Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Penguji:

dr. H. Rusdi Effendi, Sp.KJ

Disusun oleh:

Much. Hasyim Asyari

1102015142

KEPANITERAAN KLINIK STASE JIWA

RUMAH SAKIT JAKARTA ISLAM KLENDER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 31 JANUARI – 26 FEBRUARI 2022


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya
dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, laporan ujian kasus ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Dalam penulisan status ujian ini saya buat dengan tujuan untuk memenuhi
tugas akhir kepaniteraan klinik stase Psikiatri di RS Jiwa Islam Klender. Rasa terima
kasih yang begitu dalam ingin saya sampaikan kepada:

1. dr. H. Rusdi Effendi, Sp. KJ, selaku penguji dan juga yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan selama kami
bertugas di RSJI Klender.
2. dr. Friendy Ahdimar, Sp. KJ, selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan selama kami
bertugas di RSJI Klender.
3. dr. Zygawindi, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberi
arahan membimbing kami selama kami bertugas di RSJI Klender.
4. Keluarga pasien
5. Semua pihak terlibat dalam penulisan laporan status ujian ini yang tidak
bisa disebutkan satu-persatu.

Saya menyadari ketidaksempurnaan dalam membuat status kasus ujian ini.


Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan status ujian ini. Semoga
laporan ujian kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal ‘alamin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Februari 2022

Penulis

2
STATUS PSIKIATRIK

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. F
Tanggal lahir : 21 Juni 2003
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Suku/ Warganegara : Jawa / Indonesia
Alamat : Jakasampurna, Bekasi Barat
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk RS : Sabtu, 19 Februari 2022
Tanggal Pemeriksaan : Senin 21 Februari 2022

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Autoanamnesis:

● Senin, 21 Februari 2022, pukul 10.00 WIB di Bangsal RSJI Klender.

Alloanamnesis dengan Ibu Pasien, Ny. M, 60 tahun dengan pendidikan terakhir


S1.

● Senin, 21 Februari 2022, pukul 13.00 WIB di Ruangan Coass RSJI


Klender melalui telepon.

A. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien : tidur terganggu.
Keluhan utama keluarga : tidak bisa tidur dan pasien tidak mempunyai
keinginan dalam hidupnya, pasien merasa pasrah dalam hidupnya dan merasa
tidak berguna, pasien pernah mencoba bunuh diri.

3
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tahun 2013, pasien bersekolah di salah satu SD negeri di Surabaya.
Pasien mendapatkan bullying disekolah oleh teman-temannya. Pasien
mendapatkan bullying verbal dari temannya disekolah. Pasien pernah di fitnah
menjelekan wali kelasnya oleh teman kelasnya. Pasien tidak ada perlawanan
sehingga wali kelasnya mempercayai omongan dari teman pasien. Pasien
memendam semua masalah yang pernah dihadapinya itu. Orang tuanya pun tidak
mengetahui masalah itu. Pasien menjadi suka murung, berdiam diri, tidak mau
bermain dengan teman sebayanya dan lebih sering berada dirumah. Orang tua
pasien sempat bertanya kepada pasien apa yang terjadi. Tetapi pasien tidak mau
menjawab apapun pertanyaan dari orang tuanya. Sehingga orang tua pasien
membawanya ke psikolog, dan menjalani perawatan setiap 2 minggu. menurut
psikiater pasien butuh sosok seorang ayah karena ayahnya bekerja di Jakarta dan
pulang ke Surabaya 2 minggu sekali. (GAF 70)

Pada tahun 2016, pasien bersekolah di pondok pesantren yang berada di


Surabaya. Pada 3 bulan pertama sekolah disana pasien merasa nyaman dengan
keadaan disana. Tetapi bulan berikutnya pasien mulai mendapatkan bullying.
Pasien tidak bisa melawan. Pasien mendapatkan bully-an fisik seperti jika pasien
sedang jalan ada yang dengan sengaja menendang kaki pasien hingga terjatuh.
Pasien juga sering mendapatkan bully-an verbal dari temanya disana. Pasien mulai
tidak mau masuk sekolah dengan berpura pura sakit sehingga orang tua pasien
datang ke pondok pesantren itu dan bertanya kepada pasien apa yang terjadi,
tetapi pasien tidak menjelaskan apapun ke orang tuanya hanya menginginkan
pindah dari pondok pesantren tersebut. Pasien dibawa ke psikolog oleh orang
tuanya konsultasi setiap 2 minggu sekali. (GAF 70)
Pada tahun 2018, pasien pernah dituduh teman sekelasnya telah
menghina guru agama dengan kata-kata yang kasar, guru tersebut percaya bahwa
kata kasar yang ditujukan kepadanya tersebut memang keluar dari mulut pasien,
sehingga pasien dipanggil ke ruang BK (Bimbingan dan Konseling) untuk
menghadap guru atas tuduhan yang dilimpahkan kepada pasien tersebut. Selain itu

4
pasien sering menjadi bahan bullying teman-teman kelasnya, namun pasien diam
saja tidak berani bercerita baik itu ke guru maupun kepada orang tuanya di rumah.
Pasien jadi sering melamun dan selalu berdiam diri memendam semua masalah
yang dialaminya, sejak itu pasien jadi kesulitan untuk tidur. Pasien jadi sering
bolos sekolah, hubungan dengan teman sebayanya buruk. aktivitas dan perawatan
diri masih atas inisiatif sendiri. (GAF 70)
Pada tahun 2019, pasien masih mengalami gangguan sulit tidur karena
setiap malam muncul pikiran dalam dirinya bahwa hidupnya tidak berarti. Pasien
merasa setiap hal yang dikerjakannya tidak pernah berhasil, pasien kesulitan
dalam belajar dan mengerjakan ujian di sekolahnya. Pasien banyak menghabiskan
waktunya dengan mengurung diri di dalam kamarnya sambal bermain game dan
menonton serial drama korea menggunakan handphone miliknya, pasien sampai
lupa waktu dan harus diingatkan keluarga untuk berhenti bermain handphone.
Hubungan pasien dengan teman seusianya kurang baik, pasien sangat sulit untuk
bergaul bahkan dengan orang tua atau dengan kakaknya pasien sangat sulit untuk
terbuka, pasien lebih cenderung menutup diri dan memendam semuanya sendiri.
Saat menyendiri di kamarnya, pasien dengan sengaja melukai lengannya dengan
menggunakan cutter, luka yang dibuat sesuai dengan soal ujian sekolah yang saat
itu tidak bisa dijawab oleh pasien. Hal itu membuat orang tua pasien sedih,
sehingga mengantarkan pasien ke psikiater untuk dilakukan konsultasi, oleh
psikiater pasien diberikan obat namun oleh pasien jarang diminum. Hubungan
dengan teman kurang baik. Waktu luang digunakan untuk melamun, merapikan
kamar dan tempat tidur sudah tidak dilakukan. (GAF 40)
Pada tahun 2020, Pasien mulai malas ke dokter untuk melanjutkan terapi
dan mengalami putus obat. Gejala-gejala yang sempat hilang dan membaik mulai
muncul Kembali, seperti tidak bisa tidur, mulai menyakiti dirinya sendiri jika
tidak bisa mengerjakan tugas ataupun ujian dan banyak berdiam diri dikamar.
Sehingga pasien mulai sering bolos sekolah. Dirumah pun pasien tidak mau
bersosialisasi. Orang tuanya sering menyuruh pasien melakukan pekerjaan rumah
tetapi menolak, pasien lebih memilih berdiam diri tidak melakukan apapun. Orang
tua pasien sering menyuruhnya untuk berkegiatan atau bermain keluar rumah
bersama teman temanya, namun pasien lebih sering menolaknya dan tetap

5
dirumah. Pasien malas malasan jika orang tua pasien mengajaknya untuk
konsultasi ke dokter kembali, sampai orang tuanya mendatangkan psikiater
kerumah, pasien tetap tidak mau keluar kamar. Sampai akhirnya pasien akhirnya
mengiyakan ajakan ibunya untuk kedokter kembali. Setelah itu pasien mulai mau
mengkonsumsi obat yang diberikan dokter dengan resep yang sama dengan tahun
sebelumnya. (GAF 30)

Pada tahun 2021, pasien baru masuk di kelas 3 SMA. Pasien mulai malas
malasan meminum obat dan tidak mau konsultasi ke dokter. Gejala-gejala yang
telah hilang dan membaik mulai timbul kembali. Pada saat pasien ujian sekolah
untuk kelulusan pasien merasa tidak bisa mengerjakan apa-apa. Pasien pun mulai
menyilet lengannya jika tidak bisa mengerjakan soal. Pasien dirumah pun tidak
ada semangat untuk belajar dan lebih memilih pasrah. Orang tua pasien sudah
mencoba menasehatinya supaya tidak menyilet lenganya jika tidak bisa
mengerjakan soal. Pasien mengatakan alasan menyilet tanganya untuk
menghukum dirinya sendiri yang tidak bisa mengerjakan soal ujian dan merasa
dirinya tidak berguna sehingga sebaiknya mati saja. Pasien pun pernah mencoba
untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, ibu pasien sempat melihat
tali yang sudah tergantung di kusen pintu kamarnya dan langsung di ambil oleh
beliau sehingga pasien tidak jadi melakukanya. Ibu pasien menyarankan untuk
ikut bimbingan belajar tetapi pasien menolaknya. Pasien pun mengeluh tidak bisa
tidur jika malam dan lebih memilih untuk memainkan handphone nya sampai
subuh dan baru tidur, Ketika itu pasien bangun biasanya pada sore hari menjelang
maghrib, jika dibangunkan pada siang hari biasanya pasien tidak akan terbangun.
Ibu pasien pun kembali membawanya kedokter dan diberi obat yang sama seperti
sebelumnya. (GAF 20)

Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami putus obat
kembali dan tidak mau ke dokter. Dikarenakan gagal masuk ke universitas. Pasien
pindah ke Jakarta untuk mengikuti program bimbel (bimbingan belajar) untuk
masuk ke universitas disuruh oleh orang tuanya, tetapi pasien malas malasan dan
tidak mau mengikuti bimbel sama sekali. Pasien lebih memilih diam dirumah
tidak melakukan apa-apa karena merasa dirinya tidak berguna dan tidak ada

6
keinginan untuk berusaha. Pasien merasa tidak bisa tidur karena merasa
pikirannya berputar putar. (GAF 30)

Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa kurang motivasi
dalam hidupnya, tidak bisa fokus dan tidak berguna. Pasien pun masih merasa
tidak bisa tidur malam karena pikiranya yang tidak bisa berhenti. Pasien sering
berdiam diri dikamar dan bermain dengan handphone nya. Ibu pasien
membawanya kembali ke dokter. Pasien mulai meminum obat yang diresepkan
dokter yaitu sertraline dan olanzapine, pasien merasa obat yang diresepkan oleh
dokter kurang berefek dalam memperbaiki gangguan tidurnya, lalu pasien
meminum sekaligus dalam satu waktu dosis anjuran dokter untuk dua pekan.
Pasien sempat dirawat di IGD karena overdosis obat yang diberikan dokter
tersebut. (GAF 20)

Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien masih merasakan yang
sama seperti bulan lalu yaitu gangguan tidur. Merasa tidak berguna tidak ada
semangat hidup, tidak mau berjuang, tidak ada motivasi. Pasien diajak bicara oleh
orangtuanya tidak mau menjawab apapun. Ibu pasien mulai menyita handphone
pasien dikarenakan pasien hanya fokus terhadap handphone nya. Pasien dibawa ke
dokter untuk konsultasi. Dan disarankan untuk dilakukan rawat inap. (GAF 30)

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Psikiatrik

Pasien tidak pernah mengalami gangguan seperti ini sebelumnya.

2. Gangguan Medik
Pasien mempunyai Riwayat asma sejak berumur 8 bulan. Pasien
dibawa ke dokter jika mulai sesak nafas. Dan diumur 3 tahun pasien
sempat mengalami kejadian jatuh dari tangga. Kepala bagian belakang
pasien luka dan mendapat jahitan.
3. Penggunaan NAPZA dan Alkohol

7
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang maupun
alkohol, namun pasien merupakan perokok aktif sejak kurang lebih 2
tahun yang lalu dengan jumlah sekitar 1-3 batang per-harinya.

III. RIWAYAT HIDUP


A. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara. Pasien dilahirkan


secara caesar dikarenakan sungsang. Berat bayi lahir 3.5 kg dan panjang badan
51cm. Pasien diberi ASI sampai usia 2 tahun. Mempunyai riwayat asma dari
umur 8 bulan. Lahir di rumah sakit yang berada di Surabaya.

B. Masa Kanak-Kanak Awal (0-3 tahun)


Perkembangan fisik normal seperti seusianya.

C. Masa Kanak-Kanak Pertengahan (3-11 tahun)

Pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak seusianya,


tidak didapatkan perilaku yang tidak wajar. Pasien lebih sering bermain di
dalam rumah daripada di luar rumah. Pasien mempunyai teman yang sedikit.
Pada waktu SD pasien suka telat berangkat ke sekolah. Disekolah pasien
tidak pernah membuat masalah ataupun konflik dengan temanya. Pasien
mengalami bullying disekolah dan tidak bisa melawan juga tidak diceritakan
ke orang lain.

D. Masa Kanak-Kanak Akhir dan Pubertas (11-16 tahun)


Hubungan dengan keluarga baik, tetapi interaksi dengan keluarga
kurang baik dikarenakan pasien sering berdiam diri. Pasien pubertas pada
usia 15 tahun. Pasien lebih suka melakukan aktivitas di dalam rumah
daripada bermain keluar dengan teman-temannya. Pasien mendapat bully-an
di sekolahnya. Pasien tidak pernah melakukan tindakan kriminal.

8
E. Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
Pasien masuk TK pada umur 4 tahun. Pasien masuk SD diusia 6 tahun
dan bersekolah di dekat rumahnya di Surabaya. Kemudian pasien
melanjutkan sekolah SMP nya di pondok pesantren yang berlokasi sedikit
jauh dari rumahnya. Setelah itu, pasien melanjutkan SMA negeri di kota
Surabaya dan tinggal bersama ibunya selama masa SMA. Pasien tidak pernah
tinggal kelas. Tidak didapatkan laporan yang buruk maupun pelanggaran di
sekolahnya. Setelah lulus sekolah SMA masih belum melanjutkan studinya
ke universitas sampai sekarang.
2. Riwayat Pekerjaan
Saat ini pasien hanya dirumah saja tidak melakukan kegiatan
menunggu ujian masuk universitas.
3. Riwayat Keagamaan
Pasien dididik dalam ajaran agama Islam oleh orang tuanya. Pasien
mengaku rajin melakukan shalat dan berusaha melaksanakannya tepat waktu.
4. Riwayat Perkawinan
Pasien belum pernah menikah.
5. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat dalam pelanggaran hukum.
6. Aktivitas Sosial
Hubungan dengan keluarga baik. Pasien jarang bersosialisasi dengan
orang lain dan tidak pernah mengikuti kegiatan organisasi maupun kegiatan
lainnya di lingkungan sekolah maupun rumahnya.
7. Situasi Hidup sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama ibu dan ayahnya di jakarta. Tujuannya
pindah ke jakarta adalah untuk mengikuti bimbel guna masuk universitas.
8. Riwayat Psikoseksual
Pasien pertama kali mengalami pubertas pada usia 15 tahun. Pasien
memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis. Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami kekerasan seksual.

9
9. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Pasien tinggal
bersama ibu dan ayahnya karena kakak pasien sudah berkeluarga. Tidak
didapatkan riwayat keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Orang tuanya
mendukung pasien dalam menjalankan pengobatannya.

GENOGRAM

F. Mimpi, Fantasi, dan Nilai-nilai


Pasien saat ini belum ada rencana apapun untuk kedepanya.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum (Dilakukan di bangsal RS Jiwa Islam Klender, jam 09.00
WIB pada tanggal 21 Februari 2022)

1. Penampilan
Tampak seorang laki-laki 18 tahun, tampak sesuai dengan usianya,
perawakan sedang, kulit berwarna sawo matang, rambut hitam ikal,
menggunakan pakaian seragam pasien RSJI Klender dan alas kaki, dan
kebersihan serta kerapihan baik.

10
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Selama wawancara, pasien tampak duduk dihadapan pemeriksa.


Didapatkan kurangnya kontak mata. Saat diamati di bangsal tidak terdapat
perilaku agitasi hiperaktivitas maupun agresifitas. Pasien tampak normoaktif.

3. Sikap terhadap Pemeriksa


Pasien bersikap kooperatif saat diajak bicara, tenang, dan tidak ada
sikap untuk menghindar.

4. Mood dan afek


Mood : Hipotimia
Afek : Sempit
Keserasian afek : Serasi

B. Pembicaraan
Volume : Pelan
Irama : Teratur
Intonasi : Cukup
Kelancaran : Lancar
Artikulasi : Sedang
Kecepatan : Normal
Kualitas : Normal
Kuantitas : Normal

C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi :
 Auditorik : Tidak ada
 Visual : Tidak ada

11
 Taktil : Tidak ada
 Olfaktorik : Tidak ada
 Gustatorik : Tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Derealisasi : Tidak ada
4. Depersonalisasi : Tidak ada

D. Pikiran
1) Proses Pikir
a. Produktivitas : Baik
b. Kontinuitas
 Blocking : Tidak Ada
 Asosiasi Longgar : Tidak Ada
 Inkoherensi : Tidak Ada
 Flight of Ideas : Tidak Ada
 Word Salad : Tidak Ada
 Neologisme : Tidak Ada
2) Isi Pikir
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan Isi pikir
 Waham Bizzare : Tidak ada
 Waham Nihilistik : Tidak ada
 Waham Somatik : Tidak ada
 Waham Paranoid
- Waham Kejar : Tidak ada
- Waham Kebesaran : Tidak ada
- Waham Rujukan : Tidak ada
- Waham Dikendalikan : Tidak ada
 Thought of insertion : Tidak ada
 Thought of broadcasting : Tidak ada
 Thought of withdrawal : Tidak ada

12
Thought of control : Tidak ada

E. Sensorium dan Kognisi


1. Kesadaran : Composmentis (E4V5M6)
2. Orientasi
 Waktu : Baik, pasien dapat menyebutkan hari, bulan, tahun,
dan jam saat dilakukan wawancara.
 Tempat : Baik, pasien mengetahui bahwa dirinya sedang berada
di bangsal RSJ Islam Klender.
 Personal : Baik, pasien dapat mengenali dirinya, pemeriksa, dan
pasien lainnya di bangsal yang dikenalinya.
3. Daya ingat
- Daya ingat segera: Baik, pasien dapat meyebutkan dengan tepat tiga
benda yang baru saja pemeriksa sebutkan (Handphone, buku,
pulpen)
 Daya ingat jangka pendek: Baik, pasien dapat mengingat menu
sarapan pada pagi hari saat dilakukan wawancara.
 Daya ingat jangka Panjang: Baik, pasien dapat mengingat nama
teman dekat waktu SD dan SMP.
4. Intelegensi dan pengetahuan umum: Baik, pasien mengetahui presiden
dan wakil presiden sekarang.
5. Konsentrasi dan perhatian: Baik, saat dilakukan seven serial test oleh
pemeriksa pasien dapat menjawab dengan benar sebanyak dua kali,
pasien dapat mengeja kata D-U-N-I-A dan tidak kesulitan untuk
mengeja dari belakang.
6. Kapasitas membaca dan menulis: Baik, pasien dapat menulis ulang kata-
kata “Pejamkan Mata Anda” dan dapat membaca tulisan tersebut dengan
baik.
7. Kemampuan visuospasial: Baik, pasien dapat menggambar segi lima dan
lingkaran dengan tepat.
8. Pikiran abstrak: Baik, pasien dapat menyebutkan perbedaan dan
persamaan antara jeruk dan apel.

13
F. Pengendalian Impuls
Baik, karena pasien bisa mengendalikan dirinya secara penuh.

G. Daya Nilai
 Penilaian sosial: Baik (pasien dapat menjelaskan bahwa perampokan itu
tidak baik)
 Uji daya nilai: Baik (apabila pasien menemukan dompet dijalan, maka
pasien akan mengembalikan kepada pemiliknya)

H. RTA (Reality Test Ability): Tidak terganggu, karena tidak terdapat halusinasi
dan waham.
I. Tilikan: derajat 4
J. Taraf dapat dipercaya: Secara keseluruhan bisa dipercaya

V. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Respirasi : 20 x/menit
d. Suhu : 36.5 oC
4. Kepala : Normochepal
5. Thorax
a. Paru : Simetris, vesicular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)

14
b. Jantung : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
6. Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan epigastrium (-)
7. Ekstremitas : Hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2 detik

B. Status Neurologis
1. Gangguan rangsang meningeal: tidak ada
2. Tanda-tanda efek samping ekstrapiramidal
a. Tremor tangan : Tidak ada
b. Akatisia : Tidak ada
c. Bradikinnesia : Tidak ada
d. Cara berjalan : Normal
e. Keseimbangan : Normal
f. Rigiditas : Tidak ada
3. Mata
a. Gerakan : Normal
b. Bentuk Pupil : Isokor
c. Reflex Cahaya : +/+
4. Motorik
a. Tonus : Dalam batas normal
b. Kekuatan : Dalam batas normal
c. Koordinasi : Dalam batas normal
d. Refleks : Dalam batas normal

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki-laki, Tn. F, 18 tahun, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan
sebagai pelajar, status belum menikah, datang ke RSJ Islam Klender dengan
keluhan utama pasien tidak bisa tidur, dan keluhan utama keluarga yaitu pasien
tidak bisa tidur, kehilangan minat, pasrah terhadap keadaan, dan ada percobaan
mengakhiri hidup.

Berdasarkan dari alloanamnesis serta autoanamnesis yang didapatkan


sejak pada tahun 2013, pasien bersekolah di SD Negeri yang berada di kota

15
Surabaya. Disana pasien di bully oleh teman-temanya. Pasien sering
mendapatkan bully-an verbal dari temannya, dan pasien pernah difitnah
menjelekkan gurunya. Pasien hanya diam tak melawan. Semenjak itu, pasien
seringkali murung, berdiam diri, tidak mau bermain dengan temanya, dan lebih
sering berada dirumah. Pasien dibawa ke psikolog dan rutin konsultasi setiap 2
minggu.

Pada tahun 2016 an, pasien bersekolah di pondok pesantren. 3 bulan awal
pasien masih merasa nyaman disana. Pada bulan berikutnya pasien kembali
mendapatkan bully-an fisik, seperti sengaja kakinya ditendang oleh temanya
ketika sedang berjalan. Dan juga mendapatkan bully-an verbal. Pasien mulai
ogah-ogahan masuk ke sekolah. Pasien berkata ke ibunya bahwa ingin pindah
dari pondok pesantren tersebut tetapi tidak mengatakan alasanya. Akhirnya
pasien dibawa ke psikolog dan rutin konsultasi setiap 2 minggu.

Pada tahun 2019, pasien bersekolah di SMA Negeri di Surabaya. Disana


pasien mempunyai teman yg sedikit, dan lebih memilih menyendiri jika sedang
istirahat dan asyik memainkan handphone nya di kelas. Jika dirumah, pasien
sering berdiam diri dikamarnya dan tidak bersosialisasi dengan keluarga. Pada
malam hari pasien sering merasa tidak bisa tidur dikarenakan pikiranya yang
tidak bisa berhenti berfikir. Jika sedang tidak bisa tidur, pasien biasanya bermain
HP. Biasanya pasien tidur waktu subuh dan terkadang menjadi bolos sekolah
dikarenakan belum bangun pada pagi hari. Pasien dirumah tidak pernah belajar,
begitupun disekolah. Pasien tidak mempunyai semangat, kehilangan minat, dan
usaha untuk belajar. Jika pasien sedang mengerjakan tugas atau ujian, jika tidak
bisa mengerjakan soalnya pasien akan melukai diri sendiri dengan menyilet
lenganya sejumlah dengan soal yang tidak bisa dikerjakan. Pasien dibawa ke
dokter dan diberi terapi obat sertraline dan olanzapine.

Pada tahun 2020, pasien mulai malas ketemu dokter sehingga putus obat.
Pasien mulai tidak bisa tidur malam, dan mulai menyakiti dirinya sendiri dengan
cara menyilet lengan jika tidak bisa mengerjakan tugas atau ujian dari sekolah.
Pasien sering menjadi berdiam diri dikamar. Pasien tidak mau melakukan
apapun, bahkan pekerjaan rumah seperti cuci piring menyapu pasien menolak

16
untuk melakukanya. Pasien akhirnya dibawa kembali ke dokter dan
mengkonsumsi kembali obat yang sama dengan sebelumnya.

Ditahun 2021, pasien berada di bangku kelas 3 SMA. Pasien mulai malas
kembali untuk kedokter sehingga kembali putus obat. Gejala-gejala yang hilang
muncul kembali seperti menyakiti diri sendiri dan tidak bisa tidur malam. Pasien
melukai dirinya jika tidak bisa mengerjakan soal. Ibu pasien pernah
menasehatinnya jika apa yang dilakukan pasien adalah salah. Tetapi pasien
menjawab hal tersebut dilakukanya karena untuk menghukum dirinya sendiri
karena tidak berguna, dan lebih baik pasien mati saja. Pasien pun pernah
mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, ibu pasien
menemukan tali yang sudah terikat di kusen kamarnya dan segera untuk
mengambil tali tersebut sehingga pasien tidak bisa melakukanya. Pasien pun
setiap malam tidak bisa tidur, dan lebih memilih memainkan HP-nya, kemudian
tidur waktu subuh dan bangun pada sore hari menjelang maghrib. Ibu pasien
kembali membawanya ke dokter dan kembali minum obat yang sama seperti
sebelumnya. Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit pasien kembali mengalami
putus obat. Dikarenakan merasa tidak berguna karena tidak masuk universitas.
Pasien pindah ke Jakarta karena disarankan orang tuanya untuk bimbingan
belajar masuk universitas dijakarta, di Jakarta pasien tidak mau mengikuti bimbel
dan lebih memilih berdiam diri dirumah. Pasien merasa dirinya tidak berguna,
pasien juga mengalami kesusahan untuk tidur dikarenakan pikiranya yang tidak
bisa berhenti.

Satu bulan sebelum masuk rumah sakit pasien merasa kurang motivasi,
kehilangan minat, tidak bisa fokus dan tidak berguna. Pasien masih tidak bisa
tidur malam. Ibu pasien membawa pasien ke dokter dan meminum kembali obat
yang diresepkan dokter yaitu sertraline dan olanzapine. 3 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien masih merasakan hal yang sama seperti bulan lalu. Pasien
hanya bermain HP setiap harinya, sehingga ibu pasien menyita HP tersebut.
Orang tuanya sempat bertanya kepada pasien dan pasien tidak menjawab apapun.
Pasien dibawa kedokter dan disarankan untuk dilakukan rawat inap.

17
Berdasarkan riwayat autoanamnesis didapatkan status mental saat
diperiksa berupa kebersihan dan kerapihan cukup, kontak mata didapatkan cukup,
pasien tampak normoaktif, sikap kooperatif, mood hipotimia, afek sempit dan
serasi, kualitas dan kuantitas pembicaraan cukup, perhatian serta pengendalian
impuls baik, RTA tidak terganggu, tilikan derajat 4, dan taraf realibilitas dapat
dipercaya.

VII. FORMULIR DIAGNOSTIK


Setelah wawancara dengan pasien ditemukan adanya psikopatologi yang
menyebabkan distress dan disabilitas dalam fungsi dan aktivitasnya sehari-
hari, oleh karena itu dapat disimpulkan pasien mengalami gangguan jiwa yang
sesuai dengan defisini yang tercantum dalam PPDGJ III.

A. AKSIS I (Gangguan Klinis dan Kondisi yang Menjadi Fokus


Perhatian Klinis)

1. Gangguan Mental Organik (F0), tersingkirkan karena pasien tidak memiliki


riwayat trauma kepala yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
maupun kejang. Pasien juga tidak memiliki riwayat tindakan operasi di
bagian kepala dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
2. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif (F1)
dapat disingkirkan, karena pasien menyangkal adanya penggunaan zat
psikoaktif.
3. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan status mental, tidak
didapatkan keterangan bahwa pasien memiliki isi pikiran (thought echo,
thought insertion/withdrawal, broadcasting) dan waham (delusion of
control, delusion of influence, delusion of passivity) yang mengarah ke
kategori skizofrenia.

18
4. Gangguan perasaan (afektif/mood) (F3) dapat ditegakkan karena pasien
memiliki afek depresif, kehilangan minat dan berkurangnya energi.
Pasien mengaku nafsu makan berkurang, sempat terpikir untuk bunuh diri,
sulit tidur dan memiliki perasaan bersalah. Hal ini berlangsung selama lebih
dari 2 minggu.
Selain itu, pasien juga tidak mampu meneruskan kegiatan social, pekerjaan
atau urusan rumah tangga. Sehingga menurut PPDGJ-III, pasien masuk
dalam kriteria F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik.

Pedoman Diagnostik Episode Depresif (F32)


 Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
- afek depresif,
- kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.
 Gejala lainnya:
(a) konsentrasi dan perhatian berkurang;
(b) harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
(c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
(d) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
(e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
(f) tidur terganggu;
(g) nafsu makan berkurang.
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.

19
 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang
(F32.1), dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya
harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang (F33.-).

1. Tabel Pedoman Diagnostik Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2)

Kriteria Diagnosis Hasil

 Semua 3 gejala utama depresi harus ada. Ada

 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala


lainnya, dan beberapa di antaranya harus Ada
berintensitas berat.

 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau Tidak Ada


retardasi psikomotor) yang mencolok, maka
pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat
dibenarkan.

 Episode depresif biasanya harus berlangsung


sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika

20
gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka Ada
mash dibenarkan untuk menegakkan diagnosis
dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu


meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan Ada
rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan


pasien mengalami gangguan tidur, nafsu makan berkurang, sempat
terpikir untuk mengakhiri hidup dan memiliki rasa bersalah. Hal ini
berlangsung selama lebih dari 2 minggu. Selain itu, pasien juga tidak
mampu meneruskan kegiatan social, pekerjaan atau urusan rumah tangga.
Sehingga menurut PPDGJ-III, pasien masuk dalam kriteria F.32.2
Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

B. AKSIS II (Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental)


Tidak ada diagnosis aksis II karena tidak terdapat ciri patologik dari
kepribadian. Pasien tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian dan
retardasi mental.

C. AKSIS III (Kondisi Medis Umum)


Tidak ada kelainan medis umum pada pasien.

D. AKSIS IV (Problem Psikososial dan Lingkungan)

Adanya permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan social yaitu


hubungan yang tidak baik dengan temannya dan masalah Pendidikan.

E. AKSIS V (Penilaian Fungsi Secara Global)

21
● GAF satu tahun terakhir : 20 – 11 (bahaya mencederai
diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi & mengurus
diri)
● GAF saat masuk RSJI Klender : 30 – 21 (disabilitas berat dalam
komunikasi & daya nilai, tidak mampu berfungsi hamper semua
bidang)
● GAF saat di periksa : 40 – 31 (Beberapa disabilitas
dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat
dalam beberapa fungsi)

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


A. AKSIS I : F 32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
B. AKSIS II : Z.03.2 Tidak ada diagnosis
C. AKSIS III : Z 03.2 Tidak ada diagnosis
D. AKSIS IV :
- Psikososial dan Lingkungan lain (Pasien sering di bully oleh teman-teman
sekolahnya karena karena sikap pasien yang diam saja menerima
perlakuan bully-an)

- Keluarga (Pasien kehilangan sosok ayah pada waktu kecil karena ayahnya
bekerja di Jakarta yang pulang ke Surabaya 2 minggu sekali)
E. AKSIS V
- GAF satu tahun terakhir : 20 – 11
- GAF saat masuk RSJI Klender : 30 – 21
- GAF saat di periksa : 40 – 31

IX. DAFTAR MASALAH


Organobiologik
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien.

Psikologik

● Mood : Hipotimia

22
● Afek : Luas
● Keserasian : Serasi
● Gangguan isi pikir : Tidak ada
● Gangguan persepsi : Tidak ada
● RTA terganggu dan tilikan derajat 4

X. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
- Sentraline 1x1 50 mg (pagi hari)

b. Non-farmakologi
- Memberikan kesempatan pada pasien untuk menceritakan masalah
dan keluhannya.
- Menanamkan pikiran positif kepada pasien untuk mengisi
kekosongan harinya dengan kegiatan yang positif seperti
berolahraga dan mengaji.
- Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien bahwa minum
obat sangat penting untuk mengendalikan atau menghilangkan
keluhan yang dialami.

XI. PROGNOSIS: Dubia ad Malam

Faktor Baik Buruk

Usia Dewasa Muda

Genetik Tidak ada Ada

Pencetus Stressor : jelas Stressor : tidak jelas

Status Marital Menikah Belum menikah

Status Ekonomi Cukup Kurang

Kekambuhan Tidak ada kekambuhan Kekambuhan

23
Gejala Gejala (+) menonjol Gejala (-) menonjol

Riwayat Pramorbid Tidak ada Ada

Support lingkungan Baik Kurang

Onset Akut Kronik

24
PR UJIAN

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Pemeriksaan status mental merupakan gambaran keseluruhan tentang pasien


yang didapat dari hasil observasi pemeriksa dan kesan yang dimunculkan oleh pasien
saat wawancara. Secara garis besar gambaran status mental adalah:

1. Deskripsi Umum

A. Penampilan

 Merupakan gambaran tampilan dan kesan keseluruhan terhadap pasien yang


direfleksikan dari postur, sikap, cara berpakaian dan berdandan.
 Perhatikan tatapan mata, kerutan dahi, tremor atau keringat di wajah merupakan
tanda kecemasan
 Terminologi yang sering digunakan: pasien tampak sehat, tampak sakit, tampak
tenang, tampak lebih tua, tampak lebih muda, tidak rapi, kekanak-kanakan,
bizzare.

B. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

 Pengamatan ditunjukkan terhadap aspek kualitas dan kuantitas aktivitas


psikomotor, seperti adanya manerisme, tics, gerak-gerik, kejang, perilaku
sterotipik, ekopraksia, rigiditas, cara berjalan.
 Perhatikan pula adanya perlambatan dari pergerakan tubuh secara umum dan
aktivitas tanpa tujuan

C. Sikap terhadap pemeriksa

Dapat digambarkan sebagai sikap kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, berminta,


jujur, merayu, difensif, canggung, berbelit-belit

2. Mood dan Afek

25
A. Mood

Didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat pervasive dan bertahan


lama yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya. Terbagi menjadi:

 Mood eutimia: suasana perasaan dalam rentang “normal” yakni individu


mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan irama
hidupnya
 Mood hipotimia: suasana perasaan yang secara pervasive diwarnai dengan
kesedihan dan kemurungan. Individu secara subjektif mengeluhkan tentang
kesedihan dan kehilangan semangat. Secara objektif tampak dari sikap murung
dan perilakunya yang lamban
 Mood disforia: menggambarkan suasana perasaan yang tidak menyenangkan.
Seringkali diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel atau bosan
 Mood hipertimia: suasana perasaan pervasive memperlihatkan semangat dan
kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas kehidupannya
 Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan
 Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan meluap
luap. Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat psikostimulansia
 Alekstimia: suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk menghayati
suasana perasaannya.
 Anhedonia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kehilangan minat dan
kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan
 Mood kosong: kehidupan emosi yang sangat dangkal, tidak atau sangat sedikit
memiliki penghayatan suasana perasaan
 Mood labil: suasana perasaan yang berubah ubah dari waktu ke waktu
 Mood iritabel: suasana perasaan yang sensitive, mudah tersinggung, mudah
marah, dan seringkali bereaksi berlebihan terhadap situasi yang tidak
disenanginya.

26
B. Afek

Respon emosional saat sekarang, yang dapat dinilai melalui ekspresi wajah,
pembicaraan, sikap dan gerak-gerik tubuh pasien. Afek mencerminkan situasi emosi
sesaat. Terbagi menjadi:

 Afek luas: afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang luas dengan
sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara maupun
gerakan tubuh
 Afek menyempit: menggambarkan suasana ekspresi emosi yang terbatas.
Intensitas dan keluasan dari ekspresi emosinya berkurang
 Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi
emosi mata kosong, irama monoton dan bahasa tubuh yang sangat kurang
 Afek mendatar: suatu hendaya afektif berat lebih parah dari afek menumpul
 Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari ekspresi emosi yang terlihat
dari keserasian antara ekspresi emosi dan suasana yang dihayatinya
 Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak cocok
dengan suasana yang dihayati
 Afek labil: menggambarkan perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-
tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulus eksternal

C. Keserasian Afek

Merupakan keserasian respon emosi pasien mengenai subjek yang sedang


pasien bicarakan.

3. Pembicaraan

 Karakteristik fisik gaya bicara: kuantitas, laju produksi, dan kualitasnya


 Pasien digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasih, pendiam,
spontan/tidak spontan atau berespon normal terhadap petunjuk pewawancara.
Gaya bicara dapat cepat, lambat, tertekan, emosional, dramatis, monoton,
keras, terputus-putus atau bergumam.

27
4. Persepsi

Sebuah proses mental yang merupakan pemikiran stimulus fisik menjadi


informasi psikologis, sehingga stimulus sensorik dapat diterima secara sadar. Contoh:

 Depersonalisasi: suatu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari


perasaan subjektif dengan gambaran seseorang mengalami atau merasakan diri
sendiri sebagai tidak nyata.
 Derealisasi: perasaan subjektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata
 Ilusi: suatu persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal yang
nyata
 Halusinasi: persepsi yang salah, tidak berhubungan dengan stimulus eksternal,
jenis nya:

1. Halusinasi hipnogogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika mulai jatuh
tidur, secara umum bukan tergolong fenomena patologis
2. Halusinasi hipnopompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika
seseorang mulai terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena patologis
3. Halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara orang
meski dapat saja berupa suara lain seperti musik, jenis halusinasi ini yang
paling sering ditemukan
4. Halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru seringkali terjadi pada
gangguan medis umum
5. Halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang daoat berupa bentuk jelas
(orang) ataupun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya)
6. Halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak enak
7. Halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti phantom libs (sensasi
anggota tubuh teramputasi)
8. Halusinasi somatik: sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam tubuhnya,
lebih sering menyangkut organ dalam
9. Halusinasi lilliput: persepsi keliru yang mengakibatkan objek terlihat lebih
kecil

28
5. Pikiran
Terbagi menjadi proses pikir dan isi pikir

A. Proses pikir: gangguan bentuk pikir atau arus pikir, contohnya:

 Asosiasi longgar: gangguan arus pikir dengan ide-ide yang berpindah dari satu
subjek ke subjek lain yang tidak berhubungan
 Inkoherensi: pikiran secara umum tidak dapat dimengerti, pikiran atau kata
keluar bersama-sama tanpa hubungan yang logis
 Flight of ideas: pikiran yang sangat cepat yang menghasilkan perpindahan
yang konstan dari satu ide ke ide lainnya. Ide biasanya berhubungan
 Sirkumtansial: pembiacaraan yang tidak langsung sehingga lambat mencapai
point, tetapi seringkali akhirnya mencapai point atau tujuan yang diharapkan
 Tangensial: ketidakmampuan untuk mencapai tujuan secara langsung dan
seringkalu pada akhirnya tidak mencapai point atau tujuan yang diharapkan.

B. Isi pikir, dapat berupa:

 Kemiskinan isi pikir: pikiran yang hanya menghasilkan sedikit informasi


 Waham/delusi: suatu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru,
berdasarkan simpulan yang keliru, tentang kenyataan eksternal, tidak
konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak bisa
diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta. Jenis-jenis waham:

a) Waham bizzare: keyakinan yang keliru, mustahil, dan aneh (contoh:


makhluk angkasa luar menanamkan elektroda di otak manusia)
b) Waham sistematik: keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung
dengan satu tema/kejadian yang dapat diikuti akhirnya (contoh: orang
yang dikejar-kejar polisi atau mafia)
c) Waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya
atau dunia tidak ada atau menuju kiamat

29
d) Waham somatic: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi tubuh (contoh:
yakin otaknya meleleh)
e) Waham paranoid: termasuk didalamnya

- Waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik


sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat
berkuasa atau sangat besar.
- Waham kejaran: suatu delusi yang menandai seorang paranoid, yang
mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya
- Waham rujukan: satu kepercayaan keliru yang meyakini bahwa
tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah, membahayakan,
atau akan menjahati dirinya
- Waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa keinginan,
pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dsri lur.
Termasuk di dalamnya:

o thought withdrawl: waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang


lain atau kekuatan lain
o thought insertion: waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang
lain atau kekuatan lain
o thought broadcasting: waham bahwa pikirannya dapat diketahui
oleh orang lain, tersiar di udara
o thought control: waham bahwa pikirannya dikendalikan oleh
orang lain atau kekuatan lain

- Waham cemburu: keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu


patologis tentang pasangan yang tidak setia
- Erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya pada perempuan,
merasa yakin bahwa seseorang sangat mencintainya.

6. Obsesi: suatu ide yang tegar menetap dan seringkali tidak rasional, yang biasanya
dibarengi suatu kompulsi untuk melakukan suatu perbuatan, tidak dapat dihilangkan
dengan usaha yang logis, berhubungan dengan kecemasan

30
7. Kompulsi: kebutuhan dan tindakan patologis untuk melaksanakan suatu impuls, jika
ditahan akan menimbulkan kecemasan, perilaku berulang sebagai respons dari obsesi
atau timbul untuk memenuhi satu aturan tertentu
8. Fobia: ketakutan patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi
berhubungan dengan stimulus atau situasi spesifik yang mengakibatkan keinginan
yang memaksa untuk menghindari stimulus tersebut. Beberapa contoh:

o Fobia spesifik: ketakutan yang terbatas pada obyek atau situasi khusus (contoh
takut pada ular)
o Fobia social: ketakutan dipermalukan di depan public seperti rasa takut untuk
berbicara, tampil, atau makan di depan umum
o Akrofobia: ketakutan berada di tempat yang tinggi
o Agrofobia: ketakutan berada di tempat terbuka
o Klaustrofobia: ketakutan berada di tempat sempit
o Ailurofobia: ketakutan pada kucing
o Zoofobia: ketakutan pada binatang
o Xenophobia: ketakutan pada orang asing
o Fobia jarum: ketakutan yang berlebihan menerima suntikan

9. Sensorium dan Kognisi

A. Sensorium/Kesadaran

Sensorium atau kesadaran adalah suatu kondisi kesiagapan mental individu


dalam menganggapi rangsang dari luar maupun dari dalam diri. Terdapat beberapa
tingkatan kesadaran

o Kompos mentis: derajat optimal dari kesigapan mental individu dalam mengaggapi
rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya.
o Apatia: suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu berespons lambat
terhadap stimulus dari luar
o Somnolensi: suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung tidur

31
o Sopor: derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan kesadaran sopor nyari
tidak berespon terhadap stimulus dari luar, atau hanya berespon minimal
o Koma: derajat kesadaran paling berat
o Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu tidak
mampu berpikir jenrih dan berespon secara memadai terhadap situasi di sekitarnya
o Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan fungsi
kognitif yang luas
o Kesadaran seperti mimpi: gangguan kualits kesadaran yang terjadi pada serangan
epilepsy psikomotor
o Twilight state: keadaan perubahan kualitas kesadaran yang disertai halusinasi

B. Kognisi

Adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui mengenai benda atau


keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas
intelejensi seseorang. Termasuk dalam fungsi kognisi adalah: memori/daya ingat,
kosentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospatial, fungsi
eksekutif, abstraksi dan taraf intelejensi.

10. Pengendalian impuls

Dinilai kemampuan pasien untuk mengontrol impuls seksual, agresif, dan


impuls lainnya. Penilaian terhadap pengendalian impuls dilakukan pula untuk menilai
apakah pasien berpotensi mebahayakan diri dan orang lain.

11. Daya nilai

Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dengan
situasi tersebut

 Daya nilai social: kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar dan
bertindak yang sesuai dengan situasi tersebut dengan memperhatikan kaidah social
yang berlaku di dalam kehidupan sosial budayanya

32
 Uji daya nilai: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang
sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan

12. Tilikan

Kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya dan arti dari


suatu situasi (termasuk didalamnya dari gejala itu sendiri). Jenis-jenis tilikan:

 Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya


 Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya
 Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya
 Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab sakitnya
 Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan
dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
 Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai
motivasi untuk mencapai perbaikan

13. Reality Testing of Ability (RTA)

Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan ini akan


menentukan persepsi, respons emosi dan perliku dalam berelasi dengan realitas
kehidupan. Kekacauan perilaku, waham dan halusinasi adalah salah satu contoh
penggambaran gangguan berat dalam menilai realitas (Reality Testing of Ability)

14. Taraf dapat dipercaya

Pemeriksa juga memperhatikan kesan pemeriksa terhadap kemampuan pasien


untuk dapat dipercaya dan bagaimana ia menyampaikan peristiwa dan situasi yang
terjadi secara akurat. Pemeriksa dapat menilai kejujuran dan keadaan yang sebenarnya
dari yang dikatakan pasien.

33

Anda mungkin juga menyukai