BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengukuran
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta
didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan
proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai
pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki
oleh orang, hal ataupun obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai
kuantitatif.
Berikut ini beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa
ahli pengukuran pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan
beberapa penulis yaitu sebagai berikut :
Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan
data secara empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
Alwasilah et al.(1996), pengukuran (measurement) merupakan
proses yang mendeskripsikan performa peserta didik dengan
4
Sedangkan non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah. Instrumen non tes bias berbentuk kuesioner atau
inventori. Kuesioner sejumlah pertanyaan atau pernyataan sedangkan peserta
didik diminta untuk menjawab atau memberikan pendapatnya terhadap pernyataan
yang diajukan. Inventori merupakan instrument yang berisi tentang laporan diri
dari keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Pengukuran dalam
kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kuantatif hasilnya
berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya berupa pernyataan yaitu berupa
pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan lain sebagainya.
Kriteria Pengukuran
Karakteristik dari pengukuran adalah penggunaan angka atau skala tertentu
dan penggunaan aturan atau formula tertentu. Misalnya, untuk mengukur berat
atau tinggi badan seseorang akan mudah melakukannya karena alat ukur dan
formulasinya telah diketahui secara umum. Berdasarkan uraian tersebut dapat
diketahui ada dua karakter pengukuran, yakni pemakaian angka atau skala
tertentu, dan pemakaian atauran atau formula tertentu. Beberapa kriteria
pengukuran adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran harus jelas parameternya.
b. Memiliki sasaran yang terukur.
c. Mudah dipahami cara pengkurannya.
d. Dapat diukur setiap waktu dan simple.
2.1.2 Pengujian
Proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan
dengan kegiatan penilaian. Menurut Guilford (1982) pengukuran adalah proses
penepatan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengujian dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan pada klasifikasi
observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu
standar. Pengujian dapat menggunakan tes dan non tes. Tes adalah seperangkat
pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah sedangkan non tes adalah
pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah.
Instrumen non tes bisa berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner sejumlah
6
pertanyaan atau pernyataan sedangkan peserta didik diminta untuk menjawab atau
memberikan pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan. Inventori
merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri dari keadaan peserta didik,
misalnya potensi peserta didik. Pengujian dalam kegiatan belajar bisa bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Kuantatif hasilnya berupa angka, sedangkan
kualitatif hasilnya berupa pernyataan yaitu berupa pernyataan sangat baik, baik,
cukup, kurang, sangat kurang, dan lain sebagainya.
Kriteria Pengujian
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui kriteria pengujian yang
dikatagorikan tes yang baik, beberapa kriteria tes tersebut adalah sebagai berikut :
a. Validitas (Ketepatan); Suatu alat pengukur dapat dikatakan alat pengukur
yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang
hendak diukur secara tepat.
b. Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang
sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada kesepatan yang
berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen yang berbeda,
atau pada kondisi pengujian yang berbeda.
c. Objektivitas; Suatu tes dikatakan obyektif jika tes tersebut diajukan
kepada beberapa penilai, tetapi memberikan skor yang sama, untuk
disiapkan kunci jawaban (scorring key).
d. Memiliki daya pembeda (discrimination power), tes yang dikatakan baik
apabila mampu membedakan anak yang pandai dan anak yang bodoh.
e. Mencakup ruang lingkup (scope) yang sangat luas dan menyeluruh; Tes
yang baik harus memiliki komphrehensi veenes, ini akan menyisihkan
siswa yang berspekulasi dalam menempuh tes.
2.1.3. Penilaian
Menurut Bonnie Campbell Hill & Cynthia Ruptic (1994). “Assessment is
the process of gathering evidence and documenting a child’s lerning and
growth”. Penilaian adalah proses mengumpulkan peristiwa dan
mendokumentasikan pertumbuhan dan pembelajaran anak. Penilaian adalah
proses mengumpulkan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud
7
Dan juga sebagai laporan kemauan belajar siswa yang diberikan kepada orang tua
agar orang tuanya mengetahui hasil belajar anaknya dalam bentuk raport yang
biasanya diberikan pada akhir semester.
Fungsi penilaian yang lainnya di sini bukan hanya untuk menentukan
kemajuan belajar siswa, tetapi sangat luas. Fungsi penilaian adalah sebagai
berikut:
1. Penilaian membantu siswa merealisasikan dirinya untuk mengubah
atau mengembangkan perilakunya.
2. Penilaian membantu siswa mendapat kepuasan atas apa yang telah
dikerjakannya.
3. Penilaian membantu guru untuk menetapkan apakah metode mengajar
yang digunakannya telah memadai.
4. Penilaian membantu guru membuat pertimbangan administrasi.
(Cronbach, 1954 dalam Hamalik, 2002: 204).
Fungsi penilaian sebagai alat untuk membantu siswa dalam mewujudkan
dan mengubah perilakunya sesuai dengan tata tertib yang ada. Disisi yang lain
siswa juga mendapat kepuasan atas apa yang dikerjakannya yang berupa nilai.
Penilaian juga membantu guru dalam menetapkan apakah metode yang digunakan
telah tepat diterapkan.
2.1.4 Evaluasi
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris
evaluation yang aberarti penilaian atau penaksiran. Maka Evaluasi merupakan
kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan
telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk
melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi juga dapat diartikan sebagai
suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang menggunakan
seperangkat hasil pengukuran dan berpatokan kepada tujuan yang telah
dirumuskan. Pada hakikatnya evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Penentuan
evaluasi bisa dilakukan salah satunya dengan cara pemberian tes kepada
10
pembelajar. Terlihat disana bahwa acuan tes adalah tujuan pembelajaran. menilai
manfaat program dan mengambil keputusan.
Untuk memperjelas pengertian evaluasi tersebut ada baiknya bila dikutip
beberapa perumusan sebagai berikut :
Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program
pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau
pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai
proses menilai sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai.
Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata
evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa
Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya
nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003) Evaluation The
systematic process of collecting, analyzing, and interpreting
information to determine the extent to which pupils are achieving
instructional objectives. Artinya, evaluasi adalah proses sistematis
pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan
sejauh mana siswa yang mencapai tujuan instruksional.
Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat
dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil
belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari
evaluasi yaitu:
kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang
dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.
5. Berdasarkan Kriteria yang Valid
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya kriteria-
kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi harus konsisten
dengan tujuan yang telah dirumuskan. Kriteria ini digunakan agar
memiliki standar yang jelas apabila menilai suatu aktivitas supervisi
pendi¬dikan. Kekonsistenan kriteria evaluasi dengan tujuan berarti
kriteria yang dibuat¬ harus mempertimbangkan hakikat substansi
supervisi pendidikan.
6. Fungsional
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kegunaan langsungnya adalah dapatnya ¬hasil evaluasi
digunakan untuk perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan
tidak langsungnya adalah hasil evaluasi itu dimanfaatkan untuk
penelitian atau keperluan lainnya.
7. Diagnostik
Setiap hasil evaluasi harus didokumentasikan. Bahan-bahan
dokumentasi hasil evaluasi inilah yang dapat dijadikan dasar penemuan
kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang kemudian
harus diusahakan jalan pemecahannya.
Sementara Menurut Sukardi (2008) dalam bidang pendidikan,
beberapa prinsip evaluasi dapat dilihat sebagai berikut:
Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah
ditetapkan
Evaluasi hendaknya dilaksanakan secara komprehensif
Evaluasi diselenggarakan dalam proses koopperatif antara guru
dan peserta didik
Evaluasi dilaksanakan dalam proses continue
Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang
berlaku
16
dan non tes. Tes hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil
pelajaran yang telah diberikan guru kepada perserta didiknya, dalam jangka waktu
tertentu. Selain itu StandarTest adalah tes yang telah mengalami proses
standarisasi, yakni proses validitas dan reliabilitas, sehingga tes tersebut benar-
benar valid dan evaliabel untuk suatu tujuan dan bagi kelompok tertentu. Tes
biasa dibuat oleh para ahli psikologi/ intansi pemerintah seperti UN, UKG, tes
CPNS dll. Sedangkan tes buatan guru secara pribadi merupakan suatu tes yang
disusun oleh guru untuk mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar di
kelas.Secara keseluruhan, teknik dan bentuk evaluasi dapat digambarkan sebagai
berikut :
1. Teknik Non-Tes
a. Angket (Questionaire)
Ada beberapa pengertian angket seperti berikut ini :
Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa
serangkaian pertanyaan yang diajukan pada responden untuk
mendapat jawaban (Depdikbud:1975)
Angket adalah suatu daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis
yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel, 1987)
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data (I.
Djumhur, 1985)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian angket
adalah suatu alat pengumpul data berupa serangkaian pertanyaan tertulis
yang diajukan kepada subyek untuk mendapatkan jawaban atas sesuatu
yang hendak di nilai.
Keuntungan angket :
1. Bila lokasi responden jaraknya cukup jauh, metode pengumpulan
data yang paling mudah adalah dengan angket.
2. Pertanyaan-pertanyan sudah disiapkan dan waktu yang efisien untuk
menjangkau responden dalam jumlah banyak.
3. Dengan angket akan memberi kesempatan mudah pada responden
untuk mendiskusikan dengan temannya apabila menemui pertanyaan
18
b. Tes Obyektif
Tes obyektif ada lima macam yaitu :
1. Bentuk benar salah
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement
tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Orang yang ditanya
bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan
melingkari huruf B jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan
melingkari huruf S jika pernyataannya salah.
2. Bentuk menjodohkan (Matching test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan,
mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri
atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing
pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban.
Tugas murid ialah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban
22
Kelemahan :
- Menyusunnya sulit
- Kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi
atau mendalam terbuka kemungkinan bagi siswa bermain spekulasi
- Siswa dapat mudah kerjasama sebab jawabannya mudah meniru
(A,B,C,D,E)
c. Tes Lisan (oral test)
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta
23
didik. Thoha (2003:61) menjelaskan bahwa tes ini termasuk kelompok tes
verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Dari segi
persiapan dan cara bertanya, tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yakni:
a. Tes lisan bebas Yaitu pendidik dalam memberikan soal kepada peserta
didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis.
b. Tes lisan berpedoman Pendidik menggunakan pedoman tertulis
tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik.
Kelebihan :
- Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki
peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara
berhadapan langsung
- Bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat
sehingga sering mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan
soal, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik dapat
menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud. · Hasil
tes dapat langsung diketahui peserta didik.
Kelemahan:
- Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes,
- Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama
d. Tes Perbuatan (Performance test)
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam
bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan
perbuatan atau penampilan. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak
peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan
hasil akhir yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya
diperlukan sebuah format pengamatan, yang bentuknya dibuat sedemikian
rupa sehingga tutor dapat menuliskan angka-angka yang diperolehnya
pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk formatnya dapat disesuaikan
menurut keperluan(Suherman, 1993).
Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknya
menggunakan format pengamatan individual. Dalam pembelajaran
matematika, tes perbuatan bisa berupa memperagakan apakah suatu
24
Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum
dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa
yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik
(siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test).
Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas
proses pembelajaran.Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu
sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan
cara pandang yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya
penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak
dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan
prinsip belajar tuntas (mastery learning).
Adapun ciri-ciri Pengukuran acuan patokan ialah sebagai berikut:
a. Membandingkan hasil yang diperoleh siswa dengan menggunakan
patokan atau kreteria yang ditentukan oleh guru. Kriteria dalam proses
pembelajaran selalu mengacuh pada tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksional khusus.
b. Bersifat objektif dan absolut
c. Digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam menguasai
kompetensi tertentu
Kelebihan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian lebih transparan dengan menggunakan rubrik atau skema
penilaian (marking scheme);
Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan kriteria
minimal;
Nilai dan peringkat lebih dapat dirundingkan;
Nilai atau skor dapat dipertanggungjawabkan secara objektif karena
berdasarkan prestasi yang disesuaikan dengan kriteria dan standar yang
telah ditentukan;
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Pengukuran
adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu,
pengukuran bersifat kuantitatif. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran
yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Penilaian adalah suatu proses atau
kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi
tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangkan membuat keputusan-
keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Maka menilai adalah
kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau
membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan,
penilaian bersifat kualitatif. Evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan
peserta didik dan menimbangnya dari segi nilai dan arti. Jadi, evaluasi
pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan,
dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas
(nilai dan arti) pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran,
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu.
Kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat integrative. Artinya
setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi mulai sejak siswa akan memasuki
proses pendidikan, selama proses pendidikan, dan berfikir pada satu tahap proses
pendidikan. Tujuan evaluasi pembelajaran diantaranya yaitu menilai ketercapaian
tujuan, mengukur macam-macam aspek pelajaran yang bervarias, memotivasi
belajar siswa, menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum, dan
menentukan tindak lanjut hasil penilaian. Fungsi evaluasi pembelajaran terbagi
menjadi dua yaitu untuk perbaikan dan pengembangan sistem pembelajaran serta
untuk akreditasi. Ruang lingkup dibagi menjadi empat bidang, yaitu ruang lingkup
evaluasi pembelajaran dalam perspektif domain hasil belajar, ruang lingkup
evaluasi pembelajaran dalam perspektif sistem pembelajaran, ruang lingkup
evaluasi pembelajaran dalam perspektif penilaian proses dan hasil belajar, ruang
lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif penilaian berbasis kelas.
31
mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran
yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Sedangkan, Pengukuran acuan
patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran
yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa
dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam
tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan
dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria
yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan
instruksional
33
DAFTAR PUSTAKA