Anda di halaman 1dari 21

© Islamic Online University TAJ 101

Islamic Online University

Bachelor of Arts in Islamic Studies


TAJ 101

Tajwid 101

Module 7
Diterjemahkan oleh: Tim Penerjemah IOU

1
© Islamic Online University TAJ 101

Hari ini kita akan melanjutkan dialog dan pelajaran kita mengenai sifat-sifat huruf

hijaiyah, lebih spesifik pada ash-shifatil ashliyah atau sifat-sifat asli pada huruf yang

merupakan sifat yang tetap dan tidak berubah pada huruf yang terdiri atas dua jenis, yakni sifat

yang memiliki sifat kebalikannya dan sifat tanpa sifat kebalikannya.

Pembahasan kita telah mencakup sifat-sifat yang memiliki sifat kebalikan, seperti al-

hams dan al-jahr serta pada pembahasan terakhir kita telah membahas sifat asy-syiddah, ar-

rakhawah dan at-tawassuth. Adapun pada hari ini kita akan membahas dua pasang sifat, yakni

al-isti’la dan al-istifalah serta al-itbaq dan al-infitah.

InsyaAllah kita memulai dari al-isti’la dan al-istifalah. Al-isti’la dalam bahasa Arab

berarti menjadi tinggi, ketinggian atau kenaikan. Dalam ilmu tajwid, al-isti’la didefinisikan

sebagai terangkatnya punggung lidah ke langit-langit mulut ketika mengucapkan huruf.

Hal ini menyebabkan bunyi huruf yang timbul menjadi lebih tinggi atau lebih tebal.

Pada dasarnya, al-isti’la adalah sifat yang menjadikan bunyi huruf tertentu menjadi tebal. Dan

bagaimana kita membuat bunyi huruf tebal? Yakni dengan mengangkat punggung lidah ke

langit-langit mulut.

Kemudian huruf-hurufnya terkumpul dalam frase “khussho, dhoghthin, qizh”

sebagaimana disebutkan Imam al-Jazari dalam syair beliau “wa sab’u ulwi khussho, dhoghthin,

qizh hasor” yang berarti “dan tujuh huruf yang tinggi terkumpul pada khussho, dhoghthin,

qizh”.

2
© Islamic Online University TAJ 101

Ketujuh huruf tersebut ialah kho, shod, dhod, ghoin, tho, qof, dan zho. Ketujuh huruf

ini ialah huruf yang tinggi, maksudnya ialah anda mengangkat punggung lidah sehingga

membuatnya menjadi tinggi mencapai langit-langit mulut sehingga saat anda membaca huruf-

huruf ini membuatnya menjadi tebal.

Maka trik untuk menjadikan pembacaan huruf menjadi tebal ialah dengan mengangkat

punggung lidah. Dan pada ketujuh huruf tersebut, kita mengangkat punggung pada setiap

situasi baik saat bertanda fathah, dhommah, kasroh maupun sukun. Adapun pada sifat

kebalikannya, kita merendahkan lidah sebagaimana nanti akan kita bahas.

Mari kita lihat contoh mengangkat lidah pada huruf-huruf berikut. Huruf pertama yakni

huruf kho, yang pada bagian latihan terdapat “kho, khu, khi”, yang mana kita mengangkat

lidah. “kho, khu, khi”, “akh, ikh, ukh”. Perhatikan bahwa hurufnya menjadi tebal dengan

mengangkat lidah dan jika kita tidak mengangkat lidah atau menurunkannya maka akan

berbunyi “ha, hu, hi” “ah, ih, uh”.

Perhatikan bahwa perbedaan antara “kho” dan “ha” ialah pada mengangkat atau

menurunkan lidah, dan kondisi pertama yang tepat. Contoh mengenai huruf pertama terdapat

dalam al-Qur’an pada kata “khoolidiin”, yang jika kita membacanya secara tepat dengan

mengangkat lidah akan terucap “khoolidiin”, namun bila kita menurunkan lidah akan terbaca

“haalidiin” yang merupakan pengucapan yang tidak tepat untuk huruf “kho” karena kita tidak

mengangkat lidah sehingga yang terucap justru huruf “ha” (tipis), bukan huruf “kho”.

3
© Islamic Online University TAJ 101

Huruf selanjutnya adalah huruf shod. Bila kita lihat pada latihan, terdapat “sho, shu,

shi”, “ash, ish, ush”. Perhatikan tebal dari pengucapan huruf shod. Bila kita melakukannya

dengan tidak tepat, maka yang terucap adalah huruf “sin“. Yakni bila kita merendahkan lidah

yang terucap adalah “sa, su, si” dan “as, is, us”.

Perbedaan antara shod dan sin adalah mengenai sifat mengangkat lidah dan al-itbaq

yang nanti akan kita bahas. Bila kita merendahkan lidah maka akan muncul huruf sin.

Perbedaan antara shod dan sin adalah seberapa tinggi anda mengangkat lidah serta seberapa

lama anda menaruh lidah pada langit-langit mulut yang nanti akan dibahas pada al-itbaq.

Contoh pengucapan huruf shod yang bersifat tebal ini terdapat dalam firman Allah

“Wash shooffaati” dan pada firman Allah lainnya “shiroothol ladziinya”, “shirooto”, “shi”.

Dan bila anda menurunkan lidah, yang merupakan kesalahan umum dalam pengucapannya

maka bunyi yang muncul adalah “sirootho”, yakni huruf sin.

Huruf selanjutnya adalah dhod. Kita akan lihat bahwa pengucapan huruf ini dengan

mengangkat lidah akan membuatnya berbunyi seperti ini “dho, dhu, dhi”, “adh, idh, udh”. Dan

bila kita tidak mengucapkan hurufnya dengan benar, maka yang muncul ialah bunyi mirip

huruf dal menjadi “da, du, di”.

Pengucapan yang benar dari makhraj didapatkan dengan mengangkat lidah, sehingga

bila tidak bunyi yang muncul akan mirip huruf dal, tidak seperti yang benar yakni “dho, dhu,

4
© Islamic Online University TAJ 101

dhi”, “adh, idh, udh”. Kita temukan ini sebagaimana dalam firman Allah “waladh dhoolliin”.

Maka, dhod memiliki sifat al-isti’la atau ketinggian karena kita mengangkat punggung lidah

saat mengucapkannya.

Huruf selanjutnya adalah ghoin. “gho, ghu, ghi”, “agh, igh, ugh”. Kata dalam al-Qur’an

terkait huruf ini ialah “al-ghoolibuun” dan “ghisyaawah”. Dan bila mengucapkannya dengan

merendahkan lidah yang merupakan cara yang tidak tepat, maka yang muncul ialah “ga, gu,

gi”. Anda bisa lihat perbedaan yang muncul pada “gho” dan “ga”.

Huruf selanjutnya dengan sifat al-isti’la adalah tho. Cara yang tepat dalam

mengucapkannya ialah adanya bunyi yang tebal sebagai berikut “tho, thu, thi” dan contohnya

di dalam al-Qur’an ialah “faidza jaa’atith thoommatul kubro”, “ath thoommah”, “thoba’ah”,

“thubi’ah”, “thibaaqo” . “Tho, thu, thi”, dan bila berhenti pada huruf tersebut “ath, ith, uth”

dengan adanya al-qalqalah. Bila anda merendahkan lidah anda saat membacanya, maka yang

muncul adalah bunyi huruf ta. Bukannya bunyi “tho” melainkan bunyi “ta” yang muncul.

Huruf tinggi/al-isti’la selanjutnya adalah qof. Bunyi huruf qof ialah dengan menaikkan

lidah adalah sebagai berikut: “qo, qu, qi”. Contohnya di dalam al-Qur’an adalah “qoolu”,

“qoola”, “qiila”, “quu anfusakum”. Dan bila anda tidak membacanya dengan benar, yakni

dengan merendahkan lidah maka yang muncul adalah bunyi “ka”, mirip dengan huruf kaf

menjadi “kaala”. Ini adalah pengucapan yang tidak tepat, kita harus mengangkat lidah sehingga

menjadi “qoola”.

5
© Islamic Online University TAJ 101

Huruf tinggi/tebal yang terakhir adalah zho, yang dibaca tebal dengan mengangkat

punggung lidah sehingga akan berbunyi seperti ini: “zho, zhu, zhi”. Dan contohnya di dalam

kitabullah ialah “azh zhoolimuun”, “zholamah”, “zho, zhu, zhi”.

Adapun bila anda merendahkan lidah maka bunyinya akan mirip huruf “za”. Bila anda

tidak mengangkat lidah saat mengucap huruf “zho” maka yang muncul huruf “za”, bukannya

“zhoolimuun” malah “zaalimuun” yang tidak benar.

Ringkasnya, terdapat huruf-huruf al-isti’la yang terkumpul dalam frase “khussho,

dhoghthin, qizh”, dan kita harus mengangkat lidah saat mengucapkannya agar suara yang

muncul menjadi tebal. Perhatikan bahwa bunyi huruf-huruf tersebut paling tebal saat bertanda

fathah, kemudian dhommah kemudian kasroh.

Jadi terdapat tingkatan tebalnya bunyi yang akan kita bahas di waktu yang akan datang

namun perhatikan bahwa tebalnya bunyi memiliki tingkatan. Seperti pada “kho” yang lebih

tebal dari “khu”, yang lebih tebal dari “khi”. Kemudian “akh” lebih tebal dari “ukh”, yang lebih

tebal dari “ikh”.

Hal yang sama terjadi pada qof. “qo” lebih tebal dari “qu”, yang lebih tebal dari “qi”,

dan seterusnya. Tingkat ketebalan bertingkat dari yang bertanda fathah, kemudian dhommah

kemudian kasroh. Begitu pula bila bertanda sukun maka yang paling tebal ialah yang didahului

tanda fathah, kemudian dhommah baru kasroh.

6
© Islamic Online University TAJ 101

Ini akan kita bahas lebih lanjut dalam pembahasan pada pelajaran mendatang, yakni

tentang tingkat ketebalan atau tafkhim. Bila anda membuat huruf terbaca terbaca tebal maka

disebut tafkhim. Maka bila seseorang membaca “khalidiin”, kita katakan dalam bahasa Arab

“fakhkhim al-kho’” atau tebalkan huruf kho’-nya. Maka, hasil dari al-isti’la atau meninggikan

lidah adalah tafkhim atau bunyi yang tebal. Wallahu ta’ala a’lam.

Sifat kebalikan dari al-isti’la adalah al-istifalah, yang dalam bahasa Arab bermakna

menjadi rendah atau kerendahan. Dalam ilmu tajwid didefinisikan sebagai merendahkan

punggung lidah pada dasar mulut saat mengucapkan huruf-hurufnya sehingga membuat

suaranya lebih ringan atau lebih tipis.

Dan huruf-huruf al-istifalah, sebagaimana yang dapat anda tebak ialah huruf-huruf

hijaiyah yang tidak termasuk huruf=huruf al-isti’la. Bila huruf al-ist’la adalah “khussho,

dhoghthin, qizh”, maka huruf-huruf al-istifalah yang merupakan kebalikan dari sifat al-isti’la

adalah huruf hijaiyah selainnya.

Huruf-huruf tersebut secara rinci ialah hamzah, ba, ta, tsa, jim, ha (tipis), dal, dzal, ro,

za, sin, syin, ‘ain, fa, kaf, lam, mim, nun, ha (tebal), waw, dan ya dan alif. Huruf-huruf tersebut

adalah huruf-huruf berbunyi tipis/ringan atau rendah.

Maksudnya ialah saat membacanya, anda harus merendahkan punggung lidah dan

dengan merendahkan punggung lidah akan didapatkan huruf yang tipis bunyinya. Bila anda

7
© Islamic Online University TAJ 101

dengan tidak tepat justru mengangkat lidah saat mengucapkan huruf-huruf tersebut, maka akan

dihasilkan huruf-huruf berbunyi tebal, bukan yang berbunyi tipis.

Kita ambil contoh pada hamzah yang dengan benar berbunyi “a, i, u” seperti pada

“alhamdu”, bukan “ol” (bila dibaca tebal) melainkan “al”,“alhamdu”. Pada kata “Allah”, huruf

lam yang tebal yang nanti akan dijelaskan alasannya (mengapa menjadi tebal), namun

hamzahnya sendiri pada awal kata tersebut berbunyi “A”, “Allah”, bukan “olloh”. Bila anda

membaca hamzah dengan merendahkan punggung lidah akan berbunyi “a, i, u”, sedangkan

bila anda mengangkat lidah akan dihasilkan bunyi yang tebal menjadi “o, i, u”. Bunyi yang kita

harapkan adalah “a, i, u”.

Huruf selanjutnya adalah “ba, bi, bu”, yaitu huruf ba. Bunyinya ialah “ba, bi, bu” bila

anda merendahkan lidah pada dasar mulut saat mengucapkannya. Misalkan pada kata

“baathilin”, “bihi”, “barqin”. Kata-kata tersebut memiliki huruf ba di dalamnya, dan kita

merendahkan lidah saat membaca huruf ba sehingga mendapatkan bunyi yang tipis.

Namun, bila kita membacanya dengan bunyi yang tebal dan mengangkat lidah maka

yang muncul adalah “boothilin”. Hal yang sama akan terjadi pada kata “barqin”, yang jika anda

mengangkat lidah saat mengucapkannya akan menjadi “borqin”, dan ini tidaklah tepat.

Huruf selanjutnya adalah ta. Huruf ta bila anda membacanya dengan benar, anda akan

merendahkan lidah pada dasar mulut sehingga akan didapatkan bunyi “ta, ti, tu, at, it, ut”. Hal

8
© Islamic Online University TAJ 101

ini sebagaimana terdapat dalam firman Allah “ta’aala”, bukan “tho’aala” karena ta berbunyi

tipis dan anda harus merendahkan lidah.

Hal yang sama bila kita menemui tanda sukun, anda harus membuatnya berbunyi tipis

khususnya bila didahului huruf-huruf tebal (al-isti’la). Anda harus memastikan bahwa anda

mengucapkan huruf al-isti’la dengan tebal kemudian merendahkan lidah agar huruf ta berbunyi

tipis.

Huruf selanjutnya adalah tsa. Tsa bila bertanda fathah, maaf bila dibaca tipis dengan

merendahkan lidah menjadi “tsa, tsi, tsu” dan bila terbaca dengan tidak tepat yakni dibaca tebal

akan menjadi “tso, tsi, tsu” yang tidak dikenal dalam bahasa Arab. Misalkan bunyi huruf tsa

pada “tsawaaba”, “tsumma”.

Huruf selanjutnya adalah jim. “ja, ji, ju”, “jabal”, “ju’ila” dan “jinnah”. Bila dibaca

tebal akan menjadi “jo, ji, ju” seperti pada “johannam”. Pengucapan ini tidaklah tepat. Itu

terjadi karena mengangkat lidah, padahal seharusnya kita merendahkan lidah sehingga terucap

“jahannam”, “jabal” bukan “johannam” atau “jobal”.

Huruf berikutnya adalah ha (tipis). “ha, hi, hu”, bukan “ho/kho”. Cara yang tepat

membaca huruf ha (tipis) ialah membaca dengan tipis/ringan seperti “ha, hi, hu”, “habl” atau

“hijaaroh”, “himaar”. Inilah huruf ha (tipis) bila dibaca tipis.

9
© Islamic Online University TAJ 101

Dan jika kita membacanya dengan tebal menjadi “ho”, “hobl” dan ini tidaklah tepat.

Atau pada “hijaaroh” (ha dibaca tebal), dan ini tidaklah tepat. Bunyi “hi” tadi terlalu tebal dan

kita ingin merendahkan lidah agar menjadi “hi, ha, hu”.

Huruf selanjutnya adalah dal. Dengan membacanya secara tipis akan didapatkan bunyi

“da, di, du, ad, id, ud”. Bila anda mengangkat lidah maka bunyi yang muncul adalah “dho, dhi,

dhu”, mirip dengan huruf dhod yang bersifat tebal. Contohnya ialah pada kata “dakhola”, dan

bila anda membacanya tebal akan berbunyi “dhokhola” sehingga menjadi tidak tepat.

Huruf selanjutnya adalah dzal. “dza, dzi, dzu” dan bila anda mengucapkannya dengan

benar akan berbunyi “wadz dzaariyaati”, “dzaalika”. Dan bila anda tidak mengucapkannya

dengan benar, yakni dengan mengangkat lidah akan berbunyi “dzo”, “wadz dzooriyaati”,

“dzoolika”. Pengucapan ini tidaklah tepat dan anda haruslah merendahkan lidah.

Huruf ro adalah kasus yang khusus. Huruf ini memiliki aturan khusus. Kadang-kadang

berbunyi tebal dan terkadang bunyi tipis. Ringkasnya, bila ro bertanda fathah atau dhommah

maka berbunyi tebal yakni “ro, ru”. Adapun bila bertanda kasroh akan berbunyi tipis seperti

ini: “ri”, “rijaal”.

Bila ro bertanda sukun maka perhatikan tanda pada huruf yang mendahuluinya. Bila

huruf sebelumnya bertanda fathah atau dhommah maka berbunyi tebal seperti pada “qur’aana”,

“yar‘a”, “qur’aanan”. Pada sukun, kita harus melihat tanda baca yang mendahuluinya. Bila

fathah atau dhommah maka dibaca tebal.

10
© Islamic Online University TAJ 101

Namun, bila huruf sebelumnya bertanda kasroh, maka perhatikan huruf setelah ro. Bila

setelahnya bukan huruf isti’la “khussho, dhoghthin, qizh” maka terbaca tipis seperti pada

“fir’aun”. Namun bila setelahnya huruf tebal (al-isti’la) maka huruf ro juga dibaca tebal seperti

pada “qirthoos”.

Demikianlah ringkasan aturan pada huruf ro. Dan bila huruf sebelum ro bertanda sukun

maka lihat huruf yang mendahului sukun dan berlaku hukum yang sama. Pembahasan

mengenai aturan huruf ro akan kita perdalam pada kajian di waktu yang mendatang dengan

izin Allah.

Huruf ro dibaca tebal bila bertanda fathah atau dhommah seperti pada “rosuulun”.

Adapun ro bertanda dhommah maka dibaca tebal pula. Saya sedang berpikir kata yang

mengandung ro bertanda dhommah. Bila sudah dapat insyaAllah kita berpindah pada ro dengan

tanda kasroh yang dibaca tipis seperti pada “rijaalun”, ro dengan dhommah “ruwaydan” dan

seterusnya.

Dan huruf berikutnya ialah za. Huruf za dibaca tipis dan bila anda merendahkan lidah

menjadi “za, zi, zu” dan bila dibaca tebal menjadi “zo, zi, zu” dan itu tidaklah tepat. “idzaa

zulzilat”, “zulzilat”, dhommah pada huruf za pertama dan kasroh pada huruf za kedua.

“zulzilat”, “zaro’a”. Terbaca tipis, tidaklah “zulzilat” (terbaca tebal).

11
© Islamic Online University TAJ 101

Huruf berikutnya adalah sin. “sa, si, su”. Ini adalah huruf sa yang tipis dengan

merendahkan lidah. “sa, si, su”. Bila anda menaikkan lidah maka akan menjadi shod seperti

ini: “sho, shi, shu”. Contohnya ialah kata “as-samaa’”, “sirooja”, “subulan”. Bila dibaca tebal

akan menjadi “ash-shomaa’”, “shubulan”, “shiroojan” dan itu tidaklah tepat maka kita harus

merendahkan lidah.

Huruf selanjutnya adalah syin. “sya, syi, syu”. Contohnya pada “min syarri”. Kesalahan

umum yang dilakukan orang-orang ialah mengucapkan huruf syin dengan tebal menjadi “syo”

seperti pada “min syorri”. Dan ini tidaklah tepat. Kita harus merendahkan lidah agar bunyinya

menjadi tipis menjadi “min syarri” atau “syaro’u”, bukan “syoro’u”, “wasy syamsi” bukan

“wasy syomsi” dan seterusnya.

Selanjutnya huruf ‘ain. Bila kita membacanya tipis dengan merendahkan lidah akan

menjadi “’a, ‘i, ‘u”. Contohnya ialah pada “robbil ‘aalamiin” dan “’inaban”. Bila kita

membacanya tebal dengan menaikkan lidah akan menjadi “’o” seperti “robbil ‘oolamiin” atau

“’inaban”, dan ini tidaklah tepat. Kita harus membacanya dengan merendahkan lidah sehingga

muncul bunyi “’a” bukan “’o”.

Kemudian huruf fa. “fa, fi, fu”. Inilah pengucapan yang benar. Bila diucapkan tidak

secara tepat akan menjadi “fo, fi, fu”. Ini pengucapan yang tidak tepat. Kita harus merendahkan

lidah untuk mendapatkan bunyi yang tipis, yakni “fa, fi, fu” seperti pada kata “faidzaa”, bukan

“foidzaa”. “falamma” bukan “folamma”.

12
© Islamic Online University TAJ 101

Kemudian huruf kaf. “ka, ki, ku”, dan bila kita mengangkat lidah dalam

mengucapkannya akan menjadi “ko, ki, ku”, mirip qof karena tebalnya namun berbeda karena

perbedaan makhraj. “ko, ki,, ku”. Contohnya ialah pada kata “al-kaafiruun”, pengucapan yang

benar secara tipis. Bila kita mengucapkannya dengan mengangkat lidah akan menjadi “al-

koofiruun” dan itu tidaklah tepat. Yang benar adalah “ka, ki, ku”.

Huruf selanjutnya adalah huruf lam. “la, li, lu”, bukan “lo, li, lu”. “falamma” bukan

“falomma”. “Lubada” (tipis) bukan “lubada” (tebal). “lil mu’miniin” (tipis), bukan “lil

mu’miniin” (tebal). Perbedaan di antara pengucapan-pengucapan tersebut adalah meninggikan

dan merendahkan lidah.

Huruf lam selalu menjadi huruf yang dibaca tipis dengan merendahkan lidah saat dibaca

kecuali pada dua kondisi. Pertama pada lafazh “Allah” atau lafzhul jalalah, dan lafzhul jalalah

memiliki empat kondisi, yakni kondisi bila huruf sebelumnya adalah fathah, dhommah, kasroh

atauu bila kita membaca lafazh “Allah” secara langsung seperti pada ayat kursi.

Bila didahului tanda kasroh maka dibaca tipis seperti pada “bismillaahi”,

“a’udzubillaahi”, “billaahi” karena itu adalah huruf lam normal dan dibaca tipis. “bismillaahi”,

bila didahului tanda kasroh maka dibaca tipis. Namun, bila didahului tanda dhommah atau

fathah maka dibaca tebal seperti pada “qul huwalloohu”, “walloohu”.

Perhatikan ketebalan dari pengucapan lam. Angkat lidah anda sehingga akan

didapatkan bunyi “walloohu”. Adapun contoh lafazh yang didahului tanda dhommah, saya

13
© Islamic Online University TAJ 101

perlu mencari contohnya. Intinya adalah bila lafazh “Allah” didahului tanda dhommah maka

huruf lamnya terbaca tebal.

Perlu waktu untuk mencarinya karena kebanyakan didahului tanda fathah dan kasroh.

Kondisi keempat adalah bila kita membacanya secara langsung dari lafazh “Allah”

sebagaimana pada ayat kursi “Alloohu laa ilaaha ilaa huwal hayyul qayyuum”, “Alloohu”.

Selain pada kondisi-kondisi tersebut, huruf lam dibaca tipis.

Huruf lam adalah huruf rendah (al-istifaalah) yang dibaca tipis kecuali pada lafazh

“Allah” yang didahului tanda fathah atau dhommah. Sebagaimana Imam al-Jazari katakan “wa

fakkkhi min laam minismillaahi an fathin aw dhommiin ka ‘abdullohi”.

Dan pada kalimat ini terdapat contoh lafazh yang didahului dhommah yang kita cari

sebelumnya. Kita tebalkan huruf lam pada nama Allah yang didahului tanda fathah atau

dhommah seperti pada contoh yang diberikan “’Abdulloohi”. “wa lamma qooma ‘abdulloohi”,

“’abdulloohi yad’uuhu kaanuu yakuunuuna ‘alayhi libadaa”, “’abdulloohi”.

Dari sini kita mendapatkan tiga kondisi “’abdulloohi”, “’abdillaahi”, “’abdalloohi”.

Pada contoh, bila anda memberikan tanda fathah, dhommah atau kasroh pada huruf dal sebelum

lafazh Allah maka anda akan membaca tebal huruf lam bila huruf dal bertanda fathah atau

dhommah dan membacanya tipis bila huruf dal-nya bertanda kasroh.

14
© Islamic Online University TAJ 101

Kemudian huruf mim, “ma, mi, mu” dan nun “na, ni, nu”. Kita lihat bahwa huruf mim

seperti pada “maaliki” bukan “mooliki”. Kemudian huruf nun, “na, ni, nu” pada “robbinnaas”,

bukan “robbinnoos”. Kemudian “ha, hi, hu” (ha tebal) seperti pada “haa ulaa’” bukan “hoo

ulaa’”. “ha, hi, hu” adalah benar dan “ho, hi, hu” adalah tidak tepat.

Kemudian huruf waw. “wa, wi, wu” bukan “wo, wi, wu”. Contohnya adalah “wa

idzaa”, “wa lahu”. Huruf terakhir adalah huruf ya, yaitu “ya, yi, yu”, bukan “yo”. “yaa ayyuhal

ladziina aamanuu” bukan “yoo ayyuha”. Ringkasnya adalah bahwa manfaat dari mempelajari

sifat al-istifaalah ialah membaca huruf secara tipis dengan cara merendahkan lidah.

Dapat disimpulkan bahwa semua huruf al-istifaalah dibaca tipis kecuali huruf ro pada

situasi yang telah kami sebutkan dan juga huruf lam pada situasi yang telah kami sebutkan.

Kami telah menyebut bahwa huruf lam dibaca tebal pada nama “Allah” yang didahului

dhommah atau fathah, kemudian huruf ro dibaca tipis bila bertanda kasroh atau didahului tanda

kasroh saat ia bertanda sukun dan setelahnya tidak terdapat huruf tebal (al-isti’la). Walloohu

ta’aala a’lam. Kita akan membahas aturan huruf ro pada pelajaran mendatang.

Sifat huruf berikutnya yang kita pelajari hari ini adalah al-ithbaaq dan al-infitaah. Al-

ithbaaq dalam bahasa Arab bermakna menempelkan pada sesuatu. Dalam ilmu tajwid

didefinisikan menempelkan sebagian lidah pada langit-langit mulut saat mengucapkan huruf-

huruf ithbaaq serta menjadikan bunyi huruf terpusat di antara lidah dan langit-langit mulut.

15
© Islamic Online University TAJ 101

Huruf-hurufnya ialah shod, dhod, tho, dan zho sebagaimana perkataan Imam al-Jazari

“wa shoodun, dhoodun, tho’un, zho’un muthbaqoh”. Huruf shod, dhod, tho, dan zho adalah

muthbaqoh atau memiliki sifat al-ithbaaq. Maka, shod, dhod, tho, dan zho adalah huruf-huruf

ithbaaq.

Perhatikan bahwa semua huruf-huruf ini ialah huruf-huruf al-isti’la dalam “khussho,

dhoghthin, qizh” namun keempat huruf tersebut memiliki sifat tambahan yakni al-ithbaaq.

Kami menyebutkan sebelumnya huruf isti’la diucapkan dengan menaikkan lidah, sekarang

setelah lidah diangkat kita berikan perlakuan tambahan pada huruf-huruf al-ithbaaq yakni

dengan menempelkan lidah pada langit-langit mulut. Hal ini tidak perlu dilakukan pada setiap

waktu namun sebagian dari lidah ditempelkan pada langit-langit mulut hanya pada saat

membaca huruf-huruf ithbaaq.

“sho”, angkat punggung lidah anda dan biarkan menempel pada langit-langit lidah.

“sho, dho”, bagian dari lidah anda harus ditempelkan pada langit-langit mulut sangat

mengucapkan “dho” dan juga harus ditinggikan lidahnya untuk menjangkau langit-langit

mulut.

Bunyi “tho” dibunyikan dengan menempelkan sebagian besar bagian lidah pada langit-

langit mulut. “tho”. Maka pada dasarnya ini adalah langit-langit mulut dan lidah terjepit serta

menempel pada langit-langit mulut sehingga akan menutupi langit-langit mulut seluruhnya.

16
© Islamic Online University TAJ 101

“tho” yakni huruf ketiga kemudian “zho”, punggung lidah ditempelkan pada langit-langit

mulut, dan lidah berada di antara gigi depan. Kita lihat pada “zho”, punggung lidah di sini

kemudian langit-langit di sini dan lidah ditempelkan di atas seperti huruf shod.

Apa yang terjadi bila anda memberikan sifat al-ithbaaq? Anda memberikan ketebalan

ekstra padanya. Jika pada al-isti’la kita membuat hurufnya menjadi lebih tebal dari huruf al-

istifaalah, kemudian dari huruf al-isti’la ada huruf-huruf ithbaaq dan ada yang bukan huruf-

huruf al-ithbaaq.

Maka pada huruf ithbaaq bunyinya menjadi lebih tebal, yakni pada huruf-huruf shod,

dhod, tho, dan zho dibandingkan huruf-huruf al-isti’la lainnya yakni qof, ghoin dan kho. Ketiga

huruf tersebut memiliki ketebalan yang berbeda dari shod, dhod, tho dan zho karena tidak

bersifat al-ithbaaq.

Apakah kita memiliki tingkatan dalam sifat ithbaaq? Ya, ada. Huruf yang paling tebal

adalah tho. Mengapa? Karena selain memiliki sifat al-isti’la dan al-ithbaaq, yakni

membunyikannya dengan mengangkat lidah dan menempelkan lidah pada langit-langit mulut,

huruf tho memiliki sifat jahr dan syiddah yang telah kita bahas sebelumnya yang merupakan

sifat-sifat yang kuat. Tho adalah huruf yang paling tebal di antara huruf Arab/hijaiyah.

Sementara tingkatan terendah dalam sifat ithbaaq dimiliki huruf zho. Mengapa? Karena huruf

tersebut memiliki sifat ar-rakhawah.

17
© Islamic Online University TAJ 101

Meskipun sama-sama memiliki sifat al-ithbaaq dan al-isti’la, dibandingkan huruf tho

yang juga memiliki sifat jahr dan syiddah, huruf zho memiliki huruf ar-rakhawah yang

menjadikannya memiliki tingkatan terendah dalam sifat ithbaaq.

Ar-rakkhawah sebagaimana yang telah kita bahas ialah keluarnya bunyi huruf saat

membaca huruf tersebut sehingga berbunyi “azh”, sementara pada huruf tho, bunyinya

tertahan. Maka, huruf tho ialah huruf ithbaaq paling tebal sementara huruf zho adalah paling

tipis di antara huruf-huruf ithbaaq.

Adapun tingkatan pertengahan ialah huruf shod dan dhod. Jadi, tingkatan ithbaaq ialah

huruf tho, yang paling lemah/tipis ialah huruf zho, sementara huruf ithbaaq yang pertengahan

adalah shod dan dhod.

Kemudian, bila kita membandingkan antara al-ithbaaq dan al-isti’la maka kita katakan

al-isti’la lebih umum dari al-ithbaaq karena semua huruf ithbaaq juga merupakan huruf al-

isti’la, namun tidak semua huruf al-isti’la merupakan bersifat al-ithbaaq.

Lingkaran yang besar adalah al-isti’la sementara lingkaran yang lebih kecil adalah al-

ithbaaq. Juga, al-isti’la hanya menaikkan lidah sementara al-ithbaaq memberi sifat tambahan

padanya, yakni tidak hanya sekedar menaikkan lidah melainkan menempelkan sebagian lidah

pada langit-langit mulut.

18
© Islamic Online University TAJ 101

Dan pada sebagian huruf ithbaaq, seluruh bagian lidah menempel pada langit-langit

mulut dan pada sebagian lainnya hanya sebagian lidah saja yang menempel pada langit-langit

mulut. Manfaat dari al-ithbaaq adalah member ketebalan yang lebih pada huruf-huruf al-isti’la.

Sifat kebalikannya yang merupakan sifat terakhir yang kita bahas hari ini adalah al-infitaah.

Al-infitaah merupakan kebalikan dari sifat al-ithbaaq. Secara bahasa maknanya adalah

pemisahan atau jarak.

Dalam ilmu tajwid didefinisikan sebagai adalah terbukanya atau adanya jarak antara

lidah dan langit-langit mulut saat mengucapkan huruf-huruf infitaah sehingga bunyinya tidak

terkonsentrasi antara lidah dan langit-langit mulut. Maka kita dapatkan kebalikan dari al-

ithbaaq.

Bila al-ithbaaq ialah menempelkan lidah pada langit-langit mulut, sementara pada al-

infitaah terdapat jarak atau terbukanya ruang antara lidah dan langit-langit mulut. Karena itu,

bunyi yang timbul tidak terjebak atau terkonsentrasi pada lidah dan langit-langit mulut

melainkan bunyi huruf muncul secara bebas.

Dan, semua huruf hijaiyah selain huruf al-ithbaaq adalah huruf-huruf al-infitaah. Bila

huruf-huruf ithbaaq adalah huruf-huruf shod, dhod, tho, dan zho maka huruf-huruf al-infitaah

adalah huruf-huruf hijaiyah lainnya yakni alif, ba, ta, tsa, jim, ha (tipis), kho’, dal, dzal, ro, zal,

ro, za, sin, syin, ‘ain, ghoin, fa, qof, kaf, lam, mim, nun, waw, ha (tebal), ya dan hamzah.

19
© Islamic Online University TAJ 101

Kedua puluh lima huruf tersebut adalah huruf-huruf al-infitaah. Perbedaan utama antara

al-ithbaaq dan al-infitaah adalah, pada al-infitaah anda akan menemukan adanya jarak atau

terbukanya ruang antara lidah dan langit-langit mulut sementara pada al-ithbaaq, sebagian lidah

tertempel pada langit-langit mulut.

Jika digambarkan mengenai sifat al-infitaah, anda akan menyaksikan pada lidah saat

anda membaca huruf-huruf al-infitaah tidak tertempel pada langit-langit mulut. Karena itu kita

katakan bahwa lidah menjadi lebih dekat dan tertempel pada langit-langit lidah saat membaca

huruf-huruf ithbaaq.

Namun, pada al-infitaah posisi lidah lebih jauh dari langit-langit mulut, sekalipun pada

huruf yang tebal seperti kho’, ghoin dan qof. Pada huruf-huruf al-infitaah ini terlihat bahwa

lidah tidak tertempel pada langit-langit mulut. Walloohu ta’aala a’lam.

Sebagai ringkasan, kita telah membahas huruf-huruf tinggi atau al-isti’la “khussho,

dhoghthin, qizh” yang dibaca tebal dengan menaikkan lidah kemudian kita juga telah

membahas huruf rendah atau tipis, yakni huruf-huruf al-istifaalah yang dibaca dengan

merendahkan lidah sehingga didapatkan bunyi yang tipis.

Kemudian kita juga membahas sifat al-ithbaaq dan al-infitaah. Al-ithbaaq yakni

ketebalan huruf lebih spesifik, yang diperoleh dengan menempelkan sebagian lidah pada

langit-langit mulut saat membaca hurufnya sehingga bunyinya menjadi lebih tebal dan

terkonsentrasi antara lidah dan langit-langit mulut.

20
© Islamic Online University TAJ 101

Huruf-hurufnya ialah shod, dhod, tho, dan zho. Kita juga telah membahas sifat

kebalikannya, yakni al-infitaah yang diperoleh dengan cara membuka ruang atau member jarak

antara lidah dan langit-langit mulut saat membaca huruf-huruf al-infitaah sehingga bunyinya

tidak terkonsentrasi antara langit-langit mulut dan lidah. Huruf-hurufnya ialah semua huruf

hijaiyah selain shod, dhod, tho, dan zho.

Kita cukupkan sampai di sini untuk hari ini. Jazaakumulloohu khoyr.

Wassalaamu’alaikum warohmatulloh. Subhanakallohumma wa bihamdik, asyhadu an laa

ilaaha ilaa ant, astaghfiruka wa atuubu ilaik.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • ARB 101 Modul 11
    ARB 101 Modul 11
    Dokumen21 halaman
    ARB 101 Modul 11
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Arb 101 S11
    Arb 101 S11
    Dokumen16 halaman
    Arb 101 S11
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • ARB 101 Modul 01
    ARB 101 Modul 01
    Dokumen22 halaman
    ARB 101 Modul 01
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Aqd101 Ina
    Aqd101 Ina
    Dokumen192 halaman
    Aqd101 Ina
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Ringkasan ARB 101 Modul 1
    Ringkasan ARB 101 Modul 1
    Dokumen4 halaman
    Ringkasan ARB 101 Modul 1
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • AQD 101 Modul 33
    AQD 101 Modul 33
    Dokumen28 halaman
    AQD 101 Modul 33
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Taj 101 VS06
    Taj 101 VS06
    Dokumen22 halaman
    Taj 101 VS06
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Taj 101 VS05
    Taj 101 VS05
    Dokumen16 halaman
    Taj 101 VS05
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Taj 101 VS09
    Taj 101 VS09
    Dokumen25 halaman
    Taj 101 VS09
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Taj 101 VS10
    Taj 101 VS10
    Dokumen19 halaman
    Taj 101 VS10
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Taj 101 VS02
    Taj 101 VS02
    Dokumen24 halaman
    Taj 101 VS02
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Terjemah Part 7
    Terjemah Part 7
    Dokumen17 halaman
    Terjemah Part 7
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat
  • Biodata Dutkas 2022-2024
    Biodata Dutkas 2022-2024
    Dokumen2 halaman
    Biodata Dutkas 2022-2024
    Benjamin Abdul Hameed
    Belum ada peringkat