Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Farmasi http://dx.doi.org/10.29313/.v6i2.

23117

Analisa Potensi Limbah Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)


sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol

Shalma Suci Oktaviani Muhtar, Amir Musaddad Miftah, Nety Kurniaty


Prodi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung,
Bandung, Indonesia
email: shalma.suci98@gmail.com, amir.musadad.miftah@gmail.com, netykurniaty@yahoo.com

ABSTRACT : on 2016, Indonesia produce banana more than 7.007.117 tons. Lack of utilization of banana peel
waste causes environmental pollution. Creating bioethanol from banana peel is an alternative ways to
minimalize the environmental pollution to prevent the serious environmental issues. Banana peel contains
18,5% starch and 8,16% glucose. It potencially can be used as bioethanol raw material. This research has
purpose to find out the potency banana peel as bioethanol raw material, knowing the kind of microorganism
and the kind of yeast that can be used to make the bioethanol, also best timing to get the bioethanol. Research
method that used for this research is literature review by searching resources from published journal, both
nationally or internationally. The analysis result tells that banana kepok has the best potency to be the
bioethanol raw material from any kind of bananas, such as banana nangka, Cavendish, and raja because it
contains 16,20% bioethanol, the highest of any kind of bananas. Banana peel bioethanol making can be done
by hydrolysis process and fermentation by yeast where the best microorganism to produce high levels of
bioethanol is Saccharomyces cerevicae and takes 5-6 days.
Keywords: Banana peel waste, Bioethanol, Fermentation, Saccharomyces cerevicae

ABSTRAK: Produksi pisang di Indonesia mencapai lebih dari 7.007.117 ton pada tahun 2016. Kurangnya
pemanfaatan limbah kulit pisang yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Pembuatan bioetanol dari kulit
pisang merupakan alternatif untuk meminimalkan beban limbah kulit pisang agar tidak menjadi masalah
lingkungan yang serius. kulit pisang memiliki kandungan pati sebesar 18,5 % dan memiliki kandungan glukosa
sebesar 8,16%. Kulit pisang memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan bioetanol. Tujuan
dari penelitian ini yaitu mengetahui potensi kulit pisang sebagai bahan untuk pembuatan bioetanol, mengetahui
jenis mikrorganisme dan jenis ragi yang dapat digunakan dalam pembuatan bioetanol serta waktu optimal
untuk mendapatkan bioetanol. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dengan mencari sumber
berupa artikel yang telah dipublikasikan baik dalam jurnal nasional maupun internasional. Hasil analisis
potensi bioetanol dari beberapa jenis pisang didapatkan jenis pisang kepok yang paling berpotensi untuk
dijadikan bahan baku bioetanol karena mengandung kadar bioetanol tertinggi yaitu sebesar 16,20% bila
dibandingkan dengan jenis pisang nangka, cavendish, dan raja. Pembuatan bioetanol limbah kulit pisang
dilakukan melalui proses hidrolisis dan fermentasi dimana pada proses fermentasi digunakan ragi roti dengan
mikroorganisme yang paling baik untuk menghasilkan kadar bioetanol yang tinggi adalah Saccharomyces
cerevicae dengan waktu fermentasi paling optimum adalah selama 5-6 hari.
Kata Kunci: Limbah Kulit Pisang, Bioetanol, Fermentasi, Saccharomyces cerevicae
1. PENDAHULUAN ini menunjukkan bahwa kurangnya pemanfaatan
limbah kulit pisang sehingga masih mencemari
Pisang dengan nama Latin Musa paradisiaca
lingkungan.
L. merupakan jenis buah-buahan tropis yang
Banyak penelitian yang telah melakukan
sangat banyak dihasilkan di Indonesia. Pisang
pemanfaatan terhadap limbah kulit pisan. Seperti
merupakan buah yang banyak tumbuh di daerah-
pada penelitian Herliati, dkk (2018) dilakukan
daerah di Indonesia. Produksi pisang di Indonesia
penelitian mengenai pemanfaatan limbah kulit
mencapai lebih dari 7.007.117 ton pada tahun 2016
pisang sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
(Mayang, 2019). Keberadaan limbah kulit pisang
Pada penelitian Gebregergs, et.al., (2016)
ini masih sering dijumpai dilingkungan sekitar hal
424
Analisa Potensi Limbah Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)... | 425
menyatakan bahwa pembuatan bioetanol dari kulit penelitian juga menyatakan bahwa kulit buah
pisang merupakan alternatif untuk meminimalkan pisang dapat dijadikan bioetanol dengan cara
beban limbah kulit pisang agar tidak menjadi mengubah karbohidrat yang ada di dalam kulit
masalah lingkungan yang serius. pisang dengan proses fermentasi menggunakan
Bioetanol merupakan etanol yang dapat bantuan mikroorganisme.
diproduksi melalui proses fermentasi Pati merupakan polisakarida yang biasanya
menggunakan bahan baku nabati. Bahan baku ditemukan dalam sel tumbuhan dan beberapa
bioetanol sendiri berasal dari bahan yang berbasis mikroorganisme. Tahap awal pembentukan pati
pati, gula, dan selulosa (Setiawati, dkk., 2013). dengan terbentuknya ikatan glukosida (2 glukosa)
Kulit pisang kepok, memiliki kandungan yaitu ikatan antara molekul glukosa melalui
karbohidrat (pati) sebesar 18,5% dan memiliki oksigen pada atom karbon pertama (Sunarya,
kandungan glukosa sebesar 8,16% (Setiawati, dkk., 2012).
2013). Oleh karena itu kulit pisang kepok memiliki Pemanfaatan pati adalah sebagai bahan baku
potensi untuk dijadikan bahan baku dalam dalam industri makanan, produk non-pangan
pembuatan bioetanol. Karbohidrat yang seperti tekstil, kemasan, dan sebagainya, serta
terkandung dalam kulit pisang dapat diubah obat-obatan. Pati juga dapat dimanfaaatkan sebagai
menjadi etanol melalui suatu proses hidrolisa yang bioetanol, bahan bakar dan juga dapat
kemudian difermentasi dengan menggunakan dimanfaatkan sebagai pembuatan bioplastik
Saccharomyces cereviseae menjadi alkohol (Jabbar, 2017).
(Setiawati, dkk., 2013). Dengan proses ini limbah Etanol (alkohol) merupakan nama suatu
kulit pisang dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya. golongan senyawa organik yang mengandung
Berdasarkan latar belakang yang telah suatu unsur C, H dan O. Etanol disebut juga
dipaparkan sebelumnya, maka perumusan masalah sebagai etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH.
pada penelitian ini adalah apakah limbah kulit Rumus umum dari alkohol sendiri adalah R-OH.
pisang memiliki potensi untuk dijadikan bioetanol, Secara struktur alkohol sama dengan stuktur air,
apakah jenis mikrorganisme dan jenis ragi yang namun salah satu hidrogennya digantikan oleh
dapat digunakan dalam pembuatan bioetanol, suatu gugus alkil. Gugus fungsional alkohol adalah
selain itu juga membahas mengenai waktu optimal gugus hidroksil (OH) (Itelima, et. al., 2013).
untuk memperoleh kadar bioetanol terbaik dari Penggunaan bioetanol diantaranya adalah sebagai
limbah kulit pisang. bahan baku industri, kosmetik, minuman, farmasi,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan bahan bakar. Bioetanol merupakan suatu
potensi limbah kulit pisang untuk dijadikan bahan etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi
baku pembuatan bioetanol, mengetahui jenis gula menggunakan ragi. Bioetanol dapat dibuat
mikroorganisme dan jenis ragi yang dapat dari tanaman yang mengandung pati yang telah
digunakan dalam pembuatan bioetanol, serta diproses menjadi glukosa. Secara teoritis, hidrolisis
mengetahui waktu fermentasi yang optimal untuk glukosa dapat menghasilkan etanol dan
mendapatkan kadar bioetanol terbaik dari jurnal- karbondioksida.
jurnal yang diperoleh. Produksi bioetanol dari tanaman yang
mengandung pati atau karbohidrat, dapat dilakukan
dengan cara konversi karbohidrat menjadi glukosa
2. LANDASAN TEORI atau gula dengan beberapa metode diantaranya
Buah pisang merupakan tanaman dari keluarga dengan hidrolisis dengan bantuan katalis. (Ginting,
Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara 2017).
termasuk Indonesia dan banyak dibudidayakan di Hidrolisis merupakan suatu proses antara pati
daerah tropis seperti Indonesia, nama latin dari dan air dimana pati akan terurai menjadi monomer
pisang adalah Musa paradisiaca (Dewati, 2008). yang lebih sederhana yaitu monosakarida atau
Dalam proses pengolahan buah pisang glukosa (Retno, dkk., 2011). Metode hidrolisis
tentunya selalu terdapat limbah kulit pisang yang terdapat beberapa macam yaitu hidrolisis murni,
pemanfaatannya hanya baru sebatas sebagai pakan hidrolisis dengan katalis asam, hidrolisis
ternak. Padahal kulit pisang memiliki kandungan dengan menggunakan katalis basa, dan hidrolisis
karbohidrat sebesar 18,90 g pada setiap 100 g menggunakan katalis enzim (Susanti, 2013).
bahan (Dewati, 2008). Menurut beberapa
Farmasi
426 | Shalma Suci Oktaviani Muhtar, et al.
Fermentasi merupakan suatu proses terjadinya 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dekomposisi gula menjadi alkohol dan CO2 Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah
(Ginting, 2017). Pada proses fermentasi biasanya satu komoditas yang mempunyai kapasitas produksi
digunakan bantuan mikroorganisme sehingga berkisar 180.153 di pulau Jawa dan Madura. Dari
didapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih efisien. keseluruhan jumlah yang ada, terdapat jenis buah
Mikroorganisme biasanya memiliki enzim yang pisang yang paling banyak dimanfaatkan oleh
disekresikan sehingga mampu memutuskan ikatan masyarakat hal ini menyebabkan menumpuknya
glikosida dari glukosa dapat difermentasi menjadi limbah kulit pisang. Pemanfaatan limbah kulit buah
alkohol atau asam, dengan kata lain fermentasi pisang masih sangat sedikit sehingga akan
merupakan suatu proses untuk mengubah bahan menyebabkan permasalahan pada lingkungan.
baku menjadi produk oleh mikroba (Retno, dkk., Salah satu pemanfaatan kulit pisang yang saat ini
2011). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi telah banyak diteliti adalah sebagai bahan baku
proses fermentasi yaitu pH, mikroorganisme, suhu, pembuatan bioetanol karena kulit pisang memiliki
waktu, media. Tahap inti produksi bioetanol adalah kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu sebesar
proses fermentasi gula sederhana menggunakan 18,5% (Suprapti, 2005). Bioetanol sendiri
mikroorganisme sehingga akan dikonversi menjadi merupakan etanol yang diproduksi dengan
suatu etanol dan gas CO2 (Ginting, 2017). cara fermentasi menggunakan bahan baku nabati.
Proses distilasi ini adalah suatu tahapan yang Bioetanol dapat dibuat dari biomassa yang
sangat penting pada produksi bioetanol dimana mengandung gula, pati, atau selulosa yang telah
proses pemurnian etanol dilakukan dengan cara diproses menjadi glukosa (Novia, dkk., 2014).
pemanasan untuk memisahkan etanol dengan air
Potensi Kulit Pisang
berdasarkan perbedaan titik didih (Indra, dkk., 2014).
Saccharomyces cerevisiae merupakan jenis Banyaknya jenis pisang menyebabkan semua
khamir yang memiliki kemampuan mengubah jenis pisang dapat dijadikan bahan baku pembuatan
glukosa menjadi etanol dan karbondioksida bioetanol. Namun masing-masing jenis kulit pisang
(Ahmad, 2005). Saccharomyces cerevisiae dapat memiliki kandungan karbohidrat yang berbeda
menghasilkan enzim yaitu enzim zimase dan sehingga menghasilkan kadar etanol yang berbeda
invertase. Enzim invertase berfungsi untuk juga. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan
memecah polisakarida (pati) atau sukrosa yang bahwa kulit pisang kepok memiliki potensi yang
belum terhidrolisis untuk diubah menjadi monomer lebih besar bila dibandingkan kulit pisang lainnya.
yang lebih sederhana yaitu monosakarida (glukosa) Tabel 1. Kadar hasil dari variasi jenis pisang
sedangkan enzim zimase berfungsi untuk
mengubah monosakarida hasil pemecahan menjadi Jenis pisang Kadar etanol Referensi
etanol melalui proses fermentasi (Desfran, 2014). kulit pisang nangka 0,37%
Herliati, dkk., (2018)
kulit pisang cavendish 0,20%
kulit pisang kepok 16,20%
METODOLOGI PENELITIAN Bestari, dkk., (2013)
kulit pisang raja 13,81%
Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah studi pustaka dengan mencari sumber Hidrolisis
berupa artikel yang telah dipublikasikan baik Produksi bioetanol dari tanaman yang
dalam jurnal nasional maupun jurnal internasional. mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan
Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula
pencarian data dengan menggunakan media online atau glukosa dengan cara hidrolisis. Mekanisme
lain seperti situs jurnal lain, referensi dalam bentuk reaksi yang terjadi pada proses hidrolisis ini yaitu
buku, informasi dan internet maupun sumber-sumber dimulai dari proton dari asam yang akan
lain seperti diskusi bersama dosen. Dalam mencari berinteraksi cepat dengan ikatan glikosidik oksigen
artikel dan pustaka yang diperlukan, digunakan pada 2 unit gula sehingga membentuk asam
beberapa katakunci yaitu bioetanol (biethanol), kulit konjugasi. Proses tersebut terjadi secara kontinyu
pisang (banana peel), saccaromyces cereviseae, hingga semua molekul pati akan terhidrolisis
hidrolisis (hydrolisis). menjadi glukosa (Rizwan, dkk., 2018).

Volume 6, No. 2, Tahun 2020 ISSN: 2460-6472


Analisa Potensi Limbah Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)... | 427
Proses pembuatan bioetanol metode hidrolisis Jenis ragi juga dapat mempengaruhi kadar
yang digunakan adalah hidrolisis dengan katalis etanol yang dihasilkan. Umumnya ragi yang
asam dan dengan katalis enzim. Hidrolisis digunakan untuk pembuatan bioetanol pada proses
menggunakan katalis asam digunakan untuk fermentasi adalah ragi roti dan ragi tape dimana
membantu mempercepat penguraian komponen mikroorganisme dari kedua ragi tersebut adalah
polisakarida menjadi monomer-monomernya, Saccharomyces cerevicae yang dapat
proses hidrolisis yang sempurna ditandai dengan memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan
perubahan selulosa dan pati yang terdapat di dalam mempunyai toleransi pada kadar alkohol yang
kulit pisang menjadi monomer yang lebih tinggi (Retno, dkk., 2013).
sederhana yaitu glukosa (Herliati, dkk., 2018).
Sedangkan metode hidrolisis menggunakan enzim Namun pada beberapa penelitian menunjukkan
secara sederhana dilakukan dengan mengganti hasil yang berbeda dari penggunaan masing-
tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis masing ragi tersebut, dimana hasil tersebut dapat
enzim selulosa (Seftian, dkk., 2012). dilihat pada tabel berikut ini:
Fermentasi Tabel 2. Hasil kadar dari variasi jenis ragi
Proses fermentasi adalah sebuah proses
perubahan kimia pada suatu substrat organik Jenis Ragi Kadar etanol (%) Referensi
melalui aktivitas enzim yang dihasilkan dari
metabolisme mikroorganisme (Ketut, 2009). Ragi roti 4 gr 0,264
Fermentasi glukosa menghasilkan etanol yang Ragi roti 8 gr 0,630
biasa juga disebut fermentasi alkohol. Adapun Ragi roti 12 gr 0,786
Hikmah, dkk., (2019)
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi Ragi tape 4 gr 0,015
yaitu suhu, jenis ragi, nutrisi ragi, pH, dan waktu Ragi tape 8 gr 0,006
fermentasi (Hikmah, dkk., 2019). Ragi tape 12 gr 0,017
Ragi roti 5,290
Suhu Setiawati, dkk., (2013)
Ragi tape 6,128
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses
fermentasi yaitu akan mempengaruhi aktivitas dari Dari data berikut ini menununjukan bahwa
ezim khamir dan mempengaruhi hasil alkohol. kadar bioetanol yang dihasilkan dari ragi roti lebih
Kecepatan fermentasi akan bertambah sesuai suhu besar dibandingkan ragi tape, hal ini disebabkan
optimum yang pada umumnya 27-320C (Setiawati, karena pada ragi tape tidak hanya mengandung
dkk., 2013). Saccharomyces cerevisiae melainkan mengandung
Temperatur maksimal dari ragi tape dan ragi roti mikroorganisme lain sehingga hal tersebut
adalah sekitar 40-50oC dengan temperatur mempengaruhi hasil dari kadar etanol. Dimana
minimumnya adalah 0oC. Namun untuk suhu mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape
sendiri masing-masing dari jenis ragi ini meimiliki ini adalah Saccharomyces cerevisiae dan Candida
suhu optimum yaitu untuk ragi roti adalah 19-32oC utilis (Hartono, dkk., 2011) sehingga mikroba yang
dan ragi tape adalah 35-47oC. Oleh karena itu, berperan dalam fermentasi ini pun menjadi kurang
pengaruh suhu sangat lah berpengaruh sehingga maksimal.
pengaturan suhu dibuat dalam range tersebut
(Setiawati, dkk., 2013). pH
Dalam penelitian Herliati, dkk (2018) variasi Pada proses fermentasi kondisi pH akan
suhu yang digunakan pada pembuatan bioetanol mempengaruhi hasil yang didapatkan karena pada
o o
yaitu suhu 30 C dan 40 C, dari hasil pengamatan proses fermentasi pati lebih menyukai kondisi pH
yang didapat suhu optimum yang menghasilkan yang asam, selain itu juga sebagian besar
kadar etanol yang lebih tinggi adalah pada suhu pertumbuhan mikroorganisme sangat peka
o terhadap perubahan pH. Keasaman yang cocok
40 C. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi
suhu maka laju fermentasi akan semakin cepat untuk saccharomyces cereviseae yaitu pada pH 3-5
sehingga kadar yang dihasilkan pun akan semakin (Herliati, dkk., 2018). Dapat dilihat pada tabel
tinggi. berikut:
Tabel 3. Hasil kadar dari variasi pH
Jenis Ragi
Farmasi
428 | Shalma Suci Oktaviani Muhtar, et al.

pH Kadar etanol (%) Referensi Waktu Fermentasi Kadar etanol (%) Referensi

2 6,223 2 hari 3,874


3 6,817 4 hari 7,783
Retno, dkk., (2011)
4 7,600 Setiawati, dkk., (2013) 6 hari 13,541
5 6,509 8 hari 13,442
6 6,187 1 hari 8,000
4 6,730 3 hari 9,000
Herliati, dkk., (2018) 5 hari 13,000 Seftian, dkk., (2012)
5 6,510
6 hari 11,000
7 hari 8,000
Dari data tersebut didapatkan hasil kadar
1 hari 6,025
bioetanol yaitu kadar bioetanol semakin meningkat 2 hari 6,265
ketika suasana pH pada proses fermentasi semakin 3 hari 5,880 Setiawati, dkk., (2013)
mendekati rentang pH 3-5, karena pH keasaman 4 hari 5,424
yang optimum antara 3–5 sehingga jika diluar dari 5 hari 5,272
rentang tersebut maka pertumbuhan mikroba akan 2 hari 13,870
terganggu. Namun dari hasil tersebut menunjukkan 4 hari 15,190
Bestari, dkk., (2013)
bahwa suasana pH paling optimum untuk enzim 6 hari 17,220
bekerja menghasilkan etanol adalah pada pH 4. 8 hari 17,050
3 hari 19,410
Waktu Fermentasi
5 hari 23,900
Moeksin, dkk., (2015)
Waktu fermentasi biasanya akan 7 hari 17,740
mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan, 9 hari 6,000
2 hari 0,970
Lama fermentasi ditentukan oleh jenis bahan dan
6 hari 6,730 Herliati, dkk., (2018)
jenis ragi yang dipakai. Kadar etanol yang 8 hari 4,680
dihasilkan akan semakin tinggi seiring dengan 3 hari 3,970
lamanya waktu fermentasi namun kadar maksimal 5 hari 5,030
yang dihasilkan hanya sampai waktu optimal dan Muksin, dkk., (2019)
7 hari 0,640
setelah itu jika waktu fermentasi melebihi waktu 9 hari 0,560
optimal maka kadar etanol yang dihasilkan akan
menurun (Setiawati, dkk., 2013). Berdasarkan hasil pada tabel 4 dapat
Tabel 4. Hasil kadar dari variasi waktu disimpulkan bahwa waktu optimum enzim bekerja
untuk menghasilkan kadar etanol yang tinggi
adalah 5-6 hari karena hampir semua penelitian
menghasilkan kadar etanol tertinggi pada waktu 5-
6 hari. Namun seiring bertambahnya waktu kadar
etanol semakin menurun, jika dilihat pada
penelitian yang telah dilakukan ketika memasuki
waktu lebih dari 6 hari kadar etanol mulai
menurun, hal ini disebabkan mikroorganisme yang
mulai memasuki fase penurunan pada fase ini
nutrient sebagai asupan nutrisi bagi saccharomyces
cerevisiae mulai habis sehingga mengakibatkan
semakin cepatnya kematian, sehingga akan
berhenti berproduksi (Hartono, dkk., 2011).
4. KESIMPULAN
Jadi dari studi literatur yang telah dilakukan
dengan mengkaji dari beberapa jurnal menganai
pembuatan bioetanol dari limbah kulit pisang maka
didapatkan hasil yaitu limbah kulit pisang
memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan
Volume 6, No. 2, Tahun 2020 ISSN: 2460-6472
Analisa Potensi Limbah Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)... | 429
baku bioetanol karena mengandung sejumlah pati Fermentasi Dari Hidrolisat Tongkol
yang cukup besar yaitu sebesar 18,5 %, dimana Jagung Dengan Menggunakan
dari berbagai macam jenis pisang limbah kulit Campuran Zymomonas Mobilis Dan
pisang yang memiliki potensi paling besar adalah Saccharomyces Cerevisiae, [skripsi],
jenis pisang kepok karena mengandung kadar Departemen Teknik Kimia, Fakultas
bioetanol tertinggi yaitu sebesar 16,20% bila Teknik ,Universitas Sumatera Utara,
dibandingkan dengan jenis pisang nangka, Sumatera Utara.
cavendish, dan pisang raja. Pembuatan bioetanol Hartono., Pagarra, H., (2011). Analisis Kadar
limbah kulit pisang dilakukan melalui proses Etanol Hasil Fermentasi Ragi Roti Pada
hidrolisis dan fermentasi dimana pada proses Tepung Umbi Gadung (Dioscorea
fermentasi digunakan ragi yaitu ragi roti dengan Hispida Dennst) Terhadap Kadar Etanol,
mikroorganisme yang paling baik untuk Jurnal Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas
menghasilkan kadar bioetanol yang tinggi adalah MIPA, Universitas Negeri Makassar,
Saccharomyces cerevicae dengan waktu Makassar 12(2) ISSN: 1411-4720
fermentasi paling optimum adalah selama 5-6 hari. Herliati, Sefaniyah, Indri, A., (2018), Pemanfaatan
limbah kulit pisang sebagai Bahan Baku
SARAN
pembuatan Bioetanol, Jurnal Teknologi,
Hasil dari penelusuran pustaka ini, diharapkan Fakultas Teknologi Industri Universitas
selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian Jayabaya, Jakarta.
secara laboratorium dengan menambahkan variasi Hikmah., Fadhillah, H, N., Noor, M., Putra, M,
jenis pisang lain untuk mengetahui jenis lain yang D. (2019), Bioetanol Hasil Fermentasi
memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiaca)
bioetanol, serta dapat melakukan penelitian Dengan Variasi Ragi Melalui Hidrolisis
laboratorium dengan menggunakan variasi suhu, Asam Sulfat, Program Studi Teknik
pH, mikroorganisme dan waktu fermentasi yang Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
telah dihasilkan agar membuktikan hasil dari Lambung Mangkurat, Lampung, 2 (15).
penelusuran ini menghasilkan data yang benar. ISSN 2302-3708
Indra Truaswaati dan Lani Nurhayati. (2014),
DAFTAR PUSTAKA Pembuatan Bioetanol Gel Sebagai Bahan
Bakar Alternatif Pengganti Minyak
Ahmad, R. Z. (2005). Pemanfaatan khamir
Tanah, [skripsi], Jurusan Teknik Kimia,
Saccharomyces cerevisiae untuk ternak.
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro,
Balai Penelitian Veteriner, Bogor
Semarang.
Desfran, Zely. (2014). Pengaruh Waktu dan
Itelima, J, A., Ogbonna, S., Pandukur, J., Egbere,
Kadar Saccharomyces cerevisiae
A., Salami. (2013), Simultaneous
Terhadap Produksi Eetanol dari Serabut
Saccharification and Fermentation of Corn
Kelapa Pada Proses Sakarifikasi dan
Cobs to Bio-Ethanol by Co Culture of
Fermentasi Simultan dengan Enzim
Aspergillus Niger and Saccharomyces
Selulase. [Skripsi], Program Studi
Cerevisiae. International Journal of
Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan
Environmental Science and
Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu,
Development, 2 (4)
Bengkulu.
Jabbar,U, F. (2017), Pengaruh Penambahan
Dewati, R. (2008), Limbah Kulit Pisang Kepok
Kitosan Terhadap Karakteristik Bioplastik
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol,
Dari Pati Kulit Kentang (Solanum
Surabaya, UPN Press.
Tuberosum. L), [skripsi], Fakultas Sains
Gebregergs, A., Gebresemati, M., Sahu, O., (2016)
Dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Industrial ethanol from banana peels
Alauddin Makassar, Makasar
for developing countries: Response
Mayang, P. A., Sari, P. R., Fathoni, R., (2019).
surface methodology, Pacific Science
Pembuatan Glukosa Dari Kulit Pisang
Review A: Natural Science and
Kepok (Musa Paradisiaca L.) Dengan
Engineering. Brazil.
Proses Hidrolisis, Jurnal Integrasi
Ginting, D. (2017), Pembuatan Bioetanol Secara
Farmasi
430 | Shalma Suci Oktaviani Muhtar, et al.
Proses, Program Studi Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas
Mulawarman, Samarinda 8(1)
Novia, N., Windarti, A., Rosmawati, R. 2014.
Pembuatan bioetanol dari jerami padi
dengan metode ozonolisis-SSF. Jurnal
Teknik Kimia 20(3): 38- 48.
Retno, D, T., Nuri, W. (2011), Pembuatan
Bioetanol dari Kulit Pisang, Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia, Jurusan
Teknik Kimia FTI UPN”Veteran”
Yogyakarta, Yogyakarta, ISSN 1693 –
4393
Rizwan, M., Diah, M. W. A., Ratman., (2018)
Pengaruh Konsentrasi Ragi Tape
(Saccharomyces Cerevisiae) Terhadap
Kadar Bioetanol Pada Proses Fermentasi
Biji Alpukat (Persea Americana Mill),
Jurnal Akademika Kimia, Program
Studi Pendidikan Kimia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Tadulako, Palu 7(4) ISSN 2302
6030.
Ketut, S. (2009). ‘Produksi Bioetanol dari Rumput
Gajah Secara Kimia’, Jurnal Teknik Kimia,
Vol. 4, No. 1.
Seftian, D., Antonius, F., Faizal, M. (2012).
Pembuatan etanol dari kulit pisang
menggunakan metode hidrolisis
enzimatik dan fermentasi. Jurnal Teknik
Kimia 18(1)

Setiawati, D, R., Sinaga, A, R., Dewi, T, K.


(2013), Proses Pembuatan Bioetanol Dari
Kulit Pisang Kepok, Jurnal Teknik
Kimia, Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sriwijaya,Palembang,
1, (19)
Smunindar. (2010), Produksi Bioetanil Dari
Limbah Tanaman Jagung Melalui
Sakarifikasi Dan Fermentasi Simultas
Dengan Kultur Campuran
Saccharomyces cereviseae Dan Pichia
stiptis. [skripsi], Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sunarya, Y. (2012), Kimia Dasar 2. Bandung:
Yrama Widya,
Suprapti, L. (2005), Tepung Tapioca Pembuatan
Dan Pemanfaatannya, Yogyakarta,
Kanisius.

Volume 6, No. 2, Tahun 2020 ISSN: 2460-6472

Anda mungkin juga menyukai