Anda di halaman 1dari 10

PBB dan BPHTB

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perpajakan

Disusun Oleh :
TEZA
SURYA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

FAKULTAS EKONOMI

ADMINISTRASI PERKANTORAN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan maha esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PBB dan BPHTB”.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan yang
diberikan oleh bapak MUNAJAT,SE,,Msi.,Dr. selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan
di Fakultas ekonomi, prodi administrasi perkantoran.

Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak


MUNAJAT,SE,,Msi.,Dr. selaku dosen pembimbing mata kuliah Perpajakan yang telah
memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang mendukung dalam
penyelesaian makalah ini.

Namun, kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik, saran dan masukan yang konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan,28 november 2021

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur
dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.
Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun 1994,
Ke tiga : UU No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak Pengahasilan No. 32
tahun 2008.
Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun 2007.
Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari
masyarakat untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas
jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh
masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat
seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya.

1.2  Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan PBB dan BPHTB ?
2. Apa subjek dan objek dalam PBB dan BPHTB ?
3. Bagaimana dasar pengenaan PBB dan BPHTB ?
4. Bagaimana cara perhitungan dalam PBB dan BPHTB ?

1.3  Tujuaan Penulisan
1. Pembaca dapat mengetahui Pengertian PBB dan BPHTB.
2. Pembaca dapa mengetahui subjek dan Objek PBB dan BPHTB.
3. Pembaca dapa mengetahui dasar pengenaan PBB dan BPHTB.
4. Pembaca dapa mengetahui cara perhitungan PBB dan BPHTB dan semua yg menyangkut
tentang BPHTB.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PBB dan BPHTB

PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang
ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-
rawa tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat
tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.
b. Jalan tol.
c. Kolam renang.
d. Tempat olahraga.
e. Galangan kapal, dermaga.
f. Taman mewah.
g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap
pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang
pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Menurut peraturan Undang-Undang BPHTB
bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan  adalah pajak yang dikenkan atas tanah
dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut dengan pajak, sedangkan pengertian perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa huku yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi  atau badan. Hak atas tanah
adalah hak atas tanah termasuk ha pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagimana
dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
Undang-Undang No. 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lainnya.

2.2 Subjek dan Objek PBB dan BPHTB

 Subyek pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Hal ini berarti bahwa tanda pembayaran/pelunasan
pajak bukan merupakan bukti kepemilikan. PBB melekat pada pemiliknya meskipun
dapat dialihkan kepada penyewanya atau pihak lain. Jika suatu objek pajak belum
diketahui secara pasti siapa WPnya, maka yang menjadi subyek pajak diatur sebagai
berikut :
1. Jika suatu subyek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan
milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan
karena perjanjian, objek pajak yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau
bangunan ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
2. Suatu subyek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang
atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai
Wajib Pajak.
3. Subyek pajak yang dalam waktu lama berada di luar wilayah letak pajak objek pajak,
sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan,
maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak.

 Objek PBB adalah yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan.

 Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB
yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

 Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum
(otomatis/tidak disengaja) yang mengakibatkan perolehannya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan.
                                                           
2.3 Objek pajak yang tidak dikenakan PBB dan BPHTB

Di dalam UU PBB juga diatur beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu:
1. Objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, 
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2. Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu.
3. Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
4. Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas
perlakuan timbal balik.
5. Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Kuangan.

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau bangunan yang
digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah Pusa maupun oleh
Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditunjukan untuk mencari
keuntungan, misalnya : tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instalasi
pemerintah , rumah sakit, dan jalan umun.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut.
4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu perbuatan
hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari kekayaannya yang
berupa hak milik tanah dan bangunan dan untuk melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan
apapun.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.

2.4 Dasar Pengenaan PBB dan BPHTB


Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
mempunyai pengertian sebagai berikut: harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau
nilai jual objek pajak pengganti.
Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat 3(tiga) pendekatan penilaian yang
dapat dilakukan untuk menentukan besarnya NJOP yaitu :
1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek
(properti) dengan jalan membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang
sejenis yang telah diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan
Metode Perbandingan Harga.
2. Pendekatan Biaya ( Cost Approach ) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti)
dengan jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru kemudian dikurangi
dengan penyusutan yang ada.
3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti)
dengan jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut dengan suatu
tingkat kapitalisasi tertentu. Pendekatan ini dapat juga disebut Pendekatan Kapitalisasi.
NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3(tiga) tahun, kecuali daerah tertentu
setiap tahun sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi setempat. NJOP
dikelompokkan kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk bumi
maupun bangunan.
Klasifikasi NJOP bumi terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu:
 Kelompok A (50 klas) dengan klas tertinggi Rp3.100.000,- per M2 dan klas terendah
Rp140,- per M2.
 Kelompok B (50 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp68.545.000,- per M2 dan klas
terendah sebesar Rp3.375.000,- per M2.
Klasifikasi NJOP bangunan terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu:
 Kelompok A (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp1.200.000,- per M2 dan klas
terendah sebesar Rp50.000,- per M2.
 Kelompok B (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp15.250.000,- per M2 dan klas
terendah sebesar Rp1.516.000,- per M2
Sesuai dengan pasal 5 UU BPHTB, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan merupakan tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini di maksudkan
untuk keserhanaan kemudahan penghitungan. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu :
a) Jual Beli adalah harga transaksi
b) Tukar Menukar adalah nilai pasar
c) Hibah adalah nilai pasar
d) Hibah Wasiat adalah nilai pasar
e) Waris adalah nilai pasar
f) Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya adalah nilai pasaar
g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h) Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
adalah nilai pasar
i) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j) Pemberian hak baru atas tanah dalam pelepasan hak adalah nilai pasar
k) Penggabungan Usaha adalah nilai pasar
l) Peleburan Usaha adalah nilai pasar
m) Pemekaran Usaha adalah nilai pasar
n) Hadiah adalah nilai pasar
o) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah
Lelang
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) PBB pada tahn terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah
NJOP PBB. Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah
disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya
perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Mentri Keuangan.

2.5 Cara Penghitungan PBB dan BPHTB


Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu
suatu persentase tertentu dari NJOP. Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :
NJKP = NJOP – NJOPTKP
Tarif PBB :
a. Besarnya tarif PBB adalah setinggi-tingginya 0,3%
b. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1 Milyar adalah sebesar 0.1%
c. Untuk NJOP di atas Rp 1 Milyar adalah sebesar 0.2%
Rumus penghitungan PBB :
PBB = Tarif x NJKP
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan 5% (lima persen).
Secara metematis adalah :
BPHTB = 5% X (NPOP-NPOPTKP)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
PBB adalah pajak atas bumi dan bangunan sedangkan BPHTB adalah pajak atas proleh hak atas
tanah dan atau bangunan.pemerintah daerah adalah pemungut pajak yang dimaksud sesuai
dengan UU PDRD.perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah pemindahan hak dan
perolehan baru.dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan objek pajak dimaksud.
3.2 Saran

Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh sebab
itu penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca guna
penyempurnaan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
                                                 
Achmad Tjahjono dan M.Fakhri Husein (2009),perpajakan,Edisi Keempat,UPP STIM
YKPN,Yogyakarta.
Mardiasmo (2006),perpajakan,Edisi Revisi,CV Andi Offset,Yogyakarta.
Penjelasan dan Peraturan Pelaksanaan Berkaitan dengan Undang-Undang Perpajakan.
Waluyo (2008), Perpajakan Indonesia, Buku 1 edisi 8, Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007), Pernyataan  Standar Akuntansi Keuangan per September 2007,
Penerbit Salemba Empat.
Sudirman Rismawati, SE.,M.SA dan Amiruddin Antong, SE.,M.Si(2012)  ,Perpajakan
Pendekatan Teori dan Praktik , Penerbit Empat Dua Media, Malang (jawa timur).
http://ikadamayantiali.blogspot.com/2012/12/pajak-pbb-dan-bphtb.html
http://mustahidun.blogspot.com/2013/06/makalah-bphtb.html
http://amiimarsyalala.blogspot.com/2012/07/pajak-makalah-pbb.html

Anda mungkin juga menyukai