Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PERENCANAAN PRODUKSI

4.1. Fungsi Perencanaan Produksi


Perusahaan dalam membuat perencanaan produksi dapat menyiapkannya sesuai
dengan data yang dimiliki. Untuk perusahaan yang baru akan didirikan, perencanaan
produksi harus didasarkan data sekunder yang harus dianalisis berdasarkan, misalnya
statistik. Sedangkan untuk perusahaan yang telah berjalan, perencanaan produksinya dapat
dilakukan dengan dasar analisis titik impas (Break Even Point), program linier, dan
sebagainya.
Namun demikian, secara umum perencanaan produksi biasanya dibuat untuk
jangka pendek (1 tahun) dan jangka menengah (2 tahun sampai dengan 3 tahun) dan jangka
panjang (3 sampai 5 tahun). Perencanaan produksi jangka panjang harus meliputi hal-hal
yang lebih luas, yakni kemungkinan ekspansi, dan pengembangan produk yang disesuaikan
dengan perubahan selera pasar.
Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba merupakan
salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu
perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus
direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus
mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu
tujuan, yakni mencapai laba.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi tingkat
laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
 Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa dicerminkan
oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost of goods sold).
 Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual.
 Harga jual barang bersangkutan.
Untuk menupayakan pencapaian ketiga hal tersebut di atas, pihak manajemen harus
menekan biaya ke tingkat minimum. Di lain pihak, volume penjualan barang/jasa dapat
ditingkatkan ke tingkat yang paling maksimum sehingga barang yang diproduksi habis
terjual. Adapaun penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-
unit yang memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat/konsumen.

4.2. Pengertian Break Even Point

Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan harus


didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap
perencanaan produksi, manajemen harus menentukan lebih dulu tingkat produksi yang
paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan perkataan lain pada tahap awal
perencanaan produksi harus didasarkan pada upaya jangan rugi atau minimal impas.
20
Pengertian impas di sini adalah bahwa total penghasilan (total revenue) perusahaan sama
dengan total biaya yang dikeluarkan (TR = TC, atau total revenue sama dengan total cost).
Dengan istilah lain, analisa titik impas atau “Break Even Point” merupakan titik
produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi. Analisis Break
Even Point dapat digunakan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
o Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan
tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi
minimum yang harus dibuat.
o Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba
yang telah direncankan. Ini pun berarti bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk
memperoleh laba tersebut.
o Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari titik impas (BEP).
o Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok (harga) dan besarnya hasil penjualan
atau tingkat produksi.
Jadi analisis titik impas (BEP) dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek
produksi. Dari aspek pemasaran BEP berarti volume penjualan dimana total penghasilan
(total revenue) sama dengan total biaya, sehingga perusahaan dalam posisi tidak untung
maupun tidak rugi. Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEP adalah titik yang
menunjukan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan
maupun kerugian, atau tingkat produksi barang/jasa yang dijual, dimana total penghasilan
dan total biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Singkatnya, analisis titik impas (break even point – BEP) adalah alat perencanaan
penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak
mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaa harus berproduksi
di atas BEP.
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekadar menetapkan pada tingkat
penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi keadaan impas, dimana penghasilan
sama dengan total biaya dikeluarkan.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menggunakan metode break even point
adalah sebagai berikut :
1. Harga jual barang/jasa per unit relatif tetap pada berbagai tingkat volume penjualan
dalam periode yang bersangkutan. Dengan demikian kurva penghasilan merupakan
garis linier.
2. Biaya yang terjadi dapat dikelompokkan ke dalam biaya tetap atau biaya variabel.
3. Biaya tetap relatif konstan pada periode bersangkutan.
4. Kapasitas produksi maksimum perusahaan tidak bertambah, karena ekspansi. Ekspansi
berarti akan mengubah struktur biaya, termasuk biaya penyusunan, sehingga berbagai
jenis biaya akan berubah.
5. Tingkat efisiensi perusahaan relatif tidak berubah. Misalnya, terjadi pemborosan
sehingga struktur biaya berubah, harga jual pun dapat berubah. Atau sebaliknya dengan
penggunaan teknologi baru, biasanya mengubah struktur biaya, harga jual dan
sebagainya.
Walaupun demikian, pada kenyataannya tidak ada yang selalu tetap. Dalam
keadaan asumsi tersebut berubah, tentunya titik impas atau BEP berubah pula. Kalau
BEP-nya berubah, maka kebijakan manajemen harus disesuaikan dengan perubahan
keadaan. Dalam upaya menghadapi perubahan dari asumsi tersebut, analisa BEP masih
dapat dilakukan, dengan menganalisis kembali berbagai faktor biaya, harga jual, tingkat
21
efisiensi, dan sebagainya untuk disusun kembali tingkat BEP yang baru sesuai dengan
perubahan. Jadi analisa BEP harus disesuaikan dengan perubahan hal berikut :
 Perubahan harga jual produk per unit, akibat turun naiknya harga jual.
 Perubahan biaya tetap dan biaya variabel per unit baik biaya langsung maupun tidak
langsung.
 Perubahan komposisi barang atau jasa yang diproduksi dan dijual. Dalam hal ini
perusahaan memproduksi dan menjual beberapa jenis produk.

4.3. Penggolongan Biaya


Salah satu unsur terpenting untuk menyiapkan analsis BEP adalah unsur biaya.
Intinya, biaya-biaya yang terjadi dalam perusahaan harus dapat dikelompokkan menurut
sifatnya menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Dengan mengklasifikasikan biaya tetap
dan biaya variabel, kemudian dapat dihitung besarnya total biaya. Bila biaya tetap, biaya
variabel dan biaya total dapat dihitung berarti salah satu unsur pokok untuk melakukan
analisa BEP akan dapat dilakukan.

Dalam analisa BEP, biaya digolongkan berdasarkan sifatnya, yakni sebagai berikut :
1. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi
perubahan volume produksi pada periode dan tingkat tertentu. Namun pada biaya tetap
ini biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume
produksi. Semakin tinggi volume produksi, semakin rendah biaya satuannya.
Sebaliknya, semakin rendah volume produksi semakin tinggi biaya per satuannya.
Biaya tetap mempunyai sifat sebagai berikut :
 Total biaya tetap (total fixed cost) tidak dipengaruhi perubahan volume produksi.
 Biaya tetap per unit (average fixed cost) dapat berubah berbanding terbalik
dengan perubahan volume produksi. Semakin besar besar volume produksi
berarti semakin rendah biaya tetap per unit. Sebaliknya semakin kecil volume
produksi semakin besar biaya tetap per unitnya.
Jenis biaya yang tergolong biaya tetap antara lain adalah : penyusutan mesin,
penyusutan bangunan, sewa, asuransi aset perusahaan, gaji tetap bulanan para
karyawan tetap.
2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
(proporsional) sesuai dengan perubahan volume produksi. Semakin besar volume
produksi, semakin besar pula jumlah total biaya variabel yang dikeluarkan. Sebaliknya
semakin kecil volume produksi semakin kecil pula jumlah total biaya variabel.
Pada biaya variabel, biaya variabel per unitnya tetap-konstan. Dengan demikian
total biaya variabel dipengaruhi volume produksi. Tetapi biaya variabel per unit selalu
konstan tidak dipengaruhi tingkat produksi barang/jasa yang dihasilkan.
Secara umum, biaya variabel mempunyai sifat sebagai berikut :
 Total biaya variabel berubah sesuai dengan perubahan volume produksi.

22
 Biaya variabel per unit konstan, tidak dipenngaruhi volume poduksi.
Jenis biaya variabel antara lain adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
biaya tenaga listrik mesin, dan sebagainya.
3. Biaya Semi Variabel
Biaya semi variabel adalah biaya adalah biaya yang jumlah totalnya akan
berubah sesuai dengan perubahan volume produksi, namun perubahannya tidak
proporsional. Oleh karena itu, biaya semi variabel adalah biaya yang tidak dapat
dikategorikan secara tepat ke dalam biaya tetap atau biaya variabel sebab mengandung
kedua sifat biaya tersebut di atas.
Pada biaya semi-varibel, biaya per-unit akan berubah terbalik dengan perubahan
volume produksi, walaupun tidak proporsional. Artinya semakin tinggi volume
produksi, semakin rendah biaya satuannya.
Secara umum biaya semi variabel mempunyai sifat sebagai berikut :
 Jumlah total biaya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi
walapun perubahannya tidak proporsional.
Makin besar volume produksi semakin besar pula jumlah biaya totalnya, dan
semakin kecil volume produksinya semakin kecil pula biaya totalnya, namun tidak
proporsional.
 Biaya semi variabel per unit akan berubah terbalik dengan volume produksinya
walaupun tidak proporsional.
Artinya, semakin besar volume produksinya semakin kecil biaya per-unitnya atau
semakin kecil volume produksinya semakin besar biaya per unitnya.

4.4. Penentuan Break Even Point

Metode break even point dapat ditentukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Dengan cara matematis/matematika
2. Dengan cara income statement (laporan rugi/laba)
3. Dengan cara grafis

Cara Penentuan Break Even Point


Break Even Point menggunakan pendekatan sebagai berikut:
Total penghasilan (harga per unit x jumlah barang yang dijual) atau TR = P x Q, dimana P
= harga jual per unit dan Q = jumlah barang yang dijual.
Biaya total adalah TC = TFC + (VC x Q)
Laba L = TR - TC
L = TR - [TFC + (VC x Q)]
Titik impas atau BEP terjadi pada saat TR - TC = 0
Atau TR = TC, dimana penghasilan = pengeluaran biaya.
Keterangan:
TR = Total Revenue (total penghasilan)
P = Price (harga jual barang per unit)
Q = Quantity (kuantitas barang yang dijual)

23
TC = Total Cost (biaya total)
TFC = Total Fixed Cost (total biaya tetap)
VC = Variabel Cost (biaya variabel per unit)
L = Laba dari hasil penjualan barang.

Dari persamaan TR = TC kita dapat dengan mudah membuat rumus titik impas sebagai
berikut:
TR = TC
P.Q. = TFC + Q (AVC)
P.Q. - Q (AVC) = TFC → Q (P – AVC) = TFC

Jadi (1)
Q = TFC
(P – AVC)

Q merupakan barang pada titik impas yang dinyatakan dalam unit.

Bila titik impas ingin dinyatakan dalam nilai uang, persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:

QP = TFC xP
(P – AVC)
QP = TFC : 1
(P – AVC) 1/P
QP = TFC .
P - AVC
P P

QP = TFC
1 - AVC (2)
P

Keterangan:
Q = Jumlah barang yang diproduksi dan dijual
TFC = Jumlah biaya tetap
P = Harga jual barang per unit
AVC = Biaya variabel per unit
P.Q = Jumlah hasil penjualan barang dalam rupiah atau nilai uang.

Kembali ke rumus Q = TFC


(P – AVC)

24
Pada hal (P – AVC) adalah “marjinal kontribusi per unit”.

Jadi (3)
Q = TFC .
Marjinal Kontribusi per unit

Selanjutnya dari rumus OP = TFC .


1 - AVC/P

dimana (1 – AVC/P) adalah “ratio marjinal laba”.

Jadi (4)
QP = TFC .
Ratio Marjinal Laba

Dengan demikian, diketahui bahwa terdapat beberapa rumus untuk analisa BEP, namun
rumus-rumus tersebut berasal dari rumus (1) kemudian diproses lebih lanjut sehingga
menjadi beberapa bentuk rumus BEP.

Aplikasi Analisis Titik Impas (Studi Kasus)


Perlu diketahui bahwa analisa BEP diberi istilah lain Cost Volume Profit.
Sebenarnya baik BEP maupun Cost Volume Profit (CVP) mempunyai landasan berpikir
dan tujuan yang sama. CVP sebagaimana BEP bertujuan mencari hubungan antara biaya
(cost) dengan volume penjualan untuk menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Titik tolaknya adalah tingkat penjualan atau tingkat produksi yang paling minimal yakni
titik impas (BEP).
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa sumber informasi/data yakni dari laporan
rugi lama (income statement). Adapun klasifikasi perkiraan pada laporan rugi-laba (laporan
R/L) adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1
Laporan R/L Perusahaan X, 2002

Sales $ 100.000,-
Less : Salary & wages 27.000,-
Materials & Supllies 30.000,-
Depreciation 13.000,-
Energy/utilities 5.000,-

Net Income 25.000,-

25
Laporan rugi/laba atas dasar klasifikasi fungsi-biaya (functional cost clasification) yakni :

Tabel 4.2
Laporan R/L Perusahaan X, 2002

Sales $ 100.000,-
Less : Cost of goods sold 60.000,-

Gross margin (gross profit) 40.000,-

Less : Selling expense $ 7.000,-


Administration expense 8.000,-
15.000,-

Net Income 25.000,-

Tabel 4.3
Laporan R/L Perusahaan X, 2002

Sales $ 100.000,-
Less : Variabel manufactoring cost $ 50.000,-
Variabel non-manufactoring cost 5.000,-
55.000,-

Contribution margin 45.000,-

Less : Fixed manufactoring cost $ 10.000,-


Fixed non-manufactoring cost 10.000,-
20.000,-

Net Income 25.000,-

Walaupun cara penyajian yang berbeda dari ketiga laporan R/L tersebut, namun ketiganya
menggambarkan hubungan antara Total penghasilan (total revenue) – total biaya (total
cost) = keuntungan bersih (net income).

Menghitung Break Even Point Secara Matematis


Berdasarkan laporan R/L tersebut belum dapat dicari titik impas (BEP) karena kita
masih memerlukan data harga jual per unit dari barang yang dihasilkan dan biaya variabel
per unit.
Dari laporan R/L yang tertera pada tabel IV.3, diperoleh data total biaya tetap yakni
sebesar $ 20.000,-. Seandainya harga jual barang sebesar $ 15/unit dan biaya variabel per
unit (average variable cost) sebesar $ 6, maka :
TR = TC
TR = TFC - TVC
TR = TFC + Q.AVC
TR = TFC + Q. (AVC)
15.Q = 20.000 + Q . (6)
26
15Q – 6Q = 20.000
9Q = 20.000
Q = 2.222 units
Jadi titik impas dari perusahaan ini adalh 2.222 unit.

Menghitung Break Even Point Secara Grafis (Graphical Approach)


Cara penentuan break even point dengan cara grafis adalah sebagai berikut :
1. Kurva total penghasilan (total revenue) adalah garis linier sebagai berikur :
TP atau TR = P x Q, dimana P = harga dan Q = jumlah barang yang dijual.
TR = 15 Q
2. Kurva total biaya atau TC = TFC + TVC
TC = $ 20.000 + 6.Q

Dari kedua kurva tersebut yakni kurva total biaya TC dan kurva penghasilan TR dapat
digambarkan dalam bentuk grafik. Perpotongan kurva TC dengan TR adalah titik BEP
dimana TC = TR.
Untuk menggambarkan kurva-kurva tersebut, perlu diingat lagi teori ekonomi mikro yang
pernah dipelajari.

Gambar 4.1.
Break Even Point Secara Grafis

laba

33rb BEP

rugi

11rb

Perpotongan antara TR dan TC adalah titik impas (BEP).

27
Berdasarkan grafik tersebut pihak manajemen dapat merencanakan produksi dan
penjualan pada tingkat yang menguntungkan sehingga perusahaan harus berproduksi di
atas titik BEP, sebab bila berproduksi di bawah titik BEP, perusahaan akan menderita
kerugian.
Seandainya pihak manajemen mengharapkan total penjualan (total penghasilan)
sebesar $ 45.000,-, maka tingkat penjualan atau tingkat produksi yang harus dijual harus
sebesar 3.000 unit. Dalam hal ini selisih antara titik produksi yang diharapkan sebesar
3.000 unit dengan titik produksi sebesar 2.222 yakni sebesar 3.00 – 2.222 = 778 unit
disebut margin of safety in US $.
Penghasilan sebsar $ 45.000 yang diharapkan disebut projected sales, dan selisih
antara nilai penghasilan yang diharapkan ($ 45.000) dengan penghasilan pada BEP sebesar
$ 33.330 yakni sebesar & 11.670 disebut margin of safety in US $.

Menghitung Break Even Point Berdasarkan Laporan Rugi/Laba.


Berikut ini akan diuraikan contoh cara penentuan BEP berdasarkan Laporan
Rugi/Laba dari suatu perusahaan manufaktur kecap.

Tabel 4.4
Kalkulasi Harga Pokok Yang Dilakukan oleh Perusahaan Kecap Tahun 2002
Jenis Biaya Nilai (rupiah)

BIAYA VARIABEL
1. Biaya variabel
 Kedelai 86.400.000
 Garam 24.000.000
 Gula Merah 288.000.000
398.400.000
2. Biaya upah langsung
 Pembuatan sari kacang 2.160.000
 Pengolahan kecap 3.168.000
 Pekerja harian lain 4.180.000
9.508.000
3. Biaya overhead pabrik
 Bumbu-bumbu 6.340.000
 Bahan bakar 2.800.000
 Listrik (produksi) 702.000
9.842.000

Jumlah biaya produksi variabel (1 + 2 + 3)

4. Biaya admnistrasi dan umum


 Listrik (administration) 160.000
 Telepon 492.000
 Lain-lain 1.040.000
1.692.000

5. Biaya penjualan
 Pengepakan 11.668.000

28
 Transport 1.800.000
13.568.000

Total Biaya Administrasi Variabel (4+5) 15.160.000

Total Biaya Variabel (I.1 + I.2 + I.3 + I.4 + I.5) 432.910.000

Tabel 4.5
Laporan Rugi Laba Perusahaan Kecap Tahun 2002

Penjualan 55.000 lusin Rp. 10.000 Rp. 550.000.000 ….(1)


Biaya Variabel
 Biaya produksi variabel Rp. 417.000.000
 Administrasi dan umum Rp. 1.692.000
 Penjualan Rp. 13.468.000

Dikurangi : Jumlah Biaya Variabel Rp. 432.910.000….(2)

Marjinal Kontribusi (1-2) Rp. 117.090.000….


(3)

Dikurangi : Biaya Tetap :


 Overhead Pabrik Rp. 4.525.000
 Administrasi dan Umum Rp. 21.280.000
 Penjualan Rp. 21.984.000
 Bunga Bank Rp. 14.450.000

Jumlah Biaya Tetap Rp. 62.239.000….


(4)

Laba Bersih Usaha (3-4) Rp. 54.851.000

Jenis Biaya Nilai (rupiah)

Rincian biaya :

II. BIAYA TETAP


1. Overhead Pabrik
Listrik Rp. 615.000
Depresiasi Per Tabel Rp. 1.200.000
Depresiasi Mesin Rp. 1.000.000
Pemeliharaan Pabrik Rp. 137.000
Pemeliharaan Mesin Rp. 73.000
Gaji Kabag Produksi Rp. 1.500.000
Rp. 4.525.000
2. Biaya Administrasi dan Umu
Gaji Pimpinan Rp. 6.000.000
Gaji Sekretaris Rp. 1.360.000
Gaji Kabag Adm. Dan Umum Rp. 1.800.000
Gaji Staf Rp. 5.200.000
Gaji Keamanan Rp. 2.400.000
Kesejahteraan Karyawan Rp. 3.200.000
Dana Sosial Rp. 600.000

29
Perjalanan Dinas Rp. 720.000
Rp. 21.280.000

3. Biaya Pemasaran
Gaji Kabag Penjualan Rp. 1.520.000
Gaji Salesman Rp. 2.600.000
Gaji Sopir Rp. 5.360.000
Depresiasi Kendaraan Rp. 12.000.000
Pemeliharaan Kendaraan Rp. 504.000
Rp. 21.984.000

4. Biaya Modal
 Bunga Bank Rp. 14.450.000

Total Biaya Tetap (II.1 + II.2 + II.3 + II.4) Rp. 62.239.600

Total Biaya Variabel (dari I) Rp.


432.910.000

Total Biaya (I + II) Rp.


495.149.000

Untuk menghitung BEP, biaya variabel per unit harus dihitung terlebih dahulu
(dalam hal ini biaya variabel per lusin).
Dari laporan rugi/laba tersebut, diketahui besarnya total biaya variabel (TVC)
adalah sebesar Rp. 432.910.000,- yang digunakan untuk memproduksi kecap sebesar
55.000 lusin.
Berarti biaya variabel per lusin kecap adalah : Rp. 432.910.000,- = Rp. 7.871/lusin
55.000 lusin

Setelah itu, kita perlu mengetahui harga jual kecap yaitu Rp. 10.000,-/lusin.
Misalkan jumlah Q adalah jumlah penjualan pada titik impas, maka kita dapat menghitung
titik impasnya dengan menggunakan rumus :
Q = TFC
(P – AVC)

= Rp. 62.239.000,-
Rp. 10.000 - Rp. 7.971

= Rp. 62.239.000,-
Rp. 2.129,-

= 29.233,9 uni
(dibulatkan menjadi 29.234 lusin)

Besarnya penghasilan pada titik impas adalah : Q x Rp. 10.000,-/lusin

30
= 29.234 lusin x Rp. 10.000,-
= Rp. 292.340.000,-

Jadi berdasarkan hasil perhitungan tersebut, perusahaan berada dalam keadaan titik
impas yakni pada saat perusahaan berproduksi mencapai volume penjualan sebesar 29.234
lusin atau dalam nilai rupiah pada waktu penghasilan-penjualan sebesar Rp. 292.340.000,-.

Menentukan Perencanaan Produksi Atas Dasar Profit Margin (Studi Kasus)

Dengan mengetahui besarnya titik impas, kemudian pihak manajemen dapat


menentukan besarnya tingkat produksi yang harus dijalankan. Jika perusahaan
mengharapkan keuntungan total, misalnya sebesar Rp. 100.000.000,-, maka tingkat
produksi yang harus dijalankan adalah :

QP = TFC .
1 - AVC
P

QP = Rp. 62.239.000,- + Rp. 100.000.000,-


1 - Rp. 7.871,-
Rp. 10.000,-

QP = Rp. 162.239.000,-
1 - 0,7871
QP = Rp. 762.043.213,-

Jadi bila perusahaan pada tahun 2002 menginginkan laba yang direncanakan
sebesar Rp. 100.000.000,- perusahaan harus berhasil menjual barangnya senilai Rp.
762.043.213,-
Total penjualan/penghasilan sebesar Rp. 762.043.213,- tersebut setara dengan
Rp. 762.043.213,- = 762.043 lusin kecap.
Rp. 10.000,-/lusin
Hal ini berarti bila pimpinan perusahaan menginginkan keuntungan sebesar Rp. 100 juta,
maka tingkat perencanaan produksi sebesar 762.043 lusin kecap.

31

Anda mungkin juga menyukai