Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Pengertian Pengujian, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal berbagai kata yang berkaitan


dengan evaluasi. Penggunaan kata-kata tersebut sering campur baur tanpa
membedakan yang satu dengan yang lain. Kata- kata dimaksud antara lain
“pengujian”, “pengukuran”, “penilaian”, dan “evaluasi”. Berikut ini akan diuraikan
pengertian dari masing-masing istilah tersebut.

1. Pengertian Pengujian (Testing)

Pengujian atau tes dapat diartikan lebih sempit dari pengukuran dan penilaian.
Zainul dan Nasution (2005:3) mendefinisikan “Tes sebagai suatu pertanyaan atau
tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang
trait atau atribut pendidikan atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas
tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar”. Selanjutnya
Suryabrata (1984:22) memberikan pengertian “Tes adalah pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasar
harus bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-
perintah itu penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya
dengan standar atau testee yang lain”. Dengan demikian pengujian menuntut
keharusan adanya respon dari orang yang di tes (testee) yang dapat disimpulkan
sebagai suatu aspek (perilaku atau atribut) yang dimiliki oleh testee yang sedang
dicari informasinya. Selanjutnya dijelaskan oleh Surapranata (2005:19) bahwa “Tes
dapat dipandang sebagai perangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau
salah”.

Tes pada umumnya dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang aspek-


aspek perilaku manusia yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Selanjutnya dikenal istilah Non tes yaitu seperangkat pertanyaan atau pernyataan
yang tidak memiliki jawaban benar atau salah.

2. Pengertian Pengukuran (Measurement)

Pengukuran menurut Guilford (1982:5) adalah “proses penetapan angka


terhadap sesuatu gejala menurut aturan tertentu”. Sedangkan menurut Wiersma dan
Jurs (1990) bahwa “pengukuran adalah penilaian numeric terhadap fakta-fakta dari
objek yang hendak diukur menurut criteria atau satuan-satuan tertentu”. Satuan-
satuan atau criteria tersebut dapat berupa satuan yang standar artinya berlaku untuk
secara umum, seperti meter, (untuk ukuran panjang-lebar, tinggi – dalam, berupa
jarak), kilogram (kg) untuk ukuran berat, watt untuk ukuran cahaya listrik, untuk
waktu (lama-sebentar) dipakai ukuran menit, dan sebagainya. Ukuran satuan yang
tidak standar dikenal dengan istilah jengkal, hasta, langkah, “kuat”, dan sebagainya.
Dikatakan tidak standar karena setiap orang tidak mempunyai ukuran jengkal yang
sama. Jengkal anak SD tidak sama dengan jengkal orang dewasa, bahkan jengkal
orang dewasa sendiri banyak yang tidak sama. Angka hasil pengukuran haruslah
konsisten, misalnya angka 10 adalah angka yang dapat disamakan dengan 2 kali hasil
pengukuran dari angka 5.

Pengukuran juga dapat dilakukan dengan tes dan non tes. Tes adalah alat ukur
yang mempunyai standar obyektif yang berlaku umum, sedangkan non tes adalah
seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau
salah. Jawaban yang diminta dalam pertanyaan adalah yang sesuai dengan keadaan
yang sesungguhnya dari responden. Responden diminta untuk memberi jawaban,
tanggapan, pendirian, atau keadaan apa adanya sesuai dengan yang dialami, dirasakan
oleh responden. Karena yang ingin diketahui dari responden adalah kenyataan yang
sesungguhnya yang ada atau yang terjadi pada diri yang bersangkutan. Alat yang
dapat digunakan untuk non tes seperti skala sikap, skala penilaian, pemeriksaan
dokumen, dan sebagainya.

Hasil pengukuran dalam bidang pendidikan dapat dinyatakan berupa angka


(kuantitatif), maupun mutu (kualitatif). Pengukuran kuantitatif yaitu menggunakan
angka dari 0 hingga 100 atau seterusnya atau malah bisa minus. Mengukur tinggi
badan siswa dilakukan dengan cara membandingkan ukuran sentimeter (cm) dengan
tinggi siswa, misalnya diperoleh angka 140 cm atau 1,4 meter, maka tinggi siswa
yang diukur adalah 140 cm, angka 140 cm berlaku secara umum. Pengukuran
kualitatif adalah pengukuran yang dinyatakan bukan dengan angka tetapi dengan
ukuran kualitas seperti “pintar”, “sedang”, dan “bodoh” atau “sangat baik”, “baik”,
“cukup”, “kurang”, dan “sangat kurang”, atau bisa juga dengan “cantik”, “cukup
cantik”, “sedang-sedang saja”, “jelek”, dan “sangat jelek”.

3. Pengertian Penilaian (Assesment)

Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran atau


beberapa pengukuran berdasarkan indikator menjadi suatu nilai. Menilai mengandung
arti mengambil keputusan atau dapat ditafsirkan terhadap sesuatu yang didasarkan
atas atau berpegang pada ukuran tertentu, seperti cantik atau jelek, sehat atau sakit,
pandai atau bodoh, dan sebagainya, dengan demikian hasil penilaian adalah bersifat
kualitatif. Contoh seorang gadis dikatakan cantik apabila semua ukuran atau indicator
kecantikan dimiliki oleh sang gadis (seperti tinggi, dan berat badan idel, bentuk wajah
yang menawan, dan sebagainya). Ketika si A diukur tensi tubuhnya dengan
thermometer diperoleh angka 120 per 80, artinya si A adalah orang yang bertensi
normal berarti sehat, jika melampaui ukuran yang normal, maka dikatakan si A sakit.
Dengan demikian penilaian mencakup setidaknya ada dua kegiatan mengukur atau
menguji. Untuk mendapatkan nilai (kualitatif) dari sesuatu yang sedang dinilai itu
dilakukan pengukuran (kuantitatif), dan kegiatan mengukur itu berupa pengujian
yang dilakukan melalui tes atau non tes. Hal ini juga dapat diartikan bahwa kegagalan
dalam pengukuran akan berakibat kesalahan dalam menafsirkan. Contoh jika dalam
Ujian Nasional (proses pengukuran atau pengujian) menyalahi prosedur (bocor soal),
maka skor yang diperoleh siswa tinggi, hal ini tidak akan menjamin mutu
pendidikan.

Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada


umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent) adalah proses membandingkan sesuatu
melalui suatu criteria baku (seperti: meter, kilogram, takaran dan sebagainya), dengan
demikian pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan pengujian merupakan bagian
dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Arikunto (2002:3)
menjelaskan bahwa : “Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu
ukuran, pengukuran bersifat kuantitatif; Menilai adalah mengambil suatu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif; mengadakan
evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai”.

4. Pengertian Evaluasi (Evaluation)

Secara etimologis evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni dari kata
evaluation. Dalam kamus Oxford Advanced Leaners Dictionary of Current English
(AS Hornby, 186) Evaluasi adalah “to find out, decide the amount or value” yang
artinya suatu upaya untuk menemukan nilai atau jumlah. Dalam pengertian ini tersirat
juga bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, menggunakan strategi,
dan dapat dipertanggung-jawabkan. Banyak para ahli mendefinisikan tentang
evaluasi, diantaranya Cronbach 1963; Alkin 1969; dan Stufflebeam 1974; dalam
Tayibnapis, (2008:3) mendifinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan
suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Selanjutnya dikemukakan oleh
Fernandes (1984) dalam Suharsimi (2004):1) “evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi
pengambil keputusan dalam menentukan alternative keputusan. Pengertian yang lebih
kompleks dikemukakan oleh Wirawan (2011:7) yakni: “evaluasi sebagai riset untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan, informasi yang bermanfaat mengenai
obyek evaluasi, menilainya dan membandingkannya dengan indicator evaluasi dan
hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai obyek evaluasi”.

Berikutnya menurut L. Stufflebeam 2003; dalam Wirawan 2011:70 “evaluasi


adalah proses menggambarkan, memperoleh, melaporkan, menggunakan gambaran
dan menilai informasi tentang beberapa obyek secara wajar, bernilai, jujur, dan
signifikan, dalam rangka untuk memandu membuat keputusan, mendukung
akuntabilitas, menyebarkan praktek efektif, dan meningkatkan pemahaman tentang
fenomena yang terjadi. Dengan demikian evaluasi bukan hanya sekedar menilai suatu
aktivitas secara spontan dan incidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai
sesuatu secara jujur dan signifikan, terencana, sistematik, dan terarah untuk tujuan
yang jelas.

B. Evaluasi dalam Bidang Pendidikan

Pedoman utama dalam penyelenggeraan pendidikan di Indonesia bersumber


dari Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam UU SPN berkenaan dengan evaluasi ditegaskan dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (21)
bahwa “evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, pembinaan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggeraan pendidikan”. Selanjutnya disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor : 19 Tahun 2005 Pasal 64 ayat (1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam
bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan
kenaikan kelas. Peraturan berikutnya adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 19 Tahun 2007. Dalam Lampiran Permendiknas tersebut, diantaranya diatur
dalam bagian B, Angka 5, huruf d, butir 1), 2), dan 11), yaitu : 1) Sekolah/Madrasah
menyusun program penilaian hasil belajar yang berkeadilan, bertanggungjawab, dan
berkesinambungan; 2). Penyusunan program penilaian hasil belajar didasarkan pada
Standar Penilaian Pendidikan; dan 11). Sekolah/Madrasah menyusun ketentuan
pelaksanaan penilaian hasil belajar sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan.

Mencermati rentetan peraturan-peraturan dalam bidang pendidikan di atas


dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan evaluasi mutlak adanya di lembaga
pendidikan. Evaluasi hasil belajar dimaksudkan bukan hanya bertujuan pencapaian
kompetensi peserta didik, namun lebih jauh dapat ditafsirkan bahwa dengan adanya
evaluasi dapat melihat sejauh mana kinerja sekolah, sebagai bahan pertimbangan
untuk perbaikan, atau pengembangan kearah efektivitas dan efesiensi.

C. Kedudukan Evaluasi Dalam Proses Belajar Mengajar

Evaluasi pengajaran mempunyai kedudukan yang tidak kalah pentingnya


dengan komponen-komponen yang lainnya dalam proses belajar-mengajar. Evaluasi
dapat dilakukan terhadap hasil dan proses. Evaluasi terhadap hasil (produk) adalah
evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi
proses adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah proses itu
berjalan secara optimal, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan. Sasaran
evaluasi ini adalah proses efektif tidaknya proses dalam mencapai tujuan.

Evaluasi pengajaran sudah harus dirancang sedini mungkin, yakni disaat guru
merencanakan kergiatan belajar mengajar, evaluasi pengajaran juga sudah
direncanakan. Berikut ini dikutip pendapat De Corte tentang keterkaitan antara
komponen dalam proses belajar mengajar dari buku Psikologi Pengajaran oleh W.S.
Winkel, 1989. (Lihat bagan 1).

Evaluasi pengajaran berperan sekali dalam proses belajar mengajar. Evaluasi


itu terdiri dari dua sasaran yakni hasil dan proses. Berdasarkan evaluasi akan dapat
dilakukan penilikan atau peninjauan kembali terhadap proses itu sendiri, tujuan dan
keadaan awal siswa. Evaluasi pengajaran merupakan salah satu komponen yang tidak
dapat dipisahkan dari komponen-komponen lainnya dalam proses belajar mengajar.

Evaluasi adalah suatu cara untuk mengetahui apakah sasaran yang ingin dituju
dapat tercapai atau tidak. Bagan di atas juga menunjukkan keterkaitan antara
komponen-komponen dalam kurikulum, dan evaluasi juga mencakup dua sasaran
utama yakni hasil dan proses. Pelaksanaan pengajaran akan dapat dievaluasi selama
proses situ telah selesai dilaksanakan. Sehingga ada periode pelaksanaan evaluasi itu,
yakni selama proses dan sesudah selesai dilaksanakan. Yang pertama disebut evaluasi
formatif (formatif evaluation) dan kedua disebut evaluasi sumatif (summative
evaluation). Jadi evaluasi pengajaran akan berperan penting selama dan sesudah
proses itu dilaksanakan

Nama : Teza

Nim : 7193344022

Prodi : Administrasi perkantoran

M.K : evaluasi hasil belajar

D . Soal-soal Latihan dan Tugas terstruktur di Luar Kelas

1. Mengapa evaluasi diperlukan dalam pembelajaran di kelas


jawaban: karena Evaluasi adalah suatu proses untuk merencanakan,
memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk
membuat beberapa alternatif dalam mengambil keputusan.
2. Jelaskan kaitan peraturan hukum yang ada di Indonesia dengan pelaksanaan
evaluasi pendidikan.
Jawaban: Pedoman utama dalam penyelenggeraan pendidikan di Indonesia
bersumber dari Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam UU SPN berkenaan dengan evaluasi ditegaskan
dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (21) bahwa “evaluasi pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, pembinaan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai
komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai
bentuk pertanggung jawaban penyelenggeraan pendidikan”.
3. Bedakanlah evaluasi dalam pendidikan dengan evaluasi non kependidikan
Jawaban: evaluasi dalam pendidikan ialah suatu proses yang sistematis
didalam mengumpulkan data, menganalisis, menginterpretasi informasi atau
data untuk dapat dipakai pemegang keputusan dalam rangka menjawab
permasalahan yang muncul demi kemajuan dan penyempurnaan pendidikan
sedangkan evaluasi non pendidikan ialah cara penilaian hasil belajar peserta
didik yang dilakukan tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan
pengamatan secara sistematis.
4. Berikan masing-masing contoh dalam pembelajaran, untuk membedakan
pengujian, pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
jawaban: Contoh :“Bu Nisa ingin mengetahui apakah peserta didiknya sudah
menguasai kompetensi dasar dalam matapelajaran TIK. Untuk itu, Bu Nisa
memberikan tes tertulis dalam bentuk objektif pilihan ganda sebanyak 50 soal
kepada peserta didiknya (artinya Bu Nisa sudah menggunakan tes).
Selanjutnya, Bu Nisa memeriksa lembar jawaban peserta didik sesuai dengan
kunci jawaban, kemudian sesuai dengan rumus tertentu dihitung skor
mentahnya. Ternyata, skor mentah yang diperoleh peserta didik sangat
bervariasi, ada yang memperoleh skor 25, 36, 44, 47, dan seterusnya (sampai
disini sudah terjadi pengukuran). Angka atau skor-skor tersebut tentu belum
mempunyai nilai /makna dan arti apa-apa. Untuk memperoleh nilai dan arti
dari setiap skor tersebut, Bu Nisa melakukan pengolahan skor dengan
pendekatan tertentu. Hasil pengolahan dan penafsiran dalam skala 0 – 10
menunjukkan bahwa skor 25 memperoleh nilai 5 (berarti tidak menguasai),
skor 36 memperoleh nilai 6 (berarti cukup menguasai), skor 44 memperoleh
nilai 8 (berarti menguasai), dan skor 47 memperoleh nilai 9 (berarti sangat
memuaskan). Sampai disini sudah terjadi proses penilaian. Ini contoh dalam
ruang lingkup penilaian hasil belajar. Jika Bu Nisa menilai seluruh komponen
pembelajaram maka berarti terjadi evaluasi.“
5. Di lihat dari berbagai aspek, jelaskanlah perbedaan evaluasi formatif dengan
evaluasi sumatif.
jawaban: Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru selama
dalam perkembangan atau dalam kurun waktu proses pelaksanaan suatu
Program Pengajaran Semester. Sedangkan yang dimaksud dengan evalusi
sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh guru pada akhir semester.

Anda mungkin juga menyukai