Anda di halaman 1dari 21

RESUME

ASESMEN PEMBELAJARAN

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Anita Rahayu 18129050

Exsco William Pratama 18129109

Laura Fauzana 18129122

Novalina Indriyani 18129025

Sania Aprimil Yusis 18129308

Dosen Pengampu: Dra. Rifda Eliyasni, M.Pd.


Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran di SD
Seksi: 18 AT 01

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
A. Pengertian Assesmen, Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, dan Tes
1. Assesmen
Menurut Smith (2002), assesmen adalah suatu penilaian kompherensif
dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang
mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang
dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran.
Menurut Linn dan Gronlund (2012), asesmen merupakan suatu istilah
umum yang meliputi tentang belajar siswa (observasi, rata-rata pelaksanaan tes
tertullis) dan format penilaian kemajuan belajar.
Selain itu, asesmen didefinisikan juga sebagai sebuah proses yang
ditempuh untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam rangka
membuat keputusan-keputusan mengenai para siswa, kurikulum, program-
program, dan kebijakan pendidikan, metode atau instrumen pendidikan lainnya
oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau institusi resmi yang
menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu (Uno dan Satria, 2012).
Istilah asesmen (assessment) diartikan oleh Stiggins (1994) sebagai
penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes). Sementara
itu asesmen diartikan oleh Kumano (2001) sebagai “ The process of
Collecting data which shows the development of learning”. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa asesmen merupakan istilah yang tepat untuk
penilaian proses belajar siswa. Namun meskipun proses belajar siswa
merupakan hal penting yang dinilai dalam asesmen, faktor hasil belajar juga
tetap tidak dikesampingkan.
Gabel (1993: 388-390) mengkategorikan asesmen ke dalam kedua
kelompok besar yaitu asesmen tradisional dan asesmen alternatif. Asesmen
yang tergolong tradisional adalah tes benar-salah, tes pilihan ganda, tes
melengkapi, dan tes jawaban terbatas. Sementara itu yang tergolong ke
dalam asesmen alternatif (non-tes) adalah essay/uraian, penilaian praktek,
penilaian proyek, kuesioner, inventori, daftar Cek, penilaian oleh teman
sebaya/sejawat, penilaian diri (self assessment), portofolio, observasi, diskusi
dan interviu (wawancara).
Wiggins (1984) menyatakan bahwa asesmen merupakan sarana yang
secara kronologis membantu guru dalam memonitor siswa. Oleh karena itu,
maka Popham (1995) menyatakan bahwa asesmen sudah seharusnya
merupakan bagian dari pembelajaran, bukan merupakan hal yang
terpisahkan. Resnick (1985) menyatakan bahwa pada hakikatnya asesmen
menitikberatkan penilaian pada proses belajar siswa. Berkaitan dengan
hal tersebut, Marzano et al. (1994) menyatakan bahwa dalam mengungkap
penguasaan konsep siswa, asesmen tidak hanya mengungkap konsep yang
telah dicapai, akan tetapi juga tentang proses perkembangan bagaimana
suatu konsep tersebut diperoleh. Dalam hal ini asesmen tidak hanya dapat
menilai hasil dan proses belajar siswa, akan tetapi juga kemajuan
belajarnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa assemen adalah sebuah proses yang
berbentuk penilaian kompherehensif dengan tujuan mendapatkan informasi
tentang perkembangan siswa baik itu mengenai pembelajaran maupun sikap
dalam proses pembelajaran yang telah diselenggarakan oleh suatu badan,
lembaga, organisasi atau institusi resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas
tertentu.
2. Evaluasi
Menurut Kumano (2001), evaluasi adalah penilaian terhadap data yang
dikumpulkan melalui kegiatan assesmen. Sementara itu menurut Calongesi
(1985), evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil
keputusan. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001),
menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses
pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh
melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen ts
maupun non tes.
Sementara itu Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah
serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program
pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian
evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai
sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu pengambilan
keputusan setelah mendapatkan informasi yang dikumpulkan melalui kegiatan
penilaian menggunakan intrumen tes maupun non tes.
3. Penilaian
Menurut Abidin (2014), penilaian merupakan sebuah proses yang
didesain untuk membantu guru menemukan hal-hal yang telah dipelajari siswa
di dalam kelas dan tingkat keberhasilannya dalam pembelajaran. Sedangkan,
menurut Propham (Abidin, 2014), penilaian merupakan usaha formal yang
dilakukan untuk menjelaskan status siswa dalam variabel penting pendidikan
yang meliputi ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Selain itu, menurut
Miller, et al. (Abidin, 2014), penilaian merupakan seluruh prosedur untuk
mendapatkan informasi tentang status belajar siswa dan membuat keputusan
berdasarkan peningkatan hasil belajar siswa.
Pengertian penilaian menurut Tim Penyusun (2006) adalah penerapan
berbagai cara dan penggunaan alat penilaian untuk memperoleh informasi
tentang hasil belajar siswa atau ketercapaian kemampuan siswa. Sehingga,
pengertian asesmen adalah suatu kegiatan yang mengukur kemampuan siswa
baik pengetahuan, sikap maupun keterampilannya dalam proses pembelajaran.
Jadi, dapat disimpulkan proses yang dilakukan dalam mendesain cara
untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan siswa atau ketercapaian
kemampuan siswa dalam proses pembelajaran.
4. Pengukuran
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan
pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data
melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi
siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa,
mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan
menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh,
mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran
memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala
tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan
performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system
angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa
tersebut dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah, 1996). Pernyataan
tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran
merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu
yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada
aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus
disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul & Nasution, 2001). Dengan
demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut
atau karakteristik peserta didik tertentu. Dalam hal ini yang diukur bukan
peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik atau atributnya.
Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran
(measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan
ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Measurement dapat
dilakukan dengan cara tes atau non-tes. Amalia (2003) mengungkapkan bahwa
tes terdiri atas tes tertulis (paper and pencil test) dan tes lisan. Sementara itu
alat ukur non-tes terdiri atas pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil
karya sisw (produk), penugasan (proyek), dan kinerja (performance).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah kegiatan
pengumpulan data dalam membandingkan hasil dari proses pembelajaran
yang telah peserta didik lakukan, baik itu dalam bentuk angka – angka
maupun skala yang telah dirancang oleh pendidik.
5. Tes
Tes (test) merupakan suatu alat penilaian dalam bentuk tulisan untuk
mencatat atau mengamati prestasi siswa yang sejalan dengan target
penilaian (Alwasilah, 1996). Jawaban yang diharapkan dalam tes menurut
Sudjana dan Ibrahim (2001) dapat secara tertulis, lisan, atau perbuatan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) tes didefinisikan sebagai pertanyaan
atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang suatu atribut pendidikan atau suatu atribut psikologis
tertentu. Setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau
ketentuan yang dianggap benar. Dengan demikian apabila suatu tugas atau
pertanyaan menuntut harus dikerjakan oleh seseorang, tetapi tidak ada
jawaban atau cara pengerjaan yang benar dan salah maka tugas atau
pertanyaan tersebut bukanlah tes.
Tes merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan
oleh guru untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam
memperlihatkan prestasi mereka yang berkaitan dengan tujuan yang telah
ditentukan (Calongesi, 1995). Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus
dikerjakan siswa. Setiap soal dalam tes menghadapkan siswa pada suatu
tugas dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk menanggapi tugas atau
soal tersebut.
Tes menurut Arikunto dan Jabar (2004) merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan
menggunakan cara atau aturan yang telah ditentukan. Dalam hal ini harus
dibedakan pengertian antara tes, testing, testee, tester. Testing adalah saat
pada waktu tes tersebut dilaksanakan (saat pengambilan tes). Sementara itu
Gabel (1993) menyatakan bahwa testing menunjukkan proses pelaksanaan
tes. Testee adalah responden yang mengerjakan tes. Mereka inilah yang
akan dinilai atau diukur kemampuannya. Sedangkan Tester adalah seseorang
yang diserahi tugas untuk melaksanakan pengambilan tes kepada responden.
Dewasa ini tes masih merupakan alat evaluasi yang umum digunakan
untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan dan
pengajaran (Subekti & Firman, 1989). Menurut Faisal (1982:219),
seringkali skor tes ini dipergunakan sebagai satu-satunya indikator dalam
menilai penguasaan konsep, efektivitas metode belajar, guru serta aspek
lainnya terhadap siswa di dalam praktek pendidikan. Padahal dengan
mempergunakan tes, aspek kemampuan afektif siswa kurang terukur,
sehingga sangatlah penting untuk tidak membuat generalisasi kemampuan
siswa hanya melalui tes saja.
Jadi, tes adalah alat atau cara sebagai upaya pendidik untuk mengukur
keberhasilan peserta didik dalam mencapai penilaian yang telah dirancang oleh
pendidik. Dimana bentuk dari tes tersebut secara tertulis, lisan, atau
perbuatan.

B. Tujuan Asesmen Pembelajaran


Asesmen atau penilaian dilaksanakan mempunyai beberapa tujuan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Arikunto (1998) bahwa tujuan dan fungsi
penilaian meliputi, (1) penilaian berfungsi selektif, (2) penilaian berfungsi
diagnostik, (3) penilaian berfungsi sebagai penempatan, dan (4) penilaian
berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
Menurut Zaim (2016:55) ada tiga tujuan umum asesmen, yaitu dilihat dari
tujuan administratif, pembelajaran, dan penelitian.
1. Untuk tujuan administratif, asesmen digunakan untuk penilaian kemampuan
secara umum (proficiency), penempatan (placement), kelulusan
(exemption), sertifikasi (certification), dan promosi (promotion).
2. Untuk tujuan pembelajaran, asesmen digunakan untuk diagnosis, kemajuan
belajar, umpan balik, dan evaluasi pembelajaran atau kurikulum.
3. Untuk tujuan penelitian, asesmen digunakan untuk melakukan penelitian
evaluasi, eksperimen, dan pembelajaran bahasa dan penggunaan bahasa.
Menurut Mandagi dan Ni Luh Putri (2018:127) tujuan asesmen bagi
pembelajaran adalah memberikan umpan balik kepada guru maupun siswa terkait
kemajuan pembelajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Umpan balik ini akan
dipergunakan oleh guru untuk merevisi dan mengembangkan pengajaran
berikutnya. Asesmen sebagai pembelajaran (assessment as lerning), memiliki
identifikasi sebagai berikut:
1. Dimulai saat siswa menyadari tujuan pembelajaran dan kriteria kinerja
yang harus dicapainya.
2. Termasuk perumusan tujuan pembelajaran, memantau kemajuan, dan
refleksi terhadap hasil pembelajaran.
3. Berimplikasi kepada kepemilihan hasil belajar oleh siswa dan tanggung
jawab siswa untuk menggerakkan pemikiran menuju ke depan.
4. Berlangsung di seluruh proses pembelajaran.

Adapun tujuan asesmen oleh Sudjana (2005) yaitu sebagai berikut :


a. Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata
pelajaran yang ditempuh. Dengan pendeskripsian kecakapan siswa dapat
diketahui pula posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan siswa
lainnya.
b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah,
yakni untuk mengetahui seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah
tingkah laku para siswa ke arah tercapainya tujuan pendidikan yang
diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan pengajaran penting artinya
sebagai upaya memanusiakan manusia atau membudayakan manusia,
dalam hal ini para siswa agar menjadi manusia yang berkualitas dalam
aspek intelektual, sosial, emosional, moral, dan keterampilan.
c. Menentukan tindak lanjut hasil asesmen, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta
strategi pelaksanaannya. Kegagalan siswa dalam mencapai prestasi belajar
tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa semata-mata, tetapi
bisa disebabkan oleh program pengajaran, atau kesalahan strategi
pembelajaran, atau dapat juga disebabkan kurang tepatnya dalam memilih
alat bantu pembelajaran.
d. Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, penggunaan
jenis assessment yang tepat akan menentukan keberhasilan dalam
memperoleh informasi yang berkenaan dengan proses pembelajaran.
e. Sebagai dasar umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar yakni
perbaikan dalam hal melakukan proses pembelajaran, strategi
pembelajaran, ataupun perencanaan pembelajaran.

C. Hubungan Penilaian dengan Pembelajaran


Menurut Pandjaitan (2010) Pengalaman belajar dimaksudkan untuk
mencapai tujuan (menguasai kompetensi tertentu). Penilaian dimaksudkan untuk
melihat sejauhmana kompetensi yang telah dikuasai siswa dalam bentuk hasil
belajar yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajar.
Pembelajaran menurut Brown (2006) memiliki empat komponen utama,
yaitu tujuan, materi, metode/ media, dan penilaian. Keempat komponen tersebut
saling berkaitan dan mendukung. Keempat komponen ini menjadi sorotan besar
masyarakat dalam menilai pendidikan terutama terhadap penilaian. Sistem
penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi
mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar lebih baik. Oleh
karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan
sistem penilaian yang diterapkan. Pendidik perlu memahami betul konsep dasar
penilaian agar kesadaran pendidik terhadap pentingnya peranan sistem penilain
yang baik dalam pembelajaran di sekolah dapat ditingkatkan. Dengan demikian
perbaikan yang diharapkan dapat dilakukan sesuai harapan masyarakat. Penilaian
merupakan segala aktivitas yang berkaitan dengan pemberian atau penentuan nilai
kepada suatu objek berdasar hasil pengukuran mengenai keterampilan dan potensi
diri individu atau suatu objek.
Penilaian memiki tujuan, fungsi, dan prinsip dalam pelaksanaannya. Untuk
menuju kualitas pembelajaran yang baik, diperlukan sistem penilaian yang baik
pula. Agar penilaian dapat berfungsi dengan baik, sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, maka sangat perlu untuk menetapkan standar penilaian yang akan
menjadi dasar dan acuan bagi guru dan praktisi pendidikan dalam melakukan
kegiatan penilaian. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu kerjasama yang
baik dari beberapa pihak terkait, seperti guru, siswa dan sekolah. Peranan
penilaian dalam pembelajaran sangat penting sehingga perlu bagi pihak terkait
memahami bagaimana peranan mereka untuk mewujudkan penilaian yang baik
dan peranan penilaian dalam pembelajaran yang mereka laksanakan.
Penilaian merupakan komponen yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat
ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem
penilaiannya.
Menurut Mardapi (2004), penilaian dan pembelajaran adalah dua kegiatan
yang saling mendukung, upaya peningkatan kualitas pembelajaran dapat
dilakukan melalui upaya perbaikan sistem penilaian.
Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang
baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya
sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi
mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik.
Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan
perbaikan sistem penilaian yang diterapkan.
Penilaian yang diadakan guru bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
peserta didik telah belajar dan mencapai apa yang diinginkan guru untuk dipelajari
peserta didik mereka. Sementara pembelajaran menjamin bahwa peserta didik
mereka tersebut mempelajarinya. Untuk terjadinya hal ini, penilaian-penilaian,
tujuan-tujuan belajar, dan strategi-strategi butuh untuk dirancang secara
berhubungan/memenuhi satu sama lain sehingga ketiga komponen tersebut saling
menguatkan satu sama lain.
Untuk menjamin ketiga kompenen tersebut, pembelajaran dirancang
dengan mempertimbang sebagai berikut:
1. Apa yang diinginkan guru untuk diketahui oleh peserta didiknya,
bagaimana setelah mereka selesai mempelajarinya?
2. Apa jenis penilaian, tugas yang akan diberi yang dapat mengetahui apakah
peserta didik telah mencapai tujuan belajar yang telah dibuat.
3. Apa kegiatan dan hasil selesai belajar dan persiapan untuk penilaian yang
semuanya disesuaikan dengan Strategi pembelajaran yang digunakan.
Jika kesalahan terjadi pada rancangan suatu penilaian, misalnya kesalahan
pada tujuan belajar atau pemilihan strategi pembelajaran, maka akan dapat terjadi
menurunkan motivasi peserta didik untuk belajar. Untuk hal ini dapat
dipertimbangkan (1) tujuan peserta didik belajar menggunakan keterampilan-
keterampilan menganalisis, namun penilaian mungkin hanya secara faktual saja.
Akibatnya peserta didik yang memiliki tujuan untuk mempertajam keterampilan
berpikir analisisnya dikecewakan, kerena tidak terjadi pengukuran apa yang telah
mereka pelajari.
D. Perbedaan Asesmen, Evaluasi, Penilaian, dan Pengukuran
Menurut (Arifin, 2012) Assesment, Evaluasi, Penilaian, dan Pengukuran
Memiliki perbedaan dari segi proses dan hasil yang di sajikan dalam bentuk tabel
berikut :

TES ASESMEN PENGUKURAN PENILAIAN EVALUASI


DEFINISI Alat ukur Istilah yang Proses untuk Mengambil Kegiatan yang
untuk tepat untuk menentukan keputusan meliputi dua
mengukur penilaian kuantitas terhadap unsur yaitu
kemampuan proses belajar sesuatu yang sesuatu pengukuran
seseorang siswa. menghasilkan dengan dan penilaian.
angka. ukuran baik
atau buruk.
PROSES Testing Proses belajar Membanding
kan hasil tes
siswa
dengan standar
merupakan ukuran tertentu Pemberian Pengambilan
hal penting atribut keputusan
yang dinilai terhadap terhadap hasil
dalam hasil penilaian
asesmen, pengukuran lulus/tidak
factor.
HASIL Hasil tes Hasil Proses Angka atau Deskripsi Keputusan atau
atau lembar belajar hasil skor Bersifat Bersifat Justifikasi
kerja belajar juga kuantitatif kualitatif
tetap tidak
dikesamping
kan

Rustaman (2003) mengungkapkan bahwa asesmen lebih ditekankan pada


penilaian proses. Sementara itu evaluasi lebih ditekankan pada hasil belajar.
Apabila dilihat dari keberpihakannya, menurut Stiggins (1994) asesmen lebih
berpihak kepada kepentingan siswa. Siswa dalam hal ini menggunakan hasil
asesmen untuk merefleksikan kekuatan, kelemahan, dan perbaikan belajar.
Sementara itu evaluasi menurut Rustaman (2003) lebih berpihak kepada
kepentingan evaluator.
Yulaelawati (2004) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara
evaluasi dengan asesmen. Evaluasi (evaluation) merupakan penilaian program
pendidikan secara menyeluruh. Evaluasi pendidikan lebih bersifat makro, meluas,
dan menyeluruh. Evaluasi program menelaah komponen-komponen yang saling
berkaitan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Sementara itu
asesmen merupakan penilaian dalam scope yang lebih sempit (lebih mikro) bila
dibandingkan dengan evaluasi. Seperti dikemukakan oleh Kumano (2001)
asesmen hanya menyangkut kompetensi siswa dan perbaikan program
pembelajaran.
Yulaelawati (2004) menekankan kembali bahwa scope asesmen hanya
mencakup kompetensi lulusan dan perbaikan cara belajar siswa. Jadi
hubungannya lebih pada peserta didik. Ruang lingkup evaluasi yang lebih luas
ditunjukkan dengan cakupannya yang meliputi isi atau substansi, proses
pelaksanaan program pendidikan, kompetensi lulusan, pengadaan dan peningkatan
tenaga kependidikan, manajemen pendidikan, sarana dan prasarana, dan
pembiayaan.
Perbedaan Tes, Pengukuran dan Evaluasi yaitu Pengukuran, Tes, dan
evaluasi dalam pendidikan berperan dalam seleksi, penempatan, diagnosa,
remedial, umpan balik, memotivasi dan membimbing. Baik tes maupun
pengukuran keduanya terkait dan menjadi bagian istilah evaluasi. Meski begitu,
terdapat perbedaan makna antara mengukur dan mengevaluasi. Mengukur adalah
membandingkan sesuatu dengan satu ukuran tertentu. Dengan demikian
pengukuran bersifat kuantitatif. Sementara itu evaluasi adalah pengambilan suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk Dengan demikian
pengambilan keputusan tersebut lebih bersifat kualitatif (Arikunto,2003; Zainul &
Nasution, 2001).
Setiap butir pertanyaan atau tugas dalam tes harus selalu direncanakan dan
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Jacobs & Chase, 1992).
Sementara itu tugas ataupun pertanyaan dalam kegiatan pengukuran
(measurement) tidak selalu memiliki jawaban atau cara pengerjaan yang benar
atau salah karena measurement dapat dilakukan melalui alat ukur non-tes. maka
tugas atau pertanyaan tersebut bukanlah tes. Selain dari itu, tes mengharuskan
subyek untuk menjawab atau mengerjakan tugas, sementara itu pengukuran
(measurement) tidak selalu menuntut jawaban atau pengerjaan tugas.

E. Peranan Penilaian Dalam Pembelajaran


Penilaian hendaknya dirancang sedemikian rupa, agar penilaian menjadi
bermakna bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya karena penilaian memiliki
peran yang sangat penting dalam pembelajaran.
1. Perlunya standar penilaian
Pada dasarnya penilaian umumnya memiliki misi untuk memperbaiki
standar, tidak hanya sekedar mengukur siswa. Darling Hammond (dalam Harun
Rasyid dan Masur: 2007) berpendapat bahwa usaha untuk menaikan standar
pelajaran dan prestasi harus bertolak pada perubahan strategi penilaian. Kemudian
pernyataan tersebut diperkuat kembali oleh Wedeen, Winter, dan Broad Fott
(dalam Harun Rasyid dan Masur: 2007) bahwa penggunaan penilaian dalam
pembelajaran secara signifikan lebih efektif bagi guru dalam memperbaikai
kualitas pembelajaran. Agar penilaian berfungsi dengan baik, maka sangat perlu
untuk meletakan standar, yang akan menjadi dasar dan pijakan bagi guru dan
praktisi pendidikan dalam melakukan kegiatan penilaian. Ada beberapa pihak
yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kegiatan ini, yaitu:
a. Peran Guru
Peranan guru sangat besar dalam menerapkan standar penilaian. Guru
perlu memahami dengan baik standar yang sudah ditetapkan serta mampu
menerapkannya dalam melakukan penilaian terhadap peserta didik. Informasi
hasil penilaian juga dapat dimanfaatkan guru lebih efektif melalui umpan
balik. Umpan balik merupakan sarana bagi guru dan siswa untuk mengetahui
sejauh mana kemajuan pembelajaran yang telah dilakukan. Dari hasil reviuw
literatur tentang umpan balik dan hubungannya dengan motivasi siswa, Croks
(dalam Harun Rasyid dan Masur: 2007) menyimpulkan bahwa manfaat umpan
balik agar dapat memotivasi siswa, harus fokus pada:
1) Kualitas kerja anak-anak, dan bukan pada membandingkan dengan anak-
anak lain.
2) Cara-cara spesifik dimana pekerjaan anak dapat ditingkatkan.
3) Peningkatan pekerjaan anak harus dibandingkan dengan pekerjaan
sebelumnya.
Seiring dengan hal tersebut, Clarke (dalam Harun Rasyid dan Masur:
2007) menyarankan 6 prinsip dalam melakukan evaluasi yaitu sebagai berikut.
a. Umpan balik harus fokus pada tugas-tugas tujuan pembelajaran.
b. Guru memberikan pesan yang baik pada anak tentang kemampuan mereka.
c. Penilaian mengarah pada penurunan moril bagi yang mencapai prestasi
rendah dan kepuasan bagi prestasi yang tinggi.
d. Penghargaan eksternal sama seperti grades (tingkatan).
e. Perlunya umpan balik spesifik yang fokus pada kesuksesan dan
peningkatan dari pada mengoreksi.
f. Anak-anak perlu kesempatan untuk membuat peningkatan atas pekerjaan
mereka.
Umpan balik dapat memiliki pengaruh kuat terhadap perasaan siswa,
harga dirinya dan motivasinya. Dalam memberikan umpan balik, seorang guru
harus fokus pada kualitas pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Di samping itu, guru perlu menghindari membandingkan
siswa satu dengan yang lainnya, karena hal tersebut dapat menurunkan
dorongan, motivasi, dan minat bagi siswa yang memperoleh nilai rendah.
Ada lima hal peranan guru dalam penilaian seperti yang dirangkum pada tabel
berikut.
Peranan Guru dan Tujuannya dalam Penilaian
Peranan Tujuan
Guru sebagai monitoring Memberikan umpan balik dan bantuan kepada
setiap siswa
Guru sebagai petunjuk jalan Mengumpulkan informasi untuk diagnostik
kelompok siswa melalui pekerjaan yang telah
dikerjakan.
Guru sebagai akuntan Memperbaiki dan memelihara catatan prestasi
dan kemajuan siswa
Guru sebagai reporter Melaporkan pada orang tua, siswa, dan
pengurus sekolah tentang prestasi dan kemajuan
siswa
Guru sebagai direktur program Membuat keputusan dan revisi praktik
pengajaran
Pemaparan di atas menggambarkan bahwa guru sangat berperan dalam
penilaian. Oleh karrena itu, guru hendaknya lebih menekankan pada pemberian
umpan balik yang positif dan tentunya dapat memotivasi siswa dengan
peranannya yaitu: guru sebagi monitoring, petunjuk jalan, akuntan, reporter,
dan direktur program. Umpan balik yang diberikan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Peran Siswa
Keikutsertaan siswa di dalam proses penilaian menjadi penting apabila
standar yang digunakan bisa diwujudkan untuk semua siswa. Brown (dalam
Harun Rasyid dan Masur: 2007) menekankan unsur strategis agar senantiasa
sadar akan kekuatan dan kelemahan dengan mengatakan bahwa “para siswa
berhasil menjalankan yang terbaik apabila mereka memiliki pemahaman yang
mendalam akan kelebihan dan kelemahan mereka sendiri dan akses dalam
menyusun strategi untuk belajar”. Rudd dan Gunstone (dalam Harun Rasyid
dan Mansur: 2007) mengidentifikasi beberapa keuntungan yang diperoleh
dengan perlibatan siswa dalam proses penilaian diri sebagai berikut.
1) Mengembangkan kemampuan siswa untuk merencanakan dan berpikir
menyeluruh menyangkut hasil dan ketrampilan mereka.
2) Menciptakan kesadaran siswa akan pentingnya menilai pekerjaan mereka
sendiri.
3) Mengembangkan kemampuan siswa untuk saling mengevaluasi penilaian
diri satu sama lain asalkan kritik membangun.
4) Mengembangkan kemampuan siswa dalam mengatur sumber daya dan
waktu secara lebih efektif.
Dengan melibatkan siswa dalam penilaian diharapkan mereka menemukan
sendiri kekuatan dan kelemmahan mera serta lebih termotivasi lagi untuk
memperbaiki hasil belajar mereka.
c. Peran Sekolah
Sekolah merupakan pusat kegiatan pembelajaran. Penilaian dan
pembelajaran merupakan dua hal yang sangat terkait, oleh karena itu sekolah
hendaknya menciptakan suasana (kultur) yang kondusif agar penilaian dapat
berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuan masing-masing.
Wedeen Winter, dan Broadfoot (dalam Harun Rasyid dan Mansur: 2007)
melaporkan bahwa sekolah merupakan tempat dimana para siswa diarahkan
agar dapat meningkatkan kualitas belajar mereka, dengan mengatakan:
“mempromosikan pembelajaran anak-anak merupakan tujuan utama sekolah”.
Penilaian merupakan jantung dari proses tersebut. Dari paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa, sekolah berperan dalam pembentukan siswa yang
berkualitas sehingga diharapkan siswa dapat menciptakan suasana yang
kondusif yang akan mendukung pembelajaran dan penilaian yang ada agar
dapat berjalan dengan baik.
2. Siswa menjadi Pembelajar yang baik
Dukungan sekolah dan para guru hendaknya lebih memihak pada kebutuhan
siswa daripada memenuhi target kurikulum. Guru sebaiknya tidak terburu-buru
dengan target harus selesai tepat pada waktunya tanpa memperhatikan apakah
siswa telah paham atau belum. Guru harus fokus dengan bagaimana penilaian
yang mereka terapkan dapat mengungkap permasalahan-permasalahan nyata yang
dihadapi siswa mereka dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu
para siswa menjadi pebelajar yang lebih baik. Siswa akan merasa tertantang dan
termotivasi untuk terus memperbaiki diri, baik memperbaiki cara dan strategi
belajar maupun dalam kaitan dengan perilaku, harapan dan cita-cita mereka. Jika
tiga komponen tersebut (guru, siswa, sekolah) saling berkomitmen untuk
menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, maka penilaian yang dilaksanakan
menjadi suatu alat yang dapat menjadikan siswa termotivasi, percaya diri, dan
penuh keyakinan untuk optimis menghadapi kehidupan sekolah. Siswa akan
menjadi pembelajar yang baik dari waktu ke waktu.
3. Penilaian dan Motivasi Belajar Anak
Penilaian dan motivasi merupakan dua istilah yang melekat pada proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dan penilaian, motivasi siswa akan
mempengaruhi belajar siswa, jika lingkungan atau kondisi mendukung hal
tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kemauan guru untuk menerapkan strategi
penilaian yang membuat siswa bertanggungjawab terhadap belajar mereka sendiri.
4. Reformasi dalam Penilaian
Orientasi penilaian bukan hanya sekadar memberi label nilai, tetapi lebih
pada pengumpulan informasi kenapa siswa mendapatkan hasil tersebut. Informasi
ini nantinya digunakan dan dimanfaatkan untuk memodifikasi strategi dan teknik
pengajaran sesuai dengan kebutuhan nyata dari para siswa. Pengubahan praktik
nilai yang kurang sesuai harapan seperti sekarang dapat jika semua komponen
yang terkait dengan pendidikan memiliki kemampuan dan kerja keras yang
maksimal. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah sharing tanggungjawab
penilaian antara guru dan siswa, yaitu dengan melibatkan siswa dalam menilai
dirinya sendiri (self-assessment).
Menurut Weede, Winter, & Broadfoot (dalam Harun Rasyid dan Masur:
2007), metode penilaian diri digunakan untuk mengajari murid bagaimana
memahami tujuan belajar dan kriterian penilaian tugas mereka, mengijinkan
mereka untuk memilih tugas belajar mereka dan menggunakan tugas yang
mengijinkan mereka untuk menilai perkembangan ereka sendiri . Selain itu, dapat
juga diterapkan penilaian untuk belajar (assessment for learning) dalam kegiatan
pembelajaran di kelas, yaitu penilaian yang lebih berorientasi diagnostik kesulitan
belajar siswa, yang nantinya dapat dijadikan sebagai penyeimbang pelaksanaan
penilaian sumatif (assessment of learning) yang sekarang dipraktikkan.

F. Hubungan antara Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi.


Menurut Zainul & Nasution (2001) Hubungan antara tes, pengukuran, dan
evaluasi adalah sebagai berikut. Evaluasi belajar baru dapat dilakukan dengan
baik dan benar apabila menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran yang menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Akan tetapi tentu saja
tes hanya merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan karena informasi
tentang hasil belajar tersebut dapat pula diperoleh tidak melalui tes, misalnya
menggunakan alat ukur non tes seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.

Kumano (2001) mengungkapkan bahwa meskipun terdapat perbedaan


makna/pengertian, asesmen dan evaluasi memiliki hubungan. Hubungan antara
asesmen dan evaluasi tersebut digambarkan sebagai berikut.

Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa guru mengukur berbagai


kemampuan siswa. Apabila guru melangkah lebih jauh dalam
menginterpretasikan skor sebagai hasil pengukuran tersebut dengan
menggunakan standar tertentu untuk menentukan nilai atas dasar pertimbangan
tertentu, maka kegiatan guru tersebut telah melangkah lebih jauh menjadi
evaluasi.

Untuk mengungkapkan hubungan antara asesmen dan evaluasi, Gabel


(1993) mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian
terhadap data atau hasil yang diperoleh melalui asesmen. Hubungan antara
asesmen, evaluasi, pengukuran, dan testing dalam hal ini dikemukakan pada
Gambar 1.

Testing Measurement Assessment Evaluation Gambar 1. Diagram


hubungan antara peristilahan dalam asesmen & evaluasi

Sementara itu Yulaelawati (2004), mengungkapkan bahwa asesmen


merupakan bagian dari evaluasi. Apabila kita membicarakan tentang evaluasi,
maka asesmen sudah termasuk di dalamnya. Untuk lebih memperjelas
hubungan antara tes, pengukuran, dan evaluasi, pada tabel diberikan contoh tes,
non-tes, pengukuran, dan evaluasi dalam praktek pembelajaran sehari-hari.

Tabel Contoh Hubungan antara tes, non-tes, pengukuran, dan evaluasi:


Tes Pengukuran Evaluasi
Soal: Seperangkat Soal/ Bu Yoan menghitung Bu Yoan menilai
tugas untuk mengamati berapa jumlah kesalahan bahwa kemampuan
obyek menggunakan Fani dalam menggunakan Fani dalam
mikroskop dengan mikroskop (ia menghitung menggunakan
prosedur yang benar terjadi 3 kesalahan dari 5 mikroskop masih
tugas) kurang
Soal: 25 soal pilihan Pak Rama menghitung Pak Rama
ganda tentang gentika bahwa Adit hanya dapat memutuskan
menjawab 5 soal dari 25 bahwa Adit
soal tes biologi perlu
mendapatkan
remedial
Non – tes Pengukuran Evaluasi
Pak Danu menyaksikan Pak Danu
Ajeng membuang sampah
memutuskan
Soal/Tugas: Tidak ada di wastafel lab sebanyak
untuk menegur
(-) empat kali
dan mengajari
Ajeng tentang
cara membuang
limbah
praktikum
Soal/Tugas : Siswa Bu Rita membandingkan Bu Rita menilai
ditugasi oleh Bu Rita laporan praktikum yang bahwa
untuk menyusun dibuat Hafis dengan standar kemampuan
laporan pasca kegiatan kriteria dan menghitung Hafis sangat baik
praktikum fisika total skor yang diperoleh. dalam menyusun
Diperoleh skor maksimal 85
laporan
praktikum yang
ideal

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI

Arikunto, S & Jabar. (2004). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara

Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta:


Ministry of Education and Culture.

Brown, Douglas H. (2006). Language Assessment: Principles and Classroom


Practices. New York: Pearson Education.

Calongesi, J.S. (1995). Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung
: ITB.

Faisal, S. (1982). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Gabel, D.L. (1993). Handbook of Research on Science Teaching and Learning.


New York: Maccmillan Company.

Jacob dan Chase. (1992). Developing and Using Test Effctively: A Guide for
Faculty.United States of America: Jossey-Bass Inc.

Kumano, Y. (2001). Authentic Assessment and Portfolio Assessment-Its Theory


and Practice. Japan: S

Mandagi, Mieke O dan Ni Luh Putri. (2018). Asesmen Pembelajaran AUD dan
TK. Jakarta: Makaria Waya.

Mardapi, D. (2004). Penyusunan tes hasil belajar. Yogyakarta, program pasca


sarjana universitas negeri Yogyakarta.

Pandjaitan, Mutiara O. (2010). Penilaian Berbasis Kelas dengan Portfolio. A


Seminar paper presented at Indonesia University of Education.

Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need It Know.


Oxford: Pergamon Press.

Rasyid, H dan Masur. (2007). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana


Prima.

Rustaman, N, dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan


Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York


:Macmillan College Publishing Company hizuoka University.
Subekti, R. & Firman, H.. (1989). Evaluasi Hasil Belajar dan Pengajaran
Remedial. Jakarta: UT.

Sudjana,N. & Ibrahim. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:


Sinar Baru Algensindo

Sudjana, Nana. (2005). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdikarya.

Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta.

Uno, Hamzah B dan Stria Kono. 2012.Assesment Pembelajaran.Jakarta: PT Bumi


Aksara.

Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya Karya.

Zaim, M. (2016). Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris. Jakarta: Kencana.

Zainul & Nasution. (2001). Penilaian Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.

Anda mungkin juga menyukai