Berbagai masalah pendidikan dibahas melalui suatu tahapan filosofis yang berhubungan
dengan pemahaman tentang manusia. Bila dibandingkan dengan pendekatan keilmuan,
pendekatan filsafat akan memberikan pemahaman yang lebih lengkap, karena filsafat ingin
mengkaji sesuatu secara menyeluruh. Oleh karena itu dalam kerangka kepentingan tersebut,
Islam dapat dijadikan titik tolak kajian guna mengungkap persoalan kemanusiaan.
Manusia diutus karena kebanyakan dari mereka tidak mau melihat “ ke belakang”, tidak
bersiap sedia untuk hari kemudian dan tidak pula memberikan sumbangan kepadanya bahkan
tidak memahami atau tidak mencoba untuk memahami tujuan hidup menjalankan amanah.
Kebanyakan manusia telah merusak fitrahnya sendiri sedemikian rupa sehingga menjadi semakin
jauh dari God Spot sendiri, yaitu Tuhan. Dengan mereka tidak mengenali diri sendiri, secara
otomatis tidak akan bisa mengenali Tuhannya. Ahlul hikmah mengatakan: “Barang siapa
mengenali dirinya akan mengenali Tuhannya”. Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa fitrah
manusia itu adalah baik.
Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya
ruh (ciptaan)-ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (QS, 15:29)
Tetapi karena kedlaifan, kebodohan dan kekeraskepalaan manusia padahal tadinya telah
sanggup mengemban amanah-Nya, maka kepada sekelompok manusia tertentu itu, Allah tidak
segan-segan mencabut kembali anugrah-Nya dan menjadikan mereka terpuruk serendah-
rendahnya. Dan juga ditegaskan bahwa di dalam ajaran Islam tidak dikenal dosa turunan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih memadai tentang manusia dan kemanusiaannya,
tujuh rumusan berikut ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang “misteri” manusia:
Tuhan memang perencana agung. Untuk menunjukkan kepada para malaikatnya bahwa
kholifah baru yang akan dinobatkannya itu mempunyai potensi yang layak sebagai kholifah
bumi, adam diajari pengetahuan. Manusia dengan bekal pengetahuan itu, ditambah
kemampuannya untuk memilih, mempunyai dua potensi sekaligus: bisa merusak alam dan
berbuat memakmurkan bumi sebagaimana perintah Allah.
Dari uraian diatas kiranya dapat dimengerti, mengapa Malaikat mempunyai dugaan kuat
bahwa adam dan anak cucunya akan berbuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah,
padahal Malaikat tidak memiliki kemampuan untuk mengadakan estimasi masa depan
sebagaimana yang dimiliki manusia, yaitu karena Malaikat telah berpengalaman dengan
kholifah-kholifah sebelum adam. Allah telah membuat ketetapan :
Saat akhir kehidupan manusia beserta dunia raya ini ditandai oleh huruhara besar
kehancuran alam, yang kemudian tiap individu tiap manusia dikumpulkan, dimitai
pertanggungjawaban atas peranan yang dimainkan. Kedua, manusia sejak dari adam sampai
sekarang terus menerus mengadakn evolusi “ kemanusiaannya” menuju kepada kesempurnaan,
melalui tahap demim tahap. Mencapai kesempurnaan berarti titik kehidupan. Ketiga, kepunahan
manusia dapat terjadi sebelum berakhirnya alam raya ini, akibat dari ulah manusia itu sendiri.
Keempat, keingkaran segolongan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah akan
mengakibatkan kebinasaan bagi mereka.
Apakah setelah manusia ini mengalami kiamat, tuhan akan mengkaibatkan manusia jenis
baru? Jawabnya: mungkin, karena tiada yang abadi dalam hidup ini kecuali hanya Dzat yang
membuat kehidupan, dan semua yang ada di alam ini akan mengalami perubahan kecuali yang
me buat perubahan itu.memang dalam Al-Quran diakatakan bahwa kehidupan disurga dan
neraka dikatakan sebagai kekal abadi.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, bagi mereka
surga-surga yang penuh kenikmatan. Kekal mereka didalamnya sebagai janji Allah yang
bena. Dan dialah yang mahaperkasa dan mahabijaksana(QS,31:8-9)
Pembahasan tentang batas antara kehewanan dan kemausiaan manusia mungkin oleh
beberapa pihak hanya dianggap sebagai basa-basi saja. Karena batas yang membedakan antara
keduanya sudah sangat jelas. Lalu apakah karakterisitik yg membedakan kehewanan dengan
kemanusiaannya? Jawaban dari pertanyaan ini sangat ditentukan oleh pangkal tolak dan sudut
pandang tentang manusia itu sendiri.
Sebagai makhluk biologis, manusia dalam Al-Quran disebut basyar dalam arti makhuk
secara biologis: makan minum, tidur, berbungan sex dan berjalan dipasar (QS. 33:33). Walaupun
secara biologis manusia ada kemiripannya dengan binatang, namun secara fisioligis manusia
tetap yang lebih unggul.
2. Perspektif Emosi
Manusia sama hal nya dengan makhluk lain, memiliki seperangkat hasrat dan tujuan.
Inilah yang memberikan kelebihan, keunggulan serta membedakan dirinya dari semua makhluk
yang lalin. Pertama, kesaadaran seekor binatang melalui indera sehingga karenanya dangkal.
Kedua, kesadaran binatang itu bersifat tunggal dan terbatas. Ketiga, kedaran binatang bersifat
regional dan terbatas. Keempat, kesadaran binatang sifatnya sementara.
3. Kecerdasan Intelektual
Tingkat ilmu manusia jauh melewati pemahaman dangkal atas alam. Manusia membuat
studi yang saksama atas alam, kesalingketerkaitan dan semua aturan yang mangatur wujud-
wujud alami, ilmu manusia tidak terbatas oleh tempat maupun waktu. Ia mengatasi tempat dan
waktu.
4. Perspektif Spiritualitas
Dalam Al-Quran sebagaimana dikemukakan dalam pembahasan terdahulu bahwa jati diri
manusia itu adalah ‘hanief’ yaitu condong kepada kebenaran, mentauhidkan Tuhan dan nilai-
nilai luhur lainnya. Jati diri manusia tercermin dari hati nuraninya yang memihak pada
kebenaran. Berkaitan dengan nilai-nilai baik sebagai watak dasar, dari dalam diri manusia juga
dapat melahirkan nilai-nilai buruk yang dalam Al-Quran disimpulkan sebagai syetan atau iblis.
Ia digambarkan sebagai pembangkang gigih, yang selalu memperdayakan manusia dan
membelokkan manusia dari jalan yang lurus.
D. KEBEBASAN MANUSIA
Dalam dunia Islam, masalah kebebasan manusia ini telah melahirkan tiga aliran mazhab
teologis: Qodariyah, Jabariyah, dan Asy’ariyah. Qodariyah berpendapat bahwa manusia itu
mempunyai kebebasan berkehendak karena akalnya mampu membedakan baik dan buruk.
Sebaliknya Jabariyah berpendapat bahwa segala tingkah laku manusia itu pada dasarnya telah
ditentukan. Diantara aliran yang sama-sama ekstrim tersebut muncullah aliran Asy’ariyah yang
berusaha mencari titik temu diantara keduanya bahwa “manusia yang berusaha tuhan yang
menentukan”. Sebagaimana dikemukakan dalam pembahasan terdahulu bahwa jati diri manusia
itu adalah hanief dan fitrahnya mampu menyerap sifat-sifat ketuhanan.
Sebagai contoh dari kebebasan Tuhan dan manusia adalah Allah menciptakan surga dan
neraka sebagai tempat pembalasan sebgaian orang kelak berhak memperoleh balasan kenikmatan
di surga dan sebagian orang kelak akan dibalas dengan siksa yang perih di neraka. Dan untuk itu
maka Allah menurunkan aturan yang berupa segenap kewajiban dan segenap larangan.
Uraian di atas secara singkat memberikan pengertian bahwa apabila manusia mengenal
Tuhannya dengan cara mengenal sifat-sifat da perbuatan-Nya, mengenal dirinya sendiri dan
tugas yang diembannya, mengenal alam melalui fenomena dan hukum-hukumnya, mengenal
petunjuk Allah berupa suara hati, maka manusia seperti inilah yang dimaksud oleh Tuhan
sebagai khalifah di bumi yang oleh Allah karena mereka beriman dan beramal saleh. Mereka
mampu berperan dalam membangun masyarakat. “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan beramal saleh ia akan menjadikan mereka sebagi khalifah di muka bumi”.
Melaksanakan tugas kekhalifahan yang begitu besar dan berat tersebut tidak mungkin
dapat dilakukan secara pribadi, nafsi-nafsi, melainkan harus membentuk komunitas social dan
tatanan social yang mampu menjadi kekuatan raksasa panji-panji islam, eksistensinya mengakar
kuat dalam horizon masyarakat, dan eksistensinya tegak tegar menjulang tinggi sehingga mampu
menegakkan keaadilan, tidak ada yang berani memaksa atau terpaksa untuk condong dan ikut
arus kea rah ekstrem kanan atau kiri, menghakimi yang bathil sebagai kejahatan dan yang hak
sebagai kebaikan, dan mampu menciptakan kekuatan pertahanan yang seimbang.
Agar manusia Muslim baik sebagai individu maupun komunitas social dapat menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai khalifah sebagaimana disebutkan di atas, maka manusia Muslim
perlu kerja keras dengan etos kerja yang tinggi, bermoral pembangunan, berteologi yang
fungsional agar dapat menjadi ekonom social yang dapat berjuang dengan hartanya.
Rasulullah adalah profil manusia yang mempunyai komitmen atau tanggung jawab
terhadap apa yang telah perbuat, dipikirkan dan dipercayakan kepada beliau walaupun beliau
harus menghadapi tantangan dan berat dan tidak luput dari cemoohan, dan rintangan yang
taruhannya adalah nyawa beliau. Dalam bidang beribadah, beliau adalah seorang yang paling
rajin dan tekun beribadah. Beliau senantiasa berdzikir dan berfikir di waktu berdiri, duduk dan
keetika berbaring. Beliau senantiasa memohon ampun dan rahmat walaupun dosa-dosa beliau
telah diampuni dan Allah telah menjanjikan beliau dalam rahmatnya. Beliau tidak pernah absen
dari salat malam, berpuasa senin-kamis, dan amalan-amalan sunah lain.
Sesungguhnya telah nyata pada diri pribadi Rasul Allah suatu teladan yang terbaik bagi
orang yang mengharap berjumpa dengan Allah dan bahagia di hari akhir.
Dengan konsep fitrah, Islam mempunyai landasan tersendiri dalam bidang pendidikan.
Konsep fitrah tersebut senantiasa akan menjadi ketentuan normative dalam mengembangkan
kualitas manusia melalui pendidikan. Salah satu perbedaaan paling fundamental pendidikan
Islam, dibandingkan dengan konsep pendidikan lainnya terletak pada pandangan dasar
kemanusiaan. Dalam konteks makro pendidikan, pandangan kemanusiaan Islam mengandung
setidaknya tiga implikasi mendasar sebagaimana dijelaskan dalam uraian selanjutnya.