SMP N 2 JATIYOSO
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab
fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat
menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan
kandungan-kandungan bahan pangan tersebut.
Jika cara-cara pengawetan pangan yang lain misalnya pemanasan,
pendinginan, pengeringan, iradiasi dan lain-lainnya ditujukan untuk mengurangi
jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu
memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di dalam
makanan. Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu
disesuaikan dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Beberapa contoh makanan hasil fermentasi adalah tempe, tauco, dan kecap
yang dibuat dari kedelai, oncom dari bungkil kacang tanah, ikan peda, terasi,
sayur asin, keju dan yoghurt dari susu, anggur minum, brem dan lain-lainnya.
Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan
makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber
protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat
dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang
menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus
oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga
membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara
umum dikenal sebagai ragi tempe. Warna putih pada tempe disebabkan adanya
miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga
disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut.
Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti
menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur
yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu
merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana
sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.
Pada proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobik dan
non alkoholik. Mikroorganisme yang berperan adalah kapang (jamur),
yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, dan Rhizopus arrhizus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan :
1. Bagaimanakah peranan mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses
pembuatan tempe?
2. Bagaimanakah proses pembuatan tempe?
C. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan penulisan yang menjadi acuan penulis untuk membuat laporan
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui bagaimana peranan dari mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam
proses pembuatan tempe.
2. Mengetahui bagaimana proses pembuatan tempe.
D. Manfaat Percobaan
Hasil penulisan laporaan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat,
baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, diharapkan dapat hasil
penulisan laporan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi teori bagi
penulisan laporan hasil penelitian yang lain yang sejenis dengan judul laporan
hasil penelitian ini.
Secara praktis, hasil penulisan makalah ini diharapkan juga dapat bermanfaat
sebagai berikut :
1) Menjadi bahan masukan berbagai pihak dalam menganalisis peranan
mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses pembuatan tempe
2) Menjadi sumber acuan bagi masyarakat atau siapapun yang hendak melakukan
penulisaan makalah dan ada kaitannya dengan pengaruh peranan
mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses pembuatan tempe serta
bagaimana proses pembuatan tempe.
BAB II
DASAR TEORI
A. Pengertian Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies
mikroba seperti bakteri, khamir dan kapang. Mikroba yang melakukan fermentasi
dengan memberikan hasil yang dikehendaki dapat dibedakan dari mikroba-
mikroba penyebab penyakit dan penyebab kerusakan. Mikroba fermentasi
mendatangkan hasil akhir yang dikehendaki, misalnya bakteri akan
menghasilkan asam laktat, khamir menghasilkan alkohol, kapang menghasilkan
tempe. Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang
dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau
dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat untuk membuat keju.
Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk fermentasi sebagai laru
(starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom digunakan hancuran
tempe dan oncom yang sudah jadi.
2) Alat:
- Panci,
- kompor gas,
- tampah plastik,
- tapisan,
- sendok nasi,
- ember,
- pembungkus plastik,
- jarum,
- serbet
C. Metode Kerja
1) Biji kedelai yang telah dipilih, dibersihkan dan dicuci dengan air bersih, kemudian
direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam. Hal ini bertujuan
untuk melunakkan kedelai, dan juga agar mudah melepas kulit ari dari
kedelai (proses hidrasi agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin ).
2) Lalu kedelai direbus sampai mendidih dan lanjutkan perebusan sampai kedelai
benar-benar kelihatan empuk.
3) Setelah tempe direbus, hasil rebusan tempe di tiriskan/di anginkan sambil diaduk
4) Setelah itu kulit ari kedelai dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji
terbelah dan kedelai menjadi bersih.
5) Kedelai yang telah dibuang kulitnya di cuci bersih lalu ditiriskan. Proses
pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk
oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan
kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
6) Setelah rebusan kedelai dingin, taburkan ragi (bibit tempe) sebanyak 1 gram ragi
per 1 kg kedelai secara merata dengan alat pengaduk.
7) Kedelai yang sudah dicampur ragi (bibit tempe), dibungkus dengan daun dan
kertas. Setelah itu disimpan selama dua hari.
A. Hasil Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pratikan pada dua hari berturut-turut setelah
pengolahan kedelai hingga menjadi tempe adalah sebagai berikut:
a) Pengamatan I (Selasa, 11 Februari 2014)
Kedelai yang terbungkus masih dalam keadaan panas dan mengembun.
b) Pengamatan II (Rabu, 12 Februari 2014)
Jamur merata, tekstur rata dan bau tempe.
B. Pembahasan
Pada pengamatan I keadaan bungkus kedelai dipenuhi uap air akibat panas
yang masih ditimbulkan oleh proses fermentasi dan mycelia putih dari jamur
belum merata (masih terlihat padatan/biji kedelai).
Pada pengamatan II masih ada biji kedelai yang terlihat akan tetapi keadaan
kedelai telah terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur, karena padatan
kedelai menempel pada pembungkusnya maka padatan kedelai tersebut terlihat
membentuk tekstur yang rata sesuai bentuk pembungkusnya dan pastinya
tercium bau yang khas dari bungkusan kedelai tersebut yaitu bau tempe.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa tempe sangat tergantung dari
hasil fermentasi jenis bahan utama/substratnya yaitu kedelai, macam mikroba
yang aktif dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan
metabolisme mikroba tersebut, dan hal ini dapat dikatakan bahwa pengolahan
kedelai hingga menjadi tempe sesuai dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman
mikroba jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses
fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur
kedelai menjadi lebih lunak, terurainya protein yang terkandung dalam kedelai
menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik
dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi.
Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan
mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein
sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahankimia pada
protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi
tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti
diare.
B. Saran
Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah
baik akan tetapi pratikan masih mengharapkan pada percobaan selanjutnya para
asisten/pembimbing untuk dapat memberikan keterangan/pengarahan lebih
spesifik lagi dalam hal pengolahan dan penyajian bahan yang dicoba. Dengan
adanya keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan
asisten/pembimbing dapat menjadi pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan
nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB
Bogor.
Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika Pembangunan
UNPAD, Bandung.
Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan
dan Gizi, IPB Bogor.