Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah proses yang bersifat terencana dan sistematik, karena itu
perencanaannya disusun secara lengkap, dengan pengertian dapat dipahami dan
dilakukan oleh orang lain dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Sistem
pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas
pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Antara pengukuran,
penilaian, evaluasi saling berkaitan dalam pencapaian kualitas pembelajaran. Oleh
karena itu perlu pembahasan lebih lanjut mengenai konsep dasar pengukuran dan
penilaian.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini
dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah
dicapai siswa adalah dengan tes. Penilaian merupakan bagian penting dan tak
terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan
dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan
sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan
mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada
gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran.
Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi
untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Pengolahan hasil tes merupakan kegiatan lanjutan dalam sebuah
administrasi evaluasi program pendidikan, kegiatan yang dilakukan yaitu
memeriksa hasil ujian dan mencocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban
untuk tes kognitif dan tes keterampilan. Pendekatan dalam acuan penilaian untuk
membandingkan hasil pengukuran evaluasi sebuah program pendidikan atau
kegiatan pembelajaran terbagi atas pendekatan penilaiaan hasil belajar dengan
penilaian acuan normal (PAN) dan penilaian acuan Patokan (PAP/PAK). Oleh
karena itu, penulis membahas dalam makalah ini mengenai konsep pengukuran,
pengujian, penilaian dan evaluasi, prinsip dan alat evaluasi serta pengukuran
acuan norma dan acuan patokan.
2

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengertian Pengukuran, Pengujian, dan Penilaian
(Assessment)?
1.2.2 Apakah prinsip-prinsip dari evaluasi?
1.2.3 Apakah alat atau teknik dari evaluasi?
1.2.4 Bagaimana pengertian dari pengukuran acuan norma dan pengukuran
acuan patokan?
1.2.5 Apakah perbedaan dari pengukuran acuan norma dan pengukuran
acuan patokan?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Pengujian, Penilaian (Assessment) dan
Evaluasi.
1.3.2 Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari evaluasi.
1.3.3 Untuk mengetahui alat atau teknik dari evaluasi.
1.3.4 Untuk mengetahui pengertian dari pengukuran acuan norma dan
pengukuran acuan patokan.
1.3.5 Untuk mengetahui perbedaan dari pengukuran acuan norma dan
pengukuran acuan patokan.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran


Terdapat empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep dasar
evaluasi dalam pembelajaran dan sering kali digunakan untuk mengetahui
keberhasilan belajar dari peserta didik yaitu pengukuran, pengujian, penilaian dan
evaluasi. Namun diantara keempat istilah tersebut pengertiannya masih sering
dicampuradukan, padahal keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang
berbeda. Sebenarnya proses pengukuran, pengujian, penilaian dan merupakan
suatu kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan
secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian
penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian
dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.

2.1.1 Pengukuran
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta
didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan
proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai
pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki
oleh orang, hal ataupun obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai
kuantitatif.
Berikut ini beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa
ahli pengukuran pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan
beberapa penulis yaitu sebagai berikut :
 Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan
data secara empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
 Alwasilah et al.(1996), pengukuran (measurement) merupakan
proses yang mendeskripsikan performa peserta didik dengan
4

menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa


sehingga sifat kualitatif dari performa siswa tersebut dinyatakan
dengan angka-angka.
 Menurut Ahmann dan Glock (dalam S. Hamid Hasan : 1998),
menjelaskan “in the last analysis measurement is only a part,
although a very substansial part of evaluation. It provides
information upon which an evaluation can be based, educational
measurement is the process that attemps to obtain a quantified
representation of a degree to which a trait is possessed by a pupil”
(Pengukuran merupakan langkah akhir dari analisis yang bersifat
substansial. Pengukuran pembelajaran adalah proses penerimaan
untuk mendapatkan representasi yang diukur dari kriteria murid).
 Arikunto dan Jabar (2004), menyatakan pengertian pengukuran
(measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan
satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
 Sridadi (2007), pengukuran adalah suatu proses yang dilakukan
secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu
obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku. Contoh:
Alim mendapatkan skor 70 dari 10 soal yang dikerjakan. Tanpa
melakukan pengukuran, seorang guru tidak akan mengetahui
kemajuan proses belajar mengajar yang dikelolanya.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pengukuran yang dikemukakan
di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan
untuk menentukan kuantitas sesuatu. Dalam mengukur juga menggunakan alat
ukur, alat ukur tersebut harus standar yaitu memiliki derajat validitas dan
reliabilitas yang tinggi. Pengukuran merupakan penentuan besaran, dimensi atau
kapasitas, terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya
terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir
semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau
kepercayaan konsumen
Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes.
Tes adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah.
5

Sedangkan non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah. Instrumen non tes bias berbentuk kuesioner atau
inventori. Kuesioner sejumlah pertanyaan atau pernyataan sedangkan peserta
didik diminta untuk menjawab atau memberikan pendapatnya terhadap pernyataan
yang diajukan. Inventori merupakan instrument yang berisi tentang laporan diri
dari keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Pengukuran dalam
kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kuantatif hasilnya
berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya berupa pernyataan yaitu berupa
pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan lain sebagainya.
Kriteria Pengukuran
Karakteristik dari pengukuran adalah penggunaan angka atau skala tertentu
dan penggunaan aturan atau formula tertentu. Misalnya, untuk mengukur berat
atau tinggi badan seseorang akan mudah melakukannya karena alat ukur dan
formulasinya telah diketahui secara umum. Berdasarkan uraian tersebut dapat
diketahui ada dua karakter pengukuran, yakni pemakaian angka atau skala
tertentu, dan pemakaian atauran atau formula tertentu. Beberapa kriteria
pengukuran adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran harus jelas parameternya.
b. Memiliki sasaran yang terukur.
c. Mudah dipahami cara pengkurannya.
d. Dapat diukur setiap waktu dan simple.

2.1.2 Pengujian
Proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan
dengan kegiatan penilaian. Menurut Guilford (1982) pengukuran adalah proses
penepatan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengujian dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan pada klasifikasi
observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu
standar. Pengujian dapat menggunakan tes dan non tes. Tes adalah seperangkat
pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah sedangkan non tes adalah
pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah.
Instrumen non tes bisa berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner sejumlah
6

pertanyaan atau pernyataan sedangkan peserta didik diminta untuk menjawab atau
memberikan pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan. Inventori
merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri dari keadaan peserta didik,
misalnya potensi peserta didik. Pengujian dalam kegiatan belajar bisa bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Kuantatif hasilnya berupa angka, sedangkan
kualitatif hasilnya berupa pernyataan yaitu berupa pernyataan sangat baik, baik,
cukup, kurang, sangat kurang, dan lain sebagainya.
Kriteria Pengujian
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui kriteria pengujian yang
dikatagorikan tes yang baik, beberapa kriteria tes tersebut adalah sebagai berikut :
a. Validitas (Ketepatan); Suatu alat pengukur dapat dikatakan alat pengukur
yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang
hendak diukur secara tepat.
b. Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang
sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada kesepatan yang
berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen yang berbeda,
atau pada kondisi pengujian yang berbeda.
c. Objektivitas; Suatu tes dikatakan obyektif jika tes tersebut diajukan
kepada beberapa penilai, tetapi memberikan skor yang sama, untuk
disiapkan kunci jawaban (scorring key).
d. Memiliki daya pembeda (discrimination power), tes yang dikatakan baik
apabila mampu membedakan anak yang pandai dan anak yang bodoh.
e. Mencakup ruang lingkup (scope) yang sangat luas dan menyeluruh; Tes
yang baik harus memiliki komphrehensi veenes, ini akan menyisihkan
siswa yang berspekulasi dalam menempuh tes.

2.1.3. Penilaian
Menurut Bonnie Campbell Hill & Cynthia Ruptic (1994). “Assessment is
the process of gathering evidence and documenting a child’s lerning and
growth”. Penilaian adalah proses mengumpulkan peristiwa dan
mendokumentasikan pertumbuhan dan pembelajaran anak. Penilaian adalah
proses mengumpulkan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud
7

pengambilan keputusan instruksional (Richard I. Arends, 2008: 217). Penilaian


adalah proses pengumpulan informasi dengan mempergunakan alat dan teknik
yang sesuai, untuk membuat keputusan pendidikan berkenaan dengan penempatan
dan program pendidikan bagi siswa tertentu (Djadja Rahardja). Assesment atau
penilaian diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran
berdasarkan kriteria maupun aturan-aturan tertentu (S. Eko Putro Widoyoko,
2012: 3).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa, menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran
(kuantifikasi suatu objek, sifat, perlaku dll), menggambarkan informasi tentang
sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) siswa. Penilaian memberikan informasi lebih konprehensif dan
lengkap dari pada pengukuran, sebab tidak hanya mengunakan instrument tes saja,
tetapi juga mengunakan tekhnik non tes lainya. Penilaian adalah kegiatan
mengambil keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk
dan bersifat kualitatif. Hasil penilaian sendiri walaupun bersifat kualitatif, dapat
berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif
(berupa angka).
Penilaian (assessment) merupakan istilah yang umum dan mencakup
semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa
dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok. Maka
penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam
alat, penilaian digunakan untuk memperoleh berbagai ragam informasi tentang
sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Proses penilaian ini bertujuan
untuk menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
peserta didik. Adapun tujuan dari penilaian (assessment) secara umum dan
mencakup semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui keberhasilan
belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik atau
kelompok.
Kriteria Penilaian
8

Berdasarkan pengertian diatas tersebut dapat diketahui kriteria dari


penilaian tersebut adalah sebagai berikut :
a. Penilaian dilakuakan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung.
b. Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performasi, bukan
mengingat fakta apakah peserta didik belajar? Atau apa yang sudah
diketahui peserta didik?
c. Penilaian dilakukan secara berkelanjutan yaitu dilakukan dalam beberapa
tahapan dan periodik, sesuai dengan tahapan waktu dan bahasanya, baik
dalam bentuk formatif maupun sumatif.
d. Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan
utuh.
e. Hasil penilain digunakan sebagai feedback, yaitu untuk keperluan
pengayaan (enrichment) standart minimal telah tercapai atau mengulang
(remedial) jika standart minimal belum tercapai.
Fungsi Penilaian
Fungsi dari penilaian menurut Nana Sudjana, (1995: 4) adalah sebagai
berikut :
1. Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan intruksional. Dengan
demikian penilaian harus mengacu pada rumusan-rumusan tujuan
intruksional.
2. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar. Perbaikan
mungkin dilakukan dalam hal tujuan intruksional, kegiatan belajar
siswa, strategi mengajar guru dan lain-lain.
3. Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para
orang tua. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan
kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk
nilai-nilai prestasi yang dicapainya
Penilaian di sini berfungsi sebagai alat untuk mengetahui seberapa
berhasilkah proses belajar mengajar yang terjadi. Selain itu juga sebagai perbaikan
dalam melakukan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa.
9

Dan juga sebagai laporan kemauan belajar siswa yang diberikan kepada orang tua
agar orang tuanya mengetahui hasil belajar anaknya dalam bentuk raport yang
biasanya diberikan pada akhir semester.
Fungsi penilaian yang lainnya di sini bukan hanya untuk menentukan
kemajuan belajar siswa, tetapi sangat luas. Fungsi penilaian adalah sebagai
berikut:
1. Penilaian membantu siswa merealisasikan dirinya untuk mengubah
atau mengembangkan perilakunya.
2. Penilaian membantu siswa mendapat kepuasan atas apa yang telah
dikerjakannya.
3. Penilaian membantu guru untuk menetapkan apakah metode mengajar
yang digunakannya telah memadai.
4. Penilaian membantu guru membuat pertimbangan administrasi.
(Cronbach, 1954 dalam Hamalik, 2002: 204).
Fungsi penilaian sebagai alat untuk membantu siswa dalam mewujudkan
dan mengubah perilakunya sesuai dengan tata tertib yang ada. Disisi yang lain
siswa juga mendapat kepuasan atas apa yang dikerjakannya yang berupa nilai.
Penilaian juga membantu guru dalam menetapkan apakah metode yang digunakan
telah tepat diterapkan.

2.1.4 Evaluasi
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris
evaluation yang aberarti penilaian atau penaksiran. Maka Evaluasi merupakan
kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan
telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk
melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi juga dapat diartikan sebagai
suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang menggunakan
seperangkat hasil pengukuran dan berpatokan kepada tujuan yang telah
dirumuskan. Pada hakikatnya evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Penentuan
evaluasi bisa dilakukan salah satunya dengan cara pemberian tes kepada
10

pembelajar. Terlihat disana bahwa acuan tes adalah tujuan pembelajaran. menilai
manfaat program dan mengambil keputusan.
Untuk memperjelas pengertian evaluasi tersebut ada baiknya bila dikutip
beberapa perumusan sebagai berikut :
 Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program
pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau
pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai
proses menilai sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai.
 Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata
evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa
Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya
nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
 Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003) Evaluation The
systematic process of collecting, analyzing, and interpreting
information to determine the extent to which pupils are achieving
instructional objectives. Artinya, evaluasi adalah proses sistematis
pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan
sejauh mana siswa yang mencapai tujuan instruksional.
 Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat
dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil
belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari
evaluasi yaitu:

1. Sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah


dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran
seharusnya dievaluasi disetiap akhir program tersebut,
2. Dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang
akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-
11

asumsi ataupun prasangka. Bukan merupakan landasan untuk


mengambil keputusan dalam evaluasi, dan
Kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itulah pendekatan
goal oriented merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk evaluasi
pembelajaran
Secara garis besar berdasarkan tujuannya, pengertian evaluasi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (istilah ini pertama kali
digunakan oleh Scriven (1967) dalam artikelnya berjudul “The Methodology of
evaluation”). Evaluasi formatif dilakukan dengan maksud memantau sejauh
manakah suatu proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan.
Evaluasi formatif ini dinyatakan sebagai upaya untuk memperoleh feedback
perbaikan program. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui
sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit pengajaran ke unit
berikutnya.
Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi sumatif dan evaluasi
formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk memperoleh feedback
perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan upaya menilai
manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman, 1990).
Kriteria Evaluasi
Berdasarkan pengertian diatas tersebut dapat diketahui kriteria dari
evaluasi sebagai berikut :
a. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil ( produk ). Hasil yang
diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang
menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai
pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Membahas tentang
evaluasi berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan
mengenai kualitas sesuatu.
b. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama
yang berkenaan dengan “nilai dan arti”.
12

c. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan ( judgement )


yang merupakan konsep dasar dari evaluasi. Melalui pertimbangan inilah
ditentukan nilai dan arti/makna dari sesuatu yang dievaluasi.
d. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan
kriteria tertentu. Tanpa kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti
yang diberikan bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan sebagai
evaluasi. Kriteria ini penting dibuat oleh evaluator dengan pertimbangan:
 Hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
 Evaluator lebih percaya diri.
 Menghindari adanya unsur subjektivitas.
 Memungkinkan hasil evaluasi akan sama, sekalipun dilakukan pada
waktu dan orang yang berbeda.
 Memberikan kemudahan bagi evaluator dalam melakukan penafsiran
hasil evaluasi.

2.1.5 Hubungan Pengujian, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi


Untuk Hubungan Pengujian, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi dapat
digambarkan seperti gambar dibawah ini.

Pengujian merupakan alat ukur untuk mengukur kemampuan seorang


individu, kemudian dilakukan proses untuk mengukur kemampuan individu
tersebut yang disebut dengan Testing. Setelah dilakukan testing maka
13

menghasilkan Hasil tes atau lembar kerja. Kemudian dilakukan Pengukuran,


Pengukuran merupakan proses membandingkan hasil tes dengan standart ukuran
tertentu. Pengukuran bersifat kuantitatif karena hasil dari perbandingan
menghasilkan angka atau skor. Langkah selanjutnya adalah penilaian, penilaian
merupakan proses untuk memberikan atribut atau deskripsi tinggi atau rendah,
baik atau buruk dari hasil pengukuran yang berupa angka tersebut. Penilaian
bersifat kualitatif dikarenakan hasil dari penilaian berupa deskripsi. Kemudian
evaluasi, evaluasi adalah justifikasi atau pengambilan keputusan atas hasil
penilaian, apakah individu tersebut lulus atau tidak, naik atau tidak.

2.1.6 Perbedaan Pengujian, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi

Definisi Proses Hasil

Alat ukur untuk


Hasil tes atau
Tes mengukur kemampuan Testing
lembar kerja
seseorang
Proses untuk Membandingkan Angka atau
menentukan kuantitas hasil tes dengan skor
Pengukuran
sesuatu yang standar ukuran Bersifat
menghasilkan angka. tertentu kuantitatif
Mengambil keputusan
Pemberian atribut Deskripsi
terhadap sesuatu
Penilaian terhadap hasil Bersifat
dengan ukuran baik
pengukuran kualitatif
atau buruk.
Pengambilan
Kegiatan yang
keputusan
meliputi dua unsur Keputusan atau
Evaluasi terhadap hasil
yaitu pengukuran dan Justifikasi
penilaian
penilaian.
lulus/tidak

2.2 Prinsip dan Alat Evaluasi


2.2.1 Prinsip Evaluasi
Keberadaan prinsip bagi seorang evaluator mempunyai arti penting, karena
dnegan memahami prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk atau keyakinan bagi
dirinya guna merealisasi evaluasi dengan cara yang benar.
Menurut Khusnuridlo (2010), prinsip-prinsip evaluasi terdiri dari :
1. Komprehensif
14

Evaluasi harus mencakup bidang sasaran yang luas atau


menyeluruh, baik aspek personalnya, materialnya, maupun aspek
operasionalnya. Evaluasi tidak hanya ditujukan pada salah satu aspek
saja. Misalnya aspek personalnya, jangan hanya menilai gurunya saja,
tetapi juga murid, karyawan dan kepala sekolahnya. Begitu pula untuk
aspek material dan operasionalnya. Evaluasi harus dilakukan secara
menyeluruh.
2. Komparatif
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan evaluasi harus
dilaksa-nakan secara bekerjasama dengan semua orang. Sebagai contoh
dalam mengevaluasi keberhasilan guru dalam mengajar, harus
bekerjasama antara pengawas, kepala sekolah, guru itu sendiri, dan
bahkan, dengan pihak murid. Dengan melibatkan semua pihak
diharapkan dapat mencapai keobyektifan dalam mengevaluasi.
3. Kontinyu
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus selama proses
pelaksanaan program. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil
yang telah dicapai, tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap
laporan. Hal ini penting dimaksudkan untuk selalu dapat memonitor
setiap saat atas keberhasilan yang telah dicapai dalam periode waktu
tertentu. Aktivitas yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan,
sedangkan aktivi-tas yang gagal dicari jalan lain untuk mencapai
keberhasilan.
4. Obyektif
Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan kenya¬taan
yang ada. Katakanlah yang hijau itu hijau dan yang merah itu merah.
Jangan sampai mengatakan yang hijau itu kuning, dan yang kuning itu
hijau. Sebagai contoh, apabila seorang guru itu sukses dalam mengajar,
maka katakanlah bahwa guru ini sukses, dan sebaliknya apabila jika guru
itu kurang berhasil dalam mengajar, maka katakanlah bahwa guru itu
kurang berhasil. Untuk mencapai keobyektifan dalam evaluasi perlu
adanya data dan fakta. Dari data dan fakta inilah dapat mengolah untuk
15

kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang
dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.
5. Berdasarkan Kriteria yang Valid
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya kriteria-
kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi harus konsisten
dengan tujuan yang telah dirumuskan. Kriteria ini digunakan agar
memiliki standar yang jelas apabila menilai suatu aktivitas supervisi
pendi¬dikan. Kekonsistenan kriteria evaluasi dengan tujuan berarti
kriteria yang dibuat¬ harus mempertimbangkan hakikat substansi
supervisi pendidikan.
6. Fungsional
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kegunaan langsungnya adalah dapatnya ¬hasil evaluasi
digunakan untuk perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan
tidak langsungnya adalah hasil evaluasi itu dimanfaatkan untuk
penelitian atau keperluan lainnya.
7. Diagnostik
Setiap hasil evaluasi harus didokumentasikan. Bahan-bahan
dokumentasi hasil evaluasi inilah yang dapat dijadikan dasar penemuan
kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang kemudian
harus diusahakan jalan pemecahannya.
Sementara Menurut Sukardi (2008) dalam bidang pendidikan,
beberapa prinsip evaluasi dapat dilihat sebagai berikut:
 Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah
ditetapkan
 Evaluasi hendaknya dilaksanakan secara komprehensif
 Evaluasi diselenggarakan dalam proses koopperatif antara guru
dan peserta didik
 Evaluasi dilaksanakan dalam proses continue
 Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang
berlaku
16

Sedangkan menurut Slameto (dalam Sukardi, 2008) evaluasi harus


minimal mempunyai tujuh prinsip berikut: 1) terpadu, 2) Menganut cara belajar
siswa aktif, 3) kontinuitas, 4) koherensi dengan tujuan, 5) menyeluruh, 6)
membedakan, dan 7)pedagogis.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas terkait prinsip-prinsip dalam
evaluasi pembelajaran maka penulis menyimpulkan dengan mengambil pendapat
Sudijono bahwa evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksana dengan baik apabila
dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu:
1. Prinsip keseluruhan
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif.
Prinsip komprehensif dikatakan terlaksana dengan baik apabila
evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang
dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku
yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup.
2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip kontinuitas.
Prinsip kontinuitas dimaksudkan bahwa hasil belajar yang baik adalah
evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung
menyambung dari waktu ke waktu. Evaluasi hasil belajar dilaksanakan
secara berkesinambungan agar pihak evaluator dapat memperoleh
kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau
merumuskan kebijaksanaan untuk masa depan serta memperoleh
informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau
perkembangan peserta didik.
3. Prinsip obyektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil
belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat
terlepas dari factor-faktor yang sifatnya subyektif(Sudjiono, 2001).

2.2.2 Alat Evaluasi


Pada dasarnya alat evaluasi dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu tes
17

dan non tes. Tes hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil
pelajaran yang telah diberikan guru kepada perserta didiknya, dalam jangka waktu
tertentu. Selain itu StandarTest adalah tes yang telah mengalami proses
standarisasi, yakni proses validitas dan reliabilitas, sehingga tes tersebut benar-
benar valid dan evaliabel untuk suatu tujuan dan bagi kelompok tertentu. Tes
biasa dibuat oleh para ahli psikologi/ intansi pemerintah seperti UN, UKG, tes
CPNS dll. Sedangkan tes buatan guru secara pribadi merupakan suatu tes yang
disusun oleh guru untuk mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar di
kelas.Secara keseluruhan, teknik dan bentuk evaluasi dapat digambarkan sebagai
berikut :
1. Teknik Non-Tes
a. Angket (Questionaire)
Ada beberapa pengertian angket seperti berikut ini :
 Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa
serangkaian pertanyaan yang diajukan pada responden untuk
mendapat jawaban (Depdikbud:1975)
 Angket adalah suatu daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis
yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel, 1987)
 Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data (I.
Djumhur, 1985)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian angket
adalah suatu alat pengumpul data berupa serangkaian pertanyaan tertulis
yang diajukan kepada subyek untuk mendapatkan jawaban atas sesuatu
yang hendak di nilai.
Keuntungan angket :
1. Bila lokasi responden jaraknya cukup jauh, metode pengumpulan
data yang paling mudah adalah dengan angket.
2. Pertanyaan-pertanyan sudah disiapkan dan waktu yang efisien untuk
menjangkau responden dalam jumlah banyak.
3. Dengan angket akan memberi kesempatan mudah pada responden
untuk mendiskusikan dengan temannya apabila menemui pertanyaan
18

yang sukar dijawab.


4. Dengan angket responden dapat lebih leluasa menjawabnya dimana
saja, kapan saja, tanpa terkesan terpaksa.
Kelemahan angket :
1. Apabila penelitian membutuhkan reaksi yang sifatnya spontan
dengan metode ini adalah kurang tepat.
2. Metode ini kurang fleksibel, kejadiannya hanya terpancang pada
pertanyaan yang ada.
3. Jawaban yang diberikan oleh responden akan terpengaruh oleh
keadaan global dari pertanyaan. Sangat mungkin jawaban yang
sudah diberikan di atas secara spontan dapat berubah setelah melihat
pertanyaan dilain nomor.
4. Sulit bagi peneliti untuk mengetahui maksud dari apakah sudah
responden sudah terjawab atau belum.
5. Ada kemungkinan terjadi respon yang salah dari responden. Hal ini
terjadi karena kurang kejelasan pertanyaan atau karena keragu-
raguan responden menjawab (Indrakususuma, 1993).
b. Wawancara (Interview)
Interview atau sering disebut juga wawancara mempunyai definisi
suatu proses komunikasi interaksional antara dua pihak. Cara pertukaran
yang digunakan adalah cara verbal dan nonverbal dan mempunyai tujuan
tertentu yang spesifik. Ada dua macam tipe tujuan interview. Pada
konseling untuk mengetahui lebih terkait pada adanya permasalahan dan
mencari penyelesaiannya. Sedangkan pada kualitatif untuk memperoleh
data penelitian.
c. Pengamatan (Observation)
Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku melihat
atau mengamati individuatau kelompok secara langsung.
Kelebihan observasi:
1. Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai
keandalan yang tinggi. Kadang observasi dilakukan untuk mengecek
19

validitas dari data yang telah diperoleh sebelumnya dari individu-


individu.
2. Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan, pekerjaan-
pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan.
3. Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan,
misalnya tata letak fisik peralatan, penerangan, gangguan suara dan
lain-lain.
4. Dapat mengukur tingkat suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaaan tertentu.
Kekurangan observasi :
1. Umumnya orang yang diamati merasa terganggu atau tidak nyaman,
sehingga akan melakukan pekerjaannya dengan tidak semestinya.
2. Pekerjaan yang sedang diamati mungkin tidak mewakili suatu tingkat
kesulitan pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan khusus yang tidak
selalu dilakukan atau volume-volume kegiatan tertentu.
3. Dapat mengganggu proses yang sedang diamati.
4. Orang yang diamati cenderung melakukan pekerjaannya dengan lebih
baik dari biasanya dan sering menutup-nutupi kejelekan-kejelekannya.
d. Inventori (inventory)
Inventori pada hakekatnya tidak banyak berbeda dengan angket.
Inventori mengandung sejumlah pertanyaan yang tersusun dalam rangka
mengetahui sikap, pendapat dan perasaan siswa terhadap kegiatan
pembelajaran. Data sebagai informasi umumnya telah disediakan dalam
bentuk pilihan ganda, yang harus dipilih siswa (Thoha, 2003).
e. Daftar cek (checklist)
Bila kita melakukan tes secara tertulis dan secara lisan, maka kita
hanya mengukur kemampuan siswa dalam daerah kognitif saja. Sistem tes
tertulis (pencil and paper test) seperti itu tidaklah mungkin dapat
mengungkapkan kemampuan siswa dalam hal keterampilan. Perubahan
tingkah laku dalam hal sikap, minat, dan penyesuaian diri perlu mendapat
perhatian yang tak dapat diungkapkan hanya dengan tes lisan dan tulisan.
Oleh karena itu perlu tes lain, yaitu tes perbuatan. Yang dimaksud dengan
20

daftar cek adalah sederetan pertanyaan atau pernyataan yang dijawab


responden dengan membubuhkan tanda cek (√) pada tempat yang telah
disediakan. Adapun skala bertingkat adalah sejenis daftar cek dengan
kemungkinan jawaban terurut menurut tingkatan atau hierarki (Thoha,
2003).
2. Teknik Tes Tertulis (written test)
Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif
untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan
tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat
(Indrakusuma, 1993).
Bentuk Tes Tulis :
a. Tes Uraian (Subyektif)
Secara umum, tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa
menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai
dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
sendiri. Bentuk tes uraian dibedakan menjadi tiga, yaitu:
 Uraian bebas (free essay)
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada
pandangan siswa itu sendiri karena pertanyaannya bersifat
umum.Kelemahan tes ini ialah guru sukar menilainya karena
jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian,
sangat subjektif karena tergantung pada gurunya sebagai penilai.
 Uraian terbatas
Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal
tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pertanyaan sudah lebih
spesifik pada objek tertentu
 Uraian berstruktur
Uraian berstruktur merupakan soal yang jawabannya berangkai
antara soal pertama dengan soal berikutnya, sehinga jawaban di
soal pertama akan mempengaruhi benar-salahnya jawaban di soal
berikutnya. Data yang diajukan biasanya dalam bentuk angka,
21

tabel, grafik, gambar, bagan, kasus, bacaan tertentu, diagram, dan


lain-lain.
Kelebihan Tes Uraian (Subyektif) :
· Pembuatannya mudah dan cepat
· Dapat dicegah timbulnya spikulasi dikalangan siswa
· Dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan penguasaan
siswa
· Siswa terdorong berani mengungkapkan pendapatnya
KekuranganTes Uraian (Subyektif) :
· Kurang representatif/ mewakili materi karena soal terbatas
· Cara mengoreksinya cukup sulit/ menyita banyak waktu
· Dalam penilaiannya tester dapat bersifat subyektif
· Koreksinya tidak dapat diwakilkan orang lain
· Validitas (daya ketepatan mengukur ) dan reliabilitas (daya keajegan
mengukurr ) pada umumnya rendah

b. Tes Obyektif
Tes obyektif ada lima macam yaitu :
1. Bentuk benar salah
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement
tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Orang yang ditanya
bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan
melingkari huruf B jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan
melingkari huruf S jika pernyataannya salah.
2. Bentuk menjodohkan (Matching test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan,
mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri
atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing
pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban.
Tugas murid ialah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban
22

sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.


3. Bentuk isian (Completion test)
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes
menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas
kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian
yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah
merupakan pengertian yang kita minta dari murid.
4. Bentuk pilihan ganda (Multiple choice test)
Terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu
pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus
memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah
disediakan. Atau Multiple choice test terdiri atas bagian keterangan
(stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (option).
Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban benar yaitu
kunci jawaban dan beberapa pengecoh.
Kelebihan :
- Lebih representatif
- Dalam menilai tester lebih objektif
- Mengoreksinya mudah
- Mengoreksinya dapat minta bantuan orang lain
- Butir-butir soalnya mudah dianalisis, dari segi derajat kesukaran, daya
pembeda, validitas dan relibialitasnya

Kelemahan :
- Menyusunnya sulit
- Kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi
atau mendalam terbuka kemungkinan bagi siswa bermain spekulasi
- Siswa dapat mudah kerjasama sebab jawabannya mudah meniru
(A,B,C,D,E)
c. Tes Lisan (oral test)
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta
23

didik. Thoha (2003:61) menjelaskan bahwa tes ini termasuk kelompok tes
verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Dari segi
persiapan dan cara bertanya, tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yakni:
a. Tes lisan bebas Yaitu pendidik dalam memberikan soal kepada peserta
didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis.
b. Tes lisan berpedoman Pendidik menggunakan pedoman tertulis
tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik.
Kelebihan :
- Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki
peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara
berhadapan langsung
- Bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat
sehingga sering mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan
soal, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik dapat
menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud. · Hasil
tes dapat langsung diketahui peserta didik.
Kelemahan:
- Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes,
- Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama
d. Tes Perbuatan (Performance test)
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam
bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan
perbuatan atau penampilan. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak
peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan
hasil akhir yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya
diperlukan sebuah format pengamatan, yang bentuknya dibuat sedemikian
rupa sehingga tutor dapat menuliskan angka-angka yang diperolehnya
pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk formatnya dapat disesuaikan
menurut keperluan(Suherman, 1993).
Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknya
menggunakan format pengamatan individual. Dalam pembelajaran
matematika, tes perbuatan bisa berupa memperagakan apakah suatu
24

bangun datar merupakan jaring-jaring kubus atau bukan, menggambarkan


suatu bangun ruang dan menunjukkan semua bidang diagonal serta
diagonal bidang, membuat lukisan dengan menggunakan jangka, mistar,
dan busur derajat, dan sebagainya.

2.3 Pengukuran Acuan Norma Dan Pengukuran Acuan Patokan


2.3.1 Pengukuran Acuan Norma (PAN)
Pengukuran Acuan Norma (PAN) adalah nilai (skor) seorang peserta
ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar
peserta lainnya dalam satu kelas. Biasanya, Pengukuran Acuan Norma (PAN)
digunakan pada akhir suatu unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil
belajar peserta. Pengukuran acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik,
karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan
dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini
digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar
kompetitif. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan
hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian
mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat
membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi
empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor,
merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor
rerata menentukan simpang baku dan variannya .
Berikut ini beberapa ciri dari Pengukuran Acuan Normatif :
a. Pengukuran Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status
setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya.
Artinya, Pengukuran Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin
mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti
di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
b. Pengukuran Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat
“relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi
dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
25

c. Nilai hasil dari Pengukuran Acuan Normatif tidak mencerminkan


tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran
yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik
(peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
d. Pengukuran Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk
menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap
kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang
mengalami kesulitan yang serius.
e. Pengukuran Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan
penguasaan kelompok.
PAN merupakan penentuan nilai siswa dalam suatu proses pembelajaran
yang didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok tersebut. Pemberian nilai
mengacu pada perolehan skor di kelompok itu. Contoh : Satu kelompok anak
didik terdiri dari 9 orang mendapatkan skor (nilai mentah) : 50, 45, 45, 40, 40, 40 ,
35, 35, 30. Dari skor tersebut bahwa perolehan nilai tertinggi 50 dan terendah 30.
Dengan demikian nilai tertinggi diberikan kepada skor tertinggi misalnya 10,
secara proposional skor diatas dapat diberi nilai 10 – 9,5 – 9 – 8,5 – 8. Cara lain
adalah dengan menghitung rata-rata nilai tersebut.
Kelebihan Penilaian Acuan Norma (PAN)
 Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau
kelompok di pendidikan tinggi;
 Asumsi bahwa tingkat kinerja yang sama diharapkan terjadi pada setiap
kelompok siswa/mahasiswa;
 Hasil kelompok tengah (mean group) cocok dengan persentase untuk
setiap tahun;
 Bermanfaat untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata
pelajaran/kuliah dan memberikan hadiah atau penghargaan utama untuk
sejumlah siswa/mahasiswa tertentu;
 Mendukung ide tradisional kekauan akademis dan menggunakan standar.
Kekurangan Panilaian Acuan Norma (PAN)
 Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi
siswa/mahasiswa: apa yang mereka ketahui atau dapat mereka lakukan;
26

 Sedikit menyebutkan kualitas pembelajaran;


 Tidak fair karena peringkat siswa/mahasiswa tidak hanya tergantung pada
tingkat prestasi, tetapi juga atas prestasi siswa/mahasiswa lain;
 Tidak dapat diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang mungkin
dapat lulus pada tahun berikutnya;
 Tidak fair, khususnya pada kelompok kecil. Referensi ini dapat
menyebarkan peringkat, memperbesar-besarkan perbedaan dalam prestasi,
dan menekan berbagai perbedaan;
 Kurang transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para
mahasiswa.

2.3.2 Pengukuran Acuan Patokan (PAP)


Arifin (dalam Kusaeri, dan Suprananto) menyatakan bahwa Pengukuran
acuan patokan merupakan pengukuran yang menentukan berhasil atau tidaknya
siswa berdasarkan pada patokan atau criteria ataupun kompetensi tertentu. Arifin
(2010) menyatakan bahwa pendekatan PAP membandingkan kedudukan siswa
dengan kompetensi dasar dan tidak membandingkan kemampuan siswa dengan
teman sekelasnya melainkan dengan suatu criteria spesifik.
Djaali dan Muljono (dalam Kusaeri, dan Suprananto) mendefinisikan
Pengukuran acuan patokan sebagai pemberian nilai kepada siswa yang didasarkan
pada tujuan instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini
merujuk bahwa nilai yang diberikan kepada siswa menunjukkan tingkat
pencapaian tujuan instruksional atau tingkat penguasaanterhadap materi yang
telah ditentukan.
Pengukuran acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion
evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda.
Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan
siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada
penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item
pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional.
27

Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum
dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa
yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik
(siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test).
Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas
proses pembelajaran.Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu
sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan
cara pandang yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya
penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak
dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan
prinsip belajar tuntas (mastery learning).
Adapun ciri-ciri Pengukuran acuan patokan ialah sebagai berikut:
a. Membandingkan hasil yang diperoleh siswa dengan menggunakan
patokan atau kreteria yang ditentukan oleh guru. Kriteria dalam proses
pembelajaran selalu mengacuh pada tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksional khusus.
b. Bersifat objektif dan absolut
c. Digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam menguasai
kompetensi tertentu
Kelebihan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
 Penilaian lebih transparan dengan menggunakan rubrik atau skema
penilaian (marking scheme);
 Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan kriteria
minimal;
 Nilai dan peringkat lebih dapat dirundingkan;
 Nilai atau skor dapat dipertanggungjawabkan secara objektif karena
berdasarkan prestasi yang disesuaikan dengan kriteria dan standar yang
telah ditentukan;
28

 Lebih banyak partisipasi dan motivasi siswa/mahasiswa serta fokus pada


pembelajaran;
 Lebih adil dan fair, karena siswa/mahasiswa diukur berdasarkan standar
prestasi, bukan dengan membandingkan mahasiswa satu dengan lainnya;
 Prestasi tergantung pada tingkat kebaikan kinerja yang ditunjukkan
siswa/mahasiswa;
 Lebih dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan prestasi
siswa/mahasiswa;
 Mengakui subjektifitas dan penilaian yang profesional dalam pemberian
nilai;
 Cocok digunakan untuk penempatan kegiatan belajar bersyarat atau
berseri;
 Cocok digunakan untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam proses
pembelajaran;
 Cocok digunakan untuk memonitor kemampuan setiap siswa/mahasiswa
atau kelompok dalam proses pembelajaran.
Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
 Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah kriteria
dan standar;
 Berisiko mengembangkan daftar nama kriteria yang berlianan;
 Lebih menekankan hasil daripada proses;
 Peringkat dapat dinyatakan dengan tidak sebenarnya secara positif/negatif;
 Kadang akademisi kurang kompeten dan percaya diri untuk membuat
penilaian profesional;
 Tidak mudah bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari menilai
berdasarkan referensi norma menjadi referensi kriteria;
 Pikiran bahwa hanya persentase kecil yang memperoleh ranking rendah,
dan sebaliknya, pasti mereka yang di pendidikan tinggi yang memperoleh
ranking tinggi;

2.3.3 Perbedaan Pengukuran Acuan Norma dan Pengukuran Acuan


Patokan
29

Perbedaan pengukuran acuan norma dan pengukuran acuan patokan dapat


dilihat dari dua segi yaitu dari pengembangan tes dan standar pengukuran
perfomance siswa:
a. Perbedaan PAN dan PAP dari segi pengembangan tes
Pengukuran Acuan Norma Pengukuran Acuan Patokan
Soal tes tidak hanya berdasarkan Soal-soal tes disusun
pelajaran apa yang diterima berdasarkan tujuan khusus
siswa pembelajaran
Tidak mementingkan
Setiap tes mempunyai prasyarat
kemampuan prasyarat dalam
dalam menyelesaikannya
penyususan tes
Dasar pertimbangan ditentukan Dasar pertimbangan dalam
dari hasil yang didapatkan oleh penyususan berdasarkan
siswa kreteria tertentu
Mementingkan butir soal tes
Membuat kategori pada level
berdasarkan tujuan
sedang
instruksional

b. Perbedaan PAN dan PAP dari segi standar performance


Pengukuran Acuan Norma Pengukuran Acuan Patokan
Standar performance berdasarkan
jumlah soal yang dijawab benar
Standar perfomance berdasarkan
oleh siswa dibandingkan dengan
bentuk tingkah laku
siswa lain yang menempuh soal
yang sama
Pengukuran performance diukur
Prestasi siswa ialah 80% dari
berdasarkan standar performance
siswa lain
yang telah ditetapkan
Pengukuran berdasarkan apa Distribusi nilai tidak menyerupai
adanya yang diperoleh siswa kurva normal
Didasarkan pada nilai kelompok Didasarkan pada KKM
30

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Pengukuran
adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu,
pengukuran bersifat kuantitatif. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran
yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Penilaian adalah suatu proses atau
kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi
tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangkan membuat keputusan-
keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Maka menilai adalah
kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau
membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan,
penilaian bersifat kualitatif. Evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan
peserta didik dan menimbangnya dari segi nilai dan arti. Jadi, evaluasi
pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan,
dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas
(nilai dan arti) pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran,
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu.
Kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat integrative. Artinya
setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi mulai sejak siswa akan memasuki
proses pendidikan, selama proses pendidikan, dan berfikir pada satu tahap proses
pendidikan. Tujuan evaluasi pembelajaran diantaranya yaitu menilai ketercapaian
tujuan, mengukur macam-macam aspek pelajaran yang bervarias, memotivasi
belajar siswa, menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum, dan
menentukan tindak lanjut hasil penilaian. Fungsi evaluasi pembelajaran terbagi
menjadi dua yaitu untuk perbaikan dan pengembangan sistem pembelajaran serta
untuk akreditasi. Ruang lingkup dibagi menjadi empat bidang, yaitu ruang lingkup
evaluasi pembelajaran dalam perspektif domain hasil belajar, ruang lingkup
evaluasi pembelajaran dalam perspektif sistem pembelajaran, ruang lingkup
evaluasi pembelajaran dalam perspektif penilaian proses dan hasil belajar, ruang
lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif penilaian berbasis kelas.
31

Berdasarkan pendapat para ahli terkait prinsip-prinsip dalam evaluasi


pembelajaran maka penulis menyimpulkan dengan mengambil pendapat Sudijono
bahwa evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu:
1. Prinsip keseluruhan
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Prinsip
komprehensif dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut
dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh. Evaluasi hasil belajar harus
dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau
perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk
hidup.
2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip kontinuitas. Prinsip
kontinuitas dimaksudkan bahwa hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil
belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu ke
waktu. Evaluasi hasil belajar dilaksanakan secara berkesinambungan agar pihak
evaluator dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan
langkah-langkah atau merumuskan kebijaksanaan untuk masa depan serta
memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan
atau perkembangan peserta didik.
3. Prinsip obyektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat
dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor-faktor
yang sifatnya subyektif(Sudjiono, 2001).
Alat evaluasi terdiri dari 2 teknik, yaitu: Teknik Non-Tes dan Teknik Tes.
Yang termaksudnya Teknik Non-Tes adalah Angket, Wawancara (Interview),
Invebtory, dab Daftar cek (checklist). Sedangkan Teknik Tes adalah Tes Uraian
(Subyektif), Tes Obyektif, Tes Lisan (Oral test), dan Tes Perbuatan.
Pengukuran Acuan Norma (PAN) digunakan pada akhir suatu unit
pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta. Pengukuran acuan
norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil
belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang
32

mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran
yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Sedangkan, Pengukuran acuan
patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran
yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa
dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam
tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan
dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria
yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan
instruksional
33

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2012, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi


Aksara
Buchori, M, 2005, Teknik-Teknik Evaluasi Dalam Pendidikan, Bandung: Penerbit
Jemmars
Indrakusuma, Amir Daien. (1993). Evaluasi Pendidikan. Malang : Penerbit IKIP
MALANG
Khusnuridlo. (2010). Prinsip-prinsip Evaluasi Program Supervisi Pendidikan
(Online). (http://www.khusnuridlo.com/2010/11/prinsip-prinsip-evaluasi-
program.html, diakses 7 Februari 2017).
Kusaeri, dan Suprananto.(2012). Pengukuran dan Penilaian Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Thoha, M. Chabib, (2003). Teknik evaluasi pendidikan / oleh M. Chabib Thoha.
Jakarta : RajaGrafindo Persada
Slameto, 2010, Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara: Jakarta
Sudijono, Anas. (2001). Pengantar Evaluasi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Suherman, Erman. 1993. Evaluasi Proses Dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Surapranata, Sumarna. 2005. Analisis Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi
Hasil Tes. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai