(Nahjiah Ahmad,2015)
OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa ,Karna atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah evaluasi pembelajaran Matematika ini yang
berjudul ‘’Critical Book Report’’. kami berterimakasih pada dosen pengampu kami yaitu ibu
Tiur Malasari Siregar M.Si yang sudah memberikan bimbingannya. kami sadar bahwa tugas
ini memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kami minta maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dalam tugas ini agar di lain waktu
kami bisa membuat tugas dengan lebih baik lagi.
“critical Book Report “ ini dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai bahan
acuan atau referensi dan mempermudah bagi para mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan
Evaluasi Pembelajaran Matematika dimana dapat memilah buku yang sesuai dengan topic
yang dimiliki Akhir kata kami ucapkan terima kasih semoga apa yang kami telah kerjakan
bisa bermanfaat bagi orang lain.
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ......................................................................................................
B. Rekomendasi ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
C. Manfaat CBR
1. Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah buku
atau hasil karya lainnya secara ringkas.
2. Mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan.
3. Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara
penulisan,isi, dan substansi buku.
D. Identitas Buku
Identitas Buku 1
1. Judul : Buku Ajar Evaluasi Pembelajaran
2. Edisi :1
3. Pengarang : Nahjiah Ahmad
4. Penerbit : Interpena
5. Kota Terbit :yogyakarta
6. Tahun Terbit : 2015
7. ISBN :-
Identitas Buku 2
1. Judul : Evaluasi Pembelajaran
2. Edisi :1
3. Pengarang : 1. Drs. Asrul,M.si
2. Rusydi Ananda,M.Pd
3. Dra.Rosnita,MA
4. Penerbit : citapustaka Media
5. Kota Terbit :Bandung
6. Tahun Terbit : 2014
ISBN :978-602-1317-49-5
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
2. Kriteria Evaluasi
Kriteria berfungsi sebagai ukuran, apakah seseorang telah memenuhi
persyaratan untuk digolongkan sebagai siswa yang berhasil, pandai, baik, naik
kelas, lulus atau tidak. Kriteria penilaian itu disebut dengan istilah “Standar
Penilaian”. Dan standar penilaian yang dimaksud dibedakan menjadi 2 (dua)
jenis, yaitu:
a. Standar Penilaian Yang mutlak.
Kriteria ini lebih dikenal dengan istilah “Penilaian Acuan Patokan” atau
disingkat PAP. Dan istilah ini merupakan terjemahan dari istilah asing
“Criterion Referenced”. Standar ini bersifat tetap atau bahkan tidak dapat
ditawar. Dalam artian bahwa kriteria keberhasilan siswa itu tidak
dipengaruhi oleh prestasi suatu kelompok siswa. Apabila kita
menggunakan standar ini, maka keberhasilan atau kegagalan siswa dalam
mengikuti pelajaran ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya (sebelum evaluasi dilaksanakan).
b. Standar Perilaian Yang Relatif.
Kriteria ini lebih dikenal dengan istilah “Penilaian Acuan Normal” atau
disingkat PAN. Dan istilah ini merupakan alih bahasa dari istilah asing
“Norm Referenced”. Berbeda dengan standar mutlak, pada standar yang
relatif ini keberhasilan siswa ditentukan oleh posisinya di antara kelompok
siswa yang mengikuti evaluasi. Dengan lain perkataan, bahwa
keberhasilan seseorang siswa dipengaruhi oleh tempat relatifnya
dibandingkan dengan prestasi rata-rata kelompok. Dengan menggunakan
standar relatif, dapat terjadi bahwa siswa yang prosentasi (%) jawaban
yang benar hanya 50% dapat dinyatakan lulus atau berhasil, karena
kebanyakan teman-teman yang lain mencapai angka prosentasi yang lebih
rendah.
Uji Coba
Jika soal dan perangkatnya sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan
terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk melihat soal-soal mana yang perlu
diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali. Soal yang baik adalah soal yang
sudah mengalami beberpa kali uji coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis
empiris dan rasional. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan
setiap soal
1. Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi, baik melalui
tes (tertulis, lisan maupun perbuatan) maupun melalui nontes. Dalam pelaksanaan
evaluasi, guru harus memperhatikan kondisi tempat tes diadakan. Tempat ini harus terang
dan enak dipandang serta tidak menakutkan, sehingga peserta didik tidak takut dan
gugup. Suasana tes harus kondusif agar peserta didik nyaman menjawab pertanyaan tes.
4.4 Laporan
Semua kegiatan dan hasil evaluasi harus dilaporkan kepada berbagai pihak yang
berkepentingan, seperti pimpinan/kepala sekolah, pemerintah, dan peserta didik itu
sendiri. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang dicapai peserta didik dapat diketahui oleh
berbagai pihak dan dapat menentukan langkah selanjutnya. Di samping itu, laporan juga
penting bagi peserta didik itu sendiri agar ia mengetahui kemampuan yang dimilikinya,
dan atas dasar itu ia menentukan kemana arah yang harus ditempuhnya serta apa yang
harus dilakukannya.
Secara umum tes diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur pengetahuan atau
penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat konten dan materi tertentu. Menurut Sudijono
tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian.
Anastasi dan Urbina mengemukakan bahwa tes dapat juga diartikan sebagai alat ukur yang
mempunyai standar objektif sehingga dapat dipergunakan secara meluas, serta betul-betul
dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikhis atau tingkah laku
individu.
Dilihat dari segi tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi:
f) Tes Formatif
Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana
kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa.
g) Tes Sumatif
Tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa dalam
sekumpulan materi pelajaran.
Sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi kriteria, yaitu
memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis.
5.2 Teknik Nontes
Teknik nontes sangat penting dalam mengevaluasi siswa pada ranah afektif dan psikomotor,
berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan asfek kognitif. Ada beberapa macam
teknik nontes, yakni: pengamatan (observation), wawancara (interview), kuesioner/angket
(questionanaire), dan analisis dokumen yang bersifat unobtrusive.
Tugas utama dalam pengukuran adalah memilih alat ukur yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk mengukur tingkah laku/sifat sesuatu yang diukur. Ary dkk (1982: 281)
mengemukakan kesahihan menunjukkan pada sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur
apa yang harus diukur. Croccher dan Algina berpandangan, kesahihan juga tidak sekedar
mengukur apa yang hendak diukur, melainkan juga mengandung pengertian sejauh mana
informasi yang diperoleh dari pengukuran dapat dinterpretasikan sebagai tingkat atau
karakteristik yang diukur.
Dalam dunia pendidikan kita mengenal bermacam-macam validitas tes, validitas suatu tes
dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas isi, validitas konstruk, validitas
konkuren, dan validitas prediksi yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Validitas isi, dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang akan diukur.
Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek penting, yaitu valid isi dan
valid samplingnya.
2. Validitas Konstruk; merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah
konstruk sementara atau hypotetical construct.
3. Validitas konkuren; adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan dengan
skor lain yang telah dibuat.
4. Validitas prediksi; adalah derajat yang menunjukkan suatu tes dapat memprediksi
tentang bagaimana seseorang akan melakukan suatu prospek tugas atau pekerjaan
yang direncanakan.
6.2 Realiabilitas (Keterandalan)
Keterandalan menurut Sumadi Suryabrata; (2000: 29) adalah alat ukur menunjukkan sejauh
mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf
keajengan (konsistensi) skor yang diperoleh para subyek yang diukur dengan alat yang sama,
atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda.
Ary, dan kawan-kawan (1982 : 302-308) berpendapat ada empat cara yang dilakukan untuk
menentukan indeks keterandalan sebagai berikut:
1.Tes ulang. Cara ini adalah dengan memberikan tes yang serupa sebanyak dua kali
kepada kelompok obyek ukur yang sama, kemudian kedua skor tes tersebut
dikorelasikan.
2.Cara belah dua. Jenis ini dapat dilakukan dengan cara memberikan tes pada
sekelompok obyek ukur yang sama butir-butir tes tersebut dibagi dua bagian yang
sebanding. Kemudian kedua skor yang berasal dari dua bagian tersebut dikorelasikan.
3.Bentuk setara. Keterandalan jenis ini dapat diselidiki dengan cara memberikan dua
bentuk tes yang setara pada obyek ukur yang sama dalam waktu yang sama (secara
berurutan).
4.Formula Kuder-Richardson (KR) atau disebut juga dengan metode kesamaan rasional.
Prosedur ini dapat dilakukan dengan cara mmenghitung koefisien korelasi setiap butir
dalam suatu tes dengan butir-butir lainnya, serta dengan skor tes itu secara
keseluruhan (skor total).
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil
belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu
memiliki karakteristik yang berbeda, maka teknik pemeriksaan hasil-hasilnya pun berbeda
pula. Sudjiono mengemukakan (2009:289) memaparkan teknik pemeriksaan hasil tes sebagai
berikut:
Pemeriksaan yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban–jawaban testee pada tes hasil
belajar secara lisan pada umumnya bersifat subjektif, sebab dalam tes lisan itu tester tidak
berhadapan dengan lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati, melainkan
berhadapan dengan individu atau makhluk hidup yang masing–masing mempunyai ciri dan
karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi tester untuk bertindak kurang atau
bahkan tidak objektif. (Buchori; 1990:220).
Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan hasil-hasil tes nya dilakukan dengan menggunakan
observasi (pengamatan). Sasaran yang perlu diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap
dan lain sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes tersebut diperlukan adanya instrument
tertentu dan setiap gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula.
Contoh: instrument yang dipergunakan dalam mengamati calon guru yang melaksanakan
praktek mengajar, aspek-aspek yang diamati meliputi 17 unsur dengan skor minimum 1
(satu) dan maksimum (lima).
Penskoran
Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah
suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka. Cara menskor hasil tes
biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau
tes essay, atau dengan bentuk lain
Skor : hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi
setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa, dengan memperhitungkan bobot jawaban
betulnya.
Nilai : angka (bisa juga huruf) yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan
satu dengan skor-skor lainnya, serta dengan menggunakan acuan/ standar tertentu, yakni
acuan patokan dan acuan norma.
Teknik pengolahan hasil tes hasil belajar dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni:
mengolah skor mentah menjadi nilai huruf, mengolah skor mentah menjadi nilai 1 – 10,
mengolah skor mentah menjadi nilai dengan persen, mengolah skor mentah menjadi skor
standar z, dan mengolah skor mentah menjadi skor standar T.
P = ∑x
Sm N
Keterangan:
P=∑B
Keterangan:
Besarnya P Interprestasi
Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal-soal yang dianggap baik, yaitu soal-
soal yang sedang, yaitu soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,31 sampai dengan
0,70. Perlu diketahui bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar, lalu tidak berarti
tidak boleh digunakan, hal ini tergantung dari penggunaannya.
Indeks daya pembeda antara soal-soal yang ditetapkan dari selisih proporsi yang
menjawab dari masing-masing kelompok. Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi
soal dengan fungsi tes secara keseluruhan. Dengan demikian validitas soal ini sama dengan
daya pembeda soal yaitu daya dalam mmembedakan antara peserta tes yang berkemampuan
tinggi dengan peserta yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda berkisar antara -1 sampai dengan +1. Tanda negative menunjukkan bahwa peserta
tes yang berkemampuannya rendah dapat menjawab benar sedangkan peserta tes yang
berkemampuan tinggi menjawab salah. Dengan demikian soal yang indeks daya pembedanya
negative menunjukn terbaliknya kualitas tes. Sebuah soal mungkin juga tidak dapat
membedakan kelompok peserta tes (misalnya soal dengan p=0 atau p=1).
Indeks daya pembeda dihitung atas dasar pembagian dua kelompok menjadi dua
bagian, yaitu kelompok atas yang merupakan kelompok yang berkemampuan tinggi dengan
kelompok bawah yaitu kelompok peserta tes yang mempunyai kemampuan rendah.
Kemampuan tinggi ditunjukkan dengan perolehan skor tinggi dan kemampuan rendah
ditunjukkan dengan perolehan skor rendah.Indeks daya pembeda didefinisikan sebagai selisih
antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada
kelompok bawah (Croccker dan Algina, 1986). Metode kelompok eksrtem dapat juga
digunakan untuk menghitung daya beda soal. Jika tes diberikan kepada peserta tesyang cukup
besar, daya pembeda soal dapat ditentukan dengan membandingkan kelompok yang memiliki
skor yang tinggi (misalnya 25% teratas) dengan kelompok memiliki skor yang rendah (25%
terbawah). Tahapan pertama dalam menghitung daya pembeda adalah menentukan kelompok
atas dan kelompok bawah. Umumnya, para ahli tes membagi kelompok ini menjadi 27% atau
33% kelompok atas dan 27% atau 33% kelompok bawah (Cureton, 1957).
Mengetahui daya pembeda item sangat penting, karena salah satu dasar yang
digunakan untuk menyusun butir-butir soal tes hasil belajar, dan butir-butir hasil belajar itu
haruslah mampu memberikan hasil tes yang mencerminkan adanya perbedaan-perbedaan
kemampuan yang terdapat dikalangan testee tersebut. Daya pembeda dapat diketahui dari
besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Daya pembeda pada dasarnya dihitung atas
dasar pembagian testee kedalam dua kelompok, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah.
Indeks diskriminasi pada umumnya dilambangkan dengan huruf D indeks diskriminasi (daya
pembeda) berkisar antara 0,00 sampai 1,00, tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif.
Dimana :
Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang
menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara
tidak merata. Pengecoh dianggap baik apabila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
itu sama atau mendekati jumlah ideal. Indeks pengecoh dihitung dengan rumus:
IP = P x 100%
( N – B)/(n – 1)
Keterangan :
IP = Indeks pengecoh
setiap soal
A. Pengertian Evaluasi
Istilah evaluasi pembelajaran sering disamaartikan dengan ujian. Ujian ulangan harian
yang dilakukan guru di kelas atau bahkan ujian akhir sekolah sekalipun, belum dapat
menggambarkan esensi evaluasi pembelajaran, terutama bila dikaitkan dengan
penerapan kurikulum 2013. Tes adalah pemberian suatu tugas atau rangkaian tugas
dalam bentuk soal atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
Pengukuran (measurement) adalah suatu proses untuk menentukan kuantitas daripada
sesuatu. Sesuatu itu bisa berarti peserta didik, starategi pembelajaran, sarana prasana
sekolah dan sebagainya. Untuk melakukan pengukuran tentu dibutuhkan alat ukur.
Sedangkan penilaian (assesment) adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis
dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil
belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan
kriteria dan pertimbangan
1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang
diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah gambaran kualitas daripada
sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti. Sedangkan kegiatan
untuk sampai kepada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi.
2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas daripada sesuatu,
terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti.
3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement).
Pemberian pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep dasar
evaluasi.
4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan
kriteria tertentu. Tanpa kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti yang
diberikan bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan sebagai
evaluasi.
Umpan Balik
(feed back)
B. Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif Tes objektif disebut objektif karena cara
Tes objektif disebut objektif karena cara pemeriksaannya yang seragam terhadap
semua murid yang mengikuti sebuah tes.
1. Melengkapi (Completion test).
Completion test adalah dikenal dengan istilah melengkapi atau menyempurnakan.
Salah satu jenis objektif yang hampir mirip sekali dengan tes objektif fill in
Test multifle chois, tes pilihan ganda merupakan tes objektif dimana masing-
masing tes disediakan lebih dari kemungkinan jawaban, dan hanya satu dari
pilihan-pilihan tersebut yang benar atau yang paling benar.
Test bentuk matching memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tes ini
adalah 1. Pembuatan mudah.
3. Apabilas tes jenis ini dibuat dengan baik, maka faktor merubah praktis dapat
dihilangkan
Instrumen Evaluasi pembelajaran jenis tes adalah teknik yang paling umum digunakan dalam
kegiatan pengukuran. Meskipun teknik ini tidak selalu yang terbaik dan tepat untuk beberapa
tujuan. Jenisnya juga bermacam-macam. Misalnya tes prestasi belajar (achievement test), tes
penguasaan (proficiency test), tes bakat (aptitude test), tes diagnostik (diagnostic test). dan tes
penempatan (placement test). Jika dilihat dari bentuk jawaban peserta didik, maka tes dapat
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes tertulis ada dua
bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective).
Tes Tertulis Bentuk Uraian (Essay) Tes bentuk uraian adalah tes yang pertanyaannya
membutuhkan jawaban uraian, baik uraian secara bebas maupun uraian secara terbatas. Tes
bentuk uraian ini, khususnya bentuk uraian bebas menuntut kemampuan murid untuk
mengorganisasikan dan merumuskan jawaban dengan menggunakan kata-kata sendiri serta
dapat mengukur kecakapan murid untuk berfikir tinggi yang biasanya dituangkan dalam
bentuk pertanyaan yang menuntut:
Memecahkan masalah
Menganalisa masalah
Membandingkan
Menyatakan hubungan
Menarik kesimpulan dan sebagainya (Sutomo, 1995:80).
Dilihat dari keluasan materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi
menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items) dan uraian bebas
(extended respons items).
Karakteristik Tes Uraian:
a. Tes tersebut bentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa
uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
b. Bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntuk kepada tester untuk memberikan
penjelasan, komentar, penafsiran, membanding-kan, membedakan, dan sebagainya.
c. Jumlah soal butir uraiannya terbatas yaitu berkisar lima sampai dengan sepuluh butir.
d. Pada umumnya butir-butir soal uraian diawali dengan kata-kata, “uraikan”,….
“Mengapa”,….”Terangkan”,….”Jelaskan”,
Untuk penyusunan jenis tes bentuk uraian ada beberapa langkah yang dapat dipedomani
sebagai berikut:
1. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian diusahakan agar soal tersebut dapat
mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan.
2. Untuk menghindari tumbuhnya perbuatan curang oleh tester misalnya, menyontek dan
bertanya kepada tester yang lainya hendaknya sesuatu kalimat pada soal berlawanan
dengan buku pelajaran.
3. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-
pertanyaan itu jangan dibuat seragam melainkan bervariasi.
4. Kalimat soal yang disusun hendaklah ringkas dan padat.
5. Sebelum tester mengerjakan soal hendaklah seorang tester mengemukakan cara
mengerjakannya, contoh, “Jawaban soal harus ditulis di atas lembaran jawaban dan
sesuai dengan urut nomor
Tes objektif disebut objektif karena cara pemeriksaannya yang seragam terhadap semua
murid yang mengikuti sebuah tes. Tes objektif juga dikenal dengan istilah tes jawaban
pendek (short answer test). Terdapat beberapa jenis tes bentuk objektif, misalnya:
1. Melengkapi (Completion test).
Completion test adalah dikenal dengan istilah melengkapi atau menyempurnakan.
Contoh:
Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban yang benar dan tepat. Faktor prima dari bilangan
15 adalah ......…
2. Test objektif bentuk multifle choice test (pilihan berganda)
Test multifle chois, tes pilihan ganda merupakan tes objektif dimana masing-masing
tes disediakan lebih dari kemungkinan jawaban, dan hanya satu dari pilihan-pilihan
tersebut yang benar atau yang paling benar.
Penyusunan tes dalam bentuk multifle chois
a. Hendaknya antara pernyataan dalam soal dengan alternatif jawaban terdapat
kesesuaian.
b. Kalimat pada tiap-tiap butir soal hendaknya dapat disusun dengan jelas.
c. Sebaiknya soal hendaknya disusun menggunakan bahasa yang mudah
dipahami.
d. Setiap butir pertanyaan hendaknya hanya mengandung satu masalah,
meskipun masalah itu agak kompleks.
Contoh “Hasil pembagian ¾ : ½ adalah:
a. 1 ½
b. 2 ½
c. 3½
d. 4½
Menurut Sumadi Surya Brata, merinci tes multiple choice ada beberapa macam yaitu:
Jenis jawaban benar
Jawaban yang sesuai yang paling tepat pertanyaan yang diikuti dengan alternatif
Jawaban tidak sesuai.
Jawaban negatif dalam suatu soal bentuk multifle chois peserta didik diberi
pernyataan yang disediakan alternatif jawaban.
3. Test objektif bentuk matching (menjodohkan)
Test bentuk ini sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan, tes mencari
pandangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan. Ciriciri tes ini adalah :
a. Test terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban.
b. Tugas tes adalah mencari dan menetapkan jawaban-jawaban yang telah
bersedia sehingga sesuai dengan atau cocok atau merupakan pasangan, atau
merupakan “jodoh” dari pertanyaan.
4. Test objektif bentuk fill in (isian)
Test objektif bentuk fill in ini biasanya berbentuk cerita atau karangan.
5. Test objektif bentuk True False (benar salah)
Test ini juga sering dikenal dengan tes objektif bentuk “Ya-Tidak” tes objektif bentuk
true false adalah salah satu bentuk tes, dimana ada yang benar dan ada yang salah.
Contohnya adalah :
(B)-(S). Rasulullah dilahirkan pada tahun 571 H bertepatan dengan tahun Gajah.
6. Tes Tindakan (Performance Test)
Tes tindakan adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku,
tindakan, atau perbuatan di bawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi
penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang
dihasilkannya atau ditampikannya. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang
diperintahkan dan ditanyakan. Tes tindakan dapat digunakan untuk menilai kualitas
suatu perkerjaan yang telah selesai dikerjakan oleh peserta didik, termasuk juga
keterampilan dan ketepatan menyelesaikan suatu pekerjaan, kecepatan dan
kemampuan merencanakan suatu pekerjaan.
BAB IV: INSTRUMEN EVALUASI BENTUK NON-TES
Hasil dari satu proses pembelajaran mencakup tidak hanya aspek kognitif, tapi juga aspek
afaktif dan psikomotorik. Sehingga hasil dari proses pembelajaran dapat berupa pengetahuan
teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan menggunakan
teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan. Sedangkan hasil
belajar berupa perubahan sikap hanya dapat diukur dengan teknik non-tes. Instrumen evaluasi
jenis non-tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui kualitas proses dan produk dari
suatu pembelajaran yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat,
motivasi, dan lain-lain. Termasuk jenis instrumen evaluasi jenis non-tes adalah observasi,
wawancara, skala sikap, dan lain-lain.
a. Daftar Cek
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya - tidak).
Pada penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat
nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai.
b. Skala Rentang
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai
memberi nilai penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian nilai secara
kontinuum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Penilaian sebaiknya
dilakukan oleh lebih dari satu penilai agar faktor subjektivitas dapat diperkecil dan
hasil penilaian lebih akurat.
c. Penilaian Sikap Sikap berangkat dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait
dengan kecenderungan bertindak seseorang dalam merespon sesuatu/ objek. Sikap
juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh
seseorang. Sikap dapat dibentuk untuk terjadinya perilaku atau tindakan yang
diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: komponen afektif, komponen
kognitif, dan komponen konatif.
Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap
sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai
objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat
dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik tersebut
antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi.
d. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.
Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan, diantaranya untuk mengetahui pemahaman dan
pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan peserta didik mengaplikasikan
pengetahuan tersebut dalam penyelidikan tertentu, dan kemampuan peserta didik
dalam menginformasikan subyek tertentu secara jelas.
Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
- Kemampuan pengelolaan,
- Relevansi,
- Keaslian.
e. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu
produk dan kualitas produk tersebut. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil
akhir saja tetapi juga proses pembuatannya. Penilaian produk meliputi penilaian
terhadap kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni,
seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang
terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3
(tiga) tahap dan dalam setiap tahapan perlu diadakan penilaian yaitu:
- Tahap persiapan
- Tahap pembuatan (produk)
- mTahap penilaian (appraisal)
f. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik
dalam satu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik tersebut dapat
berupa karya peserta didik (hasil pekerjaan) dari proses pembelajaran yang dianggap
terbaik oleh peserta didiknya, hasil tes (bukan nilai), piagam penghargaan atau bentuk
informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam peng- gunaan portofolio di
sekolah, antara lain :
- Saling percaya antara guru dan peserta didik
- Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik
- Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru
- Kepuasan
- Kesesuaian\
- Penilaian proses dan hasil
g. Penilaian dan pembelajaran
Penilaian Diri Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, di mana
subjek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan,
status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata
pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan
dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di
kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta
untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil
belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta
untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek sikap
tertentu.
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan suatu proses pengumpulan pelaporan, dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip
penilaian berkelanjutan, otentik, akurat, dan konsisten dalam kegiatan pembelajaran di bawah
kewenangan guru di kelas. PBK mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar
yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah
dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. Dengan demikian PBK
tidak lain adalah sebuah pradigma, pendekatan, pola, dan sekaligus sebagai komponen utama
dalam penyelenggaraan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Ada empat komponen KBK
yang satu sama lain saling terkait erat, yaitu: kurikulum dan hasil belajar, penilaian berbasis
kelas, kegiatan belajar mengajar, dan pengelolaan kurikulum berbasis kelas.
Tujuan dan Fungsi Penilaian Berbasis Kelas
Sebagaimana evaluasi pendidikan pada umumnya, PBK juga bertujuan untuk memberikan
suatu penghargaan atas pencapaian hasil belajar siswa dan sekaligus sebagai umpan balik
untuk meneguhkan dan/ atau melakukan perbaikan program dan kegiatan pembelajaran. Jadi,
PBK berusaha untuk memahami secara lebih konkrit atas pencapaian hasil belajar siswa dan
sekaligus memahami seluruh kegiatan proses pembelajaran, pencapaian kurikulum, alat,
bahan dan metodologi pembelajaran.
Keunggulan Penilaian Berbasis Kelas Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu
komponen dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penilaian ini dilaksanakan oleh
guru secara variatif dan terpadu dengan kegiatan pembelajaran di kelas, oleh karena itu
disebut penilaian berbasis kelas (PBK). PBK dilakukan dengan pengumpulan kerja siswa
(portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja/penampilan (performance),
dan tes tertulis (paper and pencil). Sebagai bagian dari kurikulum berbasis kompetensi,
pelaksanaan PBK sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan komponen yang ada di
dalamnya. Namun demikian, guru mempunyai posisi sentral dalam menentukan keberhasilan
dan kegagalan kegiatan penilaian. Untuk itu, dalam pelaksanaan penilaian harus
memperhatikan prinsipprinsip berikut:
- Valid
- Mendidik
- Berorientasi pada kompetensi
- Adil dan obyektif
- Terbuka
- Berkesinambungan
- Menyeluruh
- Bermakna
Implementasi Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian dilakukan terhadap hasil belajar siswa berupa kompetensi sebagaimana yang
tercantum dalam kompetensi dasar, hasil belajar, dan materi pokok dari setiap mata pelajaran.
Di samping mengukur hasil belajar siswa sesuai dengan ketentuan kompetensi setiap mata
pelajaran masing-masing kelas dalam kurikulum nasional. Penilaian berbasis kelas harus
memperlihatkan tiga ranah yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotorik).
Bentuk Instrumen dan Pensekoran
1. Instrumen Tes
a. Pertanyaan Lisan
b. Pilihan Ganda
c. Uraian Objektif
d. Uraian Bebas.
e. Jawaban Singkat
f. Menjodohkan
g. Portofolio
h. Performans/Unjuk Kerja
2. Instrumen Non-tes
Instrumen nontes seperti telah dikemukakan terdahulu, meliputi: angket, inventori dan
pengamatan. Instrumen ini digunakan untuk menilai aspek sikap dan minat terhadap
mata pelajaran, konsep diri dan nilai.
Analisis Instrumen
Suatu instrumen hendaknya dianalisis dulu sebelum digunakan. Ada dua model analisis yang
dapat dilakukan, yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif adalah analisis
yang dilakukan oleh teman sejawat dalam rumpun keahlian yang sama. Tujuannya adalah
untuk menilai materi, konstruksi, dan apakah bahasa yang digunakan sudah memenuhi
pedoman dan bisa dipahami peserta didik. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan
cara mengujicobakan instrumen yang telah dinalisis secara kualitatif kepada sejumlah peserta
didik yang memiliki krakteristik sama dengan peserta didik yang akan diuji dengan instrumen
tersebut.
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Penilaian
berbasis kelas sebagai komponen KBK, tidak bisa melepaskan diri dari silabus. Oleh karena
itu selalu dikatakan bahwa Silabus dan sistem penilaian merupakan urutan penyajian bagian-
bagian dari silabus dan sistem penilaian suatu mata pelajaran. Silabus dan sistem penilaian
disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi. Sesuai dengan
prinsip tersebut maka silabus dan sistem penilaian dimulai dengan identifikasi, standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan uraian materi pokok, pengalaman belajar,
indikator, penilaian, yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen,
serta alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat.
Langkah-langkah dalam penyusunan silabus dan sistem penilaian meliputi tahap-tahap:
identifikasi mata pelajaran; perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; penentuan
materi pokok; pemilihan pengalaman belajar; penentuan indikator; penilaian, yang meliputi
jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen; perkiraan waktu yang dibutuhkan;
dan pemilihan sumber/bahan/alat.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dannilai. Sikap adalah salah
satu istilah bidang psikologi yang berhubungandengan persepsi dan tingkah laku. Istilah sikap
dalam bahasa Inggrisdisebutattitude.Attitudeadalah suatu cara bereaksi terhadap
suatuperangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap suatuperangsang atau situasi
yang dihadapi.
pengenalan tingkat yang paling rendah dan pengamalan sebagai tingkat yang paling
tinggi seseorangmemiliki kompetensi pengamalan jika sudah memiliki kompetensi
pengenalan, pemberian respon, penghargaan terhadap nilai pengorganisasian.
Ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukursikap (afektif) yaitu:
1. Skala likert
2. Skala pilihan ganda
3. Skala thurstone
4. Skala guttman
5. Skala differential
6. Pengukuran minat.
C.Pengukuran Ranah Psikomotorik
1. Imitasi: mengamati dan menjadikan perilaku orang lain sebagai pola. Apayang
ditampilkan mungkin kualitas rendah. Contoh: menjiplak hasil karya seni.
D. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,sehingga semua dapat
diamati.
E. kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamat
1. Daftar Cek
2. Skala Rentang
BAB VII: ANALISIS INSTRUMEN PENILAIAN
A.Analisis Logis/Rasional
B.Analisis Empirik
1.Validitas Tes:
Valid artinya sah atau tepat. Jadi tes yang valid berarti tes tersebutmerupakan alat ukur
yang tepat untuk mengukur suatu objek. Berdasarkanpengertian ini, maka validitas tes pada
dasarnya berkaitan denganketepatan dan kesesuaian antara tes sebagai alat ukur dengan
objekyang diukur. Pada garis besarnya, cara-cara menentukan validitas tes dibedakankepada
dua, yaitu validitas rasional/logis dan validitas empiris atau validitas berdasarkan
pengalaman. Pada makalah ini akan diperkenalkan tiga cara yang lazim digunakan.
b. Validitas Internal: Validitas Internal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
analisisfaktor dengan analisis butir.
a. Analisis Faktor.
b. Analisis Butir.
2.Reliabilitas Tes
Sebuah tes dapat dikatakan reliabel jika tes tersebut digunakan secara berulang
terhadap pesertadidik yang sama hasil pengukurannya relatif tetap sama. Secara garis besar,
ada dua macam cara menentukan reliabilitasinstrumen, yaitu reliabilitas eksternal dan
reliabilitas internal.
2. metode tes ulang: Metode tes ulang atautest-retest method sering pula
dinamakanmetode stabilitas.
3. metode belah dua: Metode belah dua digunakan untuk mengatasi kelemahan-
kelemahanyang terjadi pada metode bentuk paralel dan metode tes ulang
karenametode ini memungkinkan mengestimasi reliabilitas tanpa
harusmenyelenggarakan tes dua kali. Terdapat beberapa teknik dalam
metodebelah dua antara lain: a. Formula Spearman-Brown, b. Formula
Flanagan, c. Formula Rulon
b. Reliabilitas Internal: Pada reliabilitas internal, uji coba dilakukan hanya satu kali
danmenggunakan satu instrumen. Akan tetapi pada pembahasan ini diperkenalkan
hanya dua buah rumus,yaitu rumus KR 21 dan rumus Alpha.
C.Tarap Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidakterlalu sukar. Soal yang
terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya.
Sebaliknya soal yang terlalusukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak
mempunyaisemangat untuk mencoba lagi, karena diluar jangkauannya. Misalnyasaja guru A
memberikan ulangan soalnya, mudah-mudah, sebaliknyaguru B kalau memberikan ulangan
soal-soalnya sukar-sukar.
Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (Pbesar), singkatan
dari kata “Proporsi”. Dengan demikian maka soaldengan P = 0,20. Sebaliknya soal dengan P
= 0,30 lebih sukar daripada soal dengan P = 0,80.
𝐵
Adapun rumus mencari P adalah P= 𝐽𝑆
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakanantara siswa
yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yangbodoh (berkemampuan rendah).
Angka yang menunjukkan besarnyabeda pembeda disebut indeks Diskriminasi, disingkat D.
Seperti halnyaindeks kesukaraan, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisarantara 0,00
sampai 1,00 hanya bedanya indeks kesukaraan tidak mengenaltanda negative. Tanda negative
pada indeks diskriminasi digunakanjika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas tester
yaitu anakpandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.
Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensiyang
ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. Penilaian acuan patokanbermanfaat dalam upaya
meningkatkan kualitas hasil belajar, sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai standar
yang telah ditentukandan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat
pencapainya(Arifin, 2009). Untuk mencapai tujuan PAP tersebut maka dalam halini Davies
(1991) menjelaskan tiga syarat yang harus dipenuhi:
1. Tepat. Tes PAP harus sesuai dengan tujuan-tujuannya, dengan bahanpelajaran,
dengan strategi pembelajaran yang digunakan sertadengan peserta didik yang akan
menjawabnya.
2. Efektif. Tes PAP harus dapat melakukan tugasnya dengan baik.Ini berarti bahwa hal
itu harus dapat diandalkan (reliabel) dan sahih.
3. Praktis. Dalam pengertian ini, tes PAP harus dapat diterima baik olehguru maupun
peserta didik.
𝑷 + 𝑸 + 𝒏𝑹
𝟐+𝒏
Keterangan
R = nilai UN murni,
Pengolahan nilai dengan cara PAN dapat dilakukan dengan statistik.Dalam hubungan
ini, penentuan norma kelompok besarnya prestasikelompok yang merupakan acuan penilaian
seperti terlihat dalamperumusan tentang PAN yang menggunakan tendensi central
sepertirata-rata hitung (mean), median, modus, percentile dan lain-lain.
Dengan demikian hasil tes dari suatu kelompok menunjukkankurva yang mendekati
normal, maka untuk menyatakan norma kelompok sebaliknya digunakan mead dan hasil tes
menunjukkan kurba yangmiring positif atau negatif, lebih memungkinkan menggunakan
mediansebagai norma atau prestasi kelompok. Untuk menentukan lebar jarakskala nilai,
digunakan rentangan tertentu yang dihitung berdasarkanbesarnya simpangan baku (standar
deviasi bagi penilaian yang menggunakanmean sebagai norma kelompok atau menggunakan
rentangan percenti bagi penilaian yang menggunakan median sebagai norma kelompok
Berbeda halnya dengan PAP yang dikaji adalah masalah samplingmateri tes, dan
penetapan tinggi rendahnya patokan yang ditetapkansebagai kriteria keberhasilan, maka
dalam PAN adalah pengolahandata statistiknya. Standar yang digunakan dalam PAN adlah
skor rata-rata kelompok yang mengikuti tes, sehingga penentuannya dilakukandengan
mengolah data secara empirik. Pendidik tidak dapat menetapkanpatokan terlebih dahulu
seperti pada PAP. Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengolah nilai
denganmenggunakan PAN sebagai berikut:
1. memberi skor mentah: Untuk memberi skor mentah pada sebuah tes harus
diperhatikan:(1) bentuk-bentuk masing bagian tes, dan (2) bobot masing-
masingbagian tes.
3. mencari nilai simpangan baku: Setelah dilakukan penghitungan mean atau nilai
rata-rata darites yang dikerjakan peserta didik, maka langkah selanjutnya
dilakukanpenghitungan simpangan baku atau standar deviasi. Untuk melakukan
penghitungan simpanan baku dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.Penghitungan simpangan baku untuk data tunggal, b. Penghitungan simpangan
baku untuk data kelompok
PEMBAHASAN BAB VI
Pada bab 6 buku 1 membahas tentang validitas dan reabilitas tes. Validitas menunjuk
kepada sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan
reliabilitas suatu alat pengukur adalah derajat keajegan/konsistensi alat tersebut dalam
mengukur apa saja yang diukurnya. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai
nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten
dalam mengukur yang hendak diukur.sedangkan pada buku 2 bab 6 menjelaskan
tentang Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan,
karena dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan
memiliki makna yang sama penting. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan
kognitif tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang
cukup. Namun ada peserta didik lain yang memiliki kemampuan kognitif cukup,
kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua peserta didik ini
dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama, sehingga kemampuan kedua orang ini tampak
sama walau sebenarnya karakteristik kemampuan mereka berbeda. Selain itu, ada
informasi penting yang hilang, yaitu karakteristik spesifik kemampuan masing-
masing individu.
Pada bab 7 buku 1 membahas tentang teknik pemeriksaan, pemberian skor dan
pengolahan hasil tes. Tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes
tertulis), secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan
pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam pemeriksaan,
pemberian skor, dan pengolahan hasil-hasilnya. Teknik pengolahan hasil tes hasil
belajar dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni: mengolah skor mentah menjadi
nilai huruf, mengolah skor mentah menjadi nilai 1 – 10, mengolah skor mentah
menjadi nilai dengan persen, mengolah skor mentah menjadi skor standar z, dan
mengolah skor mentah menjadi skor standar T. sedangkan pada buku 2 bab 7
menjelaskan tentang pengembangan instrumen penilaian pemahaman konsepdapat
dilakukan dengan menerapkan beberapa langkah yaitu menyusun spesifikasi tes,
menulis soal tes, menelaah soal tes, uji coba, menganalisis butir soal, memperbaiki
tes,merakit tes dan melaksanakan tes. Langkah –langkah tersebut diterapkan kedalam
metode pengembangan yang terbagi menjadi tiga tahap yaitu studi pendahuluan, tahap
pengembangan dan uji produk.
Pada buku 1 bab 8 menjelaskan tentang Analisis bui es hasil belajar merupakan power
test. Yakni kegiatan yang dilakukan secara sistematis terhadap butir tes yang diujikan
untuk mengukur kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan
Manfaat analisis butir tes hasil belajar menentukan soal-soal yang cacat atau tidak
berfungsi dengan bai, meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu:
tingkat kesukaran, daya pembeda dan pengecoh soal dan merevisi soal yang tidak
relevan dengan materi yang diajarkan yang ditandai dengan banyaknya anak yang
tidak dapat menjawab butir soal tertentu .Tes hasil belajar biasanya berupa soal-soal
yang terdiri dari soal pilihan ganda dan soal uraian. Penganalisisan terhadap butir-
butir soal dapat dilakukan dari tiga segi yaitu teknik analisis kesukaran item soal
teknik analisis daya pembeda teknik analisis fungsi distraktor. Sedangkan pada buku 2
bab 8 menjelaskan tentang Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang mengacu
kepada tujuan instruksional atau untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik
terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan instruksional khusus tersebut. Penilaian
acuan norma adalah penilaian yang mengacu kepada norma untuk menentukan
kedudukan atau posisi seorang peserta didik di antara kelompoknya. Persamaan
penilaian acuan norma dan acuan patokan antara lain adalah keduanya
mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang diukur, disusun dari
sampel butir-butir tes yang relevan dan representatif, keduanya dinilai kualitasnya
dari segi validitas dan reliabilitas dan digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk
maksud yang berbeda.
B.KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU
Kelebihan
1. Dilihat dari aspek tampilan buku (face vlue), buku ini bagus dan menarik. Membuat
kesan pertama orang yang melihat ingin sekali membacanya.
2. Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font buku ini
sangat bagus sehingga terlihat lebih rapi.
3. Dari aspek isi buku, buku ini sangat rinci dalam menjelaskan konsep dasar evaluasi
pembelajaran
4. Dari aspek tata bahasa, buku ini sangat bagus karena menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan mudah dipahami oleh para pembaca.
5. Tiap bab terdapat evaluasi daftar pustakanya sehingga lebih memudahkan pembaca
jika ingin melihat referensi.
Kekurangan
1. Di setiap babnya buku ini tidak mempunyai rangkuman yang mencakup seluruh
materi pada perbabnya.
2. Buku ini di setiap babnya tidak mempunyai soal untuk mengasah kemampuan siswa.
3. Materi-materi yang dijelaskan dari buku tetapi pada setiap babnya dalam
pembahasannya tidak to the point, pembahasannya lebih seperti mendeskripsikan jadi
harus dibaca secara berulang-ulang baru bias paham inti sari pembahasan tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh guru selama
proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa, selain untuk
mengadakan perbaikan. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi hendaknya memperhatikan konsep
dasar evaluasi yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Konsep dasar evaluasi
yang harus dikuasai oleh pendidik (guru) ataupun calon pendidik (calon guru) adalah
pengertian dasar tentang evaluasi, tujuan evaluasi, karakteristik evaluasi, teknik- teknik
evaluasi, dan terakhir macam-macam alat evaluasi yang telah diuraikan di atas. Tanpa
mengetahui konsep dasar evaluasi seorang pendidik (guru) tidak akan dapat menyusun suatu
alat evaluasi. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendasar tentang konsep dasar evaluasi.
Dari pembahasan diatas, maka menandakan bahwa evaluasi pembelajaran tidak hanya dapat
dilakukan oleh seorang guru sendirian, namun semua guru. Untuk itu, pemahaman tentang
konsep dasar evaluasi dan pembalajaran sangat diperlukan oleg guru demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang baik, efektif, dan efisisien.
A. Rekomendasi
Setelah membaca dan memahami apa arti yang sebenarnya dari evaluasi hasil pembelajaran,
maka saya sebagai pembaca buku ini menyarankan bagi kita semua terkhusus kepada tenaga
pengajar ataupun pendidik agar lebih memahami dan mengerti bagaimana cara memberi
penilaian terhadap hail belajar seorang peserta didik. kedua buku tersebut baik untuk dibaca
dan dipelajari karna bukunya bagus dan juga dapat dipelajari secara otodidak tanpa harus ada
yang mengajari. Serta buku bagus untuk menambah wawasan kita.
DAFTAR PUSTAKA