Anda di halaman 1dari 12

PROSEDUR / LANGKAH OPERASI

A. Premedikasi:
Atropin Sulfate merupakan golongan antikolinergik yang bekerja pada reseptor
muskarinik. Pada dosis kecil, atropine hanya menekan sekresi air liur, mucus, bronkus, dan
keringat. Apabila dosis yang digunakan lebih besar, dapat menghambat peristaltik usus dan sekresi
asamlambung.Tujuan premedikasi adalah untuk mengurangi rasa takut, amnesia, induksi anastesi
lancar dan mudah mengurangi keadaan gawat anastesi saat operasi seperti hipersalivasi,
bradikardia dan muntah (Sektiari dan Misaco, 2001).
Acepromazine maleate merupakan obat yang dapat menekan bagian sistem aktivasi
retikuler mengontrol temperatur tubuh, metabolisme basal, keseimbangan hormon, dan kesadaran.
ACP digunakan sebagai agen pre-anastesi.
B. Anastesi
ketamin merupakan golongan anastetikum disosiatif, mendepres fungsi respirasi,
menyebabkan adanya reflek menekan. Ketamin memiliki efek analgesik yang kuat. Memberikan
efek hipnotik yang ringan. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak
menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak
mudah terbakar,stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik,kesadaran
cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Fossum, 2002).

Perhitungan dosis:
Atropin Sulfate: dosis x BB /kgBB
Sediaan (mg/ml)
= 0,04 x 2,6 = 0,16 ml
0,65
ACP : sediaan x BB (0,05 x 2,6) = 0,13 ml
Ketamin : dosis x BB /kgBB
Sediaan (mg/ml)
= 20 x 2,6 = 0,5 ml
100
Antibiotik : Tolfedine: sediaan x BB = 0,1 x 2,6 = 0,26 ml
Betamox: sediaan x BB = 0,1 x 2,6 = 0,26 ml
D. tehnik operasi:

 Pemberian premedikasi dan anastesi dengan Atropin sulfat 0,16ml dan ACP 0.13ml via
subkutan, setelah itu pemberian anastesi Ketamin 0,5ml via IM.

 Posisikan kucing secara rebah dorsal, ikat ke empat kaki.

 Langkah pertama yaitu dengan memfiksir testis dengan menggunakan jari telunjuk dan
ibu jari agar penyayatan kulit dapat dilakukan dengan baik.
 Selanjutnya kulit disayat dengan blade pada bagian raphe scroti.

 Setelah kulit tersayat, kemudian disayat jaringan ikat yang melapisi, terdiri dari tunika
dartos dan tunika vaginalis comunis. Penyayatan hanya sampai pada tunika vaginalis
karena operasi ini merupakan operasi kastrasi terbuka.
 Setelah itu, testis di tarik keluar dan dipisahkan antara funikulus spermatikus, vas
deferen, dan ligamentumnya.

 Funikulus spermatikus ditarik secara perlahan agar dapat diikat dan difiksir.
 Bagian cranial diligasi dengan kuat menggunakan cat gut chromic kemudian saluran yang
berada di antara arteri klem dipotong

 Pastikan tidak ada pendarahan.


 Dilakukan hal yang sama pada testis satunya.
 Diakhir sebelum dijahit bagian raphe scrotum, bagian dalam disemprot dengan viciline
 Setelah kedua testis dipotong maka dilanjutkan dengan penjahitan kulit skrotum dengan
menggunakan tehnik terputus sederhana menggunakan benang cat gut plain 3.0 sebanyak
5 jahitan.

 Luka jahitan kemudian diolesi dengan betadine.


 Setelah operasi dilakukan, diberikan antibiotika Tolfedine dan Betamox sebanyak 0,26
ml.

Foto luka hari ke 1 s/d sembuh (lepas jahitan)

1. Proses penyembuhan luka hari 1, kondisi jahitan masih basah

2. Proses penyembuhan luka hari 2, luka bekas jahitan mulai membaik


3. Proses penyembuhan luka hari ke 3, luka mulai mengering

4. Proses penyembuhan luka hari ke 4, luka sudah mengering


5. Proses penyembuhan luka hari ke 5, pelepasan jahitan dan luka sudah kering
Terapi yang diberikan:
perawatan post operasi selama 5 hari kita melakukan pembersihan area scrotum dengan
Nacl terlebih dahulu. Hari pertama sampai hari ketiga dberikan betadine, hari ke 4 dan ke 5
diberi Bioplacenton.
PERAWATAN POST OPERASI

Status pasien
Keadaan Umum
Perawatan : diberikan betadine dan bioplacenton (untuk mengeringkan luka
bekas kastrasi)
Habitus / tingkah laku : normal
Sikap berdiri : normal
Suhu tubuh : 38,4˚C
Frekuensi nadi : 142/menit
Frekuensi nafas : 36/menit

Hasil pengamatan kondisi hewan post operasi Hari ke-


Pemeriksaan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Pulsus 142 136 128 124 118


Respirasi 36 32 28 30 26
Temperatur 39,1 38,5 38,2 38,2 38,3
Nafsu makan Normal Normal Lahap Lahap Lahap
Urin Tidak ada ada ada ada
Defekasi Tidak Tidak ada ada ada
Persembuhan Belum Belum Mulai Sudah Sudah
luka kering kering kering kering kering

Pembahasan:

Pada saat post operasi hari pertama tampak frekuensi pulsus mengalami peningkatan yakni
142/menit. Frekensi jantung yang mengalami peningkatan dan penurunan ini disebabkan oleh efek
atropin. Efek pemberian premedikasi atropin sulfat yang memiliki efek meningkatkan frekuensi
jantung (Brock 2001). Pemberian atropin sulfat ini dapat memjaga frekuensi jantung, sehingga
penurunan frekuensi jantung tidak drastis yang dapat menyebabkan kolapsnya jantung.
Pemeriksaan frekuensi denyut jantung dan frekuensi nafas saat kucing mengalami stress akan
menyebabkan peningkatan frekuensi.

Menurut data tabel perawatan post operasi diatas pulsus, respirasi, temperatur kucing
tampak normal. Suhu tubuh meningkat hingga 39,1ºC pada hari pertama dan hari post operasi, hal
ini dapat diakibatkan oleh faktor stress karena hewan berada di tempat yang asing dan digabung
dengan banyak kucing di ruang pemulihan. Kucing mulai melakukan urinasi dan defekasi pada
hari kedua. Tidak terjadi refleks muntah pada saat post operasi, tidak ditemukan kelainan pada
urin maupun feses kucing, konsistensi feses baik. Kucing sedikit mengalami penurunan nafsu
makan pada saat hari pertama post operasi. Luka jahitan sudah mulai mengering sejak hari ketiga
post operasi. Pada hari ke-5 luka jahitan sudah benar-benar kering dan tidak terlihat adanya infeksi.
Sehingga jahitan dapat dibuka pada hari itu.
KESIMPULAN

Kastrasi adalah pembedahan pada testis yang paling umum dilakukan yaitu dengan
menghilangkan fungsi testis dalam memproduksi spermatozoa maupun memproduksi hormon
kelamin jantan. Kastrasi dapat dilakukan dengan teknik terbuka maupun tertutup. Pada operasi ini,
dilakukan kastrasi teknik terbuka. Penanganan post operasi yang baik dan benar sangat membantu
dalam persembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Brock KA. Preanaesthetic use of atropine in small animals. 2001. Australian Veterinary Journal.
79(1):24-5.

Fossum, T. W . 2002. Small Animal Surgery. Ed 2. Mosby.

Sektiari, B dan M. Y. Wiwik. 2001. Pengaruh Premedikasi Acepromazine Terhadap Tekanan


Intraokuler pada Anjing yang di Anestesi Ketamin HCl. Media Kedokteran Hewan. 17
(3) : 120-122.

Anda mungkin juga menyukai