Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator yang

paling penting untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang obstetri.

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat

Statistik (BPS) angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh

dunia mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir

setiap menit karena komplikasi kehamilan dan persalinannya. Sedangkan angka

kematian bayi di Indonesia pada tahun 2007 2-5 kali lebih tinggi mencapai 34 per

1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO yaitu sebesar 15%

per kelahiran hidup (Suprayitno, 2007).

Adapun penyebab kematian perinatal adalah kelainan kongenital,

prematuritas, trauma persalinan, infeksi, gawat janin dan asfiksia neonatorum.

Terjadinya gawat janin di sebabkan oleh induksi persalinan, infeksi pada ibu,

perdarahan, insufisiensi plasenta, prolapsus tali pusat, kehamilan dan persalinan

preterm dan Presbo. Persalinan Presbo menunjukkan bahwa kehamilan telah

melampaui waktu perkiraan persalinan menurut hari pertama menstruasinya.

Ballantyne 1902 seperti dikutip Manuaba, seorang bidan Scotlandia, untuk

pertama kali menyatakan bahwa janin yang terlalu lama dalam kandungan dapat

membahayakan dirinya dan ibunya saat persalinan berlangsung. Kemudian


berturu-turut 1950 Clifford mengemukakan tentang sindrom Presbo baby,

sedangkan 1960 Mc Clure menyatakan bahwa angka kematian bayi dengan

kehamilan postdate semakin meningkat (Manuaba, 2007).

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari

pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42

minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar

3,4-14% atau rata-rata 10% kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih.

Angka ini bervariasi dari bebearpa penelitian bergantung pada kriteria yang

dipakai.

Kehamilan Presbo terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini

masih banyak diperdebatkan dan sampai sekarang masih belum ada persesuaian

paham. Dalam kenyataannya kehamilan Presbo mempunyai pengaruh terhadap

perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa

kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak

bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya.

Kehamilan Presbo mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas

perinatal, atau makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan

Presbo dapat berupa perdarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang

meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun,

kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi,

sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan Presbo

akan memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian,

terutama kematian perinatal.


1.2 Tujuan Penulisan

1.      Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan dan

mengembangkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan manajemen asuhan

kebidanan pada kasus persalinan Presbo.

2. Tujuan KhusuS

a) Dapat melaksanakan pengkajian data dengan cara wawancara, observasi

dan pemeriksaan pada pada kasus persalinan Presbo.

b) Dapat menegakkan diagnosa, mengkaji masalah dan kebutuhan pada kasus

persalinan Presbo.

c) Dapat mengidentifikasi masalah potensi yang mungkin terjadi pada kasus

persalinan Presbo.

d) Dapat menentukan tindakan segera pada kasus persalinan Presbo.

e) Dapat membuat rencana asuhan pada kasus persalinan Presbo sebagai

dasar untuk melaksanakan asuhan kebidanan.

f) Dapat melakukan implementasi secara efektif dan efisien pada kasus

persalinan Presbo.

g) Dapat mengevaluasi asuhan yang telah diberikan pada kasus persalinan

Presbo.

h) Dapat melakukan pendokumentasian pada kasus persalinan Presbo.


1.3 Manfaat Penulisan

1.  Bagi Penulis

a) Menambah wawasan dan pengetahuan, serta agar penulis dapat

melaksanakan manajemen asuhan kebidanan pada kasus persalinan

Presbo.

b) Berperan secara profesional sehingga dapat memberikan pelayanan yang

berkualitas pada klien.

c) Mengembangkan kemampuan berfikir dalam menemukan masalah dan

dalam mencari pemecahan masalah tersebut


BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Pengertian

Presentasi bokong murni (frank breech) (50-70%). Pada presentasi bokong

akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya

terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan

dalam hanya dapat diraba bokong.

Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech ) ( 5-10%). Pada

presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki. Presentasi

bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki ( incomplete or footling ) ( 10-

30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di

samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki

bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.

2.2 Penyebab

Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah:

a) Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong,

b) Air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar

c) Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas

panggul.

d) Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang

sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.


e) Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya

pada panggulsempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor – tumor pelvis dan

lain – lain.

f) Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara

g) Gemeli (kehamilan ganda)

h) Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.

i) Janin sudah lama mati.

j) Sebab yang tidak diketahui.

2.3 Diagnosis

a) Palpasi: pemeriksaan Leopold di bagian bawah teraba bagian yang kurang

keras dan kurang bundar (bokong), sementara di fundus teraba bagian

yang keras, bundar dan melenting (kepala), dan punggung teraba dikiri

atau kanan.

b) Auskultasi: DJJ (denyut jantung janin) paling jelas terdengar pada tempat

yang lebih tinggi dari pusat.

c) Pemeriksaan foto rontgen, USG, dan Foto Sinar -X : bayangan kepala di

fundus

d) Pemeriksaan dalam: Dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus,

kadang – kadang kaki (pada letak kaki). Bedakan antara :

1) Lubang kecil – Mengisap

2) Tulang (-) - Rahang Mulut

3) Isap (-) Anus – Lidah


4) Mekoneum (+)

5) Tumit - Jari panjang

6) Sudut 90 derajat Kaki - Tidak rata Tangan siku

7) Rata jari – jari - Patella (-)

8) Patella Lutut

9) Poplitea

Bahaya persalinan sungsang dapat di simpulkan sebagai berikut.

a) Anoksia intra dan ekstra uterin

b) Perdarahan intracranial

c) Fraktur dan dislokasi

d) Kerusakan otot dan syaraf terutama pada otot sterno mastoid dan fleksus

brachialis

e) Ruptur organ abdomen

f) Oedem genital dan memar atau lecet akibat capformation

g) Kejadian anomali kongenital tinggi pada bayi dengan presentasi atau letak

sungsang dan terutama pada BBLR.

2.4 Komplikasi

a. Komplikasi ibu

1) Perdarahan

2) Trauma jalan lahir

3) Infeksi

b. Komplikasi anak
1)        Sufokasi / aspirasi :

Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan

rongga uterus yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan

menimbulkan anoksia. Keadaan ini merangsang janin untuk

bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan terjadinya

aspirasi.

2)        Asfiksia :

Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat

pada fase cepat

3)        Trauma intrakranial:

Terjadi sebagai akibat :

a. Panggul sempit

b. Dilatasi servik belum maksimal (after coming head)

c. Persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat kedua terlalu cepat)

4) Fraktura / dislokasi:

a. Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif

b. Fraktura tulang kepala

c. Fraktura humerus

d. Fraktura klavikula

e. Fraktura femur

5)        Dislokasi bahu

Paralisa nervus brachialis yang menyebabkan paralisa lengan

terjadi akibat tekanan pada pleksus brachialis oleh jari-jari


penolong saat melakukan traksi dan juga akibat regangan pada

leher saat membebaskan lengan.

2.6 Persalinan perabdominal: Sectio Caesar

Indikasi :

a. Janin besar

b. Janin “viable” dengan gawat janin

c. Nilai anak sangat tinggi ( high social value baby )

d. Keadaan umum ibu buruk

e. Inpartu tapi dengan kemajuan persalinan yang tidak memuaskan ( partus

lama, “secondary arrest“ dsbnya)

f. Panggul sempit atau kelainan bentuk panggul

g. Hiperekstensi kepala

h. Bila sudah terdapat indikasi pengakhiran kehamilan dan pasien masih

belum inpartu (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri kehamilan

dengan oksitosin drip)

i. Disfungsi uterus (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri persalinan

dengan oksitosin drip)

j. Presentasi bokong tidak sempurna atau presentasi kaki

k. Janin sehat preterm pada pasien inpartu dan atau terdapat indikasi untuk

segera mengakhiri kehamilan atau persalinan.

l. Gangguan pertumbuhan intrauterine berat

m. Riwayat obstetri buruk


n. Operator tidak berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan

sungsang spontan pervaginam

o. Pasien menghendaki untuk dilakukan sterilisasi setelah persalinan ini.

2.7 Tehnik Pertolongan Persalinan Sungsang

a. Mekanisme Persalinan Sungsang Spontan Per Vaginam

b. Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada presentasi sungsang

dengan persalinan pada presentasi belakang kepala.

c. Pada presentasi belakang kepala, bila kepala sudah lahir maka sisa tubuh

janin akan mengalami proses persalinan selanjutnya dan umumnya tanpa

kesulitan.

d. Pada presentasi sungsang, lahirnya bokong dan bagian tubuh janin tidak

selalu dapat diikuti dengan persalinan kepala secara spontan. Dengan

demikian maka pertolongan persalinan sungsang pervaginam memerlukan

keterampilan khusus dari penolong persalinan.

e. Engagemen dan desensus bokong terjadi melalui masuknya diameter

bitrochanteric bokong melalui diameter oblique panggul. Panggul anterior

anak umumnya mengalami desensus lebih cepat dibandingkan panggul

posterior.

f. Pada saat bertemu dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi dalam

sejauh 450 dan diikuti dengan pemutaran panggul anterior kearah arcus

pubis sehingga diameter bi-trochanteric menempati diameter antero-

posterior pintu bawah panggul. Setelah putar paksi dalam, desensus


bokong terus berlanjut sampai perineum teregang lebih lanjut oleh bokong

dan panggul anterior terlihat pada vulva.

g. Melalui gerakan laterofleksi tubuh janin, panggul posterior lahir melalui

perineum. Tubuh anak menjadi lurus ( laterofleksi berakhir ) sehingga

panggul anterior lahir dibawah arcus pubis. Tungkai dan kaki dapat lahir

secara spontan atau atas bantuan penolong persalinan.

h. Setelah bokong lahir, terjadi putar paksi luar bokong sehingga punggung

berputar keanterior dan keadaan ini menunjukkan bahwa saat itu diameter

bisacromial bahu sedang melewati diameter oblique pintu atas panggul.

i. Bahu selanjutnya mengalami desensus dan mengalami putar paksi dalam

sehingga diameter bis-acromial berada pada diameter antero-posterior

jalan lahir.

j. Segera setelah bahu, kepala anak yang umumnya dalam keadaan fleksi

maksimum masuk panggul melalui diameter oblique dan kemudian dengan

cara yang sama mengalami putar paksi dalam sehingga bagian tengkuk

janin berada dibawah simfisis pubis. Selanjutnya kepala anak lahir melalui

gerakan fleksi.

k. Engagemen bokong dapat terjadi pada diameter tranversal panggul dengan

sacrum di anterior atau posterior. Mekanisme persalinan pada posisi

tranversal ini sama dengan yang sudah diuraikan diatas, perbedaan terletak

pada jauhnya putar paksi dalam ( dalam keadaan ini putar paksi dalam

berlangsung sejauh 900 ).


l. Kadang-kadang putar paksi dalam terjadi sedemikian rupa sehingga

punggung anak berada dibagian posterior dan pemutaran semacam ini

sedapat mungkin dicegah oleh karena persalinan kepala dengan dagu

didepan akan jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan dagu di belakang

selain itu dengan arah pemutaran seperti itu kemungkinan terjadinya

hiperekstensi kepala anak juga sangat besar dan ini akan memberi

kemungkinan terjadinya “after coming head” yang amat besar.

2.8 Penatalaksanaan Persalinan

Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh lebih besar dibandingkan

persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala. Pada saat masuk kamar

bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan cermat mengenai : keadaan

selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan umum ibu. Dilakukan

pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan persalinan. Persiapan

tenaga penolong persalinan – asisten penolong persalinan - dokter anak dan ahli

anaesthesi.

Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht) terdiri dari 3 tahapan :

Fase lambat pertama:

a. Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).

b. Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara

tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang mungkin

terjadi.

Fase cepat:
a. Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.

b. Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi

pembuluh darah talipusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga

sirkulasi uteroplasenta terganggu.

c. Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan dalam 1 – 2

kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit).

Fase lambat kedua:

a. Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.

Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh dilakukan

secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang terlampau

cepat yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.

Anda mungkin juga menyukai