Anda di halaman 1dari 4

Hikmah Tahun Baru Hijriyah 1443 H.

Waktu mengalir terus, dan tanpa terasa kita sampai kepada pergantian
tahun baru hijriyah untuk kesekian kalinya. Detik menuju menit, jam, hari,
bulan hingga tahun senantiasa bergerak maju yang berarti semakin bertambah
pula usia manusia. Yang perlu menjadi catatan adalah, apakah bertambah pula
keberkahan usia kita? Inipertanyaan singkat dan hanya biasa dijawab dengan
merefleksikan secara Panjang jejak perjalanan hidup kita yang sudah terlewati.
Tahun baru Hijriyah yang kita peringati setiap tahun terkandung sejarah
dan nilai-nilai yang terus relevan hingga kini. Nabi sendiri tidak pernah
menetapkan kapan tahun baru Islam dimulai, begitu pula tidak dilakukan oleh
Kholifah pertama Sayyidina Abu Bakar Ash-Shidiq. Awal penanggalan itu resmi
diputuskan pada era Kholifah ke dua yaitu Sayyidina Umar bin Khothab,
Sahabat Nabi yang terkenal membuat banyak gebrakan selama memimpin
umat Islam.
Keputusan itu diambil melalui jalan musyawarah. Semula muncul
beberapa usulan, diantaranya bahwa tahun Islam dihitung dari masa kelahiran
Nabi Muhammad SAW. Ini adalah usulan yang cukup rasional. Rosulullah SAW
adalah manusia luarbiasa yang melakukan revolusi kea rah peradaban yang
lebih baik masyarakat arab waktu itu. Karena itu kelahiran Beliau adalah
monument bagi kelahiran peradaban itu sendiri. Tahun baru Masehipun
dimulai dari masa kelahiran figure yang diyakini membawa perubahan besar
yakni Isa Al-Masih.
Yang menarik, Umar Bin Khothab menolak usulan ini. Singkat cerita,
forum musyawarah menyepakati momen hijrah Nabi dari Makkah menuju
Madinah sebagai awal penghitungan kalender Islam atau kalender Qomariyah
yang merujuk kepada perputaran bulan (bukan matahari). Karenanya kelak
dikenal dengan tahun Hijriyah yang berasaal dari kata Hijrah (migrasi,Pindah).
Memilih momen hjrah daripada kelahiran Nabi yang dilakukan oleh
Umar dan para Shahabat lainnya mengandung makna yang sangat dalam.
Kelahiran yang dialami manusia adalah peristiwa alamiah yang tak bias
ditolaknya. Nabi Muhammad Pun saat lahir tak serta merta diangkat menjadi
Nabi kecuali setekah berusia 40 tahun. Beliau saat itu hanya bayi Putra
Abdullah bin Mutthalib dan Sayyidah Aminah. Hal ini berbeda dari Hijrah yang
mengandung tekad, semangat prjuangan, perencanaan, dan kerja keras kearah
tujuan yang jelas: terealisasinya nilai-nilai kemanusiaan universal yang
berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (Romatan Lilalamin).
Nabi Muhammad SAW memutuskan hijrah setelah melalui proses
Panjang selama 13 tahun di Makkah dengan berbagai tantangan dan jerih
payahnya. Mula-mula Beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi, dimulai
dari keluarga, orang-orang terdekat dan pelan-pelan lalu kepada masyarakat
luas secara terbuka. Selama itu Rosulullah SAW mendapat cukup banyak
tantangan dan rintangan, mulai dari caci maki, dilempar kotoran unta,
kekerasan fisik hingga percobaan pembunuhan. Semua dilalui dengan penuh
kesabaran dan kebijaksanaan. Modal utama hingga beliu berhasil
menyadarkan sejumlah orang adalah dengan akhlak mulia.
Rosulullah tampil sebagai agen perubahan di tengah masyarakat Arab
yang begitu rusak. Asas tauhid melenceng jauh karena menganggap berhala
sebagai Tuhan. Nilai-nilai kemanusiaan juga nyaris taka da lantaran masih
maraknya perbudakan, fanatisme suku, harta riba, penguburan hidup-hidup
bayi perempuan, kaum wanita tidak ada harganya, dan lain sebagainya.
Rosulullah SAW yang hendak mengubah cara pandang dan peri laku
masyarakat jahiliyah mesti berhadapan dengan dengan para pembesar suku
yang iri dan tamak kekuasaan, termasuk dari paman Beliau sendiri, abu jahal
dan abu lahab. Pengikut Islam bertambah, dan secara bersamaan bertambah
pula tekanan pula dari musyrikin Quraisy. Hingga akhirnya atas perintah Allah,
Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya berhijrah dari Makkah ke kota
Yatsrib yang kelak dikenal dengan sebutan Madinah.
Perjalanan hijrah dilakukan dimalam hari dengan cara sembunyi-
sembunyi dan penuh kecemasan, menghindari kejaran kaum musyrikin
Quraisy. Beruntung kala di kota Yatsrib Rosulullah SWA Bersama para
Shahabatnya disambut positif penduduk setempat. Sebagian dari mereka
sudah mengenal Islam dan bahkan suadah berbaiat kepada Rosulullah saat di
Makkah. Di sinilah Nabi SAW membangun peradaban peradaban Islam yang
kokoh. Jumlah penganut semakin banyak, semangat persaudaraan antara
Muhajirin dan Anshar dipupuk, dan kesepakatan-kesepakatan dengan
kelompok luar Islam diciptakan, demi terwujudnya kehidupan yang damai.
Mula-mula yang dilakukan Rosulullah SAW setelah hijrah adalah
mengubah nami dari Yatsrib menjadi Madinah. Mengapa Madinah ( yang
sekarang dikenal sebagai kota) yang secara Bahasa Madinah berarti tempat
peradaban. Perubahan nama ini memberi pesan tentang pergeseran pola
perjuangan Nami yang semula di Makkah banyak dipusatkan pada penyadaran
pribadi-pribadi, menuju dakwah pada konteks social yang terorganisasi dalam
negara Madinah. Di sini Konstititusi (mitsaq al-Madinah atau piagam Madinah)
dibangun, struktur pemerintahan disusun, dan aturan-aturan Islam seputar
muamalah (hubungan antar sesame) banyak dikeluarkan di sana. Tentang
Piagam Madinah Nabi SAW menjadikannya sebagai titik temu dari masyarakat
Madinah yang Plural saat itu, yang meliputi orang Muslim, orang Yahudi, Suku-
suku di Madinah dan lain-lain.
Demikianlah hijrah Nabi SAW yang monumental itu seperti
mendapatkan momentum puncak, yakni terwujudnya masyarakat yang
beradab. Setidaknya ada dua poin yang perlu digaris bawahi dari ulasan
tersebut.
1. Tahun Baru Hijriyah harus dimaknai dalam kerangka perjuangan Nabi
SAW dalam merealisasikan nilai-nilai kemanusiaan universal yang
berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (Rahmatan Lil Alamin).
Nabi SAW sebagai sosok termasuk momen kelahirannya_ memang
layak dihirmati, tapi ada yang lebih penting lagi yakni spirit dan
prestasi bBeliau sepanjang periode risalah. Dalam perjuangan itu ada
Ikhtiar, pengorbanan, keteguhan prinsip, keseriusan, kesabaran dan
keikhlasan. Yang terakhir menjadi sangat penting adalah Niat,
sebagaimana Sabda Beliau :

Artinya : Sesungguhnya Setiap Perbuatan tergantung niatnya. Dan


sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia
niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (Ingin mendapatkan
keridhoan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada
(keridhoan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena
mengikinkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita
yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (akan bernilai sebagai
mana) yang dia niatkan.
Nabi dan para shahabatnya menunjukkan ketulusan yang
luarbiasa semata hanya untuk jalan Allah. Namun justru karena
niat seperti inilah mereka mendapat banyak hal, termasuk
persaudaraan, keluarga baru, hingga kekayaan dan kesejahteraan
selam di Madinah. Keikhlasan dan kerja keras dalam membangun
masyarakat berketuhanan sekaligus berkeadaban, berbuah manis
meskipun tantangan akan selalu ada. Inilah teladan yang diberikan
Nabi SAW dari hasil Hijrah.
2. Poin ke dua adalah kenyataan bahwa Nabi SAW tidak membangun
negara berdasarkan fanatisme kelompok atau suku. Rosulullah SAW
menginisiasi terciptanya kesepakatan Bersama kepada seluruh
penduduk Yatsrib untuk kepentingan jaminan kebebasan beragama,
keamanan, penegakan akhlak mulia dan persaudaraan antaranggota
masyarakat. Tujuan dari kesepakatan tersebut masih relevan kita
terapkan hingga sekarang. Inilah hijrah yang bermakna tidak hanya
harfiah “pndah tempat” melainkan juga pindah orientasi: dari yang
buruk berubah menjadi baik, dari yang baik menjadi lebih baik. Dan
Rosulullah SAW meneladankan, perubahan tersebut tak hanya untuk
dirinya sendiri, tapi juga untuk masyarakat secara kolektif.

Semoga pergantian tahun Hijriyah membawa keberkahan bagi umur


kita, bagi bangsa dan Negara Indonesia dengan belajar dari peristiwa
hijrah Rosulullah SAW yang monumental lengkap dengan nilai-nilai
positif di dalamnya.
Wallahu A’lam Bish Shawab.

Jakarta, 10 Agustus 2021


01 Muharram
1443 H

Mukharor, S. Ag

Anda mungkin juga menyukai