterior
danposterior, kanan : lnn. supraklavikularis
4. Pemeriksaan kelenjar tiroid
Inspeksi
Inspeksi kelenjar tiroid dilakukan dari posisi depan untuk menilai apakah terdapat
pembesaran kelenjar tiroid, derajat pembesaran tiroid, dan tanda inflamasi.
Gambar 11. Inspeksi kelenjar tiroid, kiri : saat istirahat, kanan : pada gerakan menelan
Palpasi
Pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid dimulai dari depan, kemudian juga dari belakang
pasien. Pemeriksaan dari depan, tiroid dipalpasi adakah pembesaran atau tidak.
Kemudian pasien diminta menelan ludah untuk menilai apakah kelenjar tiroid teraba atau
tidak, bergerak atau tidak. Bila terjadi pembesaran tiroid, dinilai ukurannya, konsistensi,
permukaan (noduler/difus), nyeri tekan, mobilitasnya. Pemeriksaan kelenjar tiroid dari
belakang, pasien diminta duduk, pemeriksa berada di belakang kemudian diraba dengan
jari-jari kedua tangan. Penilaian kelenjar tiroid sama seperti pemeriksaan dari depan.
Dalam kondisi normal: tidak terlihat atau teraba.
Gambar 12. Palpasi kelenjar tiroid
Gambar 13. Struma/ goiter
Auskultasi
Auskultasi pada kelenjar tiroid dapat mendeteksi bising sistolik yang mengarahkan
adanya penyakit Graves.
PEMERIKSAAN THORAX
A. TAHAPAN PEMERIKSAAN DADA
Pemeriksaan thorax meliputi empat tahapan, yaitu mengamati, meraba, mengetuk, dan
mendengarkan suara jantung serta paru-paru dengan stetoskop. Berikut ini adalah
penjelasan mengenai keempat tahapan tersebut:
Inspeksi (pengamatan)
Pada pemeriksaan ini, dapat dinilai adanya kelainan tulang dada, baik cekung maupun
menonjol, serta kelainan tulang belakang. Dapat dinilai juga posisi dan penggunaan otot
bantu pernapasan yang khas pada pasien asma dan pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronis.
Palpasi (perabaan)
Pada pemeriksaan ini, dokter akan merasakan perbedaan tekstur di area dada. Misalnya bila
tulang dada teraba lunak, cekung, atau menonjol, dokter bisa mencurigai adanya patah tulang
iga. Dokter juga bisa merasakan tekstur seperti busa pada dinding dada, yang dikenal dengan
istilah krepitasi. Ini menandakan adanya udara di bawah kulit.
Selain itu, dokter mungkin akan meletakkan telapak tangan pada permukaan dada, kemudian
meminta Anda untuk bernapas, berhitung, atau mengucapkan kata-kata tertentu. Tujuannya
adalah untuk merasakan getaran dari aliran udara pada paru- paru.
Perkusi (ketukan)
Bunyi ketukan akan lebih kencang dan bergaung pada bagian tubuh yang berisi udara, dan
akan lebih lemah dan redup pada bagian tubuh yang padat atau berisi air. Dengan
pemeriksaan ini, dapat terdeteksi gangguan paru-paru, seperti efusi
pleura dan pneumothoraks, serta kelainan jantung, seperti kardiomegali.
Auskultasi
Bunyi jantung sehat memiliki irama yang teratur, dan tidak ada bunyi tambahan. Sementara
pada paru-paru yang sehat, akan terdengar suara napas yang normal, tanpa ada
mengi, stridor, atau suara napas abnormal lainnya.
Pemeriksaan fisik thorax seperti yang telah dijelaskan di atas akan membantu dokter dalam
menilai kondisi organ-organ di dalam rongga dada, sehingga diagnosis dapat ditegakkan.
Bila masih ragu atau mencurigai adanya kondisi tertentu, dokter dapat merekomendasikan
pemeriksaan lanjutan, seperti Rontgen dada dan elektrokardiogram (EKG), untuk
memastikan diagnosis.
Inspeksi
Pemeriksaan visual sederhana atau inspeksi dilakukan untuk menilai kondisi jantung,
yaitu dengan memperhatikan bentuk dan kondisi dada, memeriksa pembuluh darah di
bagian leher, serta mendeteksi ada tidaknya pembengkakan di tungkai atau organ tubuh
lainnya.
Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan fisik jantung untuk menilai kinerja dan kondisi jantung,
serta mendeteksi kemungkinan adanya kelainan pada jantung. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan memeriksa detak jantung di permukaan dinding dada. Palpasi juga dapat
dilakukan untuk menilai apakah pembengkakan di tungkai diakibatkan oleh penumpukan
cairan atau bukan.
Perkusi
Perkusi dalam pemeriksaan fisik jantung dilakukan dengan cara mengetuk permukaan
dada dengan jari tangan. Bunyi ketukan yang dihasilkan akan digunakan sebagai
indikator kondisi jantung dan organ di sekitarnya, terutama paru-paru.
Auskultasi
Auskultasi merupakan metode pemeriksaan yang dilakukan dengan alat stetoskop untuk
mendengarkan bunyi jantung pasien. Selanjutnya, dokter akan menilai apakah bunyi
jantung termasuk normal atau menandakan adanya kelainan atau gangguan pada jantung.
Auskultasi juga dapat menilai perubahan suara napas di paru-paru, apabila terjadi
penimbunan cairan akibat gangguan jantung. Dari empat komponen pemeriksaan
tersebut, dokter dapat menentukan apakah Anda memiliki gejala penyakit jantung atau
tidak.
Bila hasil pemeriksaan jantung menunjukkan adanya kondisi yang dicurigai sebagai
gejala penyakit jantung, dokter biasanya akan menyarankan pemeriksaan lanjutan.
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
a. Prosedural
Prosedur pemeriksaan fisik abdomen meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik abdomen. Baju yang dikenakan perlu diangkat
sampai minimal setinggi garis puting, serta menggunakan selimut untuk menutup
tungkai sampai simfisis pubis. Minta pasien untuk melipat paha dan lutut agar
dinding abdomen lebih rileks. [1,29]
Inspeksi
Umbilikus : Pada umbilikus, perlu diperhatikan kontur dan lokasinya, serta ada
atau tidaknya inflamasi ataupun benjolan, seperti pada hernia umbilikalis [1,30]
Kontur abdomen : Kontur abdomen yang dimaksud adalah permukaan (datar,
distensi, menonjol, atau cekung), bagian samping abdomen (ada atau tidaknya
benjolan atau massa), kesimetrisan dinding abdomen, massa atau organomegali
yang tampak menonjol (misalnya hepatomegali atau splenomegali) [1,32]
Peristaltik : Pada pasien yang sangat kurus, kemungkinan gerakan peristaltik usus
dapat terlihat, terutama apabila terdapat obstruksi [1,32]
Pulsasi : Pulsasi aorta juga dapat terlihat pada pasien yang sangat kurus. Apabila
terlihat pada area epigastrium, maka dapat dikatakan normal.
Auskultasi
Auskultasi pada pemeriksaan abdomen terutama memberikan informasi mengenai
bising usus. Berbeda dari pemeriksaan fisik lainnya, disarankan untuk melakukan
pemeriksaan auskultasi terlebih dahulu pada pemeriksaan fisik abdomen karena
manuver perkusi dan palpasi dapat menstimulasi ataupun mendepresi peristaltik
usus. Bising usus normal berkisar antara 5-34 kali/menit. [1,3,33] Auskultasi
minimal dilakukan selama 2 menit pada tiap regio, dan minimal dilakukan pada 1
regio untuk menentukan kesimpulan bunyi usus pasien. [6]
Adanya inflamasi (misal peritonitis), infeksi, ileus paralitik, dan ileus obstruktif
akan mengubah karakteristik bising usus. Pada keadaan tertentu seperti infeksi,
dapat terdengar bunyi borborygmi dan hiperperistalsis. Pada auskultasi peristaltik
usus, perlu diperhatikan frekuensi, durasi, volume, dan kualitas bising usus.
[1,28,34,35]
Pada auskultasi abdomen, dapat ditemukan adanya bunyi seperti murmur di aorta,
arteri iliaca, dan arteri femoralis. Murmur dapat terdengar terutama pada pasien
dengan hipertensi. Murmur juga dapat terdengar pada pasien dengan stenosis
arteri maupun dilatasi arteri yang disebabkan oleh aneurisma. Murmur arteri
renalis, sesuai dengan posisi anatomisnya akan lebih terdengar dari punggung.
[1,30]
Pada area hepar dan lien, perlu dilakukan auskultasi untuk melihat adanya friction
rub. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan hepatoma, infeksi gonococcus pada
area hepar, dan infark lien. [1]
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk melihat distribusi gas intraabdomen, kemungkinan
adanya massa, serta ukuran hepar dan lien serta organ lainnya. Perkusi dilakukan
pada keempat kuadran abdomen dengan melihat area yang timpani maupun
pekak. Bunyi timpani disebabkan karena adanya gas pada traktus gastrointestinal,
sedangkan bunyi pekak dapat disebabkan oleh adanya cairan, massa atau
pembesaran organ, maupun feses. [30]
Perkusi pada bagian infero-anterior arcus costae sebelah kanan dapat ditemukan
pekak karena adanya hepar, sedangkan di sebelah kiri akan ditemukan timpani
pada area gaster dan fleksura lienalis. [1,30]
Palpasi pada pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari palpasi ringan dan dalam. Palpasi ringan
dapat menilai adanya nyeri tekan, defans muskular, dan massa pada organ-organ superfisial.
Palpasi ringan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Meletakkan telapak tangan dengan jari-jari yang rapat dan rata pada dinding abdomen
2. Lakukan penekanan ringan pada keempat kuadran abdomen.
3. Pada palpasi ringan ini, perlu dilakukan identifikasi organ-organ maupun massa yang
letaknya superfisial, serta area yang mengalami nyeri tekan.
4. Apabila terdapat defans, bedakan antara tahanan volunter dan spasme otot involunter,
karena adanya spasme yang involunter dapat mengarahkan diagnosis ke peritonitis.
[1,28,33]
1. Gunakan permukaan telapak tangan, kemudian lakukan penekanan pada keempat kuadran
2. Apabila terdapat massa, lakukan identifikasi lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri
saat penekanan, pulsasi, dan mobilitas massa
1. Hepar
Palpasi hepar dilakukan untuk mengevaluasi permukaan, konsistensi, dan nyeri tekan
pada hepar. Palpasi hepar dilakukan sebagai berikut :
1. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa pada punggung pasien, kira-kira pada area
hepar di intercostal space (ICS) 11 dan 12 kanan
2. Tangan kiri melakukan penekanan ke atas, dan tangan kanan melakukan palpasi
hepar dari atas (dari dinding perut), pada pemeriksaan ini, margin lobus kanan
hepar akan lebih teraba
3. Minta pasien untuk menarik napas dalam pada saat melakukan penekanan.
Pernapasan dilakukan dengan melakukan pernapasan abdominal, karena dengan
teknik ini hepar, lien, dan ginjal akan lebih mudah teraba
4. Palpasi lobus kiri hepar juga dilakukan dengan langkah-langkah yang sama,
namun palpasi lobus kiri dilakukan pada bagian lateral muskulus rectus abdominis
5. Perhatikan saat dirasakan nyeri tekan pada pemeriksaan ini. Normalnya, hepar
teraba kenyal, batas tajam, dan regular dengan permukaan yang rata. Nyeri tekan
minimal dapat dirasakan pada pemeriksaan ini [30,41]
Pada pasien yang obesitas, palpasi hepar dapat dilakukan dengan teknik “hooking”,
teknik ini dilakukan dengan:
1. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, setinggi dada pasien, dan menghadap
ke kaki pasien
2. Kedua telapak tangan diletakkan bersebelahan, dengan ujung jari-jari berada pada
abdomen kanan, pada ujung di mana ditemukan pekak pada hepar
3. Penekanan dilakukan dengan ujung jari-jari ke arah arcus costae dengan meminta
pasien menarik napas dalam, ujung hepar akan teraba pada ujung jari [41]
Apabila pada palpasi, hepar tidak teraba, maka untuk mengetahui adanya nyeri tekan
dilakukan dengan meletakkan telapak tangan di bawah arcus costae kanan. Kemudian
lakukan penekanan ke atas dengan menggunakan sisi ulnar telapak tangan. Tanyakan
nyeri maupun rasa tidak nyaman yang mungkin dirasakan pada pemeriksaan ini.
Pada keadaan tertentu, hepar dapat terdorong ke bawah oleh diafragma bahkan sampai di
bawah arcus costae. Hal ini biasanya terjadi pada penyakit paru seperti emfisema,
ataupun pada pasien dengan skoliosis. [1]
Auskultasi :
1. Perkusi pada dinding dada kiri-bawah-anterior, dari pinggir batas pekak jantung
(ICS 6, linea axillaris anterior) ke bawah sampai ke arcus costae, di sini terdapat
area yang dikenal dengan Ruang Traube. Apabila pada area ini didapatkan bunyi
timpani yang jelas, maka kemungkinan besar tidak terdapat spenomegali.
Splenomegali dapat dicurigai apabila terdapat bunyi pekak
2. Selain itu, dapat pula dilakukan perkusi pada ICS terbawah pada linea axillaris
anterior, yang biasanya timpani. Minta pasien untuk menarik napas dalam
kemudian lanjutkan perkusi. Bila ukuran lien normal, maka perkusi ini biasanya
tetap menunjukkan bunyi timpani [30,42]
Palpasi :
Palpasi lien dilakukan untuk mengetahui adanya splenomegali. Palpasi lien dilakukan
dengan :
1. Telapak tangan kiri diletakkan di bagian postero-lateral iga terbawah dan jaringan
lunak di sekitarnya, kemudian mendorong area tersebut ke arah dinding perut.
Tangan kanan diletakkan pada arcus costae kiri kemudian menekan area tersebut
ke arah lien
2. Minta pasien untuk menarik napas, kemudian pemeriksa berusaha meraba margin
lien dengan ujung jari
3. Apabila teraba, nilai adanya nyeri tekan, kontur lien, serta jarak antara margin lien
dengan arcus costae [30]
Pemeriksaan ini dapat diulang dengan meminta pasien berbaring pada sisi kanan dengan
memfleksikan lipat paha dan sendi lutut. Gravitasi akan akan membantu agar lien lebih
ke anterior dan kanan sehingga lebih mudah dilakukan palpasi.
1. Palpasi ginjal kiri dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kanan pemeriksa
di punggung, paralel dengan iga ke 12, dengan ujung jari meraih costovertebral
angle (CVA)
2. Usahakan telapak tangan kiri mendorong ginjal ke anterior
3. Telapak tangan kiri diletakkan pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel m. rectus
abdominis
4. Minta pasien untuk menarik napas dalam, kemudian pada puncak inspirasi
lakukan penekanan dengan telapak tangan kiri tadi
5. Kemudian minta pasien untuk membuang napas sambil melepas perlahan tekanan
6. Apabila ginjal dapat terpalpasi, maka deskripsikan ukuran, kontur, dan nyeri
tekan. Tidak semua orang dapat teraba, dan hal ini normal
7. Palpasi ginjal kanan dilakukan dengan cara yang sama, namun kali ini tangan
kanan yang berada di dinding abdomen sedangkan tangan kiri yang berfungsi
sebagai penyokong di punggung [1,30,45]
Sesuai dengan posisi anatomisnya, apabila lien membesar (splenomegali), pembesarannya akan
ke anterior, bawah, dan medial rongga perut, sehingga bunyi timpani dari gaster dan colon
menghilang dan digantikan menjadi pekak. Apabila membesar, organ ini dapat terpalpasi di
bawah arcus costae. Normalnya, lien terletak pada bagian posterior sepanjang ICS 9-11, perkusi
pada area ini dapat berbunyi sedikit lebih pekak. [1,30]
Perkusi :
1. Perkusi pada dinding dada kiri-bawah-anterior, dari pinggir batas pekak jantung (ICS 6,
linea axillaris anterior) ke bawah sampai ke arcus costae, di sini terdapat area yang
dikenal dengan Ruang Traube. Apabila pada area ini didapatkan bunyi timpani yang
jelas, maka kemungkinan besar tidak terdapat spenomegali. Splenomegali dapat dicurigai
apabila terdapat bunyi pekak
2. Selain itu, dapat pula dilakukan perkusi pada ICS terbawah pada linea axillaris anterior,
yang biasanya timpani. Minta pasien untuk menarik napas dalam kemudian lanjutkan
perkusi. Bila ukuran lien normal, maka perkusi ini biasanya tetap menunjukkan bunyi
timpani [30,42]
1. PENIS
Inspeksi :
1) Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
2) Apakah sudah disirkumsisi atau belum.
3) Bila belum disirkumsisi perhatikan:
Preputium : preputium terlalu panjang (hipospadia) → Redundant prepuce
Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tidak dapat ditarik ke
belakang melewati glans penis→ phymosis
Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang corona glandis dan
tidak segera direposisi kembali → paraphymosis
Bila sudah disirkumsisi, perhatikan :
1) Glans penis : periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2)
atau radang glans penis (balanitis)
2) Meatus uretra
irritasi khronis pada meatus → Erythro-plasma of Queyrat
Condyloma acuminata = verruca acuminate
Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra : nanah
(urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum, batu, tumor urethra)
3) Sulcus coronarius : Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer),
tumor (ca. penis), Condylomata acuminate
4) Letak meatus uretra : Hipospadia ada 3 tipe : glandular (meatus uretra pada
corona glandis), penile (meatus pada batang penis sampai penoskrotalis),
perineal (meatus pada perineum hingga penis terlipat sama sekali membelah
skrotum), epispadia (meatus urethra terletak di dorsum penis), fistel urethra
akibat periurethritis atau trauma, Hypoplasia of the penis (micro penis) (penis
yang tidak berkembang, tetap kecil), curvatura penis : hypospadia penis akan
bengkok kearah ventral
Palpasi : raba seluruh penis mulai dari preputium, glans dan batang penis serta urethra :
o Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans penis
atau sulcus caronarius.
o Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur uretra
o Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis
Inspeksi :
o Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
o Cari : abses, fistel, edema, gangren (skrotum tegang, kemerahan nyeri, panas,
mengkilap, hilang rasa, basah → gangren, ca skrotum
o Pembesaran skrotum :
a) orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum edema, merah
b) Ca testis : skrotum besar berbenjol, tidak ada tanda radang dan tidak nyeri
c) Hydrocele testicularis : skrotum besar dan rata, tidak berbenjol
d) Hydrocele funicularis : sisi yg hidrocele ada 2 biji, jadi terlihat 3 benjolan dengan
testis sebelahnya
e) Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk ke dalam rongga
abdomen ketika berbaring
f) Varicocele : gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-kelok sepanjang skrotum,
menghilang bila berbaring
g) Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak kebiruan, ada bekas
trauma
h) Torsi testis : testis yang terpuntir lebih tinggi dari yg normal (Deming's sign) dan
posisi lebih horisontal dari yang normal (Angell's sign)
Palpasi
o Raba jumlah testis, monorchidism/anorchidism, kriptokismus uni/ bilateral
o Testis teraba keras sekali,tidak nyeri tekan → seminoma
o Hydrocele → testis tidak teraba, fluktuasi, tes transluminasi (+)
o Hernia skrotalis → teraba usus/massa dari skrotum sampai kanalis inguinalis
o Varicocele → seperti meraba cacing dalam kantung (bag of worm)
o Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri, diangkat ke atas lewat sympisis os
pubis nyeri tetap/bertambah (Prehn's sign)
o Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam skrotum. Tidak teraba
→ agenesis vas deferens; TBC → teraba seperti tasbih
2) PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA PEREMPUAN
a. Vulva → labia mayora: mungkin ada bartolinitis atau kista Nucki
b. Muara uretra :
o Urethral discharge → nanah pada uretritis
o Caruncula uretra → proliferasi mukosa urethra posterior dekat meatus dan
menonjol keluar
o Prolapsus urethra → eversi mukosa urethra terutama bagian anterior
o Vagina (Perhatikan orificium dan vestibulum vaginae) : Ada flour
albus/keputihan/nanah → vaginitis; masih ada himen atau himen imperforata
3) PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (akan dijelaskan tersendiri)
PEMERIKSAAN FISIK EKSTREMITAS ATAS DAN BAWAH
A. EKSTREMITAS ATAS
1.Siapkan alat-alat yang diperlukan
•Goniometer
•Sarung tangan
•Baju periksa
•Refleks hammer
2.Cuci tangan
3.Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada klien
4.Minta klien untuk mengenakan baju periksa
5.Pastikan ruang periksa nyaman dan cukup penerangan
II.Faktor-faktor yang harus diperhatikan
1.Pertahankan privacy klien
2.Buka hanya bagian tubuh klien yang akan diperiksa
3.Pada saat pemeriksaan rentang pergerakan sendi perhatikan hal-hal
berikut :
-Beri contoh gerakan yang harus dilakukan klien
-Jangan periksa sendi yang sedang diperiksa lebih dari batasmaksimal
pergerakannya. Bila nyeri hentikan pemeriksaan
-Bila sudah pasti batas maksimal rentang pergerakan sendi,ukur sudut
sendi dengan menggunakan goniometer
4.Selalu bandingkan hasil pemeriksaan ekstremitas bagiankanan dan kiri
5.Lakukan pemeriksaan dari arah proksimal ke distal
6.Lakukan pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut :inspeksi, palpasi,
rentang pergerakan sendi, kekuatan otot danterakhir refleks
7.Beri kesempatan klien untuk beristirahat diantara tahap-tahap
pemeriksaan
8.Pada saat akan memeriksa keadaan pembuluh darah, perhatikan keadaan
kulit klien. Bila terdapat luka pada kulit diarea pemeriksaan gunakanlah
sarungtangan
I. Langkah-langkah pemeriksaan
Mulailah pemeriksaan dari ekstremitas atas terlebih dahulu,kemudian
dilanjutkan dengan ekstremitas bawah. Untuk tiap bagian, lakukan terlebih
dahulu pemeriksaan dengan carainspeksi,kemudian palpasi, pemeriksan
rentang pergerakan sendi,kekuatan otot dan diakhiri dengan pemeriksaan
refleks. Lakukanurutan langkah-langkah berikut ini :
A.BAHU
1.Atur Posisi
•Minta klien duduk berhadapan dengan pemeriksa, berdiri atau tidur
dengan posisi supine2.Inspeksia.Kulit disekitar sendi bahu, perhatikan
warna dankeutuhan kulit b.Bahu dan arah frontal, perhatikan kesimetrisan
bahukanan dan kiri. Perhatikan ukuran dan bentuk klavikuladan spakula
dari arah anterior dan posterior 3.Palpasia.Sendi sternoklavikular
•Mulai palpasi dari sendi sternoklavikular, kemudian bergerak lateral
sepanjang klavikula kearah sendiakromioklavikular.
•Palpasi kearah bawah subakromial dan tuberkulusmayor dari humerus.
Periksa apakah daerah inicukup lembut. b.Tendon otot biseps dan
triseps4.Periksa rentang pergerakan sendia.Fleksi – Ekstensi
•Minta klien untuk mengangkat tangan keatas hinggalengan berada di sisi
telinga (fleksi). Sudut fleksiadalah 180 derajat
•Minta klien untuk menurunkan lengan hinggamelewati garis koronal
tubuh (ekstensi). Sudutekstensi adalah 50derajat
b.Abduksi – Adduksi
•Minta klien untuk mengangkat lengan ke arahsamping tubuh semaksimal
mungkin, kemudianmenurunkan lengan sejauh mungkin hinggamelewati
garis medial tubuh. Sudut abduksi adalah180 derajat
.c.Eksternal Rotasi – Internal Rotasi
•Minta klien untuk mengangkat lengan ke arahsamping setinggi bahu dan
menekuk siku hingga jarimenghadap ke atas, kemudian gerakkan
lenganhingga ujung jari menghadap kebawah.
•Luruskan kembali. Sudut eksternal dan internaladalah 90 derajat
.5. Periksa kekuatan otot-otot bahu
Minta klien melakukan gerakan-gerakan pada point 5,tetapi beri tahanan
pada saat klien bergerak. Nilailahkekuatan otot dengan menggunakan
standar skala 0-5.
B.SIKU
1.Inspeksi
•Dukung lengan klien dengan tangan non dominan
•Inspeksi aspek lateral dan medial siku. Perhatikankesimetrisan kedua siku
dan kulit pada area siku.
2.Palpasia.Aspek lateral dan medial prosesus olekranon b.Otot biseps
brachi dan triseps brachi untuk mengetahuitonus dan massa ototc.Arteri
Brachialis
•Minta klien untuk meluruskan siku
•Palpasi arteri brachialis pada area superior fossaantecubiti. Catat irama,
amplitudo, frekuensi dankesimetrisan pada kedua lengan.