Anda di halaman 1dari 42

KADAR GLUKOSA DARAH SAPI BALI PADA PERIODE

PERIPARTURIEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk


Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

I Dewa Agung Made Wihanjana Putra

NIM. 1609511042

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
KADAR GLUKOSA DARAH SAPI BALI PADA PERIODE
PERIPARTURIEN

SKRIPSI

Skripsi diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk


mencapai gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Diajukan oleh

I Dewa Agung Made Wihanjana Putra


NIM. 1609511042

Menyetujui/Mengesahkan :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. drh. I Nyoman Sulabda, M.Kes. Drh. I Made Merdana, MP.


NIP. 195912311 98903 1 011 NIP. 197907072 00501 1 001

DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

Dr. Drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si.


NIP. 19630528 198903 1 003

Tanggal Lulus :

ii
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami

berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat

diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

Ditetapkan di Denpasar, tanggal

Panitia Penguji :

Dr. drh. I Nyoman Sulabda, M.Kes.


Ketua

Drh. I Made Merdana, MP. Drh. Anak Agung Sagung Kendran, M.kes
Sekretaris Anggota

Drh. Samsuri, M.kes Drh. I Gusti Agung Gde Putra Pemayun, MP


Anggota Anggota

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap I Dewa Agung Made Wihanjana Putra


dilahirkan di Kebun Jeruk, Kota Jakarta Barat pada tanggal 05 Mei 1998 dari ayah
bernama I Dewa Agung Made Oka dan ibu I Dewa Agung Ayu Suarmini. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dengan kewarganegaraan Indonesia.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 5 Jehem, lulus pada


tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMP
Negeri 1 Bangli, lulus pada tahun 2013, serta pendidikan lanjutan tingkat atas di
SMA Negeri 1 Bangli. Kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana melaui jalur SNMPTN 2016.

Selama menempuh kuliah di FKH Universitas Udayana, penulis pernah


aktif dalam organisasi yaitu sebagai staff kementrian advokasi dan kesejahteraan
mahasiswa (Adkesma) BEM PM Universitas Udayana, Ketua Minat Profesi
(Minpro) Veterinary Science Club (Vesica) Kedokteran Hewan Udayana, anggota
minpro Rothschildi dan Suluh, dan juga aktif berpartisipasi menjadi panitia dalam
berbagai acara yang diadakan di lingkungan FKH Unud. Selanjutnya penulis
melakukan penelitian di Laboratorium Fisiologi Veteriner dan Farmasi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan judul “Kadar Glukosa
Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.

iv
ABSTRAK

Glukosa darah merupakan salah satu substrat metabolisme yang utama


dibutuhkan sapi betina selama periode periparturien. Pada periode ini glukosa darah
dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk pematangan fetus, pembentukan energi
persiapan kelahiran, serta produksi laktosa dan lemak susu saat laktasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah sapi bali betina selama periode
periparturien. Sebanyak 12 ekor sapi bali bunting digunakan sebagai sampel
penelitian. Setiap sapi sampel diukur kadar glukosa darahnya sebanyak tiga kali
yaitu pada tiga minggu prepartus, pada hari partus, dan tiga minggu postpartus.
Hasil penelitian didapatkan rerata kadar glukosa darah sapi bali betina yaitu pada
tiga minggu prepartus sebesar 65,41±5,61 mg/dL, pada hari partus sebesar
46,50±3,22 mg/dL dan tiga minggu postpartus sebesar 55,07±5,81 mg/dL. Analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa kadar glukosa darah sapi bali betina berbeda
sangat nyata (P<0,01) selama periode periparturien yaitu pada prepartus, partus
dan postpartus. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan kadar glokusa
darah selama periode periparturien, dimana kadar normal pada tiga minggu
prepartus mengalami penurunan pada saat partus dan mengalami kenaikan kembali
pada tiga minggu postpartus.

Kata kunci: glukosa darah, periode periparturien, sapi bali

v
ABSTRACT

Glucose is one of the main metabolic substrates needed by female catle


during the periparturien period. In this period, blood glucose is needed in large
quantities for fetal maturation, energy formation for birth preparation, as well as for
the production of lactose and milk fat at the beginning of lactation. This study aims
to determine the blood glucose levels of bali cattle during the periparturien period.
Twelve pregnant bali catles were used as research samples. Blood glucose levels
were measured using glocumeter at three times namely at three weeks of prepartum,
on parturition day, and three weeks postpartum. The results is obtained the mean
blood glucose levels of bali cattle as follows; at three weeks the prepartum was
65.41 ± 5.61 mg/dL, on parturition day was 46.50 ± 3.22 mg/dL and three weeks
postpartum was 55.07 ± 5.81 mg/dL. Analysis of variance showed that the blood
glucose levels of bali cattle during the periparturien period were significantly
different (P <0.01) at the time of measurement. It can be concluded that there was
a change in blood glucose levels during the periparturien period, where at three
weeks the prepartus was higher than at parturition and increased again after three
weeks postpartum.

Keywords: blood glucose, periparturient period, bali cattle

vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kepada penulis sehingga penulisan
skripsi yang berjudul “Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien”.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian guna memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang turut


membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak
langsung. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dengan tulus
hati kepada :

1. Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana.
2. Dr. drh. I Nyoman Sulabda, M.Kes. selaku Pembimbing I atas bimbingan,
nasehat dan motivasi yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan
skripsi hingga selesai.
3. Drh. I Made Merdana, M.P. selaku Pembimbing II yang bersedia untuk
menyediakan waktu untuk membimbing, membaca, dan memberi masukan
bagi penulis skripsi ini serta memberikan arahan dan nasehat selama
penelitian.
4. Drh. Anak Agung Sagung Kendran, M.Kes., Drh Samsuri, M.Kes., Drh. I
Gusti Agung Gde Putra Pemayun, M.P selaku penguji yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan, kritik, saran serta
nasehat yang sangat berguna dalam penulisan skripsi ini.
5. Drh. I Made Merdana, M.P, selaku pembimbing akademik yang selalu
memberi motivasi dan bimbingan bagi penulis.
6. Semua dosen dan staff Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
yang telah membimbing penulis selama menutut ilmu di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

vii
7. Kedua Orang Tua, I Dewa Agung Made Oka dan I Dewa Agung Ayu
Suarmini atas doa, kasih sayang, bimbingan, motivasi, semangat hidup serta
dukungan moral maupun materil yang tiada henti-hentinya. Skripsi ini saya
dedikasikan untuk kedua orang tua saya.
8. I Dewa Agung Oka Hendrayana selaku kakak saya yang menjadi motivasi
saya untuk menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
9. Rekan satu penelitian I Made Wirani Ari Tiasnitha, I Kadek Ariyuda
Prasetya, dan Mira Cahyani Heryanto yang selalu membantu saat penelitian
10. Sahabat seperjuangan yaitu Fandhi, Irel, Wirani, Ciki dan Rial yang selalu
mendukung pada masa perkulihan
11. Sahabat dari SMP dan SMA yaitu Cahya, Dika, Gekta Dayurara, Putri dan
Ayu Melody, Angga yang telah memberikan dukungan, motivasi, apresiasi
dan doanya selama ini.
12. Keluarga besar FKH UNUD Angkatan 2016 atas bantuan dan motivasi
selama berjalannya pendidikan penulis di Fakultas Kedokteran Hewan
Uniersitas Udayana.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dan memberikan pengetahuan dan refrensi yang penulis miliki.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis
harapkan dari berbagai pihak.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan,


maka dari itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun membangun sangat
penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, Januari 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................. .i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... . 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................ . 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... . 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ . 2
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... . 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... . 4


2.1 Sapi Bali ..................................................................................................... . 4
2.2 Pemeliharaan Sapi Bali ............................................................................... . 5
2.3 Fisiologi Reproduksi Sapi Betina ............................................................... . 6
2.4 Periode Periparturien .................................................................................. . 8
2.5 Kadar Glukosa Darah ................................................................................. . 8
2.6 Kerangka Konsep ....................................................................................... 9
2.7 Hipotesis ..................................................................................................... 10

BAB III MATERI DAN METODE ...................................................................... 11


3.1 Objek Penelitian ......................................................................................... 11
3.2 Bahan Penelitian ......................................................................................... 11
3.3 Peralatan Penelitian .................................................................................... 11
3.4 Rancangan Penelitian ................................................................................. 11
3.5 Variabel Penelitian ..................................................................................... 11
3.6 Prosedur Penelitian ..................................................................................... 12
3.6.1 Pengambilan sampel darah ................................................................ 12
3.6.2 Pemeriksaan kadar glukosa darah...................................................... 12
3.7 Analisis Data............................................................................................... 12
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 14


4.1 Rerata Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Periode Periparturien ................... 14
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 15
4.3 Pengujian Hipotesis .................................................................................... 18

BAB V Simpulan DAN SARAN .......................................................................... 19


5.1 Simpulan ..................................................................................................... 19
5.2 Saran ........................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
LAMPIRAN .................................................................................................... 24

ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Sapi Bali Betina ............................................................................... 5


Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian............................................................ 10
Gambar 4.1 Grafik perbandingan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien .......................................................................................................... 15

x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Rerata Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien
(mg/dl) ................................................................................................................... 14

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Sampel Penelitian ................................................................... 25
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam ..................................................................... 26
Lampiran 3. Hasil Uji Ducan .............................................................................. 28
Lampiran 4. Grafik perbandingan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien. ......................................................................................................... 29
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 30

xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi bali merupakan hasil domestikasi banteng yang mempunyai kelebihan
tertentu bila dibandingkan dengan jenis sapi lokal lainya. Sapi bali menjadi ternak
primadona di Indonesia karena mempunyai pertumbuhan yang cepat, daya adaptasi
sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik, dan dapat memanfaatkan pakan
dengan kualitas rendah, kemudian mempunyai fertilitas dan conception rate yang
sangat baik, presentase karkas yang tinggi yaitu 52-57,7%, dan memiliki daging
berkualitas baik (Eko dan Subandriyo, 2004).
Melihat keunggulan sapi bali, pembibitan sapi ini sangat perlu dilakukan, dalam
melaksanakan peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang
Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB). Program ini memiliki
tujuan untuk meningkatkan populasi sapi secara berkelanjutan dengan memaksimalkan
potensi sapi indukan dalam menghasilkan anak, meningkatkan mutu/genetik sapi bali
mewujudkan komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada daging sapi yang
ditargetkan tercapai pada 2026.
Sapi bunting pada periode periparturien atau periode transisi merupakan
periode umur kebuntingan tiga minggu sebelum lahir dan tiga minggu setelah kelahiran
(Indarwati, 2012). Pada periode ini, kebutuhan glukosa yang terdapat dalam darah
sangat diperlukan sebagai substrat metabolisme yang paling utama untuk proses
reproduktif pada sapi betina seperti digunakan untuk kebutuhan hidup induk,
pertumbuhan fetus, pertumbuhan jaringan, plasenta, ambing serta produksi susu.
Pada masa kebuntingan tua kebutuhan akan glukosa meningkat untuk
pematangan fetus dan persiapan kelahiran. Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa
dibutuhkan sekali untuk pembentukan laktosa (gula susu) dan lemak. Kendran et al.
(2012) melaporkan bahwa kadar glokusa darah normal sapi bali betina berkisar 65,85-
68,91 mg/dl dan sapi bali jantan berkisar 68,96-72,81 mg/dl.

1
2

Penelitian lain menyebutkan rata-rata kadar glokusa darah sapi yang rendah yaitu 48.58
± 6.675 mg/dl dijumpai pada sapi yang mengalami gangguan reproduksi dan kawin
berulang (Ramandani dan Nururrozi, 2015).
Jika asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis tubuh akan
berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis asam lemak menjadi glokusa di
dalam hati, dan menghasilkan benda-benda keton dalam darah. Kekurangan glokusa
secara drastis didalam darah dan tubuh akan menyebabkan hipoglikemia dan
menimbulkan kondisi sakit yang disebut ketosis. Hipoglikemia atau hiperketonemia
dapat berlangsung secara sub klinis dan bisa berkembang menjadi klinis (Ayuningsih,
2017). Ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang menyatakan bahwa kekurangan kadar
glukosa dan urea pada sapi dapat menyebabkan sapi mengalami perpanjangan proses
anestrus pada postpartum, kemudian mengalami kawin berulang serta penyakit
subklinis seperti hipoglikemia, ketosis, ambruk saat melahirkan dan kematian.
(Budiasa et al. 2015; Ramadhani et al. 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kadar glokusa darah pada sapi yang beresiko mengalami hipoglikemia,
sehingga kedepannya bisa diupayakan tindakan untuk pencegahannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu berapa kadar glukosa darah sapi bali betina selama periode
periparturien?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar glukosa darah sapi
bali betina selama periode periparturien.
3

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Memberikan pengetahuan dan bukti ilmiah terkait kadar glukosa darah
sapi bali selama periode periparturien.

2. Manfaat Praktis
Dengan melihat kadar glukosa darah sapi bali selama periode
periparturien maka dapat dijadikan pedoman praktis dan evaluasi untuk
penanggulangan penyakit subklinis akibat kekurangan glukosa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali
Sapi bali adalah sapi asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari
banteng (Bibos banteng). Banteng hingga saat ini masih hidup liar di Taman Nasional
Bali Barat, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi bali
memiliki keunggulan dan sifat karakteristik yang berbeda dengan sapi lokal lainnya
dan menyebar hampir diseluruh wilayah Indonesia dan juga banyak dipelihara di
Malaysia, Filipina dan Australia bagian utara (Batan, 2006; Oka et al., 2012).
Thalib (2003) menyatakan bahwa sapi bali adalah tipe sapi kecil dengan
kemampuan reproduksi dan daya adaptasi yang sangat baik pada pemeliharaan intensif
maupun ekstensif di padang penggembalaan. Sapi bali mempunyai persentase karkas
yang tinggi walaupun jumlah edible meat yang dihasilkan per ekor relatif sedikit.
Bagi peternak, sapi bali merupakan hewan ternak yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat petani dan memiliki lima fungsi penting bagi masyarakat
di Bali yaitu: sebagai tenaga kerja pertanian, sumber pendapatan, sarana upacara
keagamaan, hiburan, dan objek pariwisata. Sapi bali banyak dipelihara oleh masyarakat
sebagai tabungan bukan sebagai bisnis yang menjanjikan keuntungan, sehingga
peternak sapi bali terkadang tidak memperhatikan kebutuhan pakan sapi tersebut,
sehingga hal tersebut menyebabkan timbulnya beberapa penyakit subklinis (Sariubang
et al., 2009).
Secara anatomi sapi bali betina memiliki ciri-ciri tubuh yaitu bulu berwarna
kemerahan, lutut ke bawah putih, pantat berwarna putih berbentuk setengah bulan,
ujung ekor hitam, dan ada garis belut warna hitam pada punggungnya, tanduk pendek,
bentuk kepala panjang dan leher ramping. Sedangkan yang jantan warna badan
kehitaman, lutut ke bawah putih, pantat putih berbentuk setengah bulan, ujung ekor
hitam, bentuk tanduk baik mengarah ketengah berwarna hitam, serta bentuk kepala
lebar, leher kompak dan kuat. Selain itu perbandingan ukuran bobot badan sapi bali
umur 2 tahun pada betina berkisar 170-225 kg dan pada jantan berkisar 210-260 kg

4
5

(Direktorat Jendral Peternakan, 2015). Secara anatomi penampilan sapi bali betina
ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Sapi Bali Betina


(Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2015)

2.2 Pemeliharaan Sapi Bali


Sapi bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi lokal lainnya, karena
sapi bali mempunyai angka pertumbuhan yang cepat, penampilan reproduksi yang baik
dan cepat beradaptasi dengan lingkungan yang kurang baik. Bandini (2004)
menyatakan bahwa meskipun sapi bali merupakan salah satu jenis sapi yang memiliki
daya tahan tubuh baik, namun jika sistem pemeliharaan yang tidak baik maka ini akan
memudahkan sapi untuk terinfeksi berbagai jenis penyakit.
Sistem pemeliharaan di Indonesia terdiri dari pemeliharaan secara ekstensif,
intensif dan semi intensif. Pemeliharaan secara ekstensif didefinisikan sebagai sistem
pemeliharaan secara bebas, tumbuh secara alami. Pada sistem ini, ternak dilepas di
padang penggembalaan yang terdiri dari beberapa ternak jantan dan betina dan pakan
6

yang dikonsumsi berasal dari tumbuh-tumbuhan yang secara langsung dapat ditemukan
di lahan. Sedangkan sistem pemeliharaan intensif pemberian pakan dan pertumbuhan
yang diatur oleh campur tangan manusia (modern) dan sistem pemeliharaan dilakukan
pada kandang yang dibuat secara khusus. Sistem pemeliharaan lainnya yakni sistem
pemeliharaan semi intensif, sering disebut dengan sistem pemeliharaan campuran yaitu
sistem penggabungan dari ekstensif dan intensif. Pada sistem pemeliharaan ini petani
biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan
bahan pakan yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertanian (Williamson et al. 1993;
Parakkasi., 1999). Pemberian pakan sapi yang berasal dari sekitar lingkungan saja,
akan memberikan kualitas pakan tidak maksimal, dan ketersediaan mineral dalam
tanah juga berbeda-beda, sehingga berpengaruh terhadap kandungan mineral pada
sumber pakan (Suwiti et al., 2012). Jadi, dapat dikatakan pemeliharaan sapi dan
pemberian pakan dengan nutrisi yang baik, akan dapat mempengaruhi
perkembanganbiakan dan mempercepat pertumbuhan dan juga mempengaruhi
kesehatan sapi bali.

2.3 Fisiologi Reproduksi Sapi Bali Betina


Fisiologi sapi betina, sangat dipengaruhi oleh fungsi organ serta mekanisme
kerja hormon reproduksi. Mekanisme hormon pada ternak betina akan mempengaruhi
tingkah laku reproduksi, siklus estrus, ovulasi, fertilisasi dan kemampuan memelihara
kebuntingan hingga terjadinya kelahiran (Hafez dan Harfez, 2000).
Reproduksi sapi betina adalah suatu proses yang kompleks melibatkan seluruh
organ tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila ternak dalam hal ini
sudah memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin. Penentuan siklus estrus, lama
periode estrus dan waktu inseminasi dapat diketahui berdasarkan pada perubahan
tingkah laku (Mauget et al., 2007). Untuk memberikan hasil yang maksimal pada
reproduksi sapi bali, diperlukan unsur penunjang keberhasilan reproduksi seperti
pakan, pencatatan, kesehatan, serta fertilitas jantan dan betina. Pengaruh yang
menonjol dari defisiensi pakan yaitu terganggunya aktivitas siklus reproduksi, seperti
7

birahi tenang, kelainan ovulasi, kegagalan konsepsi, dan kematian embrio. Sapi dara
paling sensitif terhadap kekurangan nutrisi pada tingkat akhir kebuntingan pertama jika
mereka belum mencapai kematangan fisik. Hal ini diperlihatkan dengan keterlambatan
birahi post partus dan angka konsepsi yang rendah pada kawin pertama (Arthur et al.,
1989). Kemampuan reproduksi sapi bali betina sangat baik, sapi bali betina dikawinkan
pertama kali pada umur 27–30 bulan, dimana perkembangan tubuh dan organ
reproduksinya sudah sempurna. Jarak melahirkan anak sapi berkisar 12-14 bulan,
keadaan ini sangat dipengaruhi oleh pubertas dan kecermatan peternak dalam
mendeteksi birahi pertama yang muncul pada sapi yang selanjutnya dimasukkan ke
dalam program perkawinan. Program perkawinan ini harus benar-benar diperhitungkan
karena pubertas atau dewasa kelamin umumnya terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai,
sehingga sapi betina harus menyediakan pakan disamping untuk perkembangan dan
pertumbuhan tubuh dan juga fetussnya. Jadi, seekor sapi betina muda yang baru
mengalami dewasa kelamin membutuhkan lebih banyak pakan, dan sapi akan
menderita stress bila dikawinkan pada umur tersebut dibandingkan dengan sapi betina
yang sudah mencapai dewasa tubuh (Toelihere, 1997). Alat-alat reproduksi betina
terletak di dalam cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-
tulang sacrum, vertebra coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae
dibentuk oleh ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat
dibagi menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva. Selain itu, menurut
Astiti (2018), menentukan umur sapi betina dapat dilakukan dengan memperhatikan
pembentukan cincin tanduk sapi betina induk yang dipengaruhi oleh umur pertama kali
dikawinkan dan selang kelahiran anaknya. Apabila sapi betina dikawinkan pada umur
2 tahun maka pada umur 3 tahun induknya telah beranak 1 kali dan pada tanduk akan
terbentuk 1 buah cincin tanduk demikian seterusnya.
8

2.4 Periode Periparturien


Periparturien merupakan waktu yang penting yang ditetapkan 3 minggu
sebelum partus hingga 3 minggu setelah partus. Istilah lain yang mungkin dikenal
adalah transition period (Trilaksono, 2009). Pada periode ini banyak terjadi perubahan-
perubahan yang drastis mulai persiapan kelahiran, proses kelahiran dan pasca kelahiran
termasuk mulainya periode laktasi. Sapi pada periode periparturien atau periode
transisi berisiko tinggi mengalami penyakit subklinis. Pada masa kebuntingan tua
kebutuhan akan glukosa meningkat untuk pematangan fetus dan persiapan kelahiran.
Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali untuk pembentukan
laktosa (gula susu) dan lemak. Jika asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara
fisiologis tubuh akan berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis asam
lemak menjadi glokusa di dalam hati, dan menghasilkan benda-benda keton dalam
darah (Ayuningsih, 2017).

2.5 Kadar Glukosa Darah


Glukosa merupakan salah satu substrat metabolisme yang terdapat dalam darah
yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati
dan otot rangka (Fever, 2007). Glukosa juga berpengaruh penting dalam pembentukan
energi dan juga memiliki fungsi dalam proses reproduktif pada sapi. Pada masa
kebuntingan, kebutuhan akan glukosa meningkat karena glukosa pada masa itu sangat
dibutuhkan untuk perkembangan fetus dan persiapan kelahiran, sedangkan pada masa
awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali untuk pembentukan laktosa (gula susu) dan
lemak, sehingga jika asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis
tubuh akan berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis yang biasanya
dengan membongkar asam lemak dalam hati. Efek samping dari pembongkaran asam
lemak di hati untuk di dapatkan hasil akhir glukosa akan meningkatkan juga hasil
samping yang disebut benda-benda keton (acetone, acetoacetate, β-hydroxybutyrate
(BHB)) dalam darah. Kadar glukosa dalam darah ini, mencerminkan sumber energi
dalam tubuh dan sapi akan menjadi lemah bila glukosa tidak cukup dalam darah.
9

Kekurangan kadar glukosa darah akan mengakibatkan hipoglikemia, dan ambruk saat
melahirkan (partus). Fakta lapangan kasus hipoglikemia banyak terjadi pada
peternakan rakyat, dan penanganan seringkali tanpa disertai diagnosa definitif. Kadar
glokusa darah yang yang dijumpai pada sapi akan menyebabkan gangguan reproduksi
seperti kawin berulang dan lamanya anestrus pada postpartum. Selain itu, faktor pakan
dan nutrisi pada ransum akan berpengaruh terhadap kadar glokusa darah. (Suwasono
et al., 2013; Suyasa et al., 2016; Tahuk et al., 2017).

2.6 Kerangka Konsep


Sapi betina selama periode periparturien atau periode transisi berisiko tinggi
mengalami bebrapa kasus seperti perpanjangan proses anestrus pada postpartum,
mengalami kawin berulang serta penyakit subklinis seperti hipoglikemia, ketosis,
ambruk saat melahirkan dan kematian. Ini disebabkan selama periode periparturien
sapi bali bunting membutuhan glukosa yang tinggi untuk pematangan fetus dan
persiapan kelahiran. Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali
untuk pembentukan laktosa (gula susu) dan lemak. Dan jika asupan karbohidrat dari
pakan kurang maka secara fisiologis tubuh sapi akan berusaha mencukupinya dengan
cara glukoneogenesis asam lemak menjadi glokusa di dalam hati, dan menghasilkan
benda-benda keton dalam darah. Melihat kondisi diatas maka sangat perlu dilakukan
penelitian kadar glokusa darah pada sapi bali pada periode periparturien, agar dapat
sebagai upaya pencegahannya penyakit subklinis. Adapun kerangka konsep penelitian,
disajikan secara lengkap pada Gambar 2.2
10

Sapi Bali Bunting

Periode Periparturien

1. Periode 3 minggu sebelum partus sampai 3 minggu setelah


partus.
2. Terjadinya peningkatan kebutuhan glukosa (pertumbuhan
tubuh, pematangan fetus, pertumbuhan jaringan, plasenta,
ambing serta produksi susu untuk laktasi).

Variabel Kendali Variabel Bebas


1. Kesehatan Sapi Bali Sapi Bali Bunting
1. Waktu pengambil
2. Umur Sampel darah selama
3. Pakan dan minum periode Periparturien
4. Manajemen
pemeliharaan
5. lingkungan
Variabel Terikat
Kadar Glukosa
Darah

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Hipotesis
Dari kerangka konsep diatas dapat diajukan hipotesis yaitu ada perbedaan kadar
glukosa darah sapi bali selama periode periparturien.
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel darah dari 12 ekor sapi bali bunting selama
periode periparturien. Sampel darah sapi diambil sebanyak tiga kali yaitu 3 minggu
sebelum melahirkan (21 hari prepartus), pada saat melahirkan (partus) dan 3 minggu
setelah melahirkan (21 hari post partus).

3.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : alkohol 70%,


kapas, masker, handglove, dan Ethylen diamine tetra acetic acid (EDTA).

3.3 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Jarum venoject 21 G,


coolbox, alat nesco multicheck dan test strip.

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Data yang diperoleh


adalah kadar glukosa darah, dari 12 ekor sapi bali selama periode periparturien, dengan
rancangan acak kelompok (RAK). Kemudian data dicatat dan dilakukan perbandingan
kadar glukosa.

3.5 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel bebas : waktu pengambilan sampel pada periode periparturien
Variabel terikat : kadar glukosa darah
Variabel kendali : kesehatan sapi bali, umur, pakan dan minum, manajemen
pemeliharaan, dan lingkungan.

11
12

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap sapi bali yang
bunting, yaitu pada 3 minggu sebelum melahirkan, kemudian pada saat melahirkan,
dan 3 minggu setelah melahirkan. Pengambilan darah dilakukan melalui vena
jugularis, menggunakan jarum venoject 21G. Sebelum diambil darah, pada daerah
pembuluh darah diusap dengan kapas beralkohol 70% terlebih dahulu untuk
mencegah kontaminasi. Setelah itu jarum venoject 21G ditusukkan pada vena
jugularis, darah yang diambil sebanyak 1 ml, kemudian darah langsung diperiksa
dengan menggunakan alat glukometer nesco multicheck.

3.6.2 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Parameter yang diambil adalah kadar glukosa darah, dengan menggunakan alat
nesco multicheck. Adapun caranya adalah dengan meneteskan satu tetes darah (4,0
μl ) pada strip test. Setiap parameter menggunakan strip test yang berbeda,
kemudian masukkan ke alat glukometer nesco multicheck, tunggu beberapa menit,
alat akan membaca hasilnya secara otomatis. Kemudian catat dan lakukan evaluasi
perbandingan kadar glukosa pada periode tersebut.

3.7 Analisis Data

Data glukosa darah diperoleh dari 12 sampel darah sapi bali selama periode
periparturien. Dianalisis secara statistika dengan uji sidik ragam (ANOVA) dan bila
ada perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Harsojuwono et al., 2011).
13

3.8 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada peternakan sapi di Kabupaten Singaraja dan Badung.
Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Farmakologi
dan Farmasi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian
dilakukan selama 2 bulan mulai bulan November sampai Desember 2019
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukan rerata kadar glukosa darah sapi bali selama
periode periparturien (mg/dl) yang dipelihara di beberapa peternak di Kabupaten
Singaraja dan Kabupaten Badung disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Rerata Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien (mg/dl)
Glokusa Darah
Sapi Bali Bunting
(mg/dL)
3 minggu prepartus 65.41 ± 5.61a
Hari setelah partus 46.50 ± 3.22c
3 minggu postpartus 55.07 ± 5.81b
Keterangan : Huruf (superskrip) yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata
(P<0,01).

Berdasarkan hasil penelitian, rerata kadar glukosa darah sapi bali bunting
selama periode periparturien yaitu pada 3 minggu sebelum melahirkan yaitu
65,41±5,61 mg/dl. Rerata kadar glukosa darah sapi bali pada periode setelah
melahirkan yaitu 46,50 ± 3,22 mg/dl. Rerata kadar glukosa darah sapi bali pada 3
minggu setelah melahirkan yaitu 55,07 ±5,81 mg/dl.
Hasil analisis statistika tersebut menunjukan bahwa waktu periode
periparturien berepengaruh sangat nyata terhadap rerata kadar glukosa darah sapi bali.
Grafik perbandingan rerata kadar glukosa darah sapi bali pada periode periparturien di
beberapa peternakan sapi di Kabupaten Singaraja dan Badung disajikan pada Gambar
4.1

14
15

Gambar 4.1 Grafik perbandingan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien.
Berdasarkan grafik diatas, perbandingan kadar glukosa darah sapi bali selama
periode periparturien yaitu dari 3 minggu sebelum melahirkan masih normal dan saat
melahirkan mengalami penurunan, serta kembali mengalami peningkatan pada saat 3
minggu setelah melahirkan. Hal ini berdasarkan hasil analisis sidik ragam univariate
(Lampiran 2) yang menunjukan bahwa waktu pengambilan kadar glukosa darah sapi
bali selama periode periparturien berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap hasil rerata
kadar glukosa darah sapi bali selama periode 3 minggu sebelum melahirkan, saat
melahirkan dan pada saat 3 minggu setelah melahirkan.

4.2 Pembahasan
Glukosa merupakan salah satu substrat metabolisme yang sangar diperlukan pada
sapi bunting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan tubuh dan pematangan fetus,
pertumbuhan jaringan dan produksi susu. Kadar glukosa yang terdapat dalam darah
akan mencerminkan sumber energi didalam tubuh sapi bali bunting. Dalam penelitian
16

ini didapatkan hasil rerata kadar glukosa sapi bali selama periode periparturien yaitu
pada 3 minggu sebelum melahirkan yaitu 65,41±5,61 mg/dl. Rerata kadar glukosa
darah pada saat melahirkan yaitu 46,50±3,22 mg/dl. Rerata kadar glukosa darah setelah
melahirkan yaitu 55,07±5,81 mg/dl. Kadar glukosa darah ditemukan lebih tinggi pada
prepartus dibandingkan saat partus, dan post partus. Hal ini, dapat dilihat bahwa rataan
kadar glukosa darah pada sapi bali bunting saat sebelum melahirkan masih dikatakan
normal, dikarenakan menurut laporan Kendran et al. (2012) pada sapi bali betina
dewasa yang normal rentangan kadar glukosa darah berkisar 65,85-68,91 mg/dl.
Sedangkan menurut laporan Garverick et al. (2013) kadar glukosa darah pada sapi
perah sebelum melahirkan berkisar 61-64 mg/dl, dan mengalami penurun saat
melahirkan. Hal ini dapat sebagai acuan bahwa pada sapi bali bunting sebelum
melahirkan, jumlah kadar glukosa darah sapi masih normal, dikarenakan sapi bali
bunting akan menggunakan kadar glukosa darah untuk perkembangan fetus dan
persiapan kelahiran. Pada saat melahirkan, kadar glukosa darah sapi bali mengalami
penurunan dratis dikarenakan kebutuhan energi dan proses keluarnya plasenta dengan
fetus saat proses melahirkan dan saat setelah melahirkan, kebutuhan kadar glukosa
darah mulai kembali meningkat yang nantinya akan digunakan untuk pembentukan
laktosa dan lemak dalam tubuh.
Pada induk sapi bunting periode periparturien atau masa transisi yaitu tiga minggu
menjelang kelahiran dan tiga minggu setelah kelahiran sering terjadi
ketidakseimbangan dalam penyediaan energi tubuh (Indarwati, 2012). Hal ini berkaitan
dengan kebutuhan glokusa yang sangat tinggi. Kadar glukosa yang terdapat dalam
darah merefleksikan sumber energi didalam tubuh hewan ternak, dan kondisinya akan
menjadi lemah bila produksi energi tidak mencukupi. Kebutuhan akan glukosa semakin
banyak sejalan meningkatnya metabolisme tubuh hewan. Pada masa kebuntingan tua
kebutuhan akan glukosa meningkat karena dibutuhkan untuk pematangan fetus dan
persiapan kelahiran. Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan dalam
jumlah besar untuk pembentukan laktosa (gula susu) dan lemak (Rahardja, 2008).
Glukosa dalam darah terbentuk dari metabolisme karbohidrat dalam makanan, dan
17

kelebihan produksi akan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Fever,
2007). Apabila asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis tubuh
akan berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis asam lemak menjadi
glokusa di dalam hati. Efek samping dari pembongkaran asam lemak ini dihasilkan
benda-benda keton seperti; acetone, acetoacetate, β-hydroxybutyrate (BHB) dalam
darah. Kekurangan glokusa secara drastis didalam darah dapat menimbulkan kondisi
penyakit yang berlangsung secara sub klinis dan bisa berkembang menjadi klinis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramandani dan Nururrozi (2015),
kadar glukosa darah sapi bali betina yang rendah yaitu 48.58±6.675 mg/dl yang
dijumpai pada sapi perah peranakan yang mengalami gangguan reproduksi dan kawin
berulang. Sedangkan pada penelitian Budiasa dan Pemayun (2015), melaporkan bahwa
kadar glukosa yang rendah yaitu 54,45±1,56 mg/dl pada hari ke-0 siklus estrus normal
setelah melahirkan, dan 51,77±1,89 mg/dl pada sapi yang mengalami anestrus
postpartum. Anestrus post partum merupakan permasalahan yang sering muncul pada
induk sapi bali setelah melahirkan. Tingginya kejadian kasus anestrus postpartum pada
sapi bali menyebabkan rendahnya angka kelahiran, yang sangat berkaitan dengan
faktor menyusui, produksi susu, kondisi tubuh dan nutrisi sebelum dan setelah
melahirkan (Alejandro et al., 2014).
Selain itu, beberapa penelitian melaporkan bahwa faktor nutrisi pada pakan dan
ransum, sangat berpengaruh terhadap kadar glokusa darah. Hal ini sesuai dengan
laporan penelitian Tahuk et al. (2017), yang menyatakan kadar glukosa darah sapi bali
yang mendapat hijauan 100% sebesar 58,62 mg/dl, ini rendah bila dibandingkan
dengan laporan Kendran et al. (2012) pada sapi bali jantan dan betina masing-masing
kadar glukosa darah adalah 68,96-72,81 mg/dl dan 65,85-68,91 mg/dl. Perbedaan hasil
kadar glukosa darah di atas menggambarkan bahwa faktor pakan, terutama konsumsi
energi sangat menentukan tinggi rendahnya kadar glukosa darah. Dalam beberaapa
laporan penelitian menyatakan kadar glukosa darah lebih tinggi ditemukan pada
peternakan yang menggunakan hijauan dengan tambahan konsentrat dalam pakan,
dibandingkan peternakan yang menggunakan pakan berupa hijauan 100%. Hal ini
18

disebabkan karena konsentrat merupakan sumber energi yang mudah tercerna,


sehingga produksi asam propionat yang merupakan prekursor glukosa akan lebih
tinggi. Rendahnya glukosa dalam darah akan menyebabkan defisiensi glukosa dalam
tubuh sehingga perlu perhatian dari peternak karena hal ini dapat diartikan nutrisi yang
diberikan pada ternak tidak mencukupi kebutuhan untuk mendukung fungsi fisiologis
normal dan akan berdampak gangguan reproduksi pada sapi. Menurut Mitruka et al.
(1977) kisaran normal kadar glukosa darah pada sapi yang normal bervariasi antara 43-
100 mg/dl. Normalnya kadar glukosa darah ini selain karena faktor energi yang disuplai
dari pakan yang dikonsumsi, dan karena adanya mekanisme kontrol oleh hormon
insulin dan glukagon yang mengatur keseimbangan kandungan glukosa darah pada
ternak. Pada ternak ruminansia dikenal adanya sistem penjaga kadar glukosa darah
melalui proses glikolisis, glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga konsentrasi
glukosa darah relatif konstan. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai glukosa darah
berhubungan erat dengan konsumsi energi, jika konsumsi energi rendah maka kadar
glukosa darah juga rendah, sebaliknya konsumsi energi tinggi maka kadar glukosa
darah juga tinggi. Namun beberapa penelitian yang ada, baru membahas data tentang
pengaruh pakan terhadap kadar glukosa darah yang diamati pada sapi jantan
(Suwasono et al., 2013; Suyasa et al., 2016; Tahuk et al., 2017).

4.3 Pengujian Hipotesis


1. Hipotesis : Terjadi perbedaan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien
Pendukung : Hasil rerata kadar glukosa darah sapi bali selama periode
periparturien berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rerata glukosa
darah pada periode prepartus, partus, dan post partus
Simpulan : Hipotesis diterima
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar glokusa darah 12 ekor sapi bali bunting selama periode periparturien
mengalami perubahan, dimana, pada tiga minggu sebelum melahirkan
(prepartus) lebih tinggi dibandingkan saat melahirkan (partus) dan
mengalami kenaikan kembali pada tiga minggu setelah melahirkan
(postpartus).
2. Rerata kadar glukosa darah sapi bali bunting selama periode periparturien
yang didapatkan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap periode sebelum
melahirkan, saat melahirkan dan setelah melahirkan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan adanya penelitian
yang lebih lanjut mengenai kadar glukosa darah sapi bali betina selama kebuntingan,
dan juga penelitian yang membahas tentang cara penanggulangan penyakit pada sapi
akibat kekurangan kadar glukosa darah.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alejandro C, Abe VM, Jaime OP, Pedro SA. 2014. Environmental stress effect on
animal reproduction, J Anim Sci, 4: 79-84.

Arthur, G.H., E.N. David, & H. Pearson. 1989. Veterinary Reproduction and Obstetrics
(Theriogenology). 6th Ed. Bailliere Tindall, London.

Astiti, N. M. A. G. R. 2018. Sapi Bali dan Pemasrannya. Warmadewa University Press.


Denpasar, Bali.

Ayuningsih, B. 2017. Pengaruh Nutrisi Terhadap Timbulnya Ketosis Pada Sapi


Laktasi. Universitas Padjajaran. Bandung.

Batan W. 2002. Sapi Bali dan Penyakitnya. Penerbit Universitas Udayana.

Bandini Y. 2004. Sapi Bali. Penebar Suadaya. Jakarta.

Budiasa, M. K., Pemayun. T. G. O., 2015. Profil Glukosa Darah Dan Urea Plasma Pada
Sapi Bali Yang Menderita Anestrus Post Partum. Buletin Veteriner Udayana
Volume 7 No. 1: 48-52 p-ISSN: 2085-2495 Pebruari 2015

Direktorat Jendral Peternakan. 2015. Pembibitan ternak Sapi Bali. Jakarta ; Direktorat
Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian.

Eko H. dan Subandriyo. 2004. Potensi Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Bali.
Lokarya Nasional Sapi Potong 2004.

Fever J. L. 2007 Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostic, Joyce le Fever Kee
: alih bahasa, Sari Kurnianingsih (et a ); editor edisi Bahasa Indonesia, Ramona
P. Kapoh – Ed.6 –Jakarta: EGC.

Garverick ,H., M. N.Harris. 2013. Concentrations of nonesterified fatty acids and


glucose in blood of periparturient dairy cows are indicative of pregnancy success
at first insemination. J. Dairy Sci. 96 :181–188 http://dx.doi.org/ .3168/jds.2012-
5619 © American Dairy Science Association®.

Graser, H. 2003. Option for genetic improvement of bali cattle assessing the strengths
and weaknesses of alternative strategies. Prosiding seminar strategies to improve
bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural
Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002.

21
Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals 7th Lippincott Williams
and Wilkins. pp172-181.

Harsojuwono, B. A., Arnata, IW., Puspita, G. A. K. D. 2011. Rancangan Percobaan


Teori, Aplikasi Spps, dan Excel. 1st ed., Vol. 1, Lintas Kata Publishing. Malang.

Indarwati, R., 2012. Penyakit Meatbolik Pada Sapi Perah.


https://jogjavet.wordpress.com/2012/06/21/penyakit-metabolik-pada-sapi-
perah/. Akses tanggal 10 September 201

Kendran, A. A. S., Damriyasa, I. M., Dharmawan. N. S., Ardana. I. B. K., Anggreni.


L. D., 2012. Profil Kimia Klinik Darah Sapi Bali. Jurnal Veteriner Desember
2012 Vol. 13 No. 4: 410-415 ISSN : 1411 – 8327

Mitruka, B.M., Rawnsley, H.M. and. Vadehra, B.V., 1977. Clinical Biochemical
and ematological Reference Values in Normal Experimental Animals. Masson
Publishing, Inc., New York

Oka, I. G. L., Suyadnya, I. P., Putra, S., Suarna, I. M., Suparta, I. N., Saka, I. K.,
Suwiti, Ni. K., Antara, I. M., Puja, I. N., Sukanata, I. W., Oka, A. A., and
Mudita, I. M (2012) Sapi Bali Sumber Daya Genetik Asli Indonesia: Denpasar.
Udayana University Press. ISSN: 978-602-9042-91-7. 1-16.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.Penerbit Universitas


Indonesia, Jakarta.

Ramandani, D., Nururrozi. A.,2015. Kadar Glukosa dan Total Protein Plasma pada
Sapi yang Mengalami Kawin Berulang di Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta .Jurnal Sain Veteriner ISSN : 0126-0421

Sariubang, M., A. Nurhayu, & A. Saenab. 2009. Pengkajian sistem pembibitan sapi
bali pada peternakan rakyat di Kabupaten Takalar. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2009.

Siswanto. M. Patmawati. N. W., Trinayani. N. N., Wandia. I. N., Puja. I. K., 2013.
Penampilan Reproduksi Sapi pada Peternakan Intensif di Instalasi Pembibitan
Pulukan. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan. Vol 1, No. 1: 11-45.

Suwasono, P., A. Purnomoadi, S. Dartosukarno. 2013. Kadar Hematrokrit, Glukosa


Dan Urea Darah Sapi Jawa yang diberi Pakan Konsentrat dengan Tingkat yang
Berbeda. Animal Agriculture Journal. 2(4): 37-44,

22
Suwiti NK, Putra S, Puja N, Watiniasih NL. 2012. Peningkatan Produksi SapiBali
Unggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. Laporan
Penelitian Prioritas Nasional (MP3EI) Tahap I. Pusat Kajian Sapi Bali
Universitas Udayana.

Suyasa, I K. G., I M. Mudita, N. W. Siti, dan I W. Wirawan. 2016. Kadar Glukosa,


Ureum dan Lipida Darah Sapi Bali yang diberi Ransum di Fermentasi dengan
Inokulan Bakteri Lignoselulolitik. E-Journal Pet. Tropika. Vol. 4(2): 302-320.

Tahuk. P. K., Dethan. A. A., Sio. S., 2017. Profil Glukosa dan Urea Darah Sapi Bali
Jantan pada Penggemukan dengan Hijauan (Greenlot Fattening) di Peternakan
Rakyat. Agripet Vol 17. No. 2 Oktober 2017

Thalib C., Entwistle. K., Siregar. A., Budiarty S. Lindays D. 2003 Suvey of
population and production dynamics of Bali cattle and existing breeding
programs in Indonesian. ACIAR Proceedings, 3-9

Toelihere, M. 1997. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung,


Bandung.

Triakoso, N. 2009. Penyakit metabolik pada sapi perah Dampaknya terhadap


respon kekebalan dan penyakit-penyakit lain. Airlangga University.

Williamson, G. & W. J. A. Payne., 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.


Terjemahan SGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

23
LAMPIRAN

24
Lampiran 1. Data Sampel Penelitian

Data Kadar Glukosa Darah Sapi Bali Pada Periode Periparturien (mg/dl)

No 21 hari Partus 21 hari Post


Prepartus Partus
1 70,76 45,70 53,46
2 66,52 49,44 56,51
3 61,34 47,71 52,90
4 62,87 49,05 56,57
5 64,96 46,46 54,20
6 59,04 41,95 46,20
7 75,34 49,52 69,54
8 69,45 42,46 54,59
9 61,30 46,30 56,62
10 72,20 51,36 59,40
11 56,78 41,25 48,52
12 64,36 46,80 52,38

25
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

Value Label N

Sapi Bali Bunting Periode 1 21 hari Prepartus 12

Periparturien 2 Partus 12

3 21 hari Post Partus 12

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

Sapi Bali Bunting Periode

Periparturien Mean Std. Deviation N

21 hari Prepartus 65,4100 5,61777 12

Partus 46,5000 3,22925 12

21 hari Post Partus 55,0742 5,81502 12

Total 55,6614 9,23589 36

Levene's Test of Equality of Error Variancesa,b

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Kadar Glukosa Darah Based on Mean 1,314 2 33 ,283

(mg/dl) Based on 1,117 2 33 ,339

Median

26
Based on 1,117 2 25,215 ,343

Median and with

adjusted df

Based on 1,259 2 33 ,297

trimmed mean

Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal

across groups.

a. Dependent variable: Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

b. Design: Intercept + Kelompok

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

Type III Sum of

Source Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2151,736a 2 1075,868 42,579 ,000

Intercept 111534,848 1 111534,848 4414,199 ,000

Kelompok 2151,736 2 1075,868 42,579 ,000

Error 833,820 33 25,267

Total 114520,404 36

Corrected Total 2985,556 35

a. R Squared = ,721 (Adjusted R Squared = ,704)

27
Lampiran 3. Hasil Uji Duncan

Sapi Bali Bunting Periode Periparturien


Homogeneous Subsets
Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

Duncana,b

Sapi Bali Bunting Periode Subset

Periparturien N 1 2 3

Partus 12 46,5000

21 hari Post Partus 12 55,0742

21 hari Prepartus 12 65,4100

Sig. 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 25,267.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000.

b. Alpha = ,05.

28
Lampiran 4. Grafik perbandingan kadar glukosa darah sapi bali pada periode
periparturien.

29
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Keterangan : Kondisi Sapi Bali Bunting yang sehat di Peternakan Kabupaten


Singaraja dan Kabupaten Badung

Keterangan : Proses Pengambilan Sampel darah melalui vena jugularis

30
Keterangan : Pengecekan Kadar Glukosa Darah dengan Glukometer

31

Anda mungkin juga menyukai