Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kegiatan sehari-hari kita selalu mengadakan pengukuran dan
penilaian. Namun tidak semua orang menyadari kalau kita setiap saat melakukan
pekerjaan evaluasi.
Dari dua kalimat di atas kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu:
evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang memang lebih cenderung
mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga
dalam memakainya hanya tergantung dari kata mana yang sedang siap untuk
diucapkannya. Akan tetapi sementara orang yang lain, membedakan ketiga istilah
tersebut. Dan untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan
antara ketiganya, dapat dipahami melalui contoh yaitu : Pasar, merupakan suatu
tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan membeli. Sebelum
menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan memilih dahulu
mana barang yang lebih “baik” menurut ukurannya. Apabila ingin membeli jeruk,
dipilihnya jeruk yang besar, kuning, dan kulitnya halus. Semua itu
dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya, jenis jeruk-jeruk yang
demikian ini rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang masih kecil, hijau, dan
kulitnya agak kasar, biasanya masam rasanya.
Dari contoh-contoh di atas dapat kita simpulkan bahwa sebelum
menentukan pilihan, kita mengadakan penilaian terhadap benda-benda yang akan
kita pilih. Dalam contoh pertama kita memilih mana pensil yang lebih panjang.
Sedangkan dalam contoh kedua kita menentukan dengan perkiraan kita atas jeruk
yang baik, yaitu yang rasanya manis.
Untuk menentukan penilaian mana jeruk yang manis, kita tidak
menggunakan “ukuran manis”. Tetapi menggunakan ukuran besar, kuning, dan
halus kulitnya. Ukuran ini tidak mempunyai wujud seperti kayu penggaris yang
sudah ditera, tetapi diperoleh berdasarkan pengalaman. Sebenarnya kita juga
mengukur, yakni juga membandingkan jeruk-jeruk yang ada dengan ukuran

1
tertentu. Setelah itu kita menilai, menentukan pilihan mana jeruk yang paling
memenuhi ukuran itulah yang kita ambil. Dengan demikian kita mengenal dua
macam ukuran, yakni ukuran yang terstandar (meter, kilogram, takaran, dan
sebagainya) dan ukuran perkiraan berdasarkan hasil pengalaman (jeruk manis
adalah yang kuning besar, dan halus kulitnya).
Di dalam istilah asingnya, pengukuran adalah measurement, sedang
penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia
evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan mengukur terlebih dahulu). Di
buku ini ketiga istilah tersebut digunakan bergantian tanpa mengubah makna.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pengukuran dalam pembelajaran?
2. Apa sajakah obyek-obyek yang terdapat dalam pengukuran?
3. Apa saja dan bagaimana instrumen yang terdapat didalam
pengukuran?
4. Apa sajakah skala-skala yang terdapat didalam pengukuran proses
pembelajaran?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi dari pengukuran dalam evaluasi proses
dan hasil pembelajaran
2. Untuk mengetahui obyek-obyek yang terdapat dalam pengukuran
dalam evaluasi proses dan hasil pembelajaran
3. Untuk mengetahui apa saja instrumen yang terdapat didalam
pengukuran dalam evaluasi proses dan hasil pembelajaran
4. Untuk mengetahui skala-skala yang terdapat didalam pengukuran
dalam evaluasi proses dan hasil pembelajaran

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengukuran
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai pengertian pengukuran, terlebih
dahulu perlu dipahami bahwa dalam praktek sering kali terjadi kerancuan atau
tumpang tindih (overlap) penggunaan istilah "evaluasi","penilaian", dan
"pengukuran". Kejadian ini dapat difahami karena antara ketiga istilah tersebut
ada saling keterkaitan. Uraian berikut ini dapat membantu dalam memperjelas
perbedaan serta hubungan antara pengukuran, evaluasi, penilaian dan pengukuran.
Evaluasi yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan istilah Evaluation
adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan,
sampai sejauh mana tujuan atau program tercapai (Gronlund, 1985).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wrightstione, dkk (1956) yang
mengemukakan bahwa evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap
pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan atau nilai-nilai yang telah
ditetapkan dalam kurikulum.
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan
kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan
pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi. Sebagai contoh evaluasi
proyek, kriterianya adalah tujuan dari pembangunan proyek tersebut, apakah
tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan rencana atau tidak, jika tidak mengapa
terjadi demikian, dan langkah-langkah apa yang perlu ditempuh selanjutnya. Hasil
dari kegiatan evaluasi adalah bersifat kualitatif.
Anas Sudijono (1996) mengemukakan bahwa evaluasi pada dasarnya
merupakan penafsiran atau interpretasi yang bersumber pada data
kuantitatif,sedang data kuantitatif merupakan hasil dari pengukuran. Berbeda
dengan evaluasi, penilaian yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
Assessment berarti menilai sesuatu. Menilai itu sendiri berarti mengambil
keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran tertentu, seperti menilai
baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, tinggi atau rendah, dan
sebagainya.

3
Dari pengertian ini maka antara penilaian dengan evaluasi hampir sama,
bedanya dalam evaluasi berakhir dengan pengambilan keputusan sedangkan
penilaian hanya sebatas memberikan nilai saja. Penilaian merupakan suatu
tindakan atau proses menentukan nilai sesuatu obyek. Penilaian adalah suatu
keputusan tentang nilai. Penilaian dapat dilakukan berdasarkan hasil pengukuran
atau dapat pula dipengaruhi oleh hasil pengukuran.
Pengukuran yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan istilah
measurement adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti
memberiangkan terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek
ukur. Mengukur pada hakekatnya adalah pemasangan atau korespondensi 1 -1
antara angka yang diberikan dengan fakta yang diberi angka atau diukur.

Secara konseptual angka-angka hasil pengukuran pada dasarnya adalah


kontinum yang bergerak dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan,
misalnya dari rendah ke tinggi yang diberi angka dari 0 sampai 100, dari negatif
ke positif yang juga diberi angka dari 0 sampai 100, dari otoriter ke demokratik
yang juga diberi angka dari 0 sampai 100, dari dependen ke independen yang juga
diberi angka dari 0 sampai 100, dan sebagainya. Rentangan angka yang diberikan
tidak selalu harus dari 0 sampai 100 tetapi dapat pula menggunakan rentangan lain
misalnya dari 10 sampai 50, dari 20 sampai 100, atau dari 30 sampai 150, dan
sebagainya, yang penting ukuran dari fakta-fakta yang hendak diukur, dari suatu
obyek ukur harus merupakan rentangan kontinum yang bergerak dari suatu kutub
ke kutub lain yang berlawanan.
Kalau evaluasi dan penilaian bersifat kualitatif, maka Pengukuran selalu
bersifat kuantitatif. Alat yang dipergunakan dalam pengukuran dapat berupa alat
yang baku secara internasional, seperti meteran, timbangan, stopwatch,
termometer dan lain-lain, dan dapat pula berupa alat yang dibuat dan
dikembangkan sendiri dengan mengikuti proses pengembangan atau pembakuan
instrumen.
Menurut Cangelosi (1991) pengukuran adalah proses pengumpulan data
melalui pengamatan empiris. Pengertian yang lebih luas mengenai pengukuran
dikemukakan oleh Wiersma dan Jurs (1990) bahwa pengukuran adalah penilaian

4
numerik terhadap fakta-fakta dari obyek yang hendak diukur menurut kriteria atau
satuan-satuan tertentu.
Pengukuran dapat diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta
sesuatu obyek dengan satuan-satuan ukuran tertentu, sedangkan penilaian adalah
suatu proses membandingkan sesuatu obyek atau gejala dengan mempergunakan
patokan-patokan tertentu seperti baik tidak baik, memadai tidak memadai,
memenuhi syarat tidak memenuhi syarat, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pengertian evaluasi, penilaian dan pengukuran yang
dikemukakan di atas jelas bahwa evaluasi, penilaian, dan pengukuran merupakan
tiga konsep yang berbeda. Namun demikian dalam praktek, terutama dalam
duniapendidikan, ke tiga konsep tersebut sering dipraktekan dalam satu rangkaian
kegiatan. Sebagai contoh pelaksanaan evaluasi di sekolah di dalamnya terintegrasi
kegiatan pengukuran dan penilaian.

2.2 Obyek-obyek dalam pengukuran


1. Prestasi atau basil belajar siswa. Prestasi atau hasil belajar diukur dengan
menggunakan tes. Dilihat dari aspek standardisasi, ada dua macam tes yaitu
tes baku dan tes buatan guru. Tes baku adalah tes yang sudah diuji di
lapangan dengan maksud mendapatkan data tentang keterandalan
(reliability) dan kesahihan (validity) pengukuran serta standar normative
yang dipakai untuk menaksir skor tes. Contoh tes baku adalah tes towel,
Stanford Achievement tes, Metropolitan Achievemen tes, Iowa tes of Basic
Skills, California Achievement tes dan lain-lain. Selain tes baku ada pula tes
non-baku yang biasa disebut tes buatan guru, yaitu tes yang dibuat oleh
seseorang atau kelompok untuk digunakan sesaat dan hanya berlaku intern
serta hanya untuk mengukur satu jenis kemampuan. Tes non-baku atau tes
buatan guru biasanya tidak dilakukan pengujian di lapangan tetapi langsung
dipakai. Contoh tes non-baku adalah tes buatan guru, dosen, instruktur
pelatihan, dan lain-lain.
2. Sikap. Sikap ini diukur dengan menggunakan instrumen skala sikap seperti
yang dikembangkan oleh Likerts, Semantik diferensial, skala thourstone,

5
dan lain-lain.
3. Motivasi. Motivasi diukur dengan instrumen berbentuk skala yang
dikembangkan dari teori-teori motivasi.
4. Intelgensi. Intelgensi diukur dengan menggunakan tes intelgensi seperti tes
Stanford Bined, tes Bined Simon, tes Wechsler, dan tes intelgensi multeple.
5. Bakat. Bakat diukur dengan menggunakan tes bakat seperti tes bakat seni,
tes bakat mekanik, tes bakat olahraga, tes bakat numeric, dan lain-lain.
6. Kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan
instrumen yang dikembangkan dari teori-teori emosional.
7. Minat. Minat diukur dengan menggunakan instrumen minat yang
dikembangkan dari teori-teori minat.
8. Kepribadian. Kepribadian diukur dengan menggunakan tes kepribadian
seperti Q-sort, sixteen personality factor pearson (16PF), Minnesota
multiphasic personality inventori (MMPI), California psychological
inventory (CPI), Eysenc’s personality inventory-A, dan lain- lain.

Dalam bidang pendidikan, pengukuran memegang peranan yang sangat


penting. Data hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki arti penting
baik bagi sekolah atau lembaga pendidikan, guru, maupun bagi siswa dan orang
tua siswa atau masyarakat. Bagi guru misalnya hasil pengukuran berfungsi untuk
membandingkan tingkat kemampuan siswa dengan siswa-siswa lain dalam
kelompok yang diajarnya. Disekolah pengukuran dilakukan guru untuk menaksir
prestasi siswa. Alat Yang digunakan untuk mengukur prestasi siswa pada
umumnya adalah tes yang disebut tes hasil belajar.
Sebagai contoh seorang guru mata pelajaran ekonomi akan melakukan
pengukuran mengenai tingkat penguasaan siswa terhadap materi mata pelajaran
yang diajarkan. Untuk melakukan pengukuran tingkat penguasaan siswa terhadap
materi yang diajarkan, guru tidak dapat menggunakan alat ukur standar yang
disebutkan di atas karena obyek yang diukur berbeda dengan konstruk yang dapat
diukur oleh tes baku yang sudah ada. Proses pengukuran dalam bidang pendidikan
berkenaan dengan bagaimana mengkonstruksi, mengadministrasi dan menskor tes.

6
2.3 Jenis-jenis instrumen pengukuran
Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang
karena memenuhi persyaratan akademis maka dapat dipergunakan sebagai alat
untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu
variabel. Dalam bidang penelitian instrumen diartikan sebagai alat untuk
mengumpulkan data mengenai variabel-variabel penelitian untuk kebutuhan
penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan instrumen digunakan untuk
mengukur prestasi belajar siswa atau faktor-faktor yang diduga mempunyai
hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar atau perkembangan hasil belajar
siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, atau keberhasilan pencapaian
suatu program tertentu.
Pada dasarnya intrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan non-tes. Yang
termasuk kelompok tes adalah tes perestasi belajar, tes intelgensi, tes bakat, dan
tes kemampuan akademik; sedangkan yang teramasuk dalam kelompok non-tes
ialah skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara,
angket, pemeriksaan dokumen dan sebagainya. Instrumen yang berbentuk tes
bersifat performansi maksimum sedang instrumen non-tes bersifat performansi
tipikal.
1. Tes
Secara umum tes dapat diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk
mengukur pengetahuan atau penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat
konten atau materi tertentu. Menurut Anas Sudijono(1996) tes adalah alat
atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian.
Tes dapat juga diartikan sebagai alat pengukur yang mempunyai standar
objektif sehingga dapat dipergunakan Secara meluas, serta betul-betul
dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau
tingkah lake individu, (Anastasi dan Turabian, 1997). tes dapat berfungsi
sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa. Sebagai alat untuk
mengukur prestasi belajar siswa tes dimaksudkan untuk mengukur tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai siswa setelah menempuh
proses belajar-mengajar dalam jangka waktu tertentu.

7
2. Non tes
a. Pedoman Observasi
Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-
bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena. yang dijadikan
obyek pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai
tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat
diamati. Observasi yang dapat menilai atau mengukur hasil belajar ialah
tingkah laku para siswa pada waktu guru mengajar. Observasi dapat
dilakukan baik secara partisipatif (participan observation) maupun non-
partisipasi (nonparticipan observation).
Observasi dapat pula berbentuk observasi eksperimental
(experimental observation) yaitu observasi yang dilakukan dalam situasi
yang dibuat dan observasi noneksperimental (nonexperimental observation)
yaitu observasi yang dilakukan dalam situasi yang wajar.

b. Pedoman Wawancara
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara
menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan Tanya
jawab secara lisan, sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan
yang telah ditentukan. Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan
sebagai alat evaluasi yaitu:
1. Wawancara terpimpin (guided interviezv) yang juga dikenal
dengan wawancara berstruktur atau wawancara sistematis.
2. ancara tidak terpimpin (un-guided interview) yang dikenal dengan
istilah wawancara sederhana atau wawancara bebas.
Salah satu kelebihan yang dimiliki wawancara adalah pewawancara
sebagai evaluator dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik
yang akan dinilai sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih
lengkap dan mendalam. Dengan melakukan wawancara peserta didik dapat
mengeluarkan isi pemikiran atau hatinya secara lebih bebas.

8
c. Angket (Questionnaire)
Angket dapat juga digunakan sebagai alat untuk menilai hasil
belajar. Jika dalam wawancara pewawancara berhadap langsung dengan
responden atau siswa, make dengan angket penilaian hasil belajar akan jauh
lebih praktis, hemat waktu dan tenaga. Kelemahannya ada kemungkinan
adanya jawaban yang diberikan dalam angket tidak sesuai dengan keadaan
yang sebanarnya, apalagi pertanyaan dalam angket tidak dirumuskan dengan
jelas sehingga membingungkan responden.
Angket dapat diberikan langsung kepada responden, dapat juga
diberikan kepada orang lain yang mengenal berbagai karaterisitk responden
untuk melakukan penilaian terhadap responden. Angket untuk mengukur
hasil belajar dapat diberikan kepada orang tuan siswa atau gurunya.
Data yang dihimpun melalui angket biasanya: adalah data yang
berkenaan dengan kesutitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam
mengikuti pelajaran, cara belajar mereka, fasilitas belajar yang tersedia,
bimbingan guru dan orang tua, motivasi dan minat belajarnya, sikap
belajarnya, sikapnya terhadap meta pelajaran tertentu, pandangan siswa
terhadap proses pembelajaran, dan sikap siswa terhadap gurunya yang
menyangkut pribadi siswa.
Angket umumnya dipergunakan untuk menilai hash belajar pada
ranah afektif. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda, atau
bentuk skala sikap, misalnya skala likert yang paling banyak dipergunakan
orang, terutama para peneliti dibidang pendidikan yang tertarik untuk
meneliti aspek-aspek psikologis yang diduga berpengaruh terdapat proses
belajar mengajar.
2.4 Skala Pengukuran
Skala pengukuran adalah kesepakatan yang digunakan sebagai acuan atau
tolak ukur untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada pada alat ukur
sehinga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan
data. (Ramli : 2011).

9
Pengukuran atau measurement berwujud kuantifikasi yang memperkirakan
tingkatan akurasi untuk berbagai penggunaan yang merujuk kepada tingkatan
pengukuran (level of measurement), yang secara umum disebut skala (scales).
Terdapat empat skala dalam pengukuran yaitu:
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah skala pengukuran paling sederhana. skala yang
memungkinkan peneliti mengelompokkan objek, individual atau kelompok
kedalam kategori tertentu dan disimbolkan dengan label atau kode tertentu, selain
itu angka yang diberikan kepada obyek hanya mempunyai arti sebagai label saja
dan tidak menunjukan tingkatan.
Skala nominal bersifat mutually excusive atau setiap objek hanya memiliki
satu kategori (Lababa : 2008)
2. Skala Ordinal
Skala nominal tidak hanya menyatakan kategori tetapi juga menyatakan
peringkat kategori tersebut (Septyanto : 2008). hasil pengukuran skala ini dapat
menggambarkan posisi atau peringkat tetapi tidak mnegukur jarak antar peringkat.
Tingkat pendidikan atau kekayaan, dalam pengukuran yang
mengelompakan status sosial, hasil pengukuran tidak dapat memberikan informasi
mengenai perbedaan antara status sosial (tinggi ke rendah, rendah ke sedang dan
tinggi ke sedang) belum tentu sama.
3. Skala Interval
Skala interval adalah suatu skala pemberian angka pada klasifikasi atau
kategori dari objek yang mempunyai sifat ukuran ordinal, ditambah satu sifat lain
yaitu jarak atau interval yang sama dan merupakan ciri dari objek yang diukur.
Sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Skala interval bisa dikatakan tingkatan skala ini berada diatas skala ordinal
dan nominal. Selanjutnya skala ini tidak mempunyai nilai nol mutlak sehingga
tidak dapat diinterpretasikan secara penuh besarnya skor dari rasio tertentu.
4. Skala Rasio (Skala Nisbah)
Skala rasio mempunyai semua sifat skala interval ditambah satu sifat yaitu
memebrikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur. Skala rasio

10
merupakan skala pengukuran yang ditujukan pada hasil pengukuran yang bisa
dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, dan bisa dibandingkan (paling
lengkap, mencakup semuanya dibanding skala-skala dibawahanya).
Dari ke empat jenis skala, ternyata skala interval yang sangat sering di
gunakan untuk mengatur fenomena atau gejala sosial. Para ahli sosiologi
membedakan dua tipe skala menurut fenomena sosial yang diukur yaitu :
1. skala pengukuran untuk mengukur prilaku susila dan kepribadian
 Skala sikap
 Skala moral
 Tes karakter
 Skala partisipasi sosial
2. skala pengukuran untuk mengukur berbagai aspek budaya dan lingkungan
sosial.
 Skala untuk mengukur status sosial ekonomi
 Lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan
 Kondisi kerumahtanggaan.
Selain itu adapun ciri-ciri pengukuran yang baik, suatu tes akan dikatakan
sebagai alat pengukur yang baik jika memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas,
praktikabilitas dan ekonomis.
1. Validitas
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas apabila tes itu dapat tepat mengukur
apa yang hendak diukur. Artinya, tes yang diberikan kepada peserta didik harus
dapat menjadi alat ukur terhadap tujuan yang sudah ditentukan sebelum tes
dilaksanakan.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability, reliable yang artinya dapat
dipercaya, berketetapan. Sebuah tes dikatakan memilki reliabilitas apabila hasil-
hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Artinya, jika peserta didik diberikan tes
yang sama pada waktu yang berlainan maka setiap siswa akan tetap berada pada
urutan yang sama dalam kelompoknya.
3. Objektivitas

11
Objektivitas dalam pengertian sehari-hari berarti tidak mengandung unsur
pribadi. Kebalikannya adalah subjektivitas, yang berarti terdapat unsur pribadi.
Jadi, sebuah tes dikatan objektif apabila tes itu dilaksanakan dengan tidak ada
faktor pribadi yang mempengaruhi, terutama pada sistem scoring.
4. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memilki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis. Artinya, tes itu mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan
dilengkapi dengan petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan atau diawali oleh
orang lain dan juga mudah dalam membuat administrasinya.
5. Ekonomis
Tes memilki sebutan ekonomis apabila pelaksanaan tes itu tidak
membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu
yang lama.
Pengembangan pengukuran yang baik haruslah mengikuti langkah-langkah
pengembangan instrumen yaitu:
 Mendefinisikan variabel
 Menjabarkan variabel ke dalam indikator yang lebih rinci
 Menyusun butir-butir
 Melakukan uji coba
 Menganalisis kesahihan (validity) dan keterandalan (reliability)
Langkah-langkah pengembangan alat ukr khususnya atribut non-kognitif ialah:
 Pengembangan spesifikasi alat ukur
 Penulisan pernyataan atau pertanyaan
 Penelaahan pernyataan atau pertanyaan
 Perakitan instrumen (untuk keperluan uji-coba)
 Uji-coba
 Analisis hasil uji-coba
 Seleksi dan perakitan instrumen
 Administrasi instrumen
 Penyusunan skala dan norma

12
13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam
arti memberiangkan terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau
obyek ukur.
2. Obyek-obyek dalam pengukuran ialah prestasi atau hasil belajar, sikap,
motivasi, intelgensi, bakat, kecerdasan, minat dan kepribadian
3. Instrumen pengukuran ada dalam dua bentuk yaitun tes dan non-tes
4. Skala dalam pengukuran terdiri atas empat yaitu nominal, ordinal, interval
dan ratio.

14
Daftar Pustaka

Djaali, dkk. 2000. Pengukuran dalam Pendidikan. Jakarata : Universitas Negeri


Jakarta.
Oktalia, y. 2017. Pengukuran Dalam Pendidikan (Online).
https://www.scribd.com/document/365328233/1-BAB-I-PENGUKURAN-
DALAM-PENDIDIKAN-rtf (Diakses pada tanggal 5 Februari 2019).

15

Anda mungkin juga menyukai