Kelompok 2 :
1. Laila anggie ineztasyah (4221111033)
2. Miranda cristin sitindaon (4223111090)
3. Nela Emelia samosir (4223111029)
4. Rikha malika manik (4223111038)
5. Roberto sitorus (4223111037)
Kelas : Pspm 22 C
Dosen pengampu : Drs. Yasifati Hia, M.Si
Materi : pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi
Pertanyaan :
1. Apa arti dari ukur dan nilai ?
Jawab :
Ukur atau pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya ter
hadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada ku
antitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bi
sa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen. Yang dim
aksud dengan pengukuran (measurement) adalah suatu proses pengumpulan data mela
lui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan y
ang telah ditentukan. Dalam hal ini pendidik menaksir prestasi peserta didik dengan m
embaca atau mengamati apa saja yang dilakukan peserta didik, mengamati kinerja me
reka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti
melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
Menurut Baier (Mulyana, 2004: 8) nilai sering kali dirumuskan dalam konsep yang be
rbeda-beda, hal tersebut disebabkan oleh sudut pandangnya yang berbeda-beda pula.
Contohnya seorang sosiolog mendefinisikan nilai sebagai suatu keinginan, kebutuhan,
dan kesenangan seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Seorang
psikolog akan menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan perilaku yang berawal d
ari gejala-gejala psikologis, seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan yan
g dimiliki secara individual sampai pada tahap wujud tingkah lakunya yang unik. Sem
entara itu, seorang antropolog melihat nilai sebagai “harga “ yang melekat pada pola b
udaya masyarakat seperti dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum dan bentu
k-bentuk organisasi sosial yang dikembangkan manusia.
C. Pengertian Evaluasi
Secara etimologi "evaluasi" berasal dan bahasa Inggris yaitu evaluation dari akar kata
value yang berarti nilai atau harga. Nilai dalam bahasa Arab disebut alqiamah atau al-taq
dir’ yang bermakna penilaian (evaluasi). Sedangkan secara harpiah, evaluasi pendidikan
dalam bahasa Arab sering disebut dengan al-taqdir altarbiyah yang diartikan sebagai peni
laian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal yang berkaitan dengan kegiat
an pendidikan.
Edwind (Ramayulis, 2002) mengatakan bahwa evaluasi mengandung pengertian suatu
tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu. M Chabib Thoha (Mahirah, 2017)
mendefinisikan evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk rnengetahui keadaan
objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur unt
uk memperoleh kesimpulan.
Pendapat Grondlund dan Linn yang telah diulas oleh Masidjo melalui buku Penilaian
Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah setidaknya terdapat lima (5) hal yang
menjadi prinsip dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Kelima hal
tersebut terdiri dari :
a) Beriorientasi pada pencapaian kompetensi
Penilaian yang anda lakukan harus berfungsi untuk mengukur ketercapaian sis
wa dalam pencapaian kompetensi seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
b) Valid (mengukur apa yang seharusnya diukur)
Penilaian yang anda lakukan harus dapat mengukur apa yang seharunya diukur
Untuk itu anda memerlukan alat ukur yang dapat menghasilkna hasil pengukuran
yang valid dan reliable.
Contoh : pada akhir pembelajaran IPA siswa diharapkan dapat mempraktekan
cara mencangkok yang baik dan benar. Untuk mencapai kompetensi tersebut anda
tidak dapat menilai hanya dengan menggunakan tes tertulis (paper and pencil test)
jika hanya itu yang anda lakukan anda hanya akan dapat mengukur pengetahuan si
swa tentang mencangkok. Agar anda dapat mengetahui keterampilan siswa dalam
mencangkok, anda perlu menilai untuk kerja siswa. Untuk keperluan tersebtu. And
a dapat memberi tugas (task) kepada siswa untuk mempraktekan cara mencangkok.
c) Adil
Penilaian yang anda lakukan harus adil untuk seluruh siswa. Siswa harus mem
peroleh kesempatan dan perlakuan yang sama. Contoh penilaian tidak adil yang se
ring kita temukan di lapangan, misalnya dalam tes tertulis guru menyediakan 10 b
utir soal.
Semua siswa diwajibkan mengerjakan butir soal nomor 1-5 dan setiap siswa di
beri kebebasan untuk memilih 2 dari 5 butir soal nomor 6 – 10. Dari contoh terseb
tu tampak bahwa semua siswa mendapat perlakuan yang sama hanya untuk menge
rjakan butir soal nomor 1-5 tetapi tidak mendapat perlakukan yang sama untuk 2 b
utir soal pilihan yang diambil dari butir soal nomor 6 – 10
d) Objektif
Dalam menilai hasil belajra siswa anda harus dapat menjaga objektivitas prose
s dan hasil penilaian . objekativitas dapat mempengaruhi penilaian pada saat pelak
sanaan. Penskoran, dan pengambilan keputusan hasil belajra siswa. Hallo effect, c
arry over effect, order effect, serta mechanic effect dapat menjadi penyebab tinggi
nya unsur subjektivitas hasil penskoran.
e) Berkesinambungan
Penilaian yang anda lakukan harus terencana, bertahap, teratur, terus menerus
dan berkesinambungan untuk memperoleh informasi hasil belajar dan perkembang
an belajar siswa . pengambilan keputusan pencapaian hasil belajar siswa tidak bol
eh dilakukan hanya berdasar informasi hasil belajar siswa pada tes akhir semester
saja tetapi harus diputuskan berdasar informasi hasil belajar siswa dari berbagai su
mber yang diperoleh secara berkesinambungan.
f) Menyeluruh
Prinsip menyeluruh dalam penilaian mengandung arti bahwa penilaian yang a
nda lukan harus mampu menilai keseluruhan kompetensi yang terdapat dalam kuri
kulum yang mungkin meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
g) Terbuka
Kriteria penilaian harus terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan hasil
belajar siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan .
h) Bermakna
Hasil penilaian hendaknya mempunyai makna bagi siswa dan juga pihak-piha
k yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya dapat memberikan gambaran m
engenai tingkat pencapaian hasil belajra siswa, keunggulan dan kelemahan siswa,
minat, serta potensi siswa dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan .
2. Otentik
Penilaian dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi secara holistik. Aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan dinilai secara bersamaan sesuai dengan kondisi
nyata. Penilaian dilaksanakan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta
didik yang dikaitkan dengan situasi nyata bukan dunia sekolah. Oleh karena itu,
dalam melakukan penilaian digunakan berbagai bentuk dan teknik penilaian.
Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi
lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.
3. Berkesinambungan
Penilaian berkesinambungan dimaksudkan sebagai penilaian yang dilakukan secara
terus menerus dan berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar
peserta didik, memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dengan
menggunakan berbagai bentuk penilaian.
a. Tes Tertulis
Penilaian pengetahuan menggunakan teknik tes tertulis merupakan penilaian yang
menggunakan instrumen tes berupa soal dan jawaban berbentuk tulisan yang harus
diselesaikan oleh peserta didik. Jawaban peserta didik dalam tes tertulis tidak harus berupa
jawaban uraian melainkan dapat berupa pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan.
b. Tes Lisan
Tes lisan merupakan salah satu teknis penilaian pengetahuan yang dapat dipilih oleh pendidik
dalam mengukur tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik. Tes lisan dapat dilaksanakan
secara langsung antara pendidik dan peserta didik.
c. Penugasan
Teknik penilaian pengetahuan juga dapat dilakukan dengan penugasan. Untuk mengukur
kemampuan kognitif peserta didik, seorang pendidik dapat menggunakan penugasan terkait
kompetensi yang ingin dicapai pada mata pelajaran tertentu. Penugasan dapat diberikan
sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran berlangsung tergantung kebutuhan dan
relevansi dengan karakteristik materi.
b. Dapatkah kita mengategorikan anak yang tidak naik ini sebagai anak bodoh ?
beri alasan.
Jawab :
Menurut saya, anak yang tidak naik kelas tidaklah dapat dikatakan
sebagai anak yang bodoh. Dalam hal ini, mungkin saja dia belum bisa
mencapai apa tujuan dari pembelajaran yang berikan kepada dirinya,
kurangnya pengevaluasian ataupun penilaian terhadap dirinya sendiri (bisa
jadi kurangnya penguasaan diri terhadap halhal yang tidak penting seperti
sering bermain dan pergaulan yang tidak memungkinkan), dan juga bisa jadi
dirinya tidak mempunyai minat dan bakat yang sesuai dengan pelajarannya
tersebut; maksudnya tertarik dalam bidang yang lain seperti dalam hal-hal luar
yang modern saat ini.
Daftar Pustaka
Arikunto, S & Jabar. (2004). Evaluasi Progam Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara