Anda di halaman 1dari 25

KONSEP DASAR EVALUASI PEMBELAJARAN

A. Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi


1. Pengukuran
Sebelum kita membahas konsep pengukuran, ada baiknya kita simak narasi
berikut :
“suatu hari siswa di tugaskan membawa buah apel oleh gurunya, karena memang hari
itu ada mata pelajaran matematika tentang pecahan. Siswa pun membawa berbagai
jenis bentuk apel ada yang diameter 5 cm, 7 cm atau bahkan 10 cm. Ketika diminta
untuk mengeluarkan apel tersebut oleh guru, maka spontan masing – masing anak
akan memberikan komentar, “wah.. apelmu besar sekali... diameternya 10 cm” ada
pula yang memberikan komentar “...Kok apel kamu kecil ya..? hanya berdiameter 5
cm” di lain pihak ada yang berkomentar “... iih apelnya bagus... warnanya hijau
semua, segar sekali kelihatannya” atau “... ini apel apa?... terlihat agak kehitam –
hitaman jadi terlihat seperti busuk dan kurang bagus...”
Di sadari atau tidak rentetan narasi, dialog dan komentar di atas merupakan
sebuah kegiatan yang ada kaitannya dengan materi yang kita bahas, yaitu
pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Mari kita bahas lebih jauh, diameter 5 cm, 7 cm
dan 10 cm adalah kegiatan pengukuran, mengapa demikian? Karena diameter apel di
bandingkan oleh sebuah ukuran satuan yang baku yaitu panjang dengan satuan
centimeter (Cm). Adapun hasil yang diperoleh adalah nilai yang berupa angka yaitu 5
cm, 7 cm dan 10 cm. Kegiatan atau proses tersebut di atas adalah sebuah proses
pengukuran hal ini dikarenakan ada 2 ciri khas dari pengukuran, yaitu:
1. Adanya kegiatan membandingkan dengan ukuran tertentu (dapat berupa ukuran
baku atau standar).
2. Adanya hasil kuantitatif (angka) yang diperoleh dari proses tersebut.
Semua orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tidak akan lepas
dari sebuah proses yang bernama pengukuran. Hal ini disebabkan karena segala
proses yang dilalui dalam dunia pendidikan harus terencana dan terukur dengan

1
2

baik,ketika di awal maupun di akhir. Oleh karena itu, pengukuran merupakan suatu
proses yang tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan.
Pengukuran dalam bahasa inggris adalah measurement dan istilah dalam
bahasa inggris ini sering juga digunakan dalam pendidikan. Djaali (2004)
Mengatakan pengukuran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau
obyek ukur.
Arikunto (2006) mengatakan mengukur adalah membandingkan sesuatu
dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif. Pendapat ini senada dengan Suryanto
(2009) yang menyatakan bahwa pengukuran adalah suatu upaya penentuan angka
untuk menggambarkan karakteristik suatu obyek. Untuk menghasilkan angka (yang
merupakan hasil pengukuran), maka di perlukan alat ukur.
Berdasarkan teori – teori di atas, dapat disimpulkan bahwa mengukur atau
pengukuran adalah sebuah kegiatan/proses membandingkan suatu benda atau keadaan
dengan suatu ukuran tertentu yang hasilnya bersifat kuantitatif (angka). Tentunya
sebelum kita menentukan proses pengukuran akan suatu obyek, terlebih dahulu
ditentukan alat ukurnya yang sesuai.

2. Penilaian

Kembali pada wacana/dialog terdahulu, pada kegiatan selanjutnya, siswa


memberikan komentar kembali tentang kondisi apel masing – masing temannya.
Ada yang terlihat bagus (hijau segar) dan ada yang terlihat kurang bagus seperti
busuk (kehitam – hitaman). Dari hal tersebut terlihat adanya perbandingan dari segi
penampakan dari sebuah apel dan direspon secara kualitatif atau maknawi. Kegiatan
atau proses tersebut di atas adalah sebuah proses penilaian, hal ini dikarenakan ada 2
ciri khas dari penilaian, yaitu:

1. Adanya kegiatan membandingkan kondisi secara kualitatif/maknawi (kata – kata)


dan tidak ada ukuran baku.
2. Adanya hasil keputusan yang bersifat kualitatif/maknawi (kata-kata) yang
diperoleh dari proses tersebut.
3

Pada kegiatan yang bersifat pengukuran, terlihat ada 3 jenis ukuran apel, yaitu
diameter 5 cm, 7 cm dan 10 cm. Sehingga menimbulkan kecenderungan di dalam diri
tiap – tiap siswa untuk menetapkan nilai diameter 7 cm sebagai kriteria standar
karena posisinya yang di tengah – tengah. Oleh karena itu munculah respon terhadap
ukuran – ukuran yang berada di bawah dan di atas standar yang tidak sengaja
ditetapkan tersebut, yaitu Besar, kecil atau pun biasa – biasa saja.
Walaupun terkadang terjadi kesalahan pemahaman tentang penilaian dan
evaluasi, namun keduanya merupakan sebuah proses yang sangat sering menjadi
pembahasan bahkan diskusi yang tiada habisnya. Penilaian dan evaluasi merupakan
dua hal yang sangat berbeda. Namun demikian, ada keterkaitan yang saling
melengkapi serta berurutan dari dua proses atau kegiatan tersebut. Umumnya
evaluasi dilakukan setelah penilaian, bahkan pada kondisi yang berbeda penilaian
menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah kegiatan evaluasi yang menyeluruh.
Setiap guru pasti pernah memberikan penilaian, dan di setiap penilaian
umumnya diawali dengan sebuah kegiatan pengukuran dengan instrumen tes maupun
skala sikap (non tes). Menurut Suryanto (2009) Asesmen (penilaian) merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari
berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar
dan perkembangan belajar siswa.
Sedangkan Djaali (2004) menjelaskan bahwa penilaian merupakan suatu
tindakan atau proses menentukan nilai (makna) suatu obyek. Penilaian adalah suatu
keputusan tentang nilai (pemaknaan). Penilaian dapat dilakukan berdasarkan hasil
pengukuran atau pula dipengaruhi oleh hasil pengukuran. Senada dengan pendapat –
pendapat di atas Arikunto (2005) menjelaskan bahwa penilaian atau menilai adalah
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk dan penilaian
bersifat kualitatif.
Berdasarkan teori – teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Menilai atau
Penilaian adalah sebuah kegiatan/proses pemaknaan terhadap suatu obyek dengan
mengacu pada ukuran tertentu (proses pengukuran) yang hasilnya bersifat kualitatif
atau pemberian arti (kata – kata atau maknawi)
4

3. Evaluasi
Dalam dunia pendidikan sering kita jumpai suatu keputusan yang begitu
kontoversial. Hal tersebut mungkin tidak akan terjadi, ketika acuan serta ukuran –
ukuran dalam pengambilan keputusannya jelas dan gamblang sehingga dapat
dimengerti semua pihak. Oleh karena itu, disinilah pentingnya sebuah evaluasi.
Evaluasi merupakan sebuah tahapan yang dibarengi dengan pengambilan keputusan,
sehingga wajar kiranya jika evaluasi sering dijadikan suatu hal yang menakutkan
bagi sebagian guru maupun siswa.
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari serangkaian proses yang diawali oleh
tahapan pembelajaran, metode, media bahkan sampai kurikulum yang digunakan
juga dapat dievaluasi. Namun demikian, evaluasi yang dibahas pada bagian ini kita
batasi saja kepada evaluasi pembelajaran. Evaluasi menurut Suryanto (2009)
merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan mulai perencanaan hingga
pelaksanaan dan keberhasilan suatu pembelajaran yang pada dasarnya memuat
seluruh informasi yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan
selanjutnya.
Djaali (2004) menyatakan evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai
sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya
diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi. Pendapat di atas,
sesuai dengan pendapat Grolund (1985) yang mengatakan bahwa evaluasi adalah
suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sejauh
mana tujuan atau program telah tercapai.
Berdasarkan teori – teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Evaluasi
pembelajaran atau biasa disebut evaluasi hasil belajar adalah sebuah kegiatan/proses
pengambilan keputusan terhadap sesuatu tujuan pembelajaran yang mengacu kepada
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini dapat berupa Kriteria
Ketuntasan Minimal atau KKM.
Dalam mendefinisikan konsep evaluasi secara umum, para ahli memiliki sudut
pandang yang berbeda – beda. Sebagai sebuah konsep, Mardapi (2004) mengatakan
5

evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas,


kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Senada
dengan pendapat di atas, Stuffelbeam dan Shinkfield (2007), mengatakan bahwa
Evaluation is the systematic assessment of the worth or merit of an object (Evaluasi
adalah penilaian yang sistematis dari nilai atau manfaat dari suatu objek). Menurut
Arikunto evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep
evaluasi merupakan sebuah rangkaian kegiatan (proses) yang sistematis dalam
mengumpulkan segala informasi tentang sebuah objek (program, proyek atau
pembelajaran) untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah
keputusan sebagai upaya perbaikan dari objek tersebut dengan menggunakan criteria
tertentu.
Dalam kaitannya dengan sebuah objek atau program pembelajaran, perlu
kiranya dilakukan sebuah evaluasi yang biasa disebut dengan evaluasi pembelajaran.
Seluruh kegiatan pembelajaran perlu dievaluasi. Hal tersebut dikarenakan evaluasi
dapat memberi informasi tentang tingkat keberhasilan program pembelajaran,
memberikan motivasi bagi siswa agar lebih giat belajar, dan juga memberikan
informasi tentang capaian hasil belajar siswa secara keseluruhan dalam
pembelajaran.
Evaluasi pembelajaran memerlukan berbagai tahapan atau sistematis yang
saling berurutan dan terkait, yaitu, pengukuran, penilaian dan evaluasi. Hendaknya
dapat dibedakan antara evaluasi sebagai tahapan kegiatan dan evaluasi sebagai
sebuah konsep menyeluruh dalam sebuah pembelajaran. Evaluasi dalam tataran
konsep yang dimaksud adalah evaluasi pembelajaran yang bersifat menyeluruh
sedangkan evaluasi dalam tataran tahapan merupakan kelanjutan dari tahapan
sebelumnya yaitu pengukuran dan penilaian.

4. Kedudukan Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi dalam Pembelajaran


6

Pengukuran, penilaian dan Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting


dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan Pengukuran, penilaian dan evaluasi
yang baik maka kualitas pembelajaran diharapkan akan meningkat. Untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut. Untuk lebih mudah dalam memahami
Pengukuran, penilaian dan evaluasi mari kita perhatikan contoh kasus berikut:

Contoh kasus : dalam sebuah Tes Formatif matematika dengan materi bilangan bulat,
guru telah menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75.Soal yang
disusun sebanyak 20 soal berbentuk pilihan ganda dan hasil tes dapat dirangkum
sebagai berikut :

Tabel 1. Ilustrasi tentang pengukuran, penilaian dan evaluasi

NAMA Jawaban Pengu


NO KKM Penilaian* Evaluasi KET
SISWA Salah Benar kuran
1 Adam 75 3 17 17 85 (sangat baik) lulus/tuntas Pengayaan
tidak lulus/ tidak
2 Eva 75 8 12 12 60 (baik) Remedial
tuntas
3 Satrio 75 2 18 18 80 (sangat baik) lulus/tuntas Pengayaan
4 Della 75 3 17 15 75 (baik) lulus/tuntas Pengayaan
tidak lulus/ tidak
5 Syahra 75 7 13 13 65 (baik) Remedial
tuntas
6 Bayu 75 1 19 19 95 (sangat baik) lulus/tuntas Pengayaan
100 (sangat
7 Intan 75 0 20 20
baik)
lulus/tuntas Pengayaan
tidak lulus/ tidak
8 Yanti 75 14 4 4 20 (kurang) Remedial
tuntas
9 Dara 75 2 18 18 90 (sangat baik) lulus/tuntas Pengayaan
* Kategori :
Di bawah 55 = kurang
Antara 56 - 79 = baik
Di atas 80 = sangat baik

Berdasarkan hasil di atas terlihat terdapat kolom jawab siswa yang benar dan
salah. Kemudian terdapat kolom pengukuran yang berisi angka – angka dimana
angka tersebut sama persis dengan angka yang terdapat dalam kolom jawaban benar.
Artinya, sebuah pengukuran dapat berupa skor yang di dapat ketika tes berlangsung.
Misal, Yanti menjawab salah sebanyak 14 dan benar 4, maka skor pengukuran yang
7

didapat yanti adalah 4. Lain halnya dengan Intan yang menjawab semua soal dengan
benar, maka Intan mendapatkan skor pengukuran 20.
Berikutnya coba anda lihat kolom Penilaian, yang berisikan nilai dengan
kategori yang di dalam kurung. Nilai yang diperoleh dari masing – masing siswa
merupakan pengolahan dari skor pengukuran yang didapat. Karena soal tes 20 maka

rumus penilaiannya berbentuk, . Dalam tahapan penilaian ini,

umumnya dibarengi dengan kategori penilaian atau pemaknaan atau pemberian arti
dari angka – angka yang didapat tersebut. Tanpa adanya pemberian arti, tahapan
penilaian akan mengalami kekosongan makna. Seperi nilai 65 yang didapatkan
Syahra berarti nilai tersebut “baik”, begitupun Satrio yang mendapatkan nilai 80
berarti “sangat baik” dan nilai 20 yang berarti “kurang” didapatkan Yanti.
Pada kolom evaluasi dapat dilihat bahwa di sana sudah terjadi sebuah
keputusan. Keputusan yang diambil dalam kolom ini berdasarkan pada nilai KKM
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh guru, yaitu 75. Seperti halnya definisi tahapan
evaluasi yang mengisyaratkan bahwa sebuah keputusan yang diambil pada tahapan
ini harus didasarkan pada sebuah kriteria. Perlu dipahami bahwa Kriteria yang
dimaksud dalam pembelajaran di Sekolah Dasar adalah nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM).
Oleh karena itu, bisa anda lihat ada hal yang menarik ketika Syahra yang
mendapatkan nilai 65 yang merupakan kategori baik akan tetapi setelah dilakukan
sebuah evaluasi (dibandingkan dengan nilai KKM) justru Syahra mendapat
keputusan tidak lulus atau tidak tuntas. Lain halnya dengan Della yang mendapatkan
nilai 75 dengan kategori baik. Namun karena nilainya sama dengan nilai KKM, maka
Della dinyatakan lulus atau tuntas.
Seperti halnya definisi evaluasi pembelajaran di Sekolah Dasar yang telah
dibahas di atas memberikan isyarat bahwa sebuah kegiatan evaluasi merupakan
sebuah proses dalam rangka melakukan upaya perbaikan pembelajaran di Sekolah
Dasar, maka dalam upaya perbaikan pembelajaran, evaluasi sebagai sebuah konsep
dilanjutkan dengan pelaksanaan remedial bagi yang tidak lulus/ tidak tuntas dan
pengayaan bagi yang telah lulus/ tuntas.
8

Umumnya, pelaksanaan remedial dilaksanakan pada jam pelajaran cadangan


yang telah diprogramkan pada program tahunan dan program semester. Pelaksanaan
program remedial didahului dengan penyusunan rencana pembelajaran remedial. Jika
siswa yang diremedial jumlahnya melebihi 10% dari jumlah siswa di kelas,
hendaknya guru melakukan tindakan kelas (atau penelitian tindakan kelas) dengan
menyusun rencana perbaikan pembelajaran.
Program pengayaan merupakan sebuah program yang dilaksanakan ketika
sejumlah siswa telah menuntaskan program pembelajaran yang dilaksanakan guru.
Program ini dimaksudkan agar siswa lebih memperdalam standar kompetensi,
kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran yang telah dicapainya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa evaluasi program pembelajaran memberikan
keputusan 3 orang anak dinyatakan tidak lulus atau tidak tuntas. Sedangkan evaluasi
pembelajaran memberikan keputusan bahwa untuk dilakukannya kegiatan remedial
sebagai upaya perbaikan program pembelajaran.

Evaluasi

Penilaian

Pengukuran

Tes & Non-tes

Gambar 1.1
Kedudukan Evaluasi-Penilaian-Pengukuran dan Instrumen

B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran


1. Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Tujuan evaluasi merupakan target yang akan dicapai setelah proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan berbagai metode, teknik dan alat evaluasi yang
9

didasarkan pada kriteria tertentu. Adapun secara umum tujuan evaluasi pembelajaran
meliputi
a. Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran
yang ditempuhnya.
b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah
tujuan pendidikan yang diharapkan.
c. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya.
d. Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para
orang tua siswa.
Menurut Anas (1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua,
yaitu:
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti
mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta
didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan
adalah:
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan
pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-
masing.
10

b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan


ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga
dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan evaluasi
pembelajaran adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran
yang dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban secara profesional pendidik
kepada segenap pemangku kepentingan.
2. Fungsi Evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran memiliki fungsi sebagai kontrol dan pengambil keputusan
dari keberlangsungan kegiatan pembelajaran. Adapun fungsi evaluasi pembelajaran
secara keseluruhan terbagi atas 3, yaitu :
a. Sebagai alat ukur prestasi peserta didik.
Bagi peserta didik, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan
kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan mengetahui
sejauh mana siswa menguasai materi yang telah dipelajari. Oleh karena itu,
evaluasi dapat berfungsi juga untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan
yang telah siswa capai. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh pendidik tetapi juga
oleh peserta didik untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau
evaluasi diri.
b. Motivator dalam pembelajaran.
Bagi peserta didik dengan adanya evaluasi akan mendorong peserta didik untuk
berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal.
Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki
diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan
evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa
memotivasi diri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan motivasi peserta didik
dalam belajar perlu adanya evaluasi hasil belajar atau evaluasi pembelajaran
c. Peningkatan kualitas pembelajaran.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dibutuhkan sistem evaluasi yang
tepat, karena peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang berbeda-beda,
maka sistem evaluasi yang digunakan harus terintegrasi dan mampu mengukur
11

semua kemampuan yang ada pada peserta didik. Evaluasi pendidikan


(pembelajaran) tidak hanya digunakan untuk mengukur ranah kognitif peserta
didik, tetapi juga harus menilai ranah afektif dan psikomotoriknya.

C. Prinsip – Prinsip Evaluasi


Prinsip Penilaian Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun
2007 ditegaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua
aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi
yang ditetapkan.
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya

Arifin (2009) mengatakan untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik,
Anda harus memperhatikan prinsip-prinsip umum evaluasi sebagai berikut :
12

1. Kontinuitas

Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena pembelajaran itu


sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, Anda harus
melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu
waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu
sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti
tentang perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak
dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi juga dimensi proses bahkan dari
dimensi input.

2. Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, Anda harus mengambil seluruh
objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta
didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang
menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek
evaluasi yang lain.
3. Adil dan objektif

Dalam melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih kasih.
Semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa “pandang bulu”.
Anda juga hendaknya bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan
kemampuan peserta didik. Sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan
prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan
atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi
atau rekayasa.

4. Kooperatif

Dalam kegiatan evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua pihak,


seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan
peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas
dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai.

5. Praktis
13

Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang menyusun
alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Untuk itu,
Anda harus memperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.

D. Jenis Evaluasi Pembelajaran


Berdasarkan evaluasi pembelajaran di kelas Jenis evaluasi dapat dibagi menjadi tiga
jenis yaitu:
1. Evaluasi diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang bertujuan untuk melihat kelemahan-
kelemahan siswa serta faktor penyababnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan
bimbingan belajar, pengajaran remedial (remedial teaching), menemukan kasus-kasus.
Soal-soal tentunya disusun agar dapat ditemukan jenis kesulitan belajar yang dihadapi
oleh para peserta didik. Evaluasi diagnostik umumnya memang ditujukan secara
individual peserta didik yang mengalami kesulitan belajar bukan pencapaian
kompetensi peserta didik secara umum.
Evaluasi diagnostik ini dapat dilakukan di awal, di tengah maupun diakhir
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Ditempatkan di awal, manakala seorang
pendidikan ingin mengetahui apakah peserta didik sudah memiliki “modal”
pengetahuan yang cukup untuk pembelajaran pada materi tertentu? Apakah peserta
didik memiliki kelemahan – kelemahan pada penguasaan materi tertentu?
Penempatan evaluasi diagnostik dapat berada di tengah dan di belakang,
manakala pendidik ingin mendiagnosa sejauh mana pemahaman dan kesulitan belajar
yang dirasakan oleh peserta didik pada pembelajaran yang tengah berlangsung atau
pembelajaran yang baru saja selesai dilaksanakan.
Keputusan dari evaluasi diagnostik mensyaratkan adanya perbaikan dalam proses
pembelajaran yang dapat mengatasi kesulitan belajar peserta didik. Namun demikian,
apabila pembelajaran telah selesai maka dapat pula dilakukan pembelajaran remedial
dengan program pembelajaran remedial yang terstruktur dan menjawab kesulitan
belajar yang dihadapi oleh peserta didik.
2. Evaluasi Formatif
14

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir program belajar-
mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri.
Dengan demikian, evaluasi formatif berorientasi kepada perbaikan proses belajar-
mengajar. Dengan evaluasi formatif diharapkan pendidik dapat memperbaiki program
pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Evaluasi formatif juga bermanfaat bagi
peserta didik sebagai umpan balik untuk mengetahui kompetensi yang benar – benar
dikuasai atau belum, meningkatkan motivasi belajar serta sebagai bahan instropeksi
diri dalam gaya belajar
Perbedaan mendasar dari evaluasi formatif dengan evaluasi diagnostik terletak
pada sifatnya yang menyentuh kelas dan lebih bersifat umum bukan individual.
Evaluasi formatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmana proses pembelajaran di
kelas dapat diterima dan meningkatkan kompetensi peserta didik bukan pada kesulitan
belajar peserta didik secara individual.
Contoh dari evaluasi formatif ini dapat berupa Ujian tengah semester, ulangan
kompetensi dasar maupun kuis mingguan. Nanun demikian, yang terpenting dari
evaluasi formatif ini adalah perbaikan proses pembelajarannya bukan pada
penilaiannya, karena hasil akhir selayaknya tetap melibatkan dan memberikan porsi
yang lebih besar kepada evaluasi yang menyangkut kompetensi secara keseluruhan
(Sumatif)
3. Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir unit program,
yaitu akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang
dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler (standar
kompetensi, program semester, program tahunan) dikuasai oleh para siswa. Keputusan
dari evaluasi sumatif selayaknya merupakan penentuan kelulusan pada satu program
kurikuler tertentu terhadap sebuah kriteria yang telah ditetapkan. Jika sebuah program
kurikulum berbasis pada kompetensi, maka Penilaian Acuan Patokan lah yang tepat
sebagai dasar penentuan kriteria kelulusan atau ketuntasan.

Sedangkan berdasarkan sebuah program pembelajaran evaluasi dapat dibagi


menjadi 5 jenis, yaitu :
15

1. Evaluasi perencanaan dan pengembangan.


Hasil evaluasi ini sangat diperlukan untuk mendisain program pembelajaran.
Sasaran utamanya adalah memberikan bantuan tahap awal dalam penyusunan
program pembelajaran. Persoalan yang disoroti menyangkut tentang kelayakan, sarana
pra sarana dan kebutuhan program. Hasil evaluasi ini dapat meramalkan kemungkinan
implementasi program dan tercapainya keberhasilan program pembelajaran. Pelaksanaan
evaluasi dilakukan sebelum program sebenarnya disusun dan dikembangkan.
2. Evaluasi monitoring,
Evaluasi monitoring, yaitu untuk memeriksa apakah program pembelajaran
mencapai sasaran secara efektif dan apakah program pembelajaran terlaksana
sebagaimana mestinya. Sebagai bahan evaluasi monitoring dalam pembelajaran, program
tahunan, semester, silabus dan RPP dapat pula dijadikan acuan. Hasil evaluasi ini sangat
baik untuk mengetahui kemungkinan pemborosan sumber-sumber dan waktu
pelaksanaan pembelajaran, sehingga dapat dihindarkan.
3. Evaluasi dampak,
Evaluasi dampak, yaitu untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu
program pembelajaran. Dampak ini dapat diukur berdasarkan kriteria keberhasilan
sebagai indikator ketercapaian tujuan program pembelajaran. Sebagai panduan evaluasi
dapat dilakukan observasi, wawancara dan pengecekan silang antara hasil yang ada
dengan data lapangan.
4. Evaluasi efisiensi-ekonomis.
Evaluasi efisiensi – ekonomis, yaitu untuk menilai tingkat efisiensi program
pembelajaran. Untuk itu, diperlukan perbandingan antara jumlah biaya, tenaga dan
waktu yang diperlukan dalam program pembelajaran dengan program lainnya yang
memiliki tujuan yang sama.
5. Evaluasi program komprehensif,
Evaluasi Program komprehensif, yaitu untuk menilai program pembelajaran secara
menyeluruh, seperti pelaksanaan program, dampak program, tingkat keefektifan dan
efisiensi. Evaluasi program komprehensif umumnya melibatkan model evaluasi program
tertentu sesuai dengan perspektif dan kebutuhan yang akan dievaluasi.
16

E. Kajian Taksonomi
Sebelum dibahas tentang kajian taksonomi ini, ada baiknya dibahas tentang tujuan
pendidikan secara umum. Tujuan pendidikan didasarkan pada tiga tingkatan, yaitu
1. Tujuan pendidikan umum
Tujuan ini didasarkan pada perlu atau tidaknya suatu program pembelajaran
diadakan. Umumnya sekrang tujuan ini ada pada tujuan pendidikan di sekolah pada
tingkatannya masing – masing.
2. Tujuan yang didasarkan pada tingkah laku
Tujuan ini didasarkan pada pentingnya perubahan tingkah laku seseorang setelah
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Perilaku yang dikenal secara umum terbagi
atas 3, yaitu : kognitif, afekti dan psikomotor, posisi taksonomi ada pada tingkatan
ini.
3. Tujuan operasional
Tujuan ini pada dasarnya muncul karena tujuan yang berfokus pada tingkah laku
dipandang terlalu bersifat mental dan kurang cukup kongkrit untuk diamati. Atas
dasar inilah, maka munculah tujuan operasional yang didasarkan pada pengamatan
secara kongkrit dan terukur.
Taksonomi pada dasarnya merupakan suatu jenjang yang didasarkan pada tingkat
kesulitan tertentu, umumnya dimulai pada tingkat kesulitan paling rendah menuju paling
tinggi. Mengingat suatu konsep pastinya lebihi mudah dibandingkan dengan memahami,
melaksanakan ataupun menganalisa konsep tersebut. Oleh karena itu, taksonomi dalam
istilah sederhananya dapat pula disebut level belajar dari seseorang.
Dalam ilmu pendidikan banyak dipelajari tentang taksonomi, dari sekian banyak
diambil beberapa yang sudah populer untuk dibahas, yaitu, Bloom dan krathwohl, gagne
serta De Block.
1. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan krathwohl mengukapkan bahwa taksonomi yang dikembangkan
pada dasarnya mengacu pada 4 prinsip, yaitu :
a. Prinsip Metodologis. Artinya, perbedaan-perbedaan yang besar merefleksikan
kepada guru dalam mengajar.
17

b. Prinsip Psikologis. Artinya, Taksonomi hendaknya konsisten dengan fenomena


kejiawaan yang ada sekarang.
c. Prinsip Logis. Artinya, Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan
konsisten.
d. Prinsip Tujuan. Artinya, tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan nilai-
nilai. Tiap-tiap tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral
atau dengan kata lain tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan keilmuan
secara jujur dan konsekuen.

Bloom dan Kratwohl terkenal dengan taksonominya yang membagi atas 3 ranah
tujuan pendidikan yang bersifat tingkah laku, yaitu: ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.

Pada dasarnya ranah – ranah yang dikembangkan merupakan satu kesatuan


tingkah laku secara utuh dan bukannya terpisah-pisah seperti yang dipahami sebagian
orang saat ini. Afektif dan psikomotor pada dasarnya merupakan ranah yang
perkembangannya sangat tergantung pada ranah kognitif, jadi tingkatan belajar
memang selalu diawali oleh kognitif yang baik kemudian bermuara pada perilaku
(afektif) dan keterampilan (psikomotor). Tanpa memiliki kognitif yang baik,
sepertinya mustahil terbentuk afektif dan psikomotor yang baik.

Seperti yang telah dikemukakan di atas taksonomi merupakan tingkatan atau


level belajar seseorang. Dengan demikian, seseorang ahli dalam perkayuan, pastilah
memahami jenis kayu terbaik untuk daun pintu, kusen jendela maupun kuda – kuda.
Ahli tersebut pun tahu persis karakteristik kayu mana saja yang harus disambung
dengan pasak, dipaku atau di baut dengan menggunakan bor. Kemampuan dalam
jenis dan peruntukan serta karakteristik merupakan kognitif dari seorang ahli
perkayuan. Sedangkan afektifnya terlihat ketika ketelitian dalam memperlakukan
kayu dengan dengan metode yang sesuai dalam menyambung, hal ini tidak lepas dari
pengetahuannya atas karakteristik kayu mana yang harus dipasak dalam
menyambung, dipaku atau di bor. Begitupun psikomotornya dalam hal keterampilan
menyambung kayu, menggunakan pasak, paku dan bor. Sehingga ranah kognitif,
afektif dan psikomotor saling terkait erat menjadi sebuah tingkah laku yang utuh.
18

Namun jika sudut pandangnya bergeser menjadi mata pelajaran, tentu akan
sulit menilai seperti halnya menilai ahli perkayuan tersebut. Hal ini disebabkan tidak
semua mata pelajaran memiliki perilaku yang nampak dan mudah untuk diukur.
Sepertinya halnya pada mata pelajaran matematika, tentu akan sulit mengukur ranah
afektif dan psikomotor karena matematika adalah ilmu dasar atau ilmu alat dalam
belajar, bukan keahlian spesifik yang dapat dioperasionalisasikan dengan mudah,.
Penilaian afektif atau psikomotor dalam matematika bukanlah penilaian langsung,
melainkan hikmah yang dapat diambil dari keteraturan, disiplin dan ketaatan dalam
aturan operasinya, karena dalam pelajaran matematika tidak ada materi disiplin
dalam penjumlahan atau ketaatan dalam perkalian.

2. Gagne
Jika taksonomi Bloom lebih terlihat sangat evaluatif dalam tingkah laku atau
dapat dikatakan tingkah laku (belajar) adalah produk, maka Gagne lebih kepada
tingkah laku (belajar) sebagai proses. Dalam bukunya The Condition of learning
(1965) Gagne menyebutkan adanya 8 kategori tentang hirarki tingkah laku, yaitu :
a. Signal learning
b. Stimulus – response learning
c. Chaining
d. Verbal Association
e. Discrimination Learning
f. Rule Learning
g. Problem Solving
3. De Block
Jika Gagne menitik beratnkan taksonominya kepada tingkah laku (belajar) sebagai
suatu proses, lain halnya dengan De Block yang mengemukakan modelnya yang
didasarkan pada tujuan – tujuan mengajar melaui 3 arah mengajar, yaitu :
a. From partial to more integral learning
b. From limited to fundamental learning
c. From Special to general learning
19

F. Ruang lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Hasil Belajar

Evaluasi adalah sebuah kegiatan/proses pengambilan keputusan terhadap sesuatu


program atau tujuan pembelajaran yang mengacu kepada kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya (dalam hal ini dapat berupa Kriteria Ketuntasan Minimal atau KKM). Untuk
meningkatkan mutu pembelajaran dibutuhkan sistem evaluasi yang tepat, karena peserta
didik memiliki berbagai kemampuan yang berbeda-beda maka sistem evaluasi yang
digunakan harus terintegrasi dan mampu mengukur semua kemampuan yang ada pada
peserta didik.

Evaluasi pendidikan tidak hanya digunakan untuk mengukur ranah kognitif


peserta didik saja. Adapun ranah yang diukur dengan menggunakan nontes ini adalah
kognitif, psikomotorik, perseptual, komunikasi nondiskursip, dan ranah afektif.
Pertanyaan pokok sebelum melakukan evaluasi ialah apa yang harus dinilai itu. Terhadap
pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-
mengajar, yakni tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Sudjana mengatakan
tujuan evaluasi pembelajaran sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya
adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah
menerima atau menempuh pengalaman belajarnya.

Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan
pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam
hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c)
sikap dan cita-cita. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.

1. Ranah Kognitif
a. Mengingat. Istilah mengingat merupakan terjemahan dari kata remember dalam
taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab
dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
20

hafalan atau diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-
undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota.
b. Memahami . Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu
yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan
atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Pemahaman dapat
dibedakan ke dalam tiga kategori, tingkat pertama(terendah) adalah pemahaman
terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari
bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhinneka Tunggal Ika,
mengartikan merah putih. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya.
Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Membuat
contoh item pemahaman tidaklah mudah. Sebagian item pemahaman dapat
disajikan dalam gambar, denah, diagram, atau grafik.
c. Mengaplikasikan/ menerapkan, Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi
konkrit atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau
petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.
d. Menganalisa (analysis) dan mensintesiskan, Analisis diartikan kemampuan
menjabarkan atau menguraikan suatu konsep menjadi bagian-bagian yang lebih
rinci, memilah-milih, merinci, mengaitkan hasil rinciannya. Contoh: Mahasiswa
dapat menentukan hubungan berbagai variabel penelitian dalam mata kuliah
Metodologi Penelitian.
Sintetis (synthetis), Sintesis diartikan kemampuan menyatukan bagian-bagian
secara terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum ada. Contoh:
Mahasiswa dapat menyusun rencana atau usulan penelitian dalam bidang yang
diminati pada mata kuliah Metodologi Penelitian.
e. Mengevaluasi (evaluation) / menilai, Evaluasi diartikan kemampuan membuat
penilaian (judgment) tentang nilai (value) untuk maksud tertentu. Contoh:
Mahasiswa dapat memperbaiki program-program computer yang secara fisik
tampak kurang baik dan kurang efisien pada mata kuliah Algoritma dan
pemrograman (Suparman, 2001).
21

f. Mencipta, mencipta merupakan kemampuan dalam menempatkan, membuat atau


menyatukan sesuatu yang berbeda secara bersama-sama untuk membentuk satu
kesatuan yang berkelanjutan dan fungsional atau dapat pula berarti mereorganisasi
unsur ke dalam pola atau struktur baru. Dalam bahasa lain dapat dikatakan
membuat, merangkai, berinovasi, memperbaharui sesuatu dari berbagai unsur.
Berikut disajikan kata kerja oprasional untuk ranah kognitif.

Ranah kognitif pada dasarnya tidak berhenti sampai pada tahapan proses kognitif
saja. Namun demikian berkembang pada dimensi pengetahuan yang kini sudah mulai
kompleks. Dimensi pengetahuan terbagi atas 4, yaitu dimensi faktual, konseptual,
prosedural dan meta kognitif.
a. Pengetahuan Faktual merupakan suatu hasil pengamatan yang objektif dan
dapat dilakukan verifikasi oleh siapapun. Pengetahuan faktual membahas
tentang pengetahuan terminologi (kosa kata, simbol-simbol dll), pengetahuan
tentang menerjemahkan, rincian –rincian spesifik serta elemen – elemen dasar.
(simbol air H2O yang terdiri dari 1 H dan 2 O)
22

b. Pengetahuan konseptual adalah Rancangan atau ide atau pengertian yang


diabstrakan dari suatu peristiwa kongkrit atau dapat juga sebagai keterkaitan di
antara pengetahuan – pengetahuan dasar yang saling terhubung dalam suatu
kesuatuan sistem atau rancangan. Pengetahuan konseptual membahas tentang
pengelompokan, prinsip-prinsip dan generalisasi serta pengetahuan tentang
terori, model dan struktur keilmuan.
c. Pengetahuan prosedural adalah adalah serangkaian tata cara atau tindakan
sistematis untuk menjalankan suatu proses dalam rangka menghasilkan sebuah
produk (barang/jasa). Pengetahuan prosedual membahas tentang pengetahuan
dalam keterampilan-keterampilan khusus seperti algoritma, pengetahuan dalam
keterampilan teknis dan metode (seperti pembuatan beton bertulang) serta
pengetahuan tentang syarat – syarat atau kriteria kapan digunakannya suatu
prosedur dengan tepat (kapan melakukan penyambungan kayu dengan pasak,
paku atau di bor)
d. Pengetahuan meta kognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum
serta kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi sendiri. Pengetahuan meta
kognisi membahas tentang pengetahuan tentang strategi (memperbarahui
pendekatan pembelajaran pada siswa yang berbeda kondisi), pengetahuan
tentang tugas-tugas kognitif, termasuk kontekstual sesuai dan pengetahuan
kondisional (melakuan tes yang berbeda jenisnya tergantung pada kondisi siswa
maupun keadaan), dan pengetahuan diri (melakukan auto kritik dari karya
sendiri)
Tabel 1. Taksonomi Bloom Ranah Kognitif
Dimensi Dimensi proses kognitif
pengetahuan Mengingat Mengerti/ Mengaplikasikan Menganalisa Mengevaluasi Mencipta
Memahami
Faktual
Konseptual
Prosedural
Meta
kognitif
23

2. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai
interest, apresiasi atau penghargaan dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afektif
ini ada 5, yaitu:

a. Kemauan menerima, berarti keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau


rancangan tertentu seperti keinginan membaca buku, mendengar music, atau
bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.
b. Kemauan menanggapi, berarti kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif
kegiatan tertentu seperti menyelesaikan tugas terstruktur, menaati peraturan,
mengikuti diskusi, menyelesaikan tugas dilaboratorium atau menolong orang lain.
c. Menilai, berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu pada individu seperti
menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi atau penghargaan terhadap
sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial.
d. mengelola, berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda
berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya
keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal yang
telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
e. Menghayati, berarti individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu
menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, seperti
bersikap objektif terhadap segala hal.
24

3. Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor berkaitan dengan ketrampilan atau skill yang bersikap


manual atau motorik.Taksonomi Dave’s terdiri dari lima kategori dari yang tingkat
pemulai ke yang paling piawai. Penjelasan singkat dan kata kuci dari kelima kategori
tersbut adalah sebagai berikut.

a. Imitasi/Peniruan – meniru gerakan yang dilakukan oleh orang lain. Contoh:


peserta didik meniru gerakan menendang bola gurunya.
b. Manipulasi – melakukan gerakan berbeda dengan yang diajarkan. Contoh: peserta
didik melakukan gerakan menendang bola dengan gaya sendiri, tidak lagi persis
yang dicontohkan.
c. Presisi/ Ketepatan – melakukan gerakan yang tepa atau akurat. Contoh: peserta
didik menendang bola lebih terarah dan tepat sasaran.
d. Artikulasi – memberikan sentuhan seni dengan menggabungkan beberapa hal
yang hasilnya sebuah harmoni. Contoh: peserta didik menendang bola indah
dengan gerakan melengkung (gerakan pisang).
e. Naturalisasi /pengalamiahan– gerakan yang berkualitas menjadi bagian dari
dirinya yang ketika dilakukan terjadi secara reflek. Contoh: peserta didik nampak
sudah biasa menendang bola secara terarah, akurat dan indah sepeti layaknya
seorang pesepak bola bertarap professional.
Adapun kata kerja operasional yang dapat digunakan pada domain ini dapat
disajikan sebagai berikut :

Tabel. Kata kerja Operasional Ranah Psikomotor

Peniruan Manipulasi Ketepatan Artikulasi Pengalamiahan


Mengaktifkan Mengoreksi Sama dengan Mengalihkan Mengalihkan
memanipulasi
Meneyesuaikan Mendemonstrasikan tapi dengan Menggantikan Mempertajam
control yang
Menggabungkan Merancang lebih baik Memutar Membentuk
dan
Meramal Memilah kesalahan Mengirim Memadankan
yang lebih
Mengatur Melatih Memindahkan Menggunakan
sedikit
Mengumpulkan Memperbaiki Mendorong Memulai
25

Peniruan Manipulasi Ketepatan Artikulasi Pengalamiahan


Menimbang Mengidentifikasikan Menarik Menyetir

Memperkecil Mengisi Memproduksi Menjeniskan

Membangun Menempatkan Mencampur Menempel

Mengubah Membuat Mengoperasikan Mensekta

Memposisikan Memanipulasi Mengemas Melonggarkan

Mengkonstruksi Mencampur Membungkus Menimbang

Mengubah Melapisi Memeriksa Merakit


skala
Membetulkan Mengebor Mendemonstrasikan
Mengalami
Mengikuti Menggurinda Manampilkan
Menjahit
Mengampelas Menjalankan
Menajamkan
Menggergaji Membangun

Mengarang

Anda mungkin juga menyukai