PERIPARTURIEN
SKRIPSI
Oleh
NIM. 1609511042
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
KADAR GLUKOSA DARAH SAPI BALI PADA PERIODE
PERIPARTURIEN
SKRIPSI
Diajukan oleh
Menyetujui/Mengesahkan :
UNIVERSITAS UDAYANA
Tanggal Lulus :
ii
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami
berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat
Panitia Penguji :
Drh. I Made Merdana, MP. Drh. Anak Agung Sagung Kendran, M.kes
Sekretaris Anggota
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kepada penulis sehingga penulisan
skripsi yang berjudul “Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien”.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian guna memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana.
1. Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana.
2. Dr. drh. I Nyoman Sulabda, M.Kes. selaku Pembimbing I atas bimbingan,
nasehat dan motivasi yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan
skripsi hingga selesai.
3. Drh. I Made Merdana, M.P. selaku Pembimbing II yang bersedia untuk
menyediakan waktu untuk membimbing, membaca, dan memberi masukan
bagi penulis skripsi ini serta memberikan arahan dan nasehat selama
penelitian.
4. Drh. Anak Agung Sagung Kendran, M.Kes., Drh Samsuri, M.Kes., Drh. I
Gusti Agung Gde Putra Pemayun, M.P selaku penguji yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan, kritik, saran serta
nasehat yang sangat berguna dalam penulisan skripsi ini.
5. Drh. I Made Merdana, M.P, selaku pembimbing akademik yang selalu
memberi motivasi dan bimbingan bagi penulis.
6. Semua dosen dan staff Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
yang telah membimbing penulis selama menutut ilmu di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
vii
7. Kedua Orang Tua, I Dewa Agung Made Oka dan I Dewa Agung Ayu
Suarmini atas doa, kasih sayang, bimbingan, motivasi, semangat hidup serta
dukungan moral maupun materil yang tiada henti-hentinya. Skripsi ini saya
dedikasikan untuk kedua orang tua saya.
8. I Dewa Agung Oka Hendrayana selaku kakak saya yang menjadi motivasi
saya untuk menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
9. Rekan satu penelitian I Made Wirani Ari Tiasnitha, I Kadek Ariyuda
Prasetya, dan Mira Cahyani Heryanto yang selalu membantu saat penelitian
10. Sahabat seperjuangan yaitu Fandhi, Irel, Wirani, Ciki dan Rial yang selalu
mendukung pada masa perkulihan
11. Sahabat dari SMP dan SMA yaitu Cahya, Dika, Gekta Dayurara, Putri dan
Ayu Melody, Angga yang telah memberikan dukungan, motivasi, apresiasi
dan doanya selama ini.
12. Keluarga besar FKH UNUD Angkatan 2016 atas bantuan dan motivasi
selama berjalannya pendidikan penulis di Fakultas Kedokteran Hewan
Uniersitas Udayana.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dan memberikan pengetahuan dan refrensi yang penulis miliki.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis
harapkan dari berbagai pihak.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. .i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Rerata Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien
(mg/dl) ................................................................................................................... 14
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Sampel Penelitian ................................................................... 25
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam ..................................................................... 26
Lampiran 3. Hasil Uji Ducan .............................................................................. 28
Lampiran 4. Grafik perbandingan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien. ......................................................................................................... 29
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 30
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi bali merupakan hasil domestikasi banteng yang mempunyai kelebihan
tertentu bila dibandingkan dengan jenis sapi lokal lainya. Sapi bali menjadi ternak
primadona di Indonesia karena mempunyai pertumbuhan yang cepat, daya adaptasi
sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik, dan dapat memanfaatkan pakan
dengan kualitas rendah, kemudian mempunyai fertilitas dan conception rate yang
sangat baik, presentase karkas yang tinggi yaitu 52-57,7%, dan memiliki daging
berkualitas baik (Eko dan Subandriyo, 2004).
Melihat keunggulan sapi bali, pembibitan sapi ini sangat perlu dilakukan, dalam
melaksanakan peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang
Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB). Program ini memiliki
tujuan untuk meningkatkan populasi sapi secara berkelanjutan dengan memaksimalkan
potensi sapi indukan dalam menghasilkan anak, meningkatkan mutu/genetik sapi bali
mewujudkan komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada daging sapi yang
ditargetkan tercapai pada 2026.
Sapi bunting pada periode periparturien atau periode transisi merupakan
periode umur kebuntingan tiga minggu sebelum lahir dan tiga minggu setelah kelahiran
(Indarwati, 2012). Pada periode ini, kebutuhan glukosa yang terdapat dalam darah
sangat diperlukan sebagai substrat metabolisme yang paling utama untuk proses
reproduktif pada sapi betina seperti digunakan untuk kebutuhan hidup induk,
pertumbuhan fetus, pertumbuhan jaringan, plasenta, ambing serta produksi susu.
Pada masa kebuntingan tua kebutuhan akan glukosa meningkat untuk
pematangan fetus dan persiapan kelahiran. Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa
dibutuhkan sekali untuk pembentukan laktosa (gula susu) dan lemak. Kendran et al.
(2012) melaporkan bahwa kadar glokusa darah normal sapi bali betina berkisar 65,85-
68,91 mg/dl dan sapi bali jantan berkisar 68,96-72,81 mg/dl.
1
2
Penelitian lain menyebutkan rata-rata kadar glokusa darah sapi yang rendah yaitu 48.58
± 6.675 mg/dl dijumpai pada sapi yang mengalami gangguan reproduksi dan kawin
berulang (Ramandani dan Nururrozi, 2015).
Jika asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis tubuh akan
berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis asam lemak menjadi glokusa di
dalam hati, dan menghasilkan benda-benda keton dalam darah. Kekurangan glokusa
secara drastis didalam darah dan tubuh akan menyebabkan hipoglikemia dan
menimbulkan kondisi sakit yang disebut ketosis. Hipoglikemia atau hiperketonemia
dapat berlangsung secara sub klinis dan bisa berkembang menjadi klinis (Ayuningsih,
2017). Ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang menyatakan bahwa kekurangan kadar
glukosa dan urea pada sapi dapat menyebabkan sapi mengalami perpanjangan proses
anestrus pada postpartum, kemudian mengalami kawin berulang serta penyakit
subklinis seperti hipoglikemia, ketosis, ambruk saat melahirkan dan kematian.
(Budiasa et al. 2015; Ramadhani et al. 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kadar glokusa darah pada sapi yang beresiko mengalami hipoglikemia,
sehingga kedepannya bisa diupayakan tindakan untuk pencegahannya.
2. Manfaat Praktis
Dengan melihat kadar glukosa darah sapi bali selama periode
periparturien maka dapat dijadikan pedoman praktis dan evaluasi untuk
penanggulangan penyakit subklinis akibat kekurangan glukosa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali
Sapi bali adalah sapi asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari
banteng (Bibos banteng). Banteng hingga saat ini masih hidup liar di Taman Nasional
Bali Barat, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi bali
memiliki keunggulan dan sifat karakteristik yang berbeda dengan sapi lokal lainnya
dan menyebar hampir diseluruh wilayah Indonesia dan juga banyak dipelihara di
Malaysia, Filipina dan Australia bagian utara (Batan, 2006; Oka et al., 2012).
Thalib (2003) menyatakan bahwa sapi bali adalah tipe sapi kecil dengan
kemampuan reproduksi dan daya adaptasi yang sangat baik pada pemeliharaan intensif
maupun ekstensif di padang penggembalaan. Sapi bali mempunyai persentase karkas
yang tinggi walaupun jumlah edible meat yang dihasilkan per ekor relatif sedikit.
Bagi peternak, sapi bali merupakan hewan ternak yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat petani dan memiliki lima fungsi penting bagi masyarakat
di Bali yaitu: sebagai tenaga kerja pertanian, sumber pendapatan, sarana upacara
keagamaan, hiburan, dan objek pariwisata. Sapi bali banyak dipelihara oleh masyarakat
sebagai tabungan bukan sebagai bisnis yang menjanjikan keuntungan, sehingga
peternak sapi bali terkadang tidak memperhatikan kebutuhan pakan sapi tersebut,
sehingga hal tersebut menyebabkan timbulnya beberapa penyakit subklinis (Sariubang
et al., 2009).
Secara anatomi sapi bali betina memiliki ciri-ciri tubuh yaitu bulu berwarna
kemerahan, lutut ke bawah putih, pantat berwarna putih berbentuk setengah bulan,
ujung ekor hitam, dan ada garis belut warna hitam pada punggungnya, tanduk pendek,
bentuk kepala panjang dan leher ramping. Sedangkan yang jantan warna badan
kehitaman, lutut ke bawah putih, pantat putih berbentuk setengah bulan, ujung ekor
hitam, bentuk tanduk baik mengarah ketengah berwarna hitam, serta bentuk kepala
lebar, leher kompak dan kuat. Selain itu perbandingan ukuran bobot badan sapi bali
umur 2 tahun pada betina berkisar 170-225 kg dan pada jantan berkisar 210-260 kg
4
5
(Direktorat Jendral Peternakan, 2015). Secara anatomi penampilan sapi bali betina
ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.
yang dikonsumsi berasal dari tumbuh-tumbuhan yang secara langsung dapat ditemukan
di lahan. Sedangkan sistem pemeliharaan intensif pemberian pakan dan pertumbuhan
yang diatur oleh campur tangan manusia (modern) dan sistem pemeliharaan dilakukan
pada kandang yang dibuat secara khusus. Sistem pemeliharaan lainnya yakni sistem
pemeliharaan semi intensif, sering disebut dengan sistem pemeliharaan campuran yaitu
sistem penggabungan dari ekstensif dan intensif. Pada sistem pemeliharaan ini petani
biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan
bahan pakan yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertanian (Williamson et al. 1993;
Parakkasi., 1999). Pemberian pakan sapi yang berasal dari sekitar lingkungan saja,
akan memberikan kualitas pakan tidak maksimal, dan ketersediaan mineral dalam
tanah juga berbeda-beda, sehingga berpengaruh terhadap kandungan mineral pada
sumber pakan (Suwiti et al., 2012). Jadi, dapat dikatakan pemeliharaan sapi dan
pemberian pakan dengan nutrisi yang baik, akan dapat mempengaruhi
perkembanganbiakan dan mempercepat pertumbuhan dan juga mempengaruhi
kesehatan sapi bali.
birahi tenang, kelainan ovulasi, kegagalan konsepsi, dan kematian embrio. Sapi dara
paling sensitif terhadap kekurangan nutrisi pada tingkat akhir kebuntingan pertama jika
mereka belum mencapai kematangan fisik. Hal ini diperlihatkan dengan keterlambatan
birahi post partus dan angka konsepsi yang rendah pada kawin pertama (Arthur et al.,
1989). Kemampuan reproduksi sapi bali betina sangat baik, sapi bali betina dikawinkan
pertama kali pada umur 27–30 bulan, dimana perkembangan tubuh dan organ
reproduksinya sudah sempurna. Jarak melahirkan anak sapi berkisar 12-14 bulan,
keadaan ini sangat dipengaruhi oleh pubertas dan kecermatan peternak dalam
mendeteksi birahi pertama yang muncul pada sapi yang selanjutnya dimasukkan ke
dalam program perkawinan. Program perkawinan ini harus benar-benar diperhitungkan
karena pubertas atau dewasa kelamin umumnya terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai,
sehingga sapi betina harus menyediakan pakan disamping untuk perkembangan dan
pertumbuhan tubuh dan juga fetussnya. Jadi, seekor sapi betina muda yang baru
mengalami dewasa kelamin membutuhkan lebih banyak pakan, dan sapi akan
menderita stress bila dikawinkan pada umur tersebut dibandingkan dengan sapi betina
yang sudah mencapai dewasa tubuh (Toelihere, 1997). Alat-alat reproduksi betina
terletak di dalam cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-
tulang sacrum, vertebra coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae
dibentuk oleh ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat
dibagi menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva. Selain itu, menurut
Astiti (2018), menentukan umur sapi betina dapat dilakukan dengan memperhatikan
pembentukan cincin tanduk sapi betina induk yang dipengaruhi oleh umur pertama kali
dikawinkan dan selang kelahiran anaknya. Apabila sapi betina dikawinkan pada umur
2 tahun maka pada umur 3 tahun induknya telah beranak 1 kali dan pada tanduk akan
terbentuk 1 buah cincin tanduk demikian seterusnya.
8
Kekurangan kadar glukosa darah akan mengakibatkan hipoglikemia, dan ambruk saat
melahirkan (partus). Fakta lapangan kasus hipoglikemia banyak terjadi pada
peternakan rakyat, dan penanganan seringkali tanpa disertai diagnosa definitif. Kadar
glokusa darah yang yang dijumpai pada sapi akan menyebabkan gangguan reproduksi
seperti kawin berulang dan lamanya anestrus pada postpartum. Selain itu, faktor pakan
dan nutrisi pada ransum akan berpengaruh terhadap kadar glokusa darah. (Suwasono
et al., 2013; Suyasa et al., 2016; Tahuk et al., 2017).
Periode Periparturien
2.7 Hipotesis
Dari kerangka konsep diatas dapat diajukan hipotesis yaitu ada perbedaan kadar
glukosa darah sapi bali selama periode periparturien.
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel darah dari 12 ekor sapi bali bunting selama
periode periparturien. Sampel darah sapi diambil sebanyak tiga kali yaitu 3 minggu
sebelum melahirkan (21 hari prepartus), pada saat melahirkan (partus) dan 3 minggu
setelah melahirkan (21 hari post partus).
11
12
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap sapi bali yang
bunting, yaitu pada 3 minggu sebelum melahirkan, kemudian pada saat melahirkan,
dan 3 minggu setelah melahirkan. Pengambilan darah dilakukan melalui vena
jugularis, menggunakan jarum venoject 21G. Sebelum diambil darah, pada daerah
pembuluh darah diusap dengan kapas beralkohol 70% terlebih dahulu untuk
mencegah kontaminasi. Setelah itu jarum venoject 21G ditusukkan pada vena
jugularis, darah yang diambil sebanyak 1 ml, kemudian darah langsung diperiksa
dengan menggunakan alat glukometer nesco multicheck.
Parameter yang diambil adalah kadar glukosa darah, dengan menggunakan alat
nesco multicheck. Adapun caranya adalah dengan meneteskan satu tetes darah (4,0
μl ) pada strip test. Setiap parameter menggunakan strip test yang berbeda,
kemudian masukkan ke alat glukometer nesco multicheck, tunggu beberapa menit,
alat akan membaca hasilnya secara otomatis. Kemudian catat dan lakukan evaluasi
perbandingan kadar glukosa pada periode tersebut.
Data glukosa darah diperoleh dari 12 sampel darah sapi bali selama periode
periparturien. Dianalisis secara statistika dengan uji sidik ragam (ANOVA) dan bila
ada perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Harsojuwono et al., 2011).
13
Penelitian ini dilakukan pada peternakan sapi di Kabupaten Singaraja dan Badung.
Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Farmakologi
dan Farmasi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian
dilakukan selama 2 bulan mulai bulan November sampai Desember 2019
BAB IV
Hasil penelitian menunjukan rerata kadar glukosa darah sapi bali selama
periode periparturien (mg/dl) yang dipelihara di beberapa peternak di Kabupaten
Singaraja dan Kabupaten Badung disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Rerata Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien (mg/dl)
Glokusa Darah
Sapi Bali Bunting
(mg/dL)
3 minggu prepartus 65.41 ± 5.61a
Hari setelah partus 46.50 ± 3.22c
3 minggu postpartus 55.07 ± 5.81b
Keterangan : Huruf (superskrip) yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata
(P<0,01).
Berdasarkan hasil penelitian, rerata kadar glukosa darah sapi bali bunting
selama periode periparturien yaitu pada 3 minggu sebelum melahirkan yaitu
65,41±5,61 mg/dl. Rerata kadar glukosa darah sapi bali pada periode setelah
melahirkan yaitu 46,50 ± 3,22 mg/dl. Rerata kadar glukosa darah sapi bali pada 3
minggu setelah melahirkan yaitu 55,07 ±5,81 mg/dl.
Hasil analisis statistika tersebut menunjukan bahwa waktu periode
periparturien berepengaruh sangat nyata terhadap rerata kadar glukosa darah sapi bali.
Grafik perbandingan rerata kadar glukosa darah sapi bali pada periode periparturien di
beberapa peternakan sapi di Kabupaten Singaraja dan Badung disajikan pada Gambar
4.1
14
15
Gambar 4.1 Grafik perbandingan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien.
Berdasarkan grafik diatas, perbandingan kadar glukosa darah sapi bali selama
periode periparturien yaitu dari 3 minggu sebelum melahirkan masih normal dan saat
melahirkan mengalami penurunan, serta kembali mengalami peningkatan pada saat 3
minggu setelah melahirkan. Hal ini berdasarkan hasil analisis sidik ragam univariate
(Lampiran 2) yang menunjukan bahwa waktu pengambilan kadar glukosa darah sapi
bali selama periode periparturien berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap hasil rerata
kadar glukosa darah sapi bali selama periode 3 minggu sebelum melahirkan, saat
melahirkan dan pada saat 3 minggu setelah melahirkan.
4.2 Pembahasan
Glukosa merupakan salah satu substrat metabolisme yang sangar diperlukan pada
sapi bunting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan tubuh dan pematangan fetus,
pertumbuhan jaringan dan produksi susu. Kadar glukosa yang terdapat dalam darah
akan mencerminkan sumber energi didalam tubuh sapi bali bunting. Dalam penelitian
16
ini didapatkan hasil rerata kadar glukosa sapi bali selama periode periparturien yaitu
pada 3 minggu sebelum melahirkan yaitu 65,41±5,61 mg/dl. Rerata kadar glukosa
darah pada saat melahirkan yaitu 46,50±3,22 mg/dl. Rerata kadar glukosa darah setelah
melahirkan yaitu 55,07±5,81 mg/dl. Kadar glukosa darah ditemukan lebih tinggi pada
prepartus dibandingkan saat partus, dan post partus. Hal ini, dapat dilihat bahwa rataan
kadar glukosa darah pada sapi bali bunting saat sebelum melahirkan masih dikatakan
normal, dikarenakan menurut laporan Kendran et al. (2012) pada sapi bali betina
dewasa yang normal rentangan kadar glukosa darah berkisar 65,85-68,91 mg/dl.
Sedangkan menurut laporan Garverick et al. (2013) kadar glukosa darah pada sapi
perah sebelum melahirkan berkisar 61-64 mg/dl, dan mengalami penurun saat
melahirkan. Hal ini dapat sebagai acuan bahwa pada sapi bali bunting sebelum
melahirkan, jumlah kadar glukosa darah sapi masih normal, dikarenakan sapi bali
bunting akan menggunakan kadar glukosa darah untuk perkembangan fetus dan
persiapan kelahiran. Pada saat melahirkan, kadar glukosa darah sapi bali mengalami
penurunan dratis dikarenakan kebutuhan energi dan proses keluarnya plasenta dengan
fetus saat proses melahirkan dan saat setelah melahirkan, kebutuhan kadar glukosa
darah mulai kembali meningkat yang nantinya akan digunakan untuk pembentukan
laktosa dan lemak dalam tubuh.
Pada induk sapi bunting periode periparturien atau masa transisi yaitu tiga minggu
menjelang kelahiran dan tiga minggu setelah kelahiran sering terjadi
ketidakseimbangan dalam penyediaan energi tubuh (Indarwati, 2012). Hal ini berkaitan
dengan kebutuhan glokusa yang sangat tinggi. Kadar glukosa yang terdapat dalam
darah merefleksikan sumber energi didalam tubuh hewan ternak, dan kondisinya akan
menjadi lemah bila produksi energi tidak mencukupi. Kebutuhan akan glukosa semakin
banyak sejalan meningkatnya metabolisme tubuh hewan. Pada masa kebuntingan tua
kebutuhan akan glukosa meningkat karena dibutuhkan untuk pematangan fetus dan
persiapan kelahiran. Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan dalam
jumlah besar untuk pembentukan laktosa (gula susu) dan lemak (Rahardja, 2008).
Glukosa dalam darah terbentuk dari metabolisme karbohidrat dalam makanan, dan
17
kelebihan produksi akan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Fever,
2007). Apabila asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis tubuh
akan berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis asam lemak menjadi
glokusa di dalam hati. Efek samping dari pembongkaran asam lemak ini dihasilkan
benda-benda keton seperti; acetone, acetoacetate, β-hydroxybutyrate (BHB) dalam
darah. Kekurangan glokusa secara drastis didalam darah dapat menimbulkan kondisi
penyakit yang berlangsung secara sub klinis dan bisa berkembang menjadi klinis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramandani dan Nururrozi (2015),
kadar glukosa darah sapi bali betina yang rendah yaitu 48.58±6.675 mg/dl yang
dijumpai pada sapi perah peranakan yang mengalami gangguan reproduksi dan kawin
berulang. Sedangkan pada penelitian Budiasa dan Pemayun (2015), melaporkan bahwa
kadar glukosa yang rendah yaitu 54,45±1,56 mg/dl pada hari ke-0 siklus estrus normal
setelah melahirkan, dan 51,77±1,89 mg/dl pada sapi yang mengalami anestrus
postpartum. Anestrus post partum merupakan permasalahan yang sering muncul pada
induk sapi bali setelah melahirkan. Tingginya kejadian kasus anestrus postpartum pada
sapi bali menyebabkan rendahnya angka kelahiran, yang sangat berkaitan dengan
faktor menyusui, produksi susu, kondisi tubuh dan nutrisi sebelum dan setelah
melahirkan (Alejandro et al., 2014).
Selain itu, beberapa penelitian melaporkan bahwa faktor nutrisi pada pakan dan
ransum, sangat berpengaruh terhadap kadar glokusa darah. Hal ini sesuai dengan
laporan penelitian Tahuk et al. (2017), yang menyatakan kadar glukosa darah sapi bali
yang mendapat hijauan 100% sebesar 58,62 mg/dl, ini rendah bila dibandingkan
dengan laporan Kendran et al. (2012) pada sapi bali jantan dan betina masing-masing
kadar glukosa darah adalah 68,96-72,81 mg/dl dan 65,85-68,91 mg/dl. Perbedaan hasil
kadar glukosa darah di atas menggambarkan bahwa faktor pakan, terutama konsumsi
energi sangat menentukan tinggi rendahnya kadar glukosa darah. Dalam beberaapa
laporan penelitian menyatakan kadar glukosa darah lebih tinggi ditemukan pada
peternakan yang menggunakan hijauan dengan tambahan konsentrat dalam pakan,
dibandingkan peternakan yang menggunakan pakan berupa hijauan 100%. Hal ini
18
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar glokusa darah 12 ekor sapi bali bunting selama periode periparturien
mengalami perubahan, dimana, pada tiga minggu sebelum melahirkan
(prepartus) lebih tinggi dibandingkan saat melahirkan (partus) dan
mengalami kenaikan kembali pada tiga minggu setelah melahirkan
(postpartus).
2. Rerata kadar glukosa darah sapi bali bunting selama periode periparturien
yang didapatkan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap periode sebelum
melahirkan, saat melahirkan dan setelah melahirkan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan adanya penelitian
yang lebih lanjut mengenai kadar glukosa darah sapi bali betina selama kebuntingan,
dan juga penelitian yang membahas tentang cara penanggulangan penyakit pada sapi
akibat kekurangan kadar glukosa darah.
20
DAFTAR PUSTAKA
Alejandro C, Abe VM, Jaime OP, Pedro SA. 2014. Environmental stress effect on
animal reproduction, J Anim Sci, 4: 79-84.
Arthur, G.H., E.N. David, & H. Pearson. 1989. Veterinary Reproduction and Obstetrics
(Theriogenology). 6th Ed. Bailliere Tindall, London.
Budiasa, M. K., Pemayun. T. G. O., 2015. Profil Glukosa Darah Dan Urea Plasma Pada
Sapi Bali Yang Menderita Anestrus Post Partum. Buletin Veteriner Udayana
Volume 7 No. 1: 48-52 p-ISSN: 2085-2495 Pebruari 2015
Direktorat Jendral Peternakan. 2015. Pembibitan ternak Sapi Bali. Jakarta ; Direktorat
Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian.
Eko H. dan Subandriyo. 2004. Potensi Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Bali.
Lokarya Nasional Sapi Potong 2004.
Fever J. L. 2007 Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostic, Joyce le Fever Kee
: alih bahasa, Sari Kurnianingsih (et a ); editor edisi Bahasa Indonesia, Ramona
P. Kapoh – Ed.6 –Jakarta: EGC.
Graser, H. 2003. Option for genetic improvement of bali cattle assessing the strengths
and weaknesses of alternative strategies. Prosiding seminar strategies to improve
bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural
Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002.
21
Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals 7th Lippincott Williams
and Wilkins. pp172-181.
Mitruka, B.M., Rawnsley, H.M. and. Vadehra, B.V., 1977. Clinical Biochemical
and ematological Reference Values in Normal Experimental Animals. Masson
Publishing, Inc., New York
Oka, I. G. L., Suyadnya, I. P., Putra, S., Suarna, I. M., Suparta, I. N., Saka, I. K.,
Suwiti, Ni. K., Antara, I. M., Puja, I. N., Sukanata, I. W., Oka, A. A., and
Mudita, I. M (2012) Sapi Bali Sumber Daya Genetik Asli Indonesia: Denpasar.
Udayana University Press. ISSN: 978-602-9042-91-7. 1-16.
Ramandani, D., Nururrozi. A.,2015. Kadar Glukosa dan Total Protein Plasma pada
Sapi yang Mengalami Kawin Berulang di Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta .Jurnal Sain Veteriner ISSN : 0126-0421
Sariubang, M., A. Nurhayu, & A. Saenab. 2009. Pengkajian sistem pembibitan sapi
bali pada peternakan rakyat di Kabupaten Takalar. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2009.
Siswanto. M. Patmawati. N. W., Trinayani. N. N., Wandia. I. N., Puja. I. K., 2013.
Penampilan Reproduksi Sapi pada Peternakan Intensif di Instalasi Pembibitan
Pulukan. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan. Vol 1, No. 1: 11-45.
22
Suwiti NK, Putra S, Puja N, Watiniasih NL. 2012. Peningkatan Produksi SapiBali
Unggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. Laporan
Penelitian Prioritas Nasional (MP3EI) Tahap I. Pusat Kajian Sapi Bali
Universitas Udayana.
Tahuk. P. K., Dethan. A. A., Sio. S., 2017. Profil Glukosa dan Urea Darah Sapi Bali
Jantan pada Penggemukan dengan Hijauan (Greenlot Fattening) di Peternakan
Rakyat. Agripet Vol 17. No. 2 Oktober 2017
Thalib C., Entwistle. K., Siregar. A., Budiarty S. Lindays D. 2003 Suvey of
population and production dynamics of Bali cattle and existing breeding
programs in Indonesian. ACIAR Proceedings, 3-9
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1. Data Sampel Penelitian
Data Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien (mg/dl)
25
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam
Between-Subjects Factors
Value Label N
Periparturien 2 Partus 12
Descriptive Statistics
Levene
Median
26
Based on 1,117 2 25,215 ,343
adjusted df
trimmed mean
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal
across groups.
Total 114520,404 36
27
Lampiran 3. Hasil Uji Duncan
Duncana,b
Periparturien N 1 2 3
Partus 12 46,5000
b. Alpha = ,05.
28
Lampiran 4. Grafik perbandingan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien.
29
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
30
Keterangan : Pengecekan Kadar Glukosa Darah dengan Glukometer
31