Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL DAN


ROTASI BEDAH & RADIOLOGI
yang dilaksanakan di
RUMAHSAKIT HEWAN FKH UB

LAPORAN KASUS MANDIRI


CAESAR PADA KUCING PUSSY

Oleh:

Lucky Retno Putri, S.KH


170130100111027

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kucing merupakan mamalia yang telah mengalami domestikasi sejak ratusan
ribu tahun yang lalu. Kucing berkembang menjadi ratusan ras dengan berbagai macam
variasi. Masyarakat pada saat ini menganggap memelihara hewan peliharaan
merupakan suatu hobi salah stunya yakni memelihara kucing. Pada kucing betina
kisaran pubertas yang terjadi sangat bervariasi. Kucing mulai menunjukkan tanda
estrus ketika mereka memiliki berat 2,3-2,5 kg. Normal pubertas pada kucing dimulai
pada 4 bulan awal hingga akhir 18 bulan, namun, umumnya menunjukkan adanya
tanda-tanda seksual pada 6-9 bulan (Simson, 2004).

Kehamilan pada kucing terjadi dalam 63 hari setelah pembuahan. Namun,


periode kehamilan telah dilaporkan terjadi 56-71 hari, namun rata-rata terjadi pada hari
ke 63 -67 setelah pembuahan. Tanda-tanda akan melahirkan pada kucing betina yakni
adanya penurunan suhu yang terjadi selama 12 jam, selama minggu ke 9 kehamilan
kucing menjadi lebih sedikit bergerak an mencari tempat untuk melahirkan. Kelahiran
biasanya selesai dalam waktu 6 jam setelah terjadinya fase pertama dalam kelahiran,
namun dpat juga terjadi dlam 12 jam. Kelahiran harusnya tidak terjadi lebih dari 24jam
karena resiko pada induk dan fetus (Simson, 2004). Adanya ganguan dalam kelahiran
seperti distokia, inersia uteri dan ukuran fetus memerlukan penanganan yang lebih
lanjut yakni operasi caesar.

Operasi Caesar merupakantindakan pembedahan pembedahan yang dilakukan


melalui celiotomy pada midline ynag bertujuan untuk mengeluarkan fetus. Pada
makalah ini dibahas mengenai prosedur operasi Caesar pada kucing. Pembahasan
dilakukan mengenai pre operasi, operasi dan pasca operasi.
1.1 Rumusan masalah
1. Bagaimana prosedur operasi Caesar pada kucing?
2. Bagaimana manajemen preoperasi dan post operasi Caesar pada kucing?

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui prosedur operasi Caesar pada kucing?
2. Untuk mengetahui manajemen preoperasi dan post operasi Caesar pada kucing?

1.3 Manfaat
Manfaat dari kegiatan koasistensi bedah Caesar bagi mahasiswa PPDH yaitu
mahasiswa memiliki kemampuan melakukan tindakan bedah ovariohisterectomy
pada kucing beserta penanganan preoperasi dan post operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Caesar
Bedah Caesar (Hysterotomy) adalah untuk mengangkat semua janin dari rahim
secepat mungkin. Indikasi utama untuk bedah caesar adalah adanya potensi distokia
(kebesaran janin, malposisi, fetus tidak berkembang, pelvis kecil, inersia uteri) atau
pembusukan janin (Fossum, 2003).

Sebelum operasi, pemeriksaan radiografi atau ultrasonografi dapat dilakukan untuk


menentukan jumlah janin. Pada USG denyut jantung janin yang kurang dari 150 /menit
menunjukkan gangguan pada janin. Hewan diperiksa dengan rektal ditandai atau
palpasi vagina untuk melihat adanya janin didalam kanal pelvis. Hasil darah dievaluasi
untuk mengetahui adanya hipokalsemia, hipoglikemia dan toksemia. (Tobias, 2010)

Kateter intravena dipasang sebelum induksi anastesi. Antibiotik golongan


chepalosporin dapat diberikan secara injeksi kepada hewan yang keracunan, septik atau
fetus mati. Waktu anastesi harus dijaga seminimal mungkin untuk meningkatkan
kelangsungan hidup neonatal. Sebelum induksi bulu induk harus dipotong. Ruang
operasi harus diatur dengan peralatan yang sesuai. Hewan dapat diberikan premedikasi
yang reversible seperti opioid dan midazolam. Penggunaan antikolinergik tergantung
pada status ibu dan janin. Hewan diinduksi dengan propofol atau dengan jumlah
minimal isoflurane. Blok lidokain pada midline (maksimum 10 mg/kg SQ) dapat
mengurangi kebutuhan anastesi intraoperative. Persiapan terakhir adalaah pemasangan
duk pada pasien. Meja operasi dimiringkan agar kepala sedikit terangkat untuk
mengurangi tekanan pada diafragma induk.

Bedah caesar dilakukan melalui cellotomy pada midline. Insisi harus cukup panjang
untuk mengekspose seluruh badan uterus. Linea alba harus dibuka secara hati-hati
untuk menghindari kerusakan gravid rahim. Setelah uterus dan ovarium dikeluarkan.
Dilakukan pengeluaran fetus dengan melakukan sayatan. Neonatus dibersihkan,
dikeringkan dan digosok dengan cepat untuk merangsang respirasi. Jika perlu cairan
ketuban dapat disedot dari nares dan nasofaring. Apabila respirasi secara spontan tidak
terjadi maka perlu dilakukannya pemberian oksigen dengan masker. Talipusar harus
diikat beberapa sentimeter ke distal dinding perut dan didesinfeksi. Neonatus harus
diperiksa untuk kelainan kongenital sebelum ditempatkan di inkubator 320c atau wadah
hangat (Tobias, 2010).

Gambar 2.1 Dilakukan pengeluaran uterus dari abdomen hingga badan dan tanduk
uterus terekspose (Sumber: Tobias, 2010).

Gambar 2.2 Dikeluarkan janian melalui sayatan ditengah uterus dan lepaskan
selaput membran disekitar moncong neonates (Sumber: Tobias, 2010).
Gambar 2.3 Dilakukan penjepitan talipusar setidaknya 3 cm dari distal dinding
perut neonates (Sumber: Tobias, 2010).

Gamabr 2.4 dihilangkan plasenta dari rahim dengan traksi lembut setelah neonatus
dikeluarkan (Sumber: Tobias, 2010).

Gamabr 2.5 Dilakukan penutupan diding uterus dengan jahitan kontinyu (Sumber:
Tobias, 2010).
Teknik bedah operasi caesar meliputi

1. Dilakukan celiotomy pada garis tengah. Tarik rahim secara perlahan dari perut.
Diisolasi dengan bantalan yang lembab
2. Dilakukan pembuatan sayatan parsial midline pada dinding uterus dengan
menggunakan gunting metzembaum, dilakukan pemanjangan sayatan sehingga
janin dapt diambil dengan mudah
3. Dilakukan pemecahan membran ketuban yang menyelimuti. Dilakukan
pemotongan tali pusar dengan guntih dan klem 3m dari distal dinding perut
neonatus.
4. Dengan traksi yang lembut dilakukan pengeluarkan plasenta.
5. Dilakukan palpasi pada uterus utuk memastikan bahw semua fetus telah diangkat.
6. Dilakukan penutupan sayatan dengan benang sintetik monofilamen 3-0 yang dapat
7. Diserap dengan cepat dengan jahitan menerus
8. Dilakukan penutupan kulit dengan bahan yang cepat diserap dengan pola jahitan
intradermal (Tobias,2010).
Penanganna pasca operasi meliputi pembersihan kulit abdominal untuk
menghilangkan kuman dan debris. Neonatus harus segera mungkin mendapat asupan
kolostrum dari induknya. Induk dimonitor pasca operasi untuk mengetahui ada
tidaknya keadaan hipotermia, hipotensi, hipokalsemia dan penolakan neonatal.
Komplikasi dari kelahiran yang dpaat terjadi yakni termasuk perdarahan, peritonitis,
endometritis, mastitis dan infeksi luka(Tobias, 2010)

2.3 Persiapan Operasi.


a. Alat dan bahan
b. Duk/drape
c. Scalpe dan gagang scalpe
d. Gunting Operasi
e. Hemostatic Forceps
f. Pinset cirrugis
g. Pinset anatomis
h. Needle Holder
i. Towel Clamp/Duk Klem
j. Needle (Jarum Jahit)
k. Benang Operasi
l. Grove director
2.4 Sterilisasi Alat Operasi
Metode sterilisasi alat operasi dapat meliputi

1. Metode Fisis
Metode fisis terdiri dari pemanasan dan penyinaran. Metode pemanasan terdiri
dari dua cara yaitu panas basah (merebus, autoclave, pasteurisasi dan tyndalisasi)
dan panas kering (pembakaran dan oven). Metode penyinaran Sinar yang bisa
dipakai untuk sterilisasi adalah sinar alfa, beta, gamma dan ultraviolet pada
panjang gelombang tertentu.
2. Metode Mekanik
Sterilisasi dengan metode ini biasanya dilakukan dengan metode filtrasi. Cara
filtrasi memakai saringan dengan milipore berdiameter 0,45 μm. Metode ini
biasanya dipakai untuk sterilisasi bahan yang mudah rusak dengan pemanasan.
3. Kimiawi Metode sterilisasi ini menggunakan bahan-bahan kimia Contoh: alkohol,
yodoform, CaOCl2 (kaporit), klorheksidin glukonat, karbol Lysol dan lain-lain
(Berry & Kohn’s, 2006).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat Dan Waktu

Kegiatan operase Caesar diselenggarakan di RUmah sakit Hewan pendidikan


Universitas Brawijaya pada tanggal 4 Mei 2018.

3.2 Peserta dan Pembimbing

Peserta koasistensi Bedah di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas


Brawijaya adalah mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya (FKH UB)
Nama : Lucky Retno P, S.KH
NIM : 17130100111027
Yang berada di bawah bimbingan drh.Dodik Prasetyo, M.Vet

3.3 Metode kegiatan

Metode yang digunakan dalam koasistensi Bedah di Rumah Sakit Hewan


Pendidikan UB adalah
1. Mengikuti pelaksanaan bedah Caesar yang dilaksanakan oleh dokter pembimbing
2. Melaksanakan diskusi dengan dokter hewan pembimbing koasistensi.

3.4 Persiapan Preoperasi


3.4.1 Persiapan Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan pada pelaksanaan caesar adalah scalpel handle, blade,
pinset anatomis, pinset chirurgis, hemostatic forceps (kelly forceps), retractor,
needle holder, gunting tajam tajam, gunting tajam tumpul, gunting tumpul
tumpul, needle blunt, kapas, tampon, hypafix, meja operasi, lampu operasi,
clipper, kain drape dan tali kekang.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan caesar adalah povidone iodine
10 %, alkohol 70%, Nacl fisiologis, atropine sulfat, xylazine, ketamine,
metronidazole, benang polyglicolic acid 3.0 , benang catgut plain 3.0,
bioplacenton dan nebacetin bubuk..

3.4.2 Persiapan Obat dan Perhitungan Dosis.


Berdasarkan hasil penimbangan berat badan, kucing pussy berat badannya adalah
3,5 kg sehingga dosis obat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
a. Atropin sulfat
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠(𝑚𝑔⁄𝑘𝑔)
𝐴𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 =
𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑜𝑏𝑎𝑡
3,5𝑥0,04
=
0,25
= 0,56 𝑚𝑙
b. Ketamin
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠(𝑚𝑔⁄𝑘𝑔)
𝐾𝑒𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 =
𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 (𝑚𝑔/𝑚𝑙)
3,5𝑥10
=
100
= 0,35 𝑚𝑙
c. Xylazine
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 (𝑚𝑔⁄𝑘𝑔)
𝑋𝑦𝑙𝑎𝑧𝑖𝑛𝑒 =
𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 (𝑚𝑔⁄𝑚𝑙 )
3𝑥2
=
20
= 0,3 𝑚𝑙
d. Metronidazole
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 (𝑚𝑔⁄𝑘𝑔)
𝑀𝑒𝑡𝑟𝑜𝑛𝑖𝑑𝑎𝑧𝑜𝑙𝑒 =
𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 (𝑚𝑔⁄𝑚𝑙 )
3,5 𝑥 10
=
15
= 2,3 𝑚𝑙

3.4.3 Persiapan hewan


Persiapan operasi yang dilakukan pada hewan bertujuan untuk mencegah
efek negative anastesi yang tidak diinginkan dan menyediakan lingkungan yang
steril untuk mencegah terjadianya infeksi. Persiapan hewan yang dilakukan
sebelum operasi ialah:

a. Mempuasakan hewan
Hewan yang akan di lakukan tindakan operasi, tidak diberikan makanan
selama 6-12 jam dan puasa minum 4-2 jam sebelum induksi anastersi dengan
tujuan mencegah terjadinya emesis dan aspirasi pneumonia selama
intraoperatif dan post operatif.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada hewan yang dilakukan sebelum tindakan operasi
bertujuan untuk mengetahui status present hewan yang menentukan dapat
dilakukannya tindakan operasi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sebelum dilakukan tindakan operasi bertujuan
untuk memperoleh informasi status hewan sebelum dilakukan operasi.
Pemeriksan penunjang dapat meliputi pemeriksaan hematologi dan kimia
darah, USG atau X ray.
d. Premedikasi
Pemberian premedikasi sebelum dilakukan induksi anastesi memiliki
tujuan yakni untuk mengurangi jumlah anastesi yang diperlukan dan
meningkatkan batas keamanan. Pemberian premedikasi atropin sulfat dapat
mengurangi efek negatif dari anestesi seperti mengurangi timbulnya
bradycardia, hipersalivasi, muntah sebelum dan sesudah operasi, kecemasan
dan memperlancar induksi anastesi. Atropin sulfat merupakan premedikasi
yang memiliki cara kerja dengan memblok acetylcholine (ACh) pada terminal-
terminal ganglion dan syaraf otonom yang memberikan efek anti kolinergik.
e. Pencukuran rambut
Pencukuran rambut menggunakan clipper dilakukan pada area yang
akan dilakukan pembedahan sehingga sebelumnya hewan yang akan dioperasi
harus dengan jelas telah ditentukan lokasi operasinya. Lokasi yang akan
dicukur harus diperkirakan dengan tepat guna memperkirakan lebar sayatan
yang harus dibuat serta mengakomodir apabila lokasi sayatan diperpanjang
sepanjang bidang steril. Setelah proses pencukuran selesai, sisa rambut harus
segera dibersihkan dari permukaan kulit. Pencukuran juga dilakukan pada
area yang akan dipasang infus IV.
f. Pemasangan infus NaCl 0,9%
Pemasangan kateter intravena dilakukan pada vena chepalica
antibrachii dan disambungkan dengan cairan infus NaCl. Pemasangan infus
Nacl secara intra vena adalah sebagai terapi maintenance untuk menjaga
cairan tubuh tetap stabil apabila terjadi keadaan seperti dehidrasi, pendarahan
dan shock sewaktu operasi berlangsung
g. Anastesi
Anastesi merupakan prosedur preoperatif yang merupakan tindakan
untuk menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan. Setelah
sebelumnya diijeksikan premedikasi berupa atropin sulfat, dengan jeda waktu
15 menit setelah pemberian premedikasi selanjutnya dilakukan induksi
anestesi. Anestesi yang digunakan pada operasi ini ialah kombinasi ketamin
dan xylazine. Ketamin merupakan antagonis neurotransmiter glutamat pada
reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA) di CNS. obat ini berinteraksi dengan
reseptor opioid dengan cara yang kompleks. Obat ini digunakan sebagi
anastesi yang juga memberikan efek analgesi visceral dan somatik yang
mendalam dengan menghambat sensitasi sentral melalui blokade NMDA.
Efek samping pemberian ketamin yakni berupa adanya hipotermia dengan
menurunkan suhu setalah induksi, Efek pada kardiovaskular seperti
peningkatan cardiac output, tekanan darah, peningkatan tekanan arteri
pulmonari, dyspnae, recovery yang lama dan convulsion. Kombinasi yang
paling sering digunakan untuk anastesi ketamin adalah xylazine. Xylazine
merupakan agonis pada periferal dan pusat alpha-2 adrenoreceptor,
menghasilkan efek sedasi, relaksasi otot dan anlgesia. Kombinasi ketamin
HCL dan xylazine HCL menghasilkan induksi yang halus dan efek kataleptik
dari pemberian ketamin akan diperbaiki oleh pemberian xylazine yang
memberikan efek sedative dan myorelaxing. Ketamin memberikan efek
analgesik sedangkan xylazine menyebabkan relaksasi otot yang baik,
mengurangi sekresi saliva dan peningkatan tekanan darah yang diakibatkan
oleh penggunaan ketamin
h. Pembersihan kulit dan sterilisasi kult
Setelah hewan teranastesi hewan dipindah ke dalam ruang operasi untuk
membersihkan bagian yang akan dilakukan pembedahan kulit dengan sabun
antiseptik dan digosok pada permukaan kulitnya supaya bulu yang menempel
dan semua kotoran seperti kerak ataupun ketombe dan minyak pada daerah
kulit terangkat dengan sempurna. Silakukan sterilisasi dengan alcohol 70 %
dan iodine 10 % dengan gerakan memutar (sentrifugal) untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder akibat keadaan kulit yang kurang asptik.
i. Draping
Pasien diposisikan diatas meja operasi dan area kulit telah dibersihkan
dilakukan pemasangan drape. Fungsi pemasangan drape ialah menciptakan
dan mempertahankan area steril disekitar lokasi operasi. Drape dipasang oleh
operator steril. Pada operasi Caesar drape dipasang dengan memposisikan
area umbilikus ke bawah sehingga dapat terlihat dan terfiksir dengan baik area
yang akan dilakukan pembedahan.
3.4.4 Prosedur pembedahan
Prosedur pembedahan operasi caesar yaitu dengan melakukan teknik
laparotomy yakni dengan menginsisi medianus posterior dengan titik awal di
bawah 2 cm dari umbilical. Insisi dilakukan pada bagian kulit kemudian
dilanjutkan pada bagian linea alba, dan kemudian dilakukan pengeluaran uterus.
Dilakukan sayatan pada daerah biforcatio menuju cervix. Dilakukan pengeluaran
fetus beserta plasenta. Setelah semua fetus dipastikan telah dikeluarkan
kemudian dilakukan flushing pada uterus dengan menggunakan NaCl dan
antibiotic. Penutupan insisi pada uterus dengan menggunakan tipe jahitan
Chusing dengan menggunakan benang Polyglycolic acid 3.0. Dilakukan
pengembalian uterus pada rongga abdomen. Selanjutnya dilakukan penutupan
rongga abdomen dengan menjahit lapisan peritoneum dan m. obliqous abdominis
externus dan m. abdominis externus. Penjahitan peritoneum dan muskulus
dikaitankan menjadi satu, guna memberikan kekuatan menahan isi abdomen agar
tidak keluar. Jahitan pada muskulus menggunakan simple interupted dengan
benang Polyglycolic acid 3.0. Jahitan dilanjutkan dengan menutup bagian
subkutan menggunakan metode simple continuous suture menggunakan benang
Polyglycolic acid 3.0. dilanjutkan dengan penjahitan kulit dengan jahita subkutis
menggunakn benang catgut plain. Luka yang telah terjahit dilakukan
pembersihan denga NaCl dan diberikan nebacetin bubuk dan ditutup dengan kasa
dan hypavic®.

3.3.6 Post operasi


Perawatan dan pengobatan pasca operasi dilakukan dengan
memberikan antibiotic berupa metronidazole 10mg/kg BB (IM). Anti inflamasi
berupa ketoproven 1mg/kh PO Q24h hingga 5 hari. Kontrol dan pembersihan
luka operasi dilakukan 2 hari sekali. Pembersihan luka dilakukan dengan
membersihkan luka operaii dengan NaCl dan peru balsem, selanjutnya ditutup
dengan kassa dan hypavix®.
BAB IV
HASIL

4.1 Signalment
Nama : Pussy
Jenis Hewan : Kucing
Ras : Angora
Jenis Kelamin : Betina
Umur : ± 1 Tahun
Warna : Grey
Berat Badan : 3,5 kg

4.2 Anamnesa
Post partus 2 hari yang lalu dan melahirkan 1 anak namun diduga masih
terdapat fetus dalam kandungan.

4.3 Kondisi Umum hewan dan Panca Indera


1. Keadaan Umum
Habitus/Tingkah laku : Aktif
Gizi : Baik
Pertumbuhan Badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak dengan keempat kaki
Suhu tubuh : 38oC
Frekuensi denyut jantung : 156x/ menit
Frekuensi napas : 52x/menit
Capillary Refill Time (CRT) : <2 detik

2. Kulit dan Rambut


Aspek rambut : Bersih
Kerontokan : Tidak mengalami kerontokan
Kebotakan : Tidak ada kebotakan
Turgor kulit : <2 detik
Permukaan kulit : Tidak ada kelainan
Bau Kulit : Bau khas kulit

3. Kepala dan Leher


a. Inspeksi
Ekspresi wajah : Bereaksi
Pertulangan wajah : Kompak
Posisi tegak telinga : Tegak turun sempurna
Posisi kepala : Simetris
Mata dan Orbita Kiri
Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Tidak melengkung keluar
Konjunctiva : Rose, basah dan tidak ada kerusakan
Membran nictitans : Tidak terlihat
Mata dan Orbita Kanan
Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Melengkung keluar
Konjunctiva : Roset, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans : Tidak terlihat
Bola Mata Kiri
Sclera : Putih
Kornea : Jernih, cahaya dapat menembus kornea,
permukaan mata halus, serta basah
Iris : Coklat, tidak ada kelainan
Pupil : Tidak ada kelainan
Limbus : Datar
Refleks pupil : Ada
Lensa : Tidak ada kelainan
Vasa injeksio : Ada

Bola Mata Kanan


Sklera : Putih
Kornea : Jernih, cahaya dapat menembus kornea,
permukaan mata halus, serta basah
Iris : Coklat, tidak ada kelainan
Pupil : Tidak ada kelainan
Limbus : Datar
Refleks pupil : Ada
Lensa : Tidak ada kelainan
Vasa Injection : Ada
Hidung dan Sinus
Bentuk pertulangan : Simetris
Aliran udara : Aliran udara lancar pada kedua cavum nasal
Kelembapan : Lembab
Discharge : Tidak ada discharge nasal
Mulut dan Rongga Mulut
Defek bibir : Tidak ada kerusakan
Mukosa : Rose, basah, dan tidak ada kerusakan
Lidah : Rose , basah, dan tidak ada kerusakan
Gigi geligi : Tidak ada kelainan
Telinga
Posisi : Tegak keduanya
Bau : Bau khas serumen
Permukaan daun telinga : Kotor tetapi tidak ada kelainan
Krepitasi : Tidak ada
Reflek panggilan : Ada
Leher
Perototan : Kompak
Trakea : Teraba, tidak ada refleks batuk saat di palpasi
Esofagus : Teraba dan kosong
Kelenjar Pertahanan
Ln.Submandibular : Teraba
Ukuran : Kecil
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simetris
Suhu : Sama dengan suhu tubuh
Perlekatan : Tidak ada perlekatan
Ln. Prescapularis : Teraba
Ukuran : Kecil
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simetris
Suhu : Sama dengan suhu tubuh
Perlekatan : Tidak ada perlekatan
Ln. Poplitea : Teraba
Ukuran Kecil
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simetris
Suhu : Sama dengan suhu tubuh
Perlekatan : Tidak ada perlekatan

4. Thoraks
a. Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : Simetris
Tipe pernapasan : Costalis
Ritme pernapasan : Ritmis/ teratur
Intensitas : Dangkal dan Cepat
Frekuensi : 52 kali/menit
Trakea : Teraba
Refleks batuk : Tidak ada
Palpasi
Penekanan rongga thoraks : Tidak ada reaksi kesakitan
Penekanan M. Intercostalis : Tidak ada reaksi kesakitan
Perkusi
Lapangan Paru-Paru : Tidak ada perluasan
Gema Perkusi : Nyaring

b. Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : Tidak ada
Auskultasi

Frekuensi : 156 kali/menit


Intensitas : Normal
Ritme : Ritmis
Suara ikutan : Tidak ada
Sinkron Pulsus dan : Sinkron
Jantung

5. Abdomen dan Organ Pencernaan


Inspeksi
Ukuran rongga abdomen : Abdomen membesar
Bentuk rongga abdomen : Simetris
Palpasi
Epigastrikus : Tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : Tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : Tidak ada respon sakit
Auskultasi
Suara peristaltik usus : Tidak terdengar
Suara borboritmis : Tidak terdengar

Anus
Daerah sekitar anus : Bersih
Refleks sphincter ani : Terdapat refleks mengkerut
Kebersihan perianal : Bersih

6. Sistem Urogenital
Ginjal : Teraba saat dilakukan dipalpasi,
terletak di epigastrikum dan tidak ada
reaksi kesakitan saat dipalpasi.
Vesica Urinaria : Tidak teraba.

Alat Kelamin Betina


Vulva : Mengalami pembengkaan
Mukosa vagina : Rose, mengeluarkan cairan
Kelenjar mammae : Membesar, tidak mengeluarkan air
susu.

8. Alat Gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris
Perototan kaki belakang : Simetris
Spasmus otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Cara berjalan : Tidak ada perubahan
4.3
Bentuk pertulangan : Tidak ada penonjolan
Tuber coxee dan tuber ischii : Simetris

Palpasi Struktur Pertulangan


Kaki kanan depan : Tegas dan kompak
Kaki kanan belakang : Tegas dan kompak
Kaki kiri depan : Tegas dan kompak
Kaki kiri belakang : Tegas dan kompak
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi saat palpasi : Tidak ada reaksi kesakitan
Panjang kaki depan ka/ki : Sama panjang, simetris
Panjang kaki belakang ka/ki : Sama panjang, simetris
Reaksi saat palpasi otot : Tidak ada rasa sakit
Operasi

Tabel 4.1 Pemberian Obat


Dosis Volume
Golongan Kosentrasi
Obat (mg/Kg Obat Rute Waktu
Obat (mg/ml)
BB) (ml)

Atropin Sulfat Premedikasi 0,04 0,25 0,56 SC 15.00


Ketamin Anestesi 10 100 0,35 IM 15.15
Xylazine Anestesi 2 20 0,35 IM 15.15

Mulai Anastesi : 15.00


Mulai Operasi : 15.30
Selesai Operasi : 17.00
4.4 Pemeriksaan penunjang
4.4.1 Pemeriksaan Hematologi

Tabel 1. Pemeriksaan Hematologi


Pemeriksaan Hasil Satuan Kisaran normal
Anjing Kucing
Hematologi :
Seldarah putih (WBC) 27 103 / µL 6,0-17,0 5,5-19,5
Sel darah merah (RBC) 6,86 106 / µL 5,5-8,5 5,0-10,0
Hemoglobin (Hb) 8,1 g/dL 12,0-18,0 8,0-15,0
Hematokrit (HCT) 30 % 37,0-55,0 24,0-45,0
MCV 43,8 fL 60,0-77,0 39,0-55,0
MCH 11,8 Pg 19,5-24,5 12,5-17,5
MCHC 27 g/dL 32,0-36,0 30,0-55,0
Trombosit (PLT) 131 103 / µL 200 - 500 300-800
Limfosit 13,2 % 12,0-30,0 20,0-55,0
Monosit 4,6 % 3,0-10,0 1,0-4,0
Granulosit 82,2 % 60,0-80,0 35,0-78,0
3
Limfosit 3,3 10 / µL 1,0-4,8 1,5-7,0
Monosit 1,1 103 / µL 0,15-1,35 0,0-0,85
3
Granulosit 22,6 10 / µL 3,5-14,0 2,5-14
RDW-CV 18,9 % 12,0-16,0 13,0-17,0
RDW-SD 41,1 fL 35-56 35-56
PCT 0,119 % 0,0-2,9 0,0-2,9
MPV 9,1 fL 6,7-11,0 12,0-17,0
PDW 9,4 % 0,0-50,0 0,0-50,0
P-LCR 11,6 % 13-43 13-43
4.4.1 Pemeriksaan USG

Gambar 2.1 USG kucing Pussy

4.4 Post Operasi


Tabel 2 Monitoring Post Operasi
Tanggal Pemeriksaan Terapi Ket
5/5/2018 Pagi
Suhu : 39,50C Appetice : - -Amoxicilin inj 0,15 Tidak mau
HR : 100 kali/menit Defekasi : - (IM) menyusui
RR : 60 kali/menit Urinasi : +2 -Bioson 1ml (SC)
CRT : <2 detik Vomit : -
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose
Sore
Suhu : 39,10C Appetice : + 1 - Tidak mau
HR : 140 kali/menit Defekasi : - menyusui,
RR : 40 kali/menit Urinasi : +3 Tidak aktif
CRT : <2 detik Vomit :
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose
6/5/2018 Pagi
Suhu : 38,90C Appetice : + 2 Ganti perban Vulva
HR : 128 kali/menit Defekasi : + 1 postoperasi dan mengeluarkan
RR : 52 kali/menit Urinasi : + 1 perubalsem darah
CRT : <2 detik Vomit : -
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose

Sore
Suhu : 39,60C Appetice : + 2 ketoproven 25 gr vulva
HR : 116 kali/menit Defekasi : - sangobion 250 mg mengeluarkan
RR : 64 kali/menit Urinasi : + 1 darah, kucing
CRT : <2 detik Vomit : -
aktif
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose

7/5/2018 Pagi
Suhu : 39,50C Appetice : + 3 - vulva tidak
HR : 160 kali/menit Defekasi : - mengeluarkan
RR : 44 kali/menit Urinasi : - darah, kucing
CRT : <2 detik Vomit : -
aktif
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose

Sore
Suhu : 38,90C Appetice : + 3 ketoproven 25 gr vulva tidak
HR : 120 kali/menit Defekasi : - sangobion 250 mg mengeluarkan
RR : 64 kali/menit Urinasi : - darah, kucing
CRT : <2 detik Vomit : -
aktif
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose

8/5/2018 Pagi
Suhu : 39,50C Appetice : + 3 Ganti perban vulva tidak
HR : 144kali/menit Defekasi : - postoperasi, mengeluarkan
RR : 56 kali/menit Urinasi : + 3 perubalsem dan darah, kucing
CRT : <2 detik Vomit : -
trombopop aktif, daerah
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose post operasi
begkak

Sore
Suhu : 38,30C Appetice : + 3 ketoproven 25 gr vulva tidak
HR : 108 kali/menit Defekasi : - sangobion 250 mg mengeluarkan
RR : 48 kali/menit Urinasi : - darah, kucing
CRT : <2 detik Vomit : -
aktif, daerah
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose post operasi
begkak

9/5/2018 Pagi
Suhu : 39,20C Appetice : + 3 Amoxicilin inj 0,28 kucing aktif,
HR : 160kali/menit Defekasi : + 2 ml daerah post
RR : 56 kali/menit Urinasi : + 3 operasi
CRT : <2 detik Vomit : -
begkak
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose

Sore
Suhu : 38,80C Appetice : + 2 ketoproven 25 gr kucing aktif
HR : 108 kali/menit Defekasi : - sangobion 250 mg
RR : 40 kali/menit Urinasi : -
CRT : <2 detik Vomit : -
Turgor : <2 detik
Mukosa : Sligt rose

10/5/2018 Pagi
Suhu : 38,80C Appetice : + 3 Ganti perban post daerah post
HR : 112kali/menit Defekasi : - operasi dan operasi
RR : 68 kali/menit Urinasi : + 3 perubalsem begkak, jika
CRT : <2 detik Vomit : -
ditekan masuk
Turgor : <2 detik
Mukosa : Rose
Sore
Suhu : 38,20C Appetice : + 2 - daerah post
HR : 128 kali/menit Defekasi : - operasi
RR : 56 kali/menit Urinasi : - begkak
CRT : <2 detik Vomit : -
Turgor : <2 detik kucing tidak
Mukosa : pale
seaktif
kemarin
BAB V
PEMBAHASAN

Indikasi dilakukannya pembedahan caesar yakni adanya kehamilan yang


berkepanjangan (normal kelahiran biasanya tidak lebih dari 70 hari masa kehamilan),
innersia primer keseluruhan, inenersia primer tidak keseluruhan, inersia uterine
sekunder, abnormalitas dari pelvis maternal atau jaringan lunak yang mungkin
menghalangi keluarnya fetus (fraktur pelvis, tumor vagina atau hymen yang tidak
membuka, ukuran fetus yang terlalu besar, malposisi yang tidak dapat diperbaiki
melewati jalan keluar yakni vagina dan fetus yang mati dengan pembusukan)
(Simpson, 2004). Kebuntingan pada kucing digambarkan pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Gambaran kebuntingan pada kucing


(Sumber: www. paws-and-effect.com)

Persiapan sebelum dilakukan operasi yakni preparasi hewan,


pencukuran/pembersihan pada daerah sayatan dan pembiusan. Preparasi hewan
dilakukan untuk memastikan hewan benar-benar dalam kondisi sehat dan layak untuk
dilakukan operasi. Pemeriksaan meliputi umur hewan, suhu, frekuensi nafas, frekuensi
jantung, pulsus dan berat badan untuk menentukan dosis obat bius. Pemeriksaan
fisiologis dan fisik dilakukan sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi dilakukan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan kucing ‘Pussy’ yang akan dioperasi dalam kondisi
baik yaitu frekuensi nafas 52 kali/menit, pulsus 156 kali/menit, suhu tubuh 38ºC, CRT
(<2), turgor (<2) dan mukosa rose.
Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa hematologi, kimia darah dan USG.
Hasil pemeriksaan hematologi didapati hasil interpretasi yakni leukositosis,
granulositosis dan monositosis yang mengindikasikan respon patologi sistemik terkait
inflamasi atau infeksi (bakteri, virus, parasit), dikaitkan dengan anamnesa maka
diantisipasimulai adanya infeksi bakteri (contoh: E.coli) pada urogenital.
Trombositopenia ringan yang menyertai mengindikasikan adanya perdarahan
internal/eksternal yang menyertai.
Leukositosis yang berarti peningkatan jumlah leukosit per millimeter yang
melebihi normal. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubu
dari serangan mikroorganisme (Bijanti dkk, 2010). Granulositosis merupakan
tingginya produksi sel granulosa yakni neutrofil, eosinofil dan basofil. Monositosis
menunjukkan akumulasi phagosit mononuklear secara akut, terutama pada inflamasi
kronis. Monositosis merupakan tipikal adanya respon inflamasi kronis. Monositosis
terjadi pada kondisi inflamasi subakut atau kronis yang ditandai dengan supurasi,
nekrosis jaringan atau inflamasi granulomatous, sirkulasi monosit mungkin
menunjukkan adanya respon reaktif terhadap toxin yang dihasilkan oleh bakteri yang
menginfeksi (Day et al, 2000).
Penyebab terbesar trombositopenia yakni adanya penurunan jumlah produksi
platelet (mengarah ke penyakit tulang belakang), percepatan destruksi platelet atau
kerusakan platelet. Percepatan destruksi platelet yang tidak berhubungan dengan imun
yakni disebabkan adanya hemoragi gejala klinis dari adanya trombositopenia yakni
adanya hemoragi. Trombositopenia ringan hingga menengah telah dilaporkan terjadi
pada anjing dengan kelainan kongenital dan kelainan perdarahan dapatan (Day et al,
2000).
Hasil USG menunjukkan didapati gambaran fetus dengan bentukan tulang
kepala, ektremitas dan tulang belakang yang menunjukkan hyperechoic, detak jantung
fetus, jaringan paru-paru dan jaringan embrionik lainnya pada pemeriksaan USG.
Pada anjing dan kucing , bentukan uterus dapat diidentifikasipada bagian dorsal
dari kantong kemih. pada kehamilan anjing betina munkin dapat terlihat 15 hari sejak
ovulasi yang ditunjukkan dengan bentukan bulat anechoic dengan perkiraan diameter
2mm. Pada kehamilan mengalami peningktatan ukuran dan mungkin kehilangan
gambaran garis bulat yang menjadi lebih pipih penampakannyal setelah 20 hari ovulasi,
konseptus kemungkinan memiliki diameter 7 mm dan oanjang 15 mm dan embrio dan
embrio dapat dilihat melelui USG. adanya detak jantung embrio dapat dideteksikurang
lebih 22 hari setelah ovulasi. membran fetal sudah berbentuk sempurna dan mungkin
menyebabkan kesulitan dalampembacaan USG karena alantois muncul dengan struktur
bulat didalam konseptus yang memiiki peningkatan ukuran dan mengelilingi yolk sac.
kanting cairan ketiga , amnion mungkin diketahui pada kehamilan akhir . pertumbuhan
tercepat pada fetus dapat muncul pada hari ke 32 dan 55, pada saat itu tunas extremitas
dapat muncul dan dapat dibedakan dengan kepala dan abdomen, skleton pada fetus
dapat terlihat lebih jelas pada hari ke 40 yang terlihat hyperechoic, dan adanya acoustic
shadow. jantung dapat dengan mudah diidentifikasi dengan gambaran katup yang
hyperechoic yang bergerak. jaringan paru-paru mengellingi paru-paru dengan bentukan
hyperechoic dan regio diafragma dapat dengan mudah diidentifikasi pada hari ke 45.
pada kehamilan akhir, kepala, tulang belakang dan rusuk dapat menghasilkan refleksi
dan menjadi lebih mudah diidentifikasi, pada 20 hari terakhir selama kebuntingan,
ginjal dapat mulai terlihat dan usus halus mungkin bisa terdeteksi. diagnosa positif
kehamilan dpaat lebih mudah terlihat pada kucing betina dan kemungkinan dapat
teridentifikasi adanya cairan pada konseptus mulai dari hari ke 11 setelah kawin. pada
fase ini konseptus muncul sama seperti anjing . jaringan embrionik dapat dilihat pada
hari ke 14 dan gerakan jantung dapat terlihat satu hari setelahnya. struktur fetus muncul
sama seperti yang dijelaskan pada anjing (Simpson, 2004).
Premedikasi dilakukan dengan menggunakan atropin sulfat dengan dosis 0,04
mg/kg BB yang diberikan secara subcutan. Atropin merupakan parasympatolytic yang
bekerja dengan memblok acetylcholine (ACh). obat ini dpat menyebabkan penurunan
sekresi air liur dan sekresi pernafasan selama anastesi. Fungsi premedikasi yakni
mengurangi jumlah anastesi yang diberikan (injeksi atau inhalasi), merelaksasi otot,
memberiksan efek analgesia. Memberikan efek sedasi, menekan refleks muntah,
menenangkan hewan yang stres dan membantu hewan lebih mudah ditangani (Hoad,
2006).
Anestesi yang digunakan dalam operasi ini yaitu anastesi umum. Anestesi
umum dilakukan untuk menghilangkan kesadaran hewan, menghilangkan rasa sakit,
memudahkan pelaksanaan operasi dan menjaga keselamatan operator maupun hewan
itu sendiri. Anestesi umum yang digunakan yaitu kombinasi ketamin dan xylazine.
Ketamin merupakan anastesi yang bak dan efektif diberikan dari beberbagai
rute termasuk oral. tidak mengiritasi jaringan, injeksi IM mungkin menyebabkan rasa
sakit pada kucing.cepat dimetaboisme dilier, dengan durasi kerja 15 hingga 60 menit
setelah injeksi IM. katmine merupakan analgesik yang baik, dapat menyebabkan
hipertensi, meneybakan pengeluaran salivasi sehingga pasien lebih menguntungkan
bila diberikan premedikasi dengan atropin. (Hoad, 2006).
Ketamin merupakan antagonis neurotransmiter glutamat pada reseptor N-
methyl-D-aspartat (NMDA) di CNS. obat ini berinteraksi dengan reseptor opioid
dengan cara yang kompleks. Obat ini digunakan sebagi anastesi yang juga memberikan
efek analgesi visceral dan somatik yang mendalam dengan menghambat sensitasi
sentral melalui blokade NMDA. Penggunaan dengan dosis yang cukup untuk anastesi
akan memberikan efek hipertonitas otot skletal. (Ramsey, 2010). Efek ketamine pada
sistem kardiovaskular termasuk peningktan curah jantung, denyut jantung, tekanan
aorta, tekanan arteri pulmonal dan tekanan vena sentral. Ketamine tidak menyebabkan
depresi pernafasan yang signifikan pada dosis yang biasa, tetapi pada dosis yang lebih
tinggi dapat menyebabkan penurunan frekuensi pernafasan (Plums, 2008). Dosis
ketamine yang diberikan yakni 10 mg/kg BB yang dikombinasi bersamaan dengan
xylazine dengan dosis 2 mg/kg BB secara intra muskular
Xylazine merupakan agonis pada periferal dan pusat alpha-2 adrenoreceptor,
menghasilkan efek sedasi, relaksasi otot dan anlgesia. digunakan untuk sedasi dan
premedikasi bila digunakan sendiri atau dengan kombinasi dengan analgesik opioid.
xylazine dikombinasikan dengan ketamine digunakan untuk memberikan durasi
pendek (20-30 menit) anastesi saat bedah. xylazine dapat menyebabkan resiko
komplikasi kardiovaskular (Ramsey, 2011).
Kombinasi ketamin HCL dan xylazine HCL telah diketahui penggunaannya
untuk imobilisasi sejumlah hewan liar dan karnifora domestik. Obat-obatan ini
biasanya menghasilkan induksi yang halus dan efek kataleptik dari pemberian ketamin
dan diperbaiki oleh pemberian xylazine yang memberikan efek sedative dan
myorelaxing (Camkerten, 2013).
Pelaksanaan operasi memakan waktu kurang lebih sekitar 2 jam. Prosedur
bedah Caesar dilakukan dengan melakukan insisi pada midline yakni pada insisi pada
garis tengah pada cudal umbilicus. Insisi dilakukan pada kulit dan subkutan seperti
tampak pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Insidi kulit dan subkutan pada midline dibawah umbilicus

Dilakukan sedikit insisi pada linea alba dengan menarik linea alba dengan
pinset sirurgis dan menggunakan scalpel blade yang terbalik untuk menghindari
sayatan yang tidak diinginkan pada organ bagian dalam seperti pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Insidi pada linea alba

Insisi dilanjutkan dnegan menggunakan Groove directors probe (mickey mouse


probe) yang dimasukkan pada linea alba dan dilakukan sayatan menggunakan scalpel
blade seperti yang ditunjukkanpada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 Insidi pada linea alba dengan menggunkan bantuan Groove
directors probe (mickey mouse probe)

Insisi dilakukan hingga dirasa cukup untuk uterus dapat keluar. Uterus
dikeluarkan dari rongga abdomen seperti pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5 DIlakukan pengeluaran uterus
Dilakukan insisi pada biforcatio menuju cervix dan dilakukan pengeluaran
fetus dan plasenta sesegera mungkin seperti pada Gambar 5.6. Simpson (2004)
menyatakan pada operasi caesar, uterus diinsisi denan scalpel pada daerah yang relatif
tidak tervaskurarisasi pada dorsal atau ventral dari badan uterus.

Gambar 5.6 pengeluaran fetus dan plasenta


Setelah dilakukan pengeluaran fetus dan plasenta selanjutnya dilakukan
flushing denganmenggunakan NaCL untuk menghilangkan sisa cairan ketuban, darah
dan debris. Kemuadian dilakukan penjahitan sayatna pada uterus dengan menggunakan
benang Vetcryl® (Polyglycolic Acid) 3.0 dengan menggunakan tipe jahitan cushing.
Polyglycolic acid merupakan benang multifilamen dan bersifat absorbable.
Benang absorbable dapat ditempatkan pada jaringan subkutan untuk mengeliminasi
jarak dan meminimalisir terikan pada persembuhan luka di dermis. Benang absorbable
harus diaplikasikan denganbaik pada dermis dan subkutan untuk memfasilitasi
penyerapan oleh peradangan, degenerasi enzimatik atau hidrolisis (Kudur, 2009).
Benang multifilamen memiliki kelebihan lebih mudah untuk menangani dan mengikat
karena lentur dan mudah untuk membentuk simpul yang stabil. Namun, struktur jalinan
mereka sering menyebabkan akumulasi debris dan bakteri. Polyclycolic acid (PGA)
memiliki tingkat infeksi yang rendah pada jaringan yang terkontaminasi. PGA lebih
kuat dibanding silk (Abellan, 2015). Polyglycolic acid (PGA) merupakan benang
homopolimer sintetis yang dikepang dari asam glikolat. Asam poliglikolik bukan
merupakan zat organik, hal itu memicu sedikit respon inflamasi. Asam poliglikonat
memiliki kekuatan tarikan yang baik dan kemampuan simpul yang baik. Setelah 2
minggu implantasi, 65% dari kekuatan tarikan tetap. Benang ini terdiri dari glycolic
acid dan trimethylene carbonate, durasi kekuatan maksimum 10-14 hari dan terserap
sempurna dalam 180 hari (Kudur, 2009).
Uterus sapat dilakukan penutupan dengan satu atau duda lapis jahitan
penutup seperti cushing atau lambet. Penggunaan benang absorbable seperti
polyglactin 910, glycolic acid, poliglecaprone 25 atau polydioxanone telah dilakukan.
(Simpson, 2004).

Gambar 5.6 Penjahitan uterus dengan menggunakan metode cushing


Dilakukan penjahitan pada bagian peritoneum, M. obliqous abdominis externus dan
M. abdominis externus. dengan menggunakan benang Vetcryl® (Polyglycolic Acid) 3.0
dengan menggnakan jahitan tipe simple interrupted seperti ditunjukkan pada Gambar
5.7.
Gambar 5.7 Penjahitan peritoneum, m. obliqous abdominis externus dan
m. abdominis externus dengan tipe jahitan terputus sederhana
Dilakukan penjahitan pada subkutan menggunakan tipe jahitan menerus
sederhana dengan benang Vetcryl® (Polyglycolic Acid) 3.0 seperti ditunjukkan pada
Gambar 5.8.

Gambar 5.8 Penjahitan subkutan dengan menggunakan tipe jahitan


menerus sederhana
Dilakukan penjahitan pada kulit dengan menggunakan jahitan subkutikular
sengan menggunakan Plain catgut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.9. Boros
(2006) menyatakan teknik penjahitan continuous intradermal atau continuous
subcuticular memiliki kelebihan yakni menghasilkan sedikit ketegangan dan
menghasilkan bekas luka yang bagus. Jahitan ini dimulai dari ujung syatan dengan
memasukkan jarum melalui dermis, dijahit satu sisi ke sisilainnya dan kemudian
benang disimpul di kulit. Busic, (2003) menyatakan bahwa penggunaan plain catgut
pada jahitan subcuticular menghasilkan jahitan yang memuaskan, hampir tidak terlihat
dan pemeriksaan mikroskopis pada bekas jahitan dengan menggunakan benang ini
diemukan granuloma benda asing. Plain catgut merupakan benang yang terbuat dari
dilamen usus yang alami, monofilamen dan resorptif serta mendukung penutupan luka
hingga sepuluh hari.

Gambar 5.8 Penjahitan kulit dengan menggunakan tipe jahitan subkutis


Didapati hasil jahitan Gambar 5.9 kemudian dilakukan pembersihan pada area
jahitan dengan menggunakan NaCL dan kemudian diberikan gentamicin serbuk pada
area jahitan dan ditutup dengan kassa dan hypafix®.

Gambar 5.9 Hasil akhir jahitan


Pengamatan post operasi dilakukan setiap hari, meliputi pemerikasaan
temperatur, frekuensi nafas, jantung, pulsus, makan, minum, defekasi, urinasi, warna
mukosa, turgor, CRT (capillary revil time) dan kondisi jahitan. Pemberian obat post
operasi yaitu
Metronidazole konsentrasi 5mg/ml) diberikan setelah operasi dengan dosis 15
mg/kg BB. Metronidazole merupakan agen antibakteri dan antiprotozoa. Aktifitas anti
mikrobial yakni dengan mengganggu sintesa DNA danasam nukleat bakteri.
Metronidazole relatif baik diabsorbsi melewati jalur oral. Obat ini cepat didistribusikan
setelah penyerapan. Umumnya metronidazole di metabolisme dihati dan dikeluarkan
melalui urin dan feces (Plumb, 2008). Metronidazole digunakan untuk pengobatan
infeksi anaerobik, giardiasis dan infeksi protozoa lainnya. obat ini diserabbaik pada
saluran pencernaan dan difusi ke banyak jaringan termasuk tulang. CFS dan abses.
Obat ini aktif melawan bakteri gram positif aerob termasuk staphylococus,
streptococus, bacillus dan actinomyses (Ramsey, 2011).
Amoxicillin memiliki mekanisme berikatan dengan protein pengikat penisilin
yang terlibat dalam sintesis dinding sel bakteri sehingga menurunkankekuatan dinding
sel bakteri, mempengaruhi pembelahan sel. anti mikrobia ini bertindak sebagai
bateriasida. Amoxicillin aktif melawan bakteri gram postitif dan gram negatif tertentu
dan banyak anaerob obligat (Ramsey, 2011)
Ketoproven menghambat COX-1 sehingga mengurangi produksi
prostalglandin, menghambat enzim lipoksigenase yang memiliki efek pada fase
vaskular dan seluler peradangan. memiliki efek antipiretik, analgesik dan anti
inflamasi. mengurangi nyeri akut dari gangguanmuskuloskleletal dan gangguan
lainnya yang menyakitkan pada anjing dan kucing.ketoproven bukan COX-2 selektif
dan tidak diizinkan untuk administrasi pra operasi utuk kucing dan anjing hingga
hewan sepenuhnya pulih dari anastesi. dengan dosis 1mg/kh PO Q24h hingga 5 hari
(Ramsey, 2011).
Sangobion® mengandung Fe gluconate, manganese sulfate, copper sulfate,
vitamin C, folic acid, vitamin B12 dan sorbitol. Ferrous gluconate atau Fe gluconate
diberikan untuk treatment pada fesisiensi besi dan kondisi dimana sentesis sel darah
merah habis dan besi yang tersimpan sudah habis. Vitamin C atau ascorbic acid
merupakan suplemen vitamin yang mungkin diperkukan dalam kondisi setres oksidatif
yang tinggi (Ramsey, 2011).
Penggantian penutup luka atau perban dilakukan setiap dua hari sekali.
Pembersihan meliputi pembersihan luka dengan NaCl seteril, diolesi dengan salep
perubalsem, trombopop® (Heparin sodium) disekitar area jahitan yang membengkak
kemudian ditutup menggunakan kasa dan Hypafix®.
Heparin sodium secara luas terikat pada protein, terutama fibrinogen, low
density lipoprotein dan globulin. Heparin menghambat aktivasi faktor XIII (fibrin
stabilizing factor), heparin mencegah formasi pembentukan fibrin dlaam pembekuan
darah (Plum, 2008). Heparin sebagi anti inflamasi yakni bekerja dengan berikatan
dengan histamine dan mengurangi inflamasi. Heparin menurunkan regulasi TNF-α
dalam menginduksi, adhesi dan migrasi leukosit ke jaringan yang meradang (Suguna
and Kiran, 2016).
Selama perawatan post operasi Gambat 5.10, kondisi luka jahitan kucing
‘Pussy’ kering, namun mulai mengalami pembengkakan pada hari ke-2 post operasi
dan sedikit membesar pada hari ke-4. Pembengkakan yang terjadi diduga dikarenakan
adanya reaksi imflamasi.
Pada hari ke 6 post operasi area luka post operasi kucing pussy mengalamu
pembesaran dan dilakukan palpasi menunjukkan benjolan masuk jika ditekan sehingga
dicurigai terjadi hernia akibat jahtan pada linea alba yang putus sehingga perlu
dilakukan operasi herniorhappy.
A B

C
Gambar 5.10 A Perkembangan kondisi luka jahitan hari ke 2 post operasi; B
Perkembangan kondisi luka jahitan hari ke 4 post operasi; C
Perkembangan kondisi luka jahitan hari ke 6 post operasi

Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian premedikasi berupa atropine


0,004/kg BB (SC) yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian Ketamine (10 mg/kg
BB) dan xylazine (2 mg/kg BB) secara intravena.
Operasi dilakukan dengan melakukan sayatan pada bekas jahitan pada kulit dan
subkutan dengan menggnnakanscalpel blade dan melakukan penjahitan pada linea alba
dengan menggnakan jahitan simple interrupted benang Polyglycolic acid 3.0.
Selanjutnya dilakukan jahitan pada kulit dengan menggunakan jahitan subkutis
menggunakan benang Polyglycolic acid 3.0.

Gambar 5.11 Penjahitan linea alba dengan jahitan simple interrupted menggunakan
benang Polyglycolic acid 3.0.

Gambar 5.12 Perkembangan kondisi luka kucing pussy 2 hari pasca operasi
herniorhappy

Kasus hernia kebanyakan disebabkan karena faktor trauma. Trauma yang


disebabkan oleh benda tumpul maupun kejadian yang menyebabkan tekanan rongga
abdomen meninggi secara mendadak (Grace and Borley, 2006) Karakter fisik yang
dapat ditemukan dari hernia yakni benjolan yang sangat bervariasi karena dipengaruhi
dari konten hernia dan derajat dari obstruksi vaskular yang terkait (Fossum, 2013).
Herniorhappy adalah tindakan pembedahan yang dipilih untuk penanganan hernia
inguinal atau hernia abdominal lainnya dengan mengembalikan kembali organ ke
dalam abdominal cavity dan memperbaiki kelainan pada dinding abdominal (Mcann,
2006). Luka post operasi kucing pussy 2 hari setelah operasi herniorhappy Gambar
5.12. Didapati luka operasi kering namun sedikit membengkak dan ketika dipalpasi
benjolan tidak masuk ke dalam abdomen dan diduga pembengkakan terjadi akibat
inflamasi pasca operasi yang terjadi.

Luka bedah tidak akan memiliki kekuatan yang sama seperti sebelum
dilakukakan pemotongan. duaminggu setelah dilakukan penjahitan kekuatan kembali
3-5% pada luka bedah, pada minggu ke tiga kekuatan lembali 20% dan pada satu bulan
kekuatan luka dapat tercapai hingga 50%. semua jahitan adalah benda asing dan hasil
respon peradangan pada dermis yang dijahit. puncak inflamasi terlihat antara hari
ketujuh dengan banyaknya infiltrasi polymorfonuclear, limfosit dan monosit pada
dermis (Kudur, 2009).

Penutupan luka terbagi menjadi 3 yakni:

1. Penutupan primer
Luka ditutup segera setelah ada lka dengan cara merapatkan tepi luka (biasanya
dengan dijahit)
2. Penutupan primer tertunda
a. Luka dibiarkan terbuka beberapa hari (sampai 3 hari)
b. Mengurangi resiko infeksi pada luka yang terkontaminasi berat. Pada
luka yang tidak mampu dilakukan debridement dengan baik atau aka
nada penilaian lebih lanjut
3. Penutupan sekunder
a. Luka menutup sendiri setelah ada epitelisasi dari samping
b. Sesuai untuk luka yang terinfeksi atau terkontaminasi dan bila dijahit
malah menjadi abses
c. Memungkinkan drainase eksudat yang diperkirakan aakan keluar lama
d. Memungkinkan debridement saat pengantian penutupan luka
e. Tetapi proses inflamasi yang diperpanjang seperti ini kelak akan
meningkatkan terjadinya parut dan kontraktur

fase penyembuhan luka terdiri dari :


a. Fase inflamasi
1. Dimulai saat terjadi luka, bertahan 2 hingga 3 hari
2. Diawali dengan vasokontriksi untuk mencapai emostasis (efek epinefrin
dan tromboksan)
3. Thrombus berbentuk dan rangkaian pembentukan darah diaktifkan
sehingga terjadi deposisi fibrin.
4. Keeping darah melepaskan platelet-derived growthfactor (PDGF) dan
transforming growth factor β (TGF β) yang menarik sel-sel inflamasi,
terutama makrofag.
5. Setelah hemostasis tercapai, terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
pembuluh darahmningkat
6. Jjumlah neutrofil memuncak pada 24 jam dan membantu debridement
7. Monosit memasuki lika, menjadi makrofag dan jjumlahnya memuncak
dalam 2 hingga 3 hari
8. Makrofag menghasilkan PDGF dan TGF β, akan menarik fibroblast dan
merangsang pembentukan kolagen.
b. Fase proliferasi
1. Dimulai hari ke 3 setelah fibroblast datang dan bertahan hingga minggu
ke 3
2. Fibroblast ditarik dan diaktifkan oleh PDGF dan TGF β memasuki luka
pada hari e 3, mencapai jumlah terbanyak pada hari ke 7
3. Terjadi sintesis kolagen (terutama tipe III) angiogenesis dan epitelisasi
4. Jumlah kolagen total meningkat selama 3 minggu, hingga produksi dan
pemecahan kolagen mencapai keseimbangannya yang ditandai mulai
adanya fase remodeling
5. Pada fase ini biasanya jahitan diangkat (bila menggunakan benang
absorbable)
c. Fase remodeling
1. Peningkatan produksi maupun penyerapan kolagen berlangsung 6 bulan
hingga 1 tahun, dpat lebih lama bila dekat sendi
2. Kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III hingga mencapai
perbandingan 4:1 (seperti kulit normal parut matang )
3. Kekuatan luka meningkat sejalan dengan reorganisasi kolagen
sepanjang garis tegangan kulit terjadi cros-link kolagen
4. Penurunan vaskularitas
5. Fibroblast dan miofibroblast menyebabkan kontraksi luka selama fase
remodeling
6. Selesai fase ini luka dapat dikatakan sembuh dengan ciri \\
a. Tidak terlalu gatal
b. Tidak menonjol
c. Tidak merah
d. Unak bisa ditekan(Sudjatmiko, 2009)
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Caesar adalah tindakan operasi yang ditujukan untuk mengangkat semua janin
dari rahim secepat mungkin. Indikasi utama untuk bedah caesar adalah adanya potensi
distokia (kebesaran janin, malposisi, fetus tidak berkembang, pelvis kecil, inersia uteri)
atau pembusukan janin. Operasi Caesar dilakukan dnegan insisipada kulit midline
dibawah umbilicus kemudian insisipada linea alba. Selanjutnya dilakukanpengeluaran
uterus daninsisi pada uterus guna mengeluarkkan fetus dan plasenta. Setelah fetus dan
plasenta dikeluarkan kemudian dilakukan penjahitan pada uterus, linea alba subkutan
dan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Abellan, D. 2015. Physical and Mechanical Evaluation of Five Suture Materials on


Three Knot Configurations: An in Vitro Study. Department of Periodontics,
School of Dentistry, Universitat Internacional de Catalunya (UIC),
Barcelona 08195, Spain.

Berry & Kohn’s, 1996, Operating Room Technique, 8th edition, Mosby-Yearbook, Inc
Bijanti, R., G. Yuliani., R. Wahyuni dan R. Utomo. 2010. Buku Ajar Patologi Klinik
Veteriner Edisi Pertama. Airlangga university press.

Boros, M. 2006. Surgical Techniques Textbook for medical students. University of


Szeged Faculty of MedicineInstitute of Surgical Research. 31.
Camkerten, I. 2013. Effect of Ketamine-Xylazine Anesthesia on Some Hematological
and Serum Biochemical Values of Bozova Greyhounds. Department of
Internal Medicine, Faculty of Veterinary Medicine, Harran University,
Sanliurfa, Turkey.

Day, M., A. Mackin., and J. Littlewood. 2000. Canine and Feline hematology and
transfusion medicine. British Small animal Veterinary Association. UK

Fossum, T. 2013. Small animal surgery. ELSEVIER. Misouri. USA. 368-371.


Hoad, J. 2006. Minor Eterinary Surgery A Hand Book For Veterinary Nurses.
ELSEVIER.philadelpia

Kudurm M., 2009. Sutures and suturing techniques in skin closure utures and suturing
techniques in skin closure. Resident corner

McCann. J. 2006. Handbook of Medical-Sirgical Nursing four edition. Lippincott


Williams and Wilkins. Philadelpia. 392.
Simpson, G. 2004. Manual of Small Animal Reproduction and Neonatalogy. BSAVA,
UK. 188.

Sudjatmiko, G. 2009. Menjahit luka supaya bekasnya susah dicari. Sagung seto press.
Jakarta.

Suguna, A., and S. kiran. 2016. A Study of Anti-inflammatory effect of Heparin and
Enoxaparin on Experimentally Induced acute Inflammation in Albino Rats.
Department of Pharmacology, Osmania Medical College, KNR UHS,
India.
Tobias, K. 2010. Manual of small animal soft tissue surgery. Wiley black well. USA.
256.

Anda mungkin juga menyukai