Anda di halaman 1dari 17

UJIAN

PRAKTEK KEBIDANAN

Disusun oleh:

ELI ERITA FITRIALNI

NIM : 2003150

Dosen Pembimbing :

RATNA DEWI S.ST, M.Biomed

YAYASAN PENDIDIKAN SUMATERA BARAT

PROGRAM S1 KEBIDANAN

UNIVERSITAS SUMATERA BARAT (UNISBAR)

2021/2022
SOAL

1. Jelaskan tentang aplikasi peran bidan berdasarkan evidence based nya.


2. Apa perbedaan Hard skill dan soft skill serta berikan contoh ?
3. Jelaskan masing – masing 1 contoh evidence based pada :
a. Asuhan antenatal
b. Asuhan intranatal
c. Asuhan post natal

Jawaban :

1. Peran Bidan Dalam Pelayanan Kebidanan ada 4 yaitu : Sebagai Pelaksana, sebagai pengelola,
sebagai pendidik, sebagai peneliti/investigator.
  I. PERAN SEBAGAI PELAKSANA
Bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas
ketergantungan.
a. Tugas Mandiri :
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan
2)   Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pra nikah dengan
melibatkan klien
3) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
4) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan
klien/keluarga
5) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
6) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga.
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan
keluarga berencana
8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita
dalam masa klimakterium serta menopause.
9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita

b.   Tugas Kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. mencakup:
a)   Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b)   Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
c)   Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriras kegawatdaruratan dan hasil
kolaborasi serta berkerjasama dengan klien.
d)    Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.
e)    Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f)     Menyusum rencana tindak lanjut bersama klien.
g)    Membuat pencatatan dan pelaporan.
2) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:
a) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b) Menentukam diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.
c)   Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn
prioritas
d)   Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e)   Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f)     Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g)    Membuat pencatatan dan pelaporan.
3)  Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a)  Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b)  Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan
keadaan kegawatdaruratan
c)  Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan
risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d)  Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko
tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan priositas.
e)  Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil
dengan risiko tinggi.
f)  Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g)  Membuat pencatatan dan pelaporan.
4)  Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi serta
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:
a)  Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b)  Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.
c)  Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko
tinggi dan pertolongan pertarna sesuai dengan prioritas.
d)  Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan
pertama sesuai dengan rencana.
e)  Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f)  Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g)  Membuat pencatatan dan pelaporan.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama
klien dan keluarga, mencakup:
a)  Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir de ngan risiko tinggi
dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b)  Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.
c)  Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d)  Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e)  Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f)  Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g)  Membuat pencatatan dan pelaporan.

6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan pertama
dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi betsamut klien
dan keluarga, mencakup
a)  Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang nemerlukan tindakan kolaborasi.
b)  Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.
c)  Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d)  Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
e)  Mengevaluasi hasil asuhan kebidaman dan pertolongan pertama.
f)  Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g)  Membuat pencatatan dan pelaporaan.
c. Tugas Ketergantungan
Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajamen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
keterlibatan klien dan keluarga.
2)  Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan
risiko tinggi serta kegawatdaruratan.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan
penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga.
4)  Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas
yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan
keluarga.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan
keluarga.
6)  Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta.

II. PERAN BIDAN SEBAGAI PENGELOLA


Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.
1)  Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan
kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah kerja
dengan melibatkan masyarakat/klien, mencakup:
a)  Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak
untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
b)  Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
c)  Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan
ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
d)  Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan
lain dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta
KB.
e)  Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat khususnya
kesehatan ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada
pada program dan sektor terkait.
f)  Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat serta memelihara
kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
g)  Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.
h)  Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.
2)  Berpartisipasi dalam tim
Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di
wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta
tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya,
mencakup:
a)  Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi
asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
b)  Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas
lapangan keluarga berencaca (PLKB) dan masyarakat.
c)  Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan
lain.
d)  Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
e)  Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan
kesehatan.

 III. PERAN SEBAGAI PENDIDIK


Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan
bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.
1)  Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga,
kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya
yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
2)  Melatih dan membimbing kader
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta
membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya.

IV. PERAN SEBAGAI PENELITI/INVESTIGATOR


Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
mandiri maupun berkelompok, mencakup:
1)    Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2)    Menyusun rencana kerja pelatihan.
3)    Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4)    Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5)    Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut

1. CONTOH KASUS

Ny. R umur 25 tahun datang ke Bidan Praktek Mandiri Bidan B dengan keluhan mual,
muntah, dan pusing. Setelah dilakukan pengkajian Ny. R mengatakan sudah 2 bulan tidak
menstruasi dan mengeluh lemas serta perasaan tidak nyaman khususnya di pagi hari dan mual-
mual yang agak sering di pagi hari. Hasil pemeriksaan pada Ny. R didapatkan berat badan 45 kg,
tensi 100/70 mmhg dan kelihatan lelah. Bidan memberikan penyuluhan dan konseling tentang
keadaan Ny. R.

KESIMPULAN :

Jadi peran seorang bidan di kasus tersebut adalah sebagai peran peneliti karena di kasus
tersebut seorang bidan mengidentifikasi keluhan pasien, memeriksa berat badan, dan tekanan
darah pasien, mendiagnosa hasil pemeriksaan terhadap pasien. Peran bidan sebagai pendidik
dalam kasus tersebut adalah memberikan penyuluhan dan konseling terhadap pasien. Peran bidan
sebagai pelaksana melakukan tugas secara mandiri melakukan asuhan kebidanan pada pasien
apabila memang dinyatakan hamil.
2. CONTOH KASUS 2

Ny. Z 23 th, hamil anak 1 datang ke bidan praktek bidan mandiri A jam 21.00, mengeluh
mau melahirkan dan telah merasa ada nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut juga keluar
lendir dan darah sedikit sejak jam 12.00. Bidan A melakukan pemeriksaan didapatkan TD
120/80 mmhg, nadi 87x/menit, kondisi mum sehat, djj 125x/menit, lakukan pemeriksaan dalam
pembukaan servik 7 cm, penurunan kepala hodge III, lain lain normal. Bidan menjelaskan bahwa
ibu memasuki persalinan dan memberi support pada ibu dan minta bantuan keluarga untuk
membantu, mengajarkan cara mengurangi rasa nyeri dengan memijat dan ajarkan nafas dalam
juga anjurkan untuk mobilisasi sesuai kemampuan dan makan minum. Jam 24.30 bayi lahir
dengan sehat juga ibu sehat tanpa ada komplikasi.

KESIMPULAN :

Ditinjau dari kasus di atas telah terdapat beberapa peran bidan yaitu:

1. Peran sebagai pelaksana yaitu tugas mandiri di mana bidan tersebut memberikan
pelayanan dengan sendiri tanpa adanya kolaborasi dengan pihak lain.
2. Bidan memiliki peran sebagai peneliti karena bidan melakukan pemeriksaan kepada
pasien yang telah melakukan atau memulai pembukaan serviks 7cm, penurunan kepala
hudge 3 dan kondisi sang pasien keadaan bayi pun secara umum normal.
3. Bidan memiliki peran sebagai pendidik yang mana bidan memberikan pengajaran yang
bagaimana cara mengurangi rasa nyeri dengan memijat dan memberikan pengarahan
dalam mengatur nafas, menganjurkan pasien untuk memobilisasi sesuai kemampuan
makan dan minum.

Sumber Dari :

http://tugassmt1kebidananhanny.blogspot.com/2017/10/makalah-peran-bidan-dalam-
pelayanan.html
Konsep Kebidanan dan Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan.
http://ameliadwiblog.blogspot.com/2016/04/makalah-peran-dan-fungsi-bidan-sebgai.html.
2. A. Hard skill adalah kemampuan yang dapat menghasilkan sesuatu sifatnya vasible dan
immediate atau ilmu yang di pelajari di bangku kuliah , baik itu teori, keahlian teknis ,
pengetahuan spesifik mengenai jurusan yang kita ambil.
Contoh hard skill : Akutansi, menejemahkan bahasa asing, memiliki keahlian mengunakan
berbagai softwer, memiiki pemikiran yang kreatif dan inovatif, memiliki
keterampilan mendesain.

B. Soft skill adalah kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis yang lebih
mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.

Contoh soft skill : kemampuan beradaptasi, komunikasi, kepemimpinan, pengambilan


keputusan, pemecahan asalah, confliet resolution, kolaborasi dan lain
sebaginya.

3. A. Asuhan Antenatal

ANC merupakan perawatan ibu dan janin selama kehamilan. Melalui ANC berbagai
informasi serta edukasi terkait kehamilan dan persiapan persalinan bisa diberikan kepada  ibu
sedini mungkin, seperti misalnya mengetahui kondisi kehamilan, apakah merupakan kehamilan
dengan resiko tinggi atau tidak dan mengetahui tindakan apa yang harus diambil oleh bidan saat
mendekati waktu persalinan. 

Pemeriksaan kehamilan di masa pandemi ini tentulah memberikan banyak kekhawatiran.


Namun hal ini tetaplah sangat penting dilakukan. Mengingat ibu hamil dan menyusui rentan
terhadap infeksi virus termasuk Covid-l9. Salah satu penyebabnya mereka memiliki imunitas
yang rendah karena perubahan hormon selama hamil dan menyusui. 

Pelayanan antenatal pada kehamilan normal di masa pandemi ini dapat dilakukan
minimal enam kali dengan rincian dua kali di Trimester 1, satu kali di Trimester 2, dan tiga kali
di Trimester 3.

1. TRIMESTER PERTAMA

Pemeriksaan kehamilan pertama kalinya harus dilakukan pada fasilitas pelayanan


kesehatan oleh bidan untuk skrining faktor resiko kehamilan dengan menerapkan protokol
kesehatan yang baik dan benar. Pada masa pandemi, sebelum tatap muka, ANC dapat dilakukan
dengan melakukan perjanjian terlebih dahulu (tele-registrasi) agar tidak terlalu lama menunggu
di fasilitas kesehatan. 
2. TRIMESTER KEDUA

Pada trimester kedua, ANC dapat dilakukan dengan melalui media komunikasi/ secara
daring (Telemedicine), kecuali apabila dijumpai beberapa keluhan dan gangguan kesehatan yang
harus ditangani secara langsung.

3. TRIMESTER KETIGA

Pada trimester ketiga, ibu harus melakukan pemeriksaan oleh bidan dengan menerapkan
protokol kesehatan, guna mengetahui faktor resiko persalinan, menentukan tempat dan
mempersiapkan proses persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan hingga menjelang
persalinan.

Ibu hamil tetap diminta untuk mempelajari dan menerapkan buku KIA dalam kehidupan sehari-
hari.

- Mengenali TANDA BAHAYA pada kehamilan.

- Memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya.

Sedangkan keluhan-keluhan umum seperti mual dan muntah, heartburn, keram pada kaki,
nyeri punggung, konstipasi, varises tungkai dan edema adalah hal yang cukup wajar bagi ibu
hamil. Untuk itu diharapkan ibu hamil tidak perlu terlalu panik. 

Meski ibu banyak di rumah, tetaplah aktif bergerak. Kalau sebelumnya ibu hamil sering 
berolahraga, seperti senam hamil, yoga, pilates, Ibu tetap bisa terus melakukannya di rumah agar
tetap bugar dan sehat. 

Ibu hamil juga diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi


makanan bergizi seimbang, suplemen yang diperlukan atas saran dokter kandungan dan
kebidanan, serta harus tetap menjalankan protokol kesehatan di berbagai kondisi yang
memerlukannya.

Evidence Based Dalam Praktik Asuhan Antenatal Care

Apenurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin didalam
sirkulasi darah dikatakan anemia. Salah satu penyebab anemia dalam kehamilan yang paling
sering dijumpai adalah anemia akibat defisiensi zat besi (Fe). Zat besi adalah salah satu unsur
gizi yang membentuk Hb atau sel darah merah. Kebutuhan zat besi selama hamil mutlak
diperlukan untuk pertumbuhan janin, plasenta dan volume darah ibu. Untuk menghindari
terjadinya anemia, sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan secara rutin sejak awal
kehamilannya (trimester I) sampai ibu melahirkan, untuk deteksi dini adanya kelainan pada ibu
hamil dan janinnya serta diberikan tindakan yang tepat. Upaya lain yang dilakukan untuk
menanggulangi anemia ibu hamil yaitu dengan memberikan suplementasi berupa zat besi (iron)
dalam bentuk sulfas ferrosus 200 mg dan juga dilakukan melalui upaya perbaikan gizi keluarga.
Pemberia tablet besi ini diberikan pada ibu hamil sejak kehamilan trimester ke II dan diharapkan
ibu hamil dapat minum 1 tablet setiap hari paling sedikit 90 tablet selama kehamilannya.
Pendokumentasian yang digunakan dalam bentuk SOAP secara logis, sistematis dan
berkesinambungan sebagai pertanggungjawaban dan tanggung gugat

B. Asuhan Intranatal
Dengan memberikan asuhan intranatal yang tepat dan sesuai dengan standar, diharapkan
dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Pendekatan yang membutuhkan kemampuan
analisis yang berhubungan dengan aspek sosial, nilai-nilai dan budaya setempat.

1. Manajemen asuhan intranatal di rumah.


Manajemen asuhan intranatal dirumah dibagi dalam empat tahap sesuai dengan tahap
yang ada dalam persalinan. Yaitu kala I,II,III,IV. Dengan memberikan asuhan intranatal yang
baik dan sesuai standar, bidan dapat memberikan pertolongan persalinan yang memadai dan
tepat waktu, meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan menurunkan angka
kejadian sepsis puerpuralis pada ibu nifas, sehingga membantu angka kematian ataupun
kesakitan ibu dan bayi.

2. Standar pelayanan kebidanan intranatal


1. Asuhan Persalinan Kala I
Bidan perlu mengingat konsep tentang konsep sayang ibu, rujuk bila partograf melewati
garis waspada atau ada kejadian penting lainnya . Langkah-langkah yang harus dilalui dalam
memberikan asuhan persalinan pada kala I, yaitu :
1. Melakukan penilaian secara tepat kapan persalinan dimulai
2. Mampu memberikan asuhan yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan ibu
3. Terampil dalam melakukan pertolongan persalinan
4. Menghargai hak dan pribadi ibu serta tradisi setempat
5. Mengizinkan adanya pendamping

2. Asuhan Persalinan Kala II


Bertujuan memastikan proses persalinan aman, baik untuk ibu maupun bayi
Bidan dapat mengambil keputusan sesegera mungkin apabila diperlukan rujukan. Asuhan
persalinan kala II adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pertolongan persalinan bersih dan aman
2. Menghargai hak ibu sebagai pribadi
3. Menghargai tradisi setempat
4. Mengizinkan ibu untuk memilih pendamping persalinan

3. Asuhan Persalinan Kala III


Bidan sebagai tenaga penolong harus terlatih dan terampil dalam melakukan manajemen
aktif. kala III Hal penting dalam asuhan persalinan kala III adalah mencegah kejadian
perdarahan, karena penyebab salah satu kematian pada ibu.
Hal-hal yang menjadi perhatian bidan pada saat memberikan asuhan intranatal kala III adalah
sebgai berikut :
a. Tidak dianjurkan untuk memberikan Ergometrin dan Metergin, sebelum bayi lahir.
b. Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah fundus naik dan berkontraksi dengan baik,
keluarnya darah dari vagina, serta tali pusat memanjang.
c. Pada saat melahirkan pasenta, jangan mendorong fundus dan menarik tali pusat secra
berlebihan.
d. Lakukan penanganan tali pusat dengan hati-hati
e. Hentikan pegangan tali pusat apabila ibu mengeluh nyeri atau tali pusat tertahan
f. Apabila merasa tidak yakin plasenta tidak dapat dilahirkan dengan lengkap, ikuti
prosedur tetap penatalaksanaan plasenta rest, bila perlu rujuk.

4. Asuhan Persalinan Kala IV


Asuhan persalinan kala IV merupakan asuhan yang mencakup pada pengawasan satu
sampai dua jam setelah plasenta lahir. Pada kala ini tidak menutup kemungkinan terjadi
perdarahan dan atonia uteri. Kehilangan darah biasanya dikarenakan pelepasan plasenta atau
robekan serviks dan perineum. Jumlah darah yang keluar harus diukur (1 bengkok = ± 500
cc), apabila jumlah perdarahan lebih dari 500 cc harus dicari penyebabnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada asuhan persalinan kala IV, yaitu sebagai berikut :
a. Kontraksi uterus
b. Perdarahan
c. Kantong kemih
d. Adanya luka
e. Keadaan plasenta dan selaputnya harus lengkap
f. Tanda-tanda vital
g. Keadaan bayi

Evidence Based Dalam Praktik Asuhan Kebidanan Intranatal Care Di Komunitas

Jurnal 1:

Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik ditunda karena sangat tidak
menguntungkan, baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Tinginya angka morbiditas ataupun
mortalitas pada bayi salah satunya uang disebabkan karena asfiksia hyperbillirubinemia/icteric
neonatorum. Selain itu juga menigkatnya dengan tajam kejadian autis pada anak-anak di
Indonesia tahun ke tahun tanpa tau pemicu penyebabnya. Ternyata salah satu asumsi sementara
atas kasus fenomena di atas adalah karena adanya ICC (Imediettly Cord Clamping). Beberapa
hasil penelitian dari jurnal-jurnal internasional dibawah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan
diatas.

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al, (1993) menunjukan bahwa
pada bayi premature, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih,
maka bayi akan:
a. Menujukan penurunan kebutuhan untuk transfuse darah.
b. Terbukti sedikit mengalami gangguan pernafasan.
c. Hasil tes menunjukan tingginya level oksigen.
d. Menunjukan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan bayi yang
dipotong tali pusatnya setelah lahir.
e. Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan.
f. Menunjukan jumlah hematocrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ellen K. Hutton (2007) bahwa dengan
penundaan pemotongan tali pusat dapat:
a. Peningkatan kadar hematocrit dalam darah.
b. Peningkatan hemoglobin dalam dalam darah.
c. Penurunan angka anemia pada bayi.
d. Penurunan resiko jaundice, / bayi kuning.
Dapat disimpulkan bahwa pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak
menguntungkan, baik bagi ibu maupun bayinya, Namun, dalam prakik APN dikatakan bahwa
pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa
besarnya resiko kerugian, kesakitan maupun kematian dapat terjadi.

Jurnal 2 :
Review dari Cochrane menginformasikan bahwa epidural tidak hanya menghilangkan
nyeri persalinan, tetapi seperti tindakan medical lainnya berdampak pada perpanjangan
persalinan, peningkatan penggunaan oksitosin, peningkatan persalinan dengan tindakan seperti
forcep atau vakum ekstraksi, dan tindakan seksio sesaria karena kegagalan putaran paksi dalam,
resiko robekan hingga tingkat 3-4 dan lebih banyak membutuhkan tindakan episiotomy pada
nulipara.

Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali menganjurkan pasien
untuk menahan nafas pada saat akan mengerang dengan alasan agar tenaga ibu untuk
mengeluarkan bayi pun lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan untuk menahan
nafas pada saat mengerang ini tidak dianjurkan karena:

1. Menahan nafas pada saat mengerang tidak menyebabkan kala II menjadi lebih singkat.
2. Ibu yang mengerang dengan menahan nafas cenderung mengerang hanya sebentar.
3. Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan mengerang pada saat ibu merasakan
dorongan akan lebih singkat.

Jurnal 3 :

Penggunaan berbagai metode dalam pengurangan rasa nyeri dalam persalinan mulai dari
tekhnik massage, aromatherapy, hypnotherapy, dan hydrotherarpy. Pada saat proses persalinan
akan berlangsung, ibu biasanya akan dianjurkan mulai mengatur posisi terlentang ini tidak boleh
dilakukan secara rutin pada proses persalinan. Hal ini dikarenakan:

1. Bahwa posisi terlentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya aliran
darah ibu ke janin.
2. Posisi terlentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin. Selain itu posisi terlentang juga
menyebabkan ibu mengalami kontraksi lebih nyeri, lebih lama dan trauma perineum lebih
besar.
3. Posisi lithotomi / terlentang juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian bawah
janin.
4. Posisi terlentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan menekan
aorta, vena kava inferior, serta pembuluh-pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi
dapat menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah anoreksia janin.
5. Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf dikaki dan di punggung dan akan
ada rasa sakit yang lebih banyak didaerah punggung pada masa postpartum (nifas).

Apapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi setengah duduk,
berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Bhardwaj, Kokadai Alai (1995), Nikkodein (1995) dan Gardosi (1989).

Contoh Kasus :

Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal Care Pada Ny” B” dengan Kasus Inersia Uteri
di RSUD Kasih Bunda. Hasil dari studi kasus yang dilakukan pada Ny”B” dengan inersia uteri,
tidak ditemukan hambatan pada saat penanganan kasus ini. Penanganan yang dilakukan pada
Ny”B” ini yaitu dengan memberikan infus RL+Oksitosin dengan 8 tetes/menit. Dengan
pemberian infus ini menyebabkan his yang dimiliki oleh ibu kembali bagus. Kesimpulan dari
studi kasus yaitu 7 langkah Varney dan SOAP yang digunakan untuk proses penyelesaian
masalah kebidanan telah dilaksanakan pengkajian dan analisa data pada Ny”B” dengan inersia
uteri di RSUD Kasih Bunda dan telah dilakukan pengkajian pendokumentasian semua temuan
dan tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny”A” dengan hasil tidak ditemukannya kesenjangan
antara teori dan studi kasus.

Lihat di repositori.uin-alauddin.ac.id

C. Asuhan Post Natal

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ibu nifas sangat banyak mengalami
bendungan ASI . Tujuan disusunnya Laporan Tugas Akhir (LTA) ini untuk memberikan asuhan
kepada Ny “N” Post Partum hari ketiga dengan Bendungan ASI di RSIA Sitti Khadijah 1
Muhammadiyah Cabang Makassar Tahun 2020 dengan menggunakan pendekatan manajemen
kebidanan sesuai dengan wewenang Bidan.
Berdasarkan data awal yang di peroleh dari RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar pada bulan
Januari-Desember 2019, jumlah ibu nifas sebanyak 5479 orang ibu nifas dengan ibu yang
mengalami bendungan ASI sekitar 200 (3,65%) orang. Pada Januari-Februari 2020, jumlah nifas
sebanyak 746 orang ibu nifas dengan ibu yang mengalami bendungan ASI sekitar 20 (2,68%)
orang.

Bendungan ASI adalah terkumpulnya ASI didalam payudara akibat penyempitan duktus
laktiferus atau kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna pada saat menyusui bayi atau
karena kelainan pada puting susu. Bendungan ASI biasanya terjadi pada hari ketiga sampai hari
kelima setelah persalinan.

Pasien yang dikaji dalam Laporan Tugas Akhir ini (LTA) adalah Ny “N” 38 Tahun,Nikah
1x, Suku Makassar, agama Islam, Pendidikan Ners, pekerjaan Perawat, Alamat Jl. Graha
Azzikrul Toaha (Maros).

Hasil dari studi kasus yang dilakukan pada Ny “N” dengan Bendungan ASI yakni tidak
ditemukannya kendala dalam menangani masalah tersebut. Dalam penatalaksanaan pada Ny “N”
dengan Bendungan ASI yaitu edukasi dan pemberian obat paracetamol 500 mg sebagai analgetik
(anti nyeri) dan sebagai antipiretik (penurun demam).

Kesimpulan dari studi kasus dengan manajemen asuhan 7 langkah varney dan
pendokumentasian dalam bentuk SOAP yakni semuanya berlangsung normal tanpa ada penyulit,
tidak ditemukannya komplikasi pada payudara ibu, serta keadaan ibu baik yang ditandai dengan
payudara ibu telah kembali normal dan bayi telah aktif menyusui.

Anda mungkin juga menyukai