Anda di halaman 1dari 6

1.

Pyometra Terbuka
 Sinyalemen dan Anamnesa
Seekor kucing bernama poppy, dengan umur 2 tahun dan bobot 3.4 kg, datang ke
Estimo Pethouse Shop and Clinic cabang 3 dengan keluhan lemas, anoreksia, keluar leleran
dari vulva dan tidak defekasi sejak dua hari yang lalu. Dilaporkan sebelumnya kucing tiga
bulan yang lalu diberikan injeksi obat kontrasepsi.

 Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium


Pada pemeriksaan fisik, diperoleh hasil dengan suhu tubuh 40oC, laju respirasi 60
kali/menit, laju pulsus 128 kali/menit dan detak jantung 144 kali/menit, capillary refill time
(CRT) lebih dari dua detik dan tugor kulit lambat.
Atas dasar kecurigaan hewan mengalami pyometra, hewan disarankan dilakukan tes
radiografi (x-ray) dan USG tetapi pemilik menolak karena biaya, sehingga hanya dilakukan
pemeriksaan darah untuk penanganan selanjutnya.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Darah Kucing Kasus
Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan
WBC (K/µL) 4,90 K/µL 5,00-18,90 Rendah
Limfosit 3.8 x 109/L 1,50 – 7,8 Normal
Granulosit(K/µL) 1,10 K/µL 2,50 – 12,50 Rendah
HGB (g/dL) 10,6 g/dL 8,0 – 15,0 Normal
HCT (%) 32,7 % 24,00 – 45,00 Normal
MCHC (g/dl) 32,4 30,0 – 36,0 Normal
Platelets (K/µL) 193 K/µL 175-500 Normal

 Diagnosa dan Prognosa


Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah, kucing kasus didiagnosa mengalami pyometra terbuka, dengan prognosa
infausta.
 Terapi
Penanganan yang diberikan pada kucing kasus adalah dengan pemasangan infus RL
secara intravena untuk mengatasi dehidrasi, kemudian dilakukan prosedur pembedahan yaitu
ovariohysterectomy (OH) untuk mengangkat sumber infeksi yaitu uterus dan ovarium.
Prosedur pembedahan yang perlu diperhatikan yaitu pre operasi, operasi, dan pasca operasi.
Persiapan pre operasi yang harus diperhatikan adalah persiapan alat dan bahan, persiapan
hewan, dan persiapan operator. Alat dan bahan yang harus dipersiapkan meliputi alat bedah
(gunting Metzenbaum, Kelly clamps, Korcher glove, needle holder, gunting, forsep, scapel,
retractor, right-angle clamps, orthopedic bone drill, dan alat bedah lainnya), jarum, benang
absorble dan non absorbable, tampon, kasa steril, endotracheal tube, IV catheter, infus set,
spuit 1ml, 3ml, dan 10ml. Bahan-bahan yang digunakan yaitu chlorexidine, alcohol 70%,
Ringer’s Lactat, biodine, bahan anastesi, dan antibiotik. Alat dan bahan instrumen bedah
yang diperlukan dalam operasi harus disterilisasi untuk menghindari kontaminasi pada luka
operasi yang dapat menghambat kesembuhan luka.
Kucing kasus dipremedikasi dengan Atropin sulfat dengan dosis 0,02 mg/kg secara
intramuskular. Kucing kasus diinduksi anastesi dengan kombinasi Ketamine 0,4 mg/kg dan
xylazine 0,1 mg/kg secara intramuskular. Setelah hewan teranastesi, persiapan hewan lainnya
yakni pencukuran dan pembersihan site operasi (daerah abdomen) dengan chlorexidine dan
alkohol 70%. Setelah itu, dilakukan operasi dengan membuat sayatan pada garis tengah
abdomen dari posterior umbilikus dengan panjang kurang lebih 3 - 4 cm kebelakang tepat
diatas vesica urinaria, lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian jaringan subkutan.
Jaringan subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga terlihat linea alba dan dilakukan insisi
pada linea alba untuk membuka rongga bdomen. Setelah itu bagian tepi linea alba dijepit kiri
dan kanan dengan menggunakan Allis forcep. Kemudian, sayatan tersebut diperpanjang ke
arah anterior dan posterior menggunakan gunting tajam- tumpul (bertujuan agar tidak
melukai organ bagian dalam), dengan panjang sesuai dengan sayatan yang telah dilakukan
pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan
ovarium. Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk yang
dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari rongga abdomen
hingga posisinya adalah ekstra abdominal. Pada bagian ujung tanduk uteri ditemukan
ovarium dan dipreparir hingga posisinya ekstra abdominal. Saat mempreparir, beberapa
bagian yang dipotong diantaranya adalah penggantung uterus (mesometrium), penggantung
tuba falopi (mesosalphinx), dan penggantung ovarium (mesoovarium). Pada saat
mempreparir uterus dan jaringan sekitarnya, dinding uterus tetap dijaga jangan sampai robek
atau rupture. Dengan menggunakan klem arteri, dilakukan penjepitan pada bagian
penggantung ovarium dan termasuk pembuluh darahnya. Penjepitan dilakukan menggunakan
dua klem arteri yang dijepitkan pada penggantung tersebut secara bersebelahan. Pada bagian
anterior dari klem arteri yang paling depan, dilakukan pengikatan menggunakan benang
vicryl 2/0 Setelah itu, dilakukan pemotongan pada penggantung tersebut menggunakan
gunting pada posisi diantara dua klem arteri tadi. Klem arteri yang menjepit penggantung
dan berhubungan dengan uterus tidak dilepas sedangkan klem arteri yang satunya lagi dilepas
secara perlahan-lahan, sebelumnya pastikan tidak ada perdarahan lagi. Kemudian berikan
cairan infuse agar organ tidak terlalu kering dan lakukan hal yang sama pada bagian uterus
yang disebelahnya, dilakukan penjepitan, pengikatan,dan pemotongan dengan cara yang
sama. Setelah kedua tanduk uteri beserta ovariumnya dipreparir, maka selanjutnya adalah
bagian corpus uteri yang dipreparir. Pada bagian corpus uteri, dilakukan penjepitan
menggunakan klem yang agak besar. Kemudian diligasi dengan penjahitan corpus uteri
menggunakan benang vicryl 2/0. Dilakukan pengikatan dengan kuat melingkar pada corpus
uteri menggunakan benang vicryl 2/0, dan pada ikatan terakhir dikaitkan pada corpus uteri
agar ikatan lebih kuat. Setelah itu, dilakukan pemotongan menggunakan scalpel pada bagian
corpus uteri yaitu pada posisi diantara dua klem tadi. Kemudian, uterus dan ovarium dilepas
dan diangkat keluar tubuh, dan jika sudah tidak ada perdarahan, klem yang satunya lagi dapat
dilepas secara perlahan dan sebelum ditutup ditetesi dengan antibiotic longamox, yang telah
diencerkan. Selanjutnya dilakukan teknik penjahitan dengan menuggunakan benang vicryl
2/0 untuk menutup rongga abdomen berturut turut dilakukan penjahitan aponeurose dari M.
obliqous abdominis externus dan internus dengan menggunakan teknik terputus sederhana
(simple interrupted). Penjahitan terakhir dilakukan pada jaringan subkutan dan kulit dengan
teknik jahitan subkutikuler pada jaringan subkutan menggunakan benang chromic 2/0 dan
dilanjutkan dengan jahitan sederhana terputus pada kulit menggunakan benang silik 2/0.
Setelah selesai proses penjahitan bagian yang permukaan dijahit diberikan betadine dan
hewan diinjeksikan antibiotik longamox dengan dosis 0,3 mg/ml secara intramuskuler.

Gambar 4.1. Pembedahan ovariohysterectomy (OH), terlihat bagian uterus kiri


kucing kasus mengalami pembesaran yang berisi nanah.
Perawatan pasca operasi yang diberikan yaitu injeksi antibiotik cefotaxime dengan
dosis 0,6 ml secara Intravena dan injeksi Viamine 3 ml secara Intravena. Sehari pasca operasi
kucing mengalami demam dengan suhu 39,6oC, sehingga diinjeksi obat penurun panas
toelfedine 0,3 mL secara intravena. Selama 3 hari rawat inap luka kucing sudah mengering
dan radang pada luka sudah menghilang dan nafsu makan dan minum kucing sudah normal.
Sehingga pada sore hari kucing di bolehkan pulang dengan syarat diawasi, di kandangkan dan
luka operasi, dilakukan pengecekan dan pembersihan luka satu kali sehari. Untuk obat pulang
diberikan obat antibiotik cefixime (sediaan 100 mg, dosis 0,25 mg/kg) PO selama tujuh hari
hari dan multivitamin (Livron b-pleks, PT. Phapros, Tbk, Semarang, Indonesia) satu tablet
sehari selama tujuh hari.

A B

Gambar 4.2. (A) Luka jahita kucing setelah tiga hari pasca operasi dan (B) kondisi
kucing setelah tiga hari rawat inap dengan nafsu makan dan minum yang sudah normal.

 Pembahasan
Pyometra adalah suatu peradangan disertai akumulasi nanah dalam uterus. Penyakit ini
memiliki etiologi dan pathogenesis yang kompleks, yaitu melibatkan interaksi hormon dengan
bakteri (Hagman dan Kuhn, 2002). Menurut Noekes et al. (2001) kejadian pyometra disebabkan
oleh bakteri yang ada pada uterus yang berasal dari vagina selama proestrus dan estrus. Bakteri
yang berasal dari vagina merupakan sumber utama infeksi uterus. Bakteri tersebut merangsang
timbulnya penyakit pada saat memasuki fase metestrus, karena pada saat tersebut terjadi
peningkatan hormon progesteron, Hormon progesterone mendukung pertumbuhan endometrium
dan sekresi kelenjar. Hiperplasia endometrium dan akumulasi produksi kelenjar uterus pada
akhirnya menyebabkan dan memberikan lingkungan yang nyaman untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri yang merupakan flora normal vagina atau infeksi subklinis saluran urinaria merupakan
sumber yang paling banyak menyebabkan kontaminasi pada uterus (terutama bakteri E. coli dan
Streptococcus spp), walaupun Stapylococcus, Streptoccocus, Pseudomonas, Proteus spp, dan
bakteri lain seperti Clostridium perfringens pernah diisolasi dari uterus penderita pyometra
(Hernades et al., 2003).
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang didapatkan, hal ini sesuai dengan laporan
Franson, (2003) bahwa dari pemeriksaan klinis kucing yang mengalami pyometra, pasien
menunjukan gejala letarghi, muntah dehidrasi, adanya pembesaran abdomen, dan hanya 20% dari
hewan yang terserang pyometra menunjukan gejala deman dan shock. Menurut Hernedes et al.
(2003), gejala pyometra sangat bergantung kepada terbuka dan tertutupnya serviks dan uterus.
Pada pyometra terbuka, tampak gejala keluarnya cairan bersifat mukopurulen dari vulva.
Keluarnya cairan tersebut biasanya dapat diamati pertama kali 4-8 minggu setelah estrus. Tanda-
tanda lainnya yang tampak adalah nafsu makan berkurang (anoreksia), muntah, distensi abdomen,
polyuria (volume kencing yang besar) dan polydipsia (rasa haus yang sangat). Pada pyometra
terbuka, ketika serviks terbuka, leleran purulent yang sering berisi darah akan mengalir keluar.
Pada pyometra tertutup, serviks akan tertutup. Akibatnya, tidak ada leleran yang keluar dan
pembesaran uterus dapat menyebabkan distensi abdomen. Apabila ada tanda muntah, dan
penurunan nafsu makan yang terus berlanjut, akan menyebabkan dehidrasi, shock, koma, dan
kematian (Fransson et al., 2004; Hernedes et al., 2003; Nelson dan Feldman, 1986).
Diagnosis pada kasus pyometra bisa dilakukan dengan radiografi, USG dan pemeriksaan
darah yang nantinya akan membantu dalam mendiagnosa pyometra. Dimana pada pemeriksaan
radiografi (x-ray) akan ditemukan pembesaran uterus berwarna radiopaque akibat adanya cairan
atau nanah pada rongga uterus, sedangkan pada pemeriksaan dengan USG pada hewan kasus
akan terlihat gambaran penebalan uterus dengan warna hyperechoic dengan bagian lumen
berwarna hypoechoic akibat berisi cairan. Dalam pemeriksaan darah sering kali ditemukan hasil
terjadinya peningkatan leukosit atau leukositosis dan penurunan granulosit dan juga hewan
mengalami anemia. Pada kasus ini di dapatkan hasil pemeriksaan darah dimana terjadi
penurunan leukosit (leukositopenia) dan penurunan granulosit di karenakan kondisi hewan sudah
lama atau kronis akibat infeksi bakteri.
Penanganan kasus pyometra ini dilakukan dengan pembedahan ovariohysterectomy
(OH). Ovariohisterectomy merupakan cara teraman dan paling efektif karena sumber infeksi
dan bakteri dapat dihilangkan dan dicegah muncul kembali (Hagman, 2018). Terapi
pascaoperasi yang diberikan untuk kucing berupa terapi kausatif, dan suportif. Pengobatan
yang diberikan antibiotik dan vitamin. Pemerian antibiotic bertujuan untuk pengobatan
infeksi bakteri yang merupakan sumber penyakit dan Terapi supportif dengan pemberian
vitamin B kompleks berfungsi sebagai memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral pada tubuh
dan sebagai kofaktor dalam metabolisma, sintesis DNA khususnya dalam proses
hematopoetik atau pembentukan sel darah sebagai konpensasi dari tindakan operasi
(Nurrurozi et al., 2019).

Sumber :
Feldman, E.C, and Nelson, R.W. 2004. Canine and Feline Endocrinology and Reproduction.
Ed ke-3 : 143-148
Fransson BA, Ragle CA. 2003. Canine Pyometra: An Update on Pathogenesis and Treatment.
Compendium : Small Animal or Exotic 25 (8): 602-612.
Hasan T, Hossan Md, Tahsin N, Hossain MA, Udiin AM, 2021. Pyometra in a Cat: A
Clinical Case Report. Biomedical Journal of Scientific and Technical Research 37(5):
20-25.
Hagman R, Kuhn I. 2002. Escheria coli strains isolated from the uterus and urinary
bladder of bitches suffering from pyometra: compararison by restriction enzyme
digestion and pulsed-fiels gel electrophesis. Vet Microbiol. 84: 143-153.
Hagman R. 2018. Pyometra in Small Animals. Vet Clin Small Anim 48: 639–661.
Hermandes JL, Besso JG, Rault DN, Cohen AH, Guinoet A, Begon D, Ruel Y. 2003.
Emphysematous pyometra in cat. Vet Radiol Ultrasound 44: 196-198.
Nurrurozi A, Yanuartono, Indrajulianto S. 2019. Laporan Kasus: Cystic Endometrial
Hiperplasia-Pyometra Kompleks pada Kucing Persia. Indonesia Medicus Veterinus
8(5): 583-594

Anda mungkin juga menyukai