Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PATOFISIOLOGI
“ PROSES TERJADINYA INFEKSI ”

Dosen Pengampu :
Al Murhan, SKM., M.Kes

Disusun Oleh:
1. Dinda khaerunisa (2114401061)
2. Intan Fitria (2114401068)
3. Marsela Panca Destrianti (2114401071)
4. Martinus Rony Kristianto (2114401072)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES TANJUNG KARANG
PRODI D3 KEPERAWATAN TANJUNG KARANG TINGKAT 1 REG 2
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala Puja dan puji syukur kita haturkan Kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kita berbagai macam nikmat terutama nikmat sehat dan sempat sehingga

alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Proses Terjadinya Infeksi ” ini

dapat diselesaikan dengan apa adanya dan tepat pada waktunya.

Apabila didalam makalah ini masih terdapat kekeliruan, oleh sebab itu kami

mengharapkan keritikan dan saran dari Bapak/Ibu Dosen dan Teman-Teman agar saya

memiliki bahan untuk merefisi makalah ini.

Semoga makalah yang saya tulis ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi

temen-temen mahasiswa keperawatn dan semoga bisa menjadi bahan refrensi untuk

pembelajaran kita bersama.

Penulis

Kelompok 7

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ----------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------
DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------------
BAB I PENDAHULUAN ------------------------------------------------------
1.1. Latar Belakang Masalah ------------------------------------
1.2. Rumusan Masalah ---------------------------------------------
1.3. Tujuan Penulisan ---------------------------------------------
BAB II PEMBAHASAN ------------------------------------------------------
2.1 Definisi Penyakit Infeksi _____________________________
2.2 Agen Penyebab Infeksi ............................................................
2.3 Proses Infeksi Kuman s.d Timbulnya Penyakit .......................
2.4 Diagnosa Penyakit Infeksi .......................................................
BAB III PENUTUP ------------------------------------------------------------
3.1 Simpulan -----------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi

tidak saja di indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Ada beberapa jenis bakteri

dan jamur patogen yang mampu bereproduksi untuk menginfeksi manusia.

Staphylococcus aureus, Streptococcus pyrogens, Pseudomonas aeruginosa,

Candida albicans, dan Microsporum, merupakan beberapa contoh mikrobia

patogen yang menyebabkan infeksi pada kulit (Leboffe, 2011). Penyakit

infeksi kulit yang disebabkan oleh S. aureus dan S. pyrogens seperti selulit,

erysipelas, impetigo, foliculitis, furuncle, carbuncle ( radang kulit), dan bisul.

Sedangkan dari jenis fungi seperti Candida albicans menyebabkan radang

rongga mulut, vulvovaginitis, dan penyakit candidiasis dan Microsporum

menyebabkan penyakit kulit edemik pada anak-anak (Leboffe, 2011).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang sebagian

besar ditemukan pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan

makanan manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar.

S. Aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk

koagulase, dan mampu meragikan manitol (Warsa, 1994).


1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan Definisi Penyakit Infeksi ?

2. Jelaskan Agen Penyeban Infeksi ?

3. Jelaskan Proses Infeksi Kuman s.d Timbulnya Penyakit ?

4. Jelaskan Diagnosa Penyakit Infeksi ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Definisi Penyakit Infeksi ?

2. Untuk mengetahui Agen Penyebab infeksi ?

3. Untuk mengetahui Proses Infeksi Kuman s.d Timbulnya Penyakit ?

4. Untuk Mengetahui diagnosa Penyakit Infeksi ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Infeksi


Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme,
seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. Beberapa organisme ini hidup di dalam
tubuh manusia dan memberikan manfaat. Namun, pada kondisi tertentu,
organisme ini justru dapat menyebabkan penyakit.
Penyakit infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung dengan individu yang
terinfeksi, gigitan hewan, serta tanah atau air yang terkontaminasi. Penyebaran
penyakit ini juga bisa terjadi melalui kontak tidak langsung, misalnya menyentuh
benda yang baru dipegang oleh orang yang terinfeksi.
Penyakit infeksi kadang menimbulkan gejala ringan yang dapat diatasi dengan
perawatan mandiri di rumah. Namun, beberapa kasus infeksi dapat berbahaya
sehingga memerlukan perawatan intensif.

2.2 Agen Penyebab Infeksi


Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai entitas biologi yang dikenal dengan
sebutan agen infeksi. Kata sifat patogenik disematkan kepada entitas biologi yang
mampu menimbulkan penyakit, misalnya bakteri patogenik dan cacing patogenik.
Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak semua bakteri dan cacing bersifat
patogenik; banyak di antara mereka yang mampu hidup dan berkembang biak
tanpa menyerang dan menimbulkan penyakit pada organisme lain. Entitas biologi
yang mengakibatkan penyakit disebut sebagai patogen, dan sering disinonimkan
dengan agen infeksi.

Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme infeksius, seperti bakteri, virus,


fungi, prion, dan cacing. Dalam penggunaan medis, agen infeksi dibagi menjadi
dua kelompok besar, yaitu mikroorganisme patogenik (bakteri, virus, prion, fungi)
dan parasit (seperti cacing, protozoa, dan artropoda). Meskipun secara konseptual
serupa dengan infeksi, tetapi serangan parasit pada tubuh manusia atau hewan
biasanya disebut infestasi alih-alih infeksi. Umumnya, istilah infestasi digunakan
untuk menyebut serangan ektoparasit, misalnya kutu, tungau, caplak, dan pinjal,
yang menginvasi bagian luar tubuh inangnya dalam jumlah besar.
Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit yang
menyerang tubuh. Masing-masing organisme ini bisa menimbulkan masalah
kesehatan yang berbeda. Berikut ini adalah penjelasannya:

 Infeksi bakteri (bacterial infection)

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan bentuk dan ukuran yang
beragam. Bakteri dapat ditemukan di tanah, air, hingga di dalam tubuh manusia.
Beberapa jenis bakteri bahkan dapat hidup di suhu yang ekstrem atau terpapar radiasi.

Bakteri ada yang hidup di dalam organ pencernaan atau di permukaan kulit dan
tidak berbahaya. Namun, ada juga bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi
jika masuk ke dalam tubuh. Berikut ini adalah beberapa contoh penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri:

- Infeksi saluran kemih (ISK)


- Keracunan makanan akibat bakteri coli, Salmonella, atau Shigella
- Gonore
- Klamidia
- Sifilis
- Tuberkulosis
- Pneumonia
- Kolera
- Botulisme
- Tetanus

 Infeksi virus (viral infection)


Virus adalah organisme yang berukuran lebih kecil dari bakteri. Virus terdiri atas
sepotong materi genetik yang dilapisi oleh cangkang protein. Beberapa jenis virus
bahkan memiliki pelindung di permukaan tubuhnya.
Virus bersifat parasit dan membutuhkan sel inang untuk hidup. Setelah memasuki
sel inang, virus akan mulai bereproduksi sehingga dapat menyebabkan sel inang mati.
Beberapa contoh penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus adalah:
- COVID-19
- Influenza
- Campak
- Rubella
- Cacar air
- Polio
- Human immunodeficiency virus (HIV)
- Human papillomavirus (HPV)
- Hepatitis
- Demam berdarah
- Rabies
- Meningitis
- Ebola

 Infeksi jamur (fungal infection)

Jamur adalah organisme yang dapat ditemukan di banyak tempat, termasuk di


tanah atau di ruangan lembap seperti kamar mandi. Bahkan, jamur juga bisa
ditemukan di tubuh manusia. Jamur berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang.
Tidak semua jamur menyebabkan penyakit infeksi. Namun, ada beberapa penyakit
akibat jamur yang dapat merugikan manusia, yaitu:
- Infeksi jamur vagina
- Kurap
- Kutu air
- Aspergillosis
- Histoplasmosis
- Infeksi kriptokokus
- Otomikosis

 Infeksi parasit (parasitic infection)

Parasit adalah organisme yang menumpang hidup sekaligus mendapatkan


makanan atau nutrisi lainnya dari tubuh inang. Ada tiga jenis parasit yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, yakni protozoa, cacing, dan ektoparasit.

Beberapa contoh penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit adalah:

- Malaria
- Toksoplasmosis
- Trikomoniasis
- Giardiasis
- Infeksi cacing pita
- Infeksi cacing gelang
- Kutu rambut
- Kudis

2.3 Proses Infeksi Kuman s.d Timbulnya Penyakit


Sifat–Sifat Penyakit Infeksi
Sebagai agen penyebab penyakit (biotis), mikroba patogen memiliki
sifat–sifat khusus yang sangat berbeda dengan agen penyebab penyakit
lainnya (abiotis). Sebagai makhluk hidup, mikroba patogen memiliki ciri–
ciri kehidupan, yaitu :
1. Mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara berkembang
biak
2. Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi kelangsungan hidupnya
(habitat–reservoir)
3. Bergerak dan berpindah tempat (dinamis)
Ciri–ciri kehidupan mikroba patogen tersebut di atas, merupakan sifat–
sifat spesifik mikroba patogen dalam upaya mempertahankan hidupnya. Cara
mikroba tersebut menyerang / menginvasi pejamu / manusia adalah melalui
tahapan sebagai berikut.
1) Sebelum berpindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen
tersebut hidup dan berkembang biak pada reservoir (orang / penderita,
hewan, benda–benda lain).
2) Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya suatu
mekanisme penyebaran.
3) Untuk masuk ke tubuh pejamu (calon penderita), mikroba patogen
memerlukan pintu masuk (port d’entrée) seperti kulit / mukosa yang
terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya.13 Masing-masing
mikroba patogen memiliki jeda waktu yang berbeda dari saat
masuknya mikroba pathogen tersebut melalui port d’entrée sampai
timbulnya manifestasi klinis.
4) Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat diserang oleh
mikroba patogen, namun kebanyakan mikroba pathogen hanya
menyerang organ–organ tubuh tertentu dari pejamu (target organ)
secara selektif.
5) Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis
dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa
faktor berikut:
a. Infeksivitas
Besarnya kemampuan yang dimiliki mikroba patogen untuk
melakukan invasi, berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta
bertempat tinggal pada jaringan tubuh pejamu.
b. Patogenitas
Derajat respon / reaksi pejamu untuk menjadi sakit.
c. Virulensi
Besarnya kemampuan yang dimiliki mikroba patogen untuk
merusak jaringan pejamu.
d. Toksigenitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan
toksin, di mana toksin tersebut akan berpengaruh bagi tubuh pejamu
dalam perjalanan penyakitnya.
e. Antigenitas
Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya
mekanisme pertahanan tubuh (antibody) pada diri pejamu. Kondisi ini
akan mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak,
karena mekanisme tersebut akan memperlemah respon tubuh pejamu
untuk menjadi sakit.

Menurut Segitiga Epidemiologi, faktor–faktor agen penyebab penyakit,


pejamu, dan lingkungan saling berinteraksi satu sama lain. Lingkungan sering kali
berpengaruh positif terhadap perkembangbiakan mikroba patogen serta
transmisinya ke pejamu, dan tidak jarang pula hal tersebut akan berpengaruh
negatif terhadap pejamu. Hasil akhirnya adalah pejamu menjadi seorang penderita
(sakit) penyakit infeksi. Contoh yang mudah ditemukan adalah lingkungan rumah
sakit. Lingkungan ini sangat berpotensi untuk menyebarkan dan menularkan
mikroba patogen yang berakibat timbulnya kasus–kasus yang disebut infeksi
nosokomial

Faktor Yang Mempengaruhi Infeksi


Beberapa faktor yang dapat berperan dalam terjadinya infeksi dibagi
menjadi 4, yaitu:
1. Faktor intrinsik: seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko
terapi, adanya penyakit lain, tingkat pendidikan dan lamanya masa
kerja.
2. Faktor ekstrinsik: seperti dokter, perawat, penderita lain, bangsal /
lingkungan, peralatan, material medis, pengunjung/keluarga, makanan
dan minuman.
3. Faktor keperawatan: lamanya hari perawatan, menurunnya standar
perawatan, dan padatnya penderita.
4. Faktor mikroba patogen: kemampuan invasi / merusak jaringan, dan
lamanya paparan

Tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk


berperilaku, sehingga latar belakang pendidikan merupakan faktor yang
penting untuk mendasari dan memotivasi perilaku atau memberikan referensi
dalam memberikan pengalaman belajar.

Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi


Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah
tindakan yang harus diutamakan. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan
dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai penularan adalah suatu
rangkaian proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan
(reservoir) ke pejamu dengan / tanpa media perantara. Jadi, kunci untuk
mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah dengan mengeliminasi
mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati mekanisme
transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.
Sumber-sumber penularan atau reservoir yang telah diketahui adalah
orang (penderita), hewan, serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa,
yang sekaligus dapat berfungsi sebagai media perantara. Contoh lain adalah
sampah, limbah, ekskreta / sekreta dari penderita, sisa makanan, dan lain–lain.
Apabila perilaku hidup sehat sudah menjadi budaya dan dipraktekkan dalam
kehidupan sehari–hari, serta sanitasi lingkungan yang sudah terjamin,
diharapkan kejadian penularan penyakit infeksi dapat ditekan serendah
mungkin.

2.4 Diagnosa Penyakit Infeksi

Diagnosis penyakit infeksi terkadang melibatkan identifikasi agen infeksi baik


secara langsung maupun tidak langsung. Dalam praktiknya, sebagian besar penyakit
infeksi minor seperti kutil, abses kulit, infeksi sistem pernapasan, dan diare
didiagnosis berdasarkan manifestasi klinisnya dan diobati tanpa mengetahui agen
penyebabnya secara spesifik. Kesimpulan tentang penyebab penyakit ini didasarkan
pada kemungkinan penderitanya melakukan kontak dengan agen tertentu, keberadaan
mikroorganisme dalam suatu komunitas, dan pertimbangan epidemiologis lainnya.
Dengan upaya yang memadai, semua agen infeksi dapat diidentifikasi secara spesifik.
Namun, manfaat identifikasi sering kali lebih kecil dibandingkan biaya yang perlu
dikeluarkan untuk identifikasi, karena sering kali tidak ada perawatan khusus untuk
penyakit tersebut, penyebabnya jelas, atau hasil infeksinya tidak berbahaya.

Diagnosis penyakit infeksi hampir selalu dimulai oleh riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik. Teknik identifikasi yang lebih terperinci melibatkan kultur agen
infeksi yang diisolasi dari penderitanya. Kultur memungkinkan identifikasi organisme
penginfeksi dengan memeriksa karakteristik mikroskopis mereka, dengan mendeteksi
keberadaan zat yang dihasilkan oleh patogen, dan dengan secara langsung
mengidentifikasi organisme dengan genotipnya. Teknik lain (seperti sinar-X,
pemindaian tomografi terkomputasi (CT), pemindaian PET atau MRI) digunakan
untuk menghasilkan gambar kelainan internal yang dihasilkan dari pertumbuhan agen
infeksi. Gambar tersebut berguna dalam mendeteksi, misalnya, abses tulang atau
ensefalopati spongiformis yang ditimbulkan oleh prion.
 Diagnosis simtomatik

Diagnosis dibantu oleh gejala yang muncul pada setiap individu yang menderita
penyakit infeksi, tetapi metode ini biasanya membutuhkan teknik diagnostik
tambahan untuk mengonfirmasi kecurigaan tersebut. Beberapa tanda klinis tertentu,
yang disebut tanda patognomonik, merupakan karakteristik khusus yang menjadi
indikasi suatu penyakit; tetapi hal ini jarang terjadi. Tidak semua infeksi bersifat
simtomatik. Pada anak-anak, adanya sianosis, pernapasan cepat, perfusi perifer yang
buruk, atau ruam petekie meningkatkan risiko infeksi serius hingga lebih dari 5 kali
lipat.

 Kultur mikrob

Empat plat agar nutrien yang menumbuhkan koloni bakteri Gram negatif secara


umum.

Kultur mikrobiologi adalah metode utama yang digunakan untuk


mendiagnosis penyakit infeksi. Dalam kultur mikrob, media pertumbuhan digunakan
untuk memfasilitasi pertumbuhan agen tertentu. Spesimen dari jaringan atau cairan
yang diduga berpenyakit diambil untuk kemudian dikultur untuk mendeteksi
keberadaan agen infeksi. Kebanyakan bakteri patogenik mudah tumbuh
pada agar nutrien, suatu media padat yang mengandung karbohidrat dan protein yang
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Satu bakteri akan memperbanyak diri
membentuk sebuah koloni berupa gundukan yang terlihat di permukaan agar. Koloni
ini dapat tumbuh terpisah dari koloni lain atau menyatu dengan koloni lain pada agar
tersebut. Variasi ukuran, warna, bentuk dan bentuk koloni merupakan hasil dari
karakteristik spesies maupun galur bakteri, serta lingkungan yang mendukung
pertumbuhannya. Bahan-bahan lain sering ditambahkan ke plat agar untuk membantu
identifikasi. Zat tambahan tersebut memungkinkan pertumbuhan beberapa bakteri dan
mencegah pertumbuhan bakteri lainnya, atau mengalami perubahan warna sebagai
respons terhadap bakteri tertentu dan bukan bakteri yang lain. Plat bakteriologis
seperti ini biasanya digunakan dalam identifikasi klinis bakteri infeksius. Biakan
mikrob juga dapat digunakan dalam identifikasi virus. Media yang digunakan untuk
menumbuhkan virus adalah sel hidup yang dapat diinfeksi oleh virus yang dimaksud.
Dalam proses identifikasi virus, akan tercipta suatu zona kematian sel, yang
diakibatkan oleh pertumbuhan virus, yang disebut "plak". Parasit eukariotik juga
dapat ditumbuhkan dalam kultur.

Apabila tidak ada teknik kultur plat yang sesuai, beberapa mikroorganisme
membutuhkan hewan hidup sebagai media pertumbuhan. Bakteri
seperti Mycobacterium leprae dan Treponema pallidum dapat tumbuh pada hewan,
meskipun teknik serologis dan mikroskopis membuat penggunaan hewan hidup tidak
diperlukan lagi. Virus juga biasanya diidentifikasi menggunakan media lain selain
hewan hidup. Beberapa virus dapat tumbuh dalam telur berembrio. Metode
identifikasi lain yang bermanfaat adalah xenodiagnosis, atau penggunaan vektor untuk
mendukung pertumbuhan agen infeksi. Penyakit Chagas tidak mudah didiagnosis
karena sulit untuk menunjukkan keberadaan agen penyebab penyakit ini,
yaitu Trypanosoma cruzi, pada penderitanya. Oleh karena itu, diagnosis definitif sulit
ditegakkan. Dalam kasus ini, xenodiagnosis melibatkan penggunaan vektor T. cruzi,
yaitu Triatominae, serangga yang tidak terinfeksi, yang mengisap darah seseorang
yang diduga terinfeksi. Serangga tersebut kemudian diperiksa untuk mendeteksi
keberadaan T. cruzi dalam ususnya.

 Mikroskopi
Alat utama lain untuk mendiagnosis penyakit infeksi adalah mikroskop. Hampir
semua teknik kultur yang dibahas di atas bergantung, pada titik tertentu, pada
pemeriksaan mikroskopis untuk mengidentifikasi agen infeksi secara definitif.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan instrumen sederhana,
seperti mikroskop cahaya majemuk, atau dengan instrumen serumit mikroskop
elektron. Spesimen yang diperoleh dari penderita penyakit dapat dilihat langsung di
bawah mikroskop cahaya, dan sering kali dapat membantu identifikasi dengan cepat.
Mikroskop juga sering digunakan bersama dengan teknik pewarnaan biokimia, dan
dapat bersifat sangat spesifik ketika dikombinasikan dengan teknik berbasis antibodi.
Suatu antibodi dapat dilabel dengan teknik fluoresens sehingga dapat diarahkan untuk
mengikat dan mengidentifikasi antigen spesifik yang ada pada patogen. Mikroskop
fluoresens kemudian digunakan untuk mendeteksi antibodi tersebut, yang telah
berikatan dengan antigen di dalam sampel klinis atau sel yang dikultur. Teknik ini
sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit virus, yang tidak mampu diidentifikasi
oleh mikroskop cahaya.

Prosedur mikroskopis lainnya juga dapat membantu mengidentifikasi agen infeksi.


Hampir semua sel mudah diwarnai dengan sejumlah bahan pewarna dasar akibat
tarikan elektrostatik antara molekul seluler bermuatan negatif dengan muatan positif
pada pewarna. Pada mikroskop, sel biasanya terlihat transparan dan pemberian warna
akan meningkatkan kontras antara sel dengan latar belakangnya. Pewarnaan sel
dengan zat warna seperti Giemsa atau kristal ungu memungkinkan seorang pengguna
mikroskop untuk menggambarkan ukuran, bentuk, komponen internal dan eksternal
sel, serta hubungannya dengan sel-sel lain. Perbedaan respons bakteri terhadap
pewarnaan dapat dimanfaatkan untuk mengelompokkan mikroorganisme. Dua metode
pewarnaan, yaitu pewarnaan Gram dan pewarnaan tahan asam, merupakan
pendekatan standar yang digunakan untuk mengklasifikasikan bakteri dan untuk
mendiagnosis penyakit. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi kelompok
bakteri Firmicutes dan Actinobacteria, yang berisi banyak bakteri patogenik penting.
Sementara itu, prosedur pewarnaan asam-cepat dapat mengidentifikasi
genus Mycobacterium dan Nocardia.

 Diagnosis berbasis PCR

Reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan metote yang mendeteksi keberadaan


segmen asam nukleat dalam spesimen yang diuji. Teknologi yang didasarkan pada
metode ini akan menjadi standar emas untuk berbagai diagnosis penyakit karena
beberapa alasan. Pertama, pendataan agen infeksi telah berkembang sehingga hampir
semua agen infeksi penting telah diidentifikasi. Kedua, agen infeksi harus
memperbanyak diri (melipatgandakan asam nukleatnya) di dalam tubuh manusia
untuk menimbulkan penyakit. Amplifikasi asam nukleat dalam jaringan yang
terinfeksi ini memungkinkan deteksi agen infeksi dengan menggunakan PCR. Ketiga,
unsur penting untuk melakukan PCR, yaitu primer, berasal dari genom agen infeksi,
dan seiring waktu genom tersebut akan diketahui.

Dengan demikian, teknologi saat ini telah mampu mendeteksi agen infeksi dengan
cepat dan spesifik. Satu-satunya kesulitan untuk menjadikan PCR sebagai alat
diagnosis standar adalah biaya yang cukup tinggi dan penerapannya yang tidak
mudah. Beberapa penyakit juga tidak cocok didiagnosis dengan PCR, contohnya
adalah penyakit klostridial (tetanus dan botulisme). Penyakit-penyakit ini pada
dasarnya adalah keracunan biologis oleh sejumlah kecil bakteri infeksius yang
menghasilkan neurotoksin yang sangat kuat. Tidak terjadi perbanyakan agen infeksi
yang signifikan, yang akan membatasi kemampuan PCR untuk mendeteksi
keberadaan bakteri-bakteri tersebut.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme,


seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. Penyakit infeksi dapat menyebar melalui
kontak langsung dengan individu yang terinfeksi, gigitan hewan, serta tanah atau
air yang terkontaminasi. Penyebaran penyakit ini juga bisa terjadi melalui kontak
tidak langsung, misalnya menyentuh benda yang baru dipegang oleh orang yang
terinfeksi.
Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme infeksius, seperti bakteri, virus, fungi,
prion, dan cacing. Dalam penggunaan medis, agen infeksi dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu mikroorganisme patogenik (bakteri, virus, prion, fungi) dan
parasit (seperti cacing, protozoa, dan artropoda). Meskipun secara konseptual
serupa dengan infeksi, tetapi serangan parasit pada tubuh manusia atau hewan
biasanya disebut infestasi alih-alih infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://id.wikipedia.org/wiki/Infeksi#Uji_biokimia
2. https://www.alodokter.com/penyakit-infeksi
3. https://hellosehat.com/infeksi/penyakit-infeksi/
4.

Anda mungkin juga menyukai