Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KIMIA BAHAN ALAM

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN TERPENOID

KEANEKARAGAMAN STRUKTUR PADA GENUS FICUS

DISUSUN OLEH

Alifah Nida Luthfiyah

Pendidikan Kimia A 2019

19303241015

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara dengan hutan tropis paling besar ketiga di dunia (setelah Brazil
dan Zaire). Keanekaragaman hayati merupakan basis berbagai pengobatan dan penemuan
industri farmasi dimasa mendatang. Jumlah tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia diperkirakan
sekitar 1.260 jenis tumbuhan.Tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi
sebagai antioksidan, zat perwarna, penambah aroma makanan, parfum, insektisida dan obat. Ada
150.000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi dan ada 4000 metabolit sekunder
“baru”/tahun.
Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung dalam tubuh hewan maupun
tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya dapat
dijadikan sebagai sumber antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker. Antioksidan
adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya proses oksidasi.
Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan
mutu produk pangan.
Banyak penelitian telah membuktikan manfaat mengkonsumi tanaman yang berkhasiat
antioksidan, seperti dapat menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, katarak dan penyakit
degeneratif lain karena proses. Hal ini menjadikan antioksidan, terutama dari alam, banyak
diminati di dunia saat ini. Baru-baru ini, antioksidan menjadi topik menarik. Ini merupakan
minat yang besar bagi khalayak ramai, ahli obat, nutrisi, penelitian ilmu kesehatan dan makanan
untuk mengetahui kapasitas dan unsur antioksidan pada makanan yang kita konsumsi begitu pula
pada tumbuhan.
Perkembangan penelitian bahan alam sebagai antibakteri menunjukkan bahwa terdapat
tanaman yang berpotensi sebagai agen antibakteri. Ara (Ficus carica L.) merupakan salah satu
tanaman yang berpotensi sebagai antioksidan, antivirus, anthelmintik, serta antibakteri (Joseph
dan Raj, 2011). Serta Karet Kebo (Ficus elastica) memiliki rasa pedas dan bersifat netral.
Beberapa bahan kimia terkandung dalam karet kebo diantaranya getah berupa senyawa karet
(lateks). Karet kebo dapat digunakan untuk mengobati bisul, maag, amenorrhoea sekunder, dan
rematik sendi. Dari kedua jenis genus ini, akan dibahas terkait identifikasi struktur terpenoid
sebagai Antioksidan.
BAB II
ISI
A. Terpenoid
Terpen merupakan suatu senyawa hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Hidrokarbon umumnya
dikenal sebagai terpena dan senyawa yang mengandung oksigen disebut terpenoid adalah
konstituen yang paling penting dari minyak esensial. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa
golongan terpen dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpena
dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa
hewan laut. Disamping sebagai metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka
peyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa steroid
adalah turunan skualena, suatu triterpen, juga karoten dan retinol. Nama “terpen” diambil
dari produk getah tusam, “terpentin” (turpentine). Terpenoid merupakan derivat
dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa terpen. Terpenoid disebut juga dengan
isoprenoid. Hal ini disebabkan karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren
(C5H8). Secara struktur kimia terpenoid merupakan penggabungan dari unit isoprena ,
dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus
hidroksil, karbonil ataupun gugus fungsi lainnya.

B. Genus Ficus
Ficus adalah genus tumbuh-tumbuhan yang secara alamiah tumbuh di
daerah tropis dengan sejumlah spesies hidup di zona ugahari. Terdiri dari sekitar 850
spesies, jenis-jenis Ficus ini dapat berupa pohon kayu, semak, tumbuhan menjalar
dan epifit serta hemi-epifit dalam familia Moraceae. Secara umum jenis-jenisnya dikenal
sebagai ara, pohon ara atau kayu ara (Mink. kayu aro; Sd. ki ara; bahasa Inggris: fig
trees atau figs). Pohon tin (Common Fig; Ficus carica) adalah spesies yang banyak
ditemukan di daerah Asia Barat Daya, Timur Tengah dan sekitar Laut
Tengah (dari Afganistan sampai Portugal), dan dibudidayakan sejak zaman purba karena
buahnya. Buah yang dihasilkan kebanyakan spesies dapat dimakan, meskipun hanya
mempunyai nilai ekonomi lokal. Namun, buah-buah ini umumnya merupakan sumber
makanan yang penting bagi banyak hewan liar. Pohon-pohon ara juga berperan penting
dalam kebudayaan baik karena nilai religinya, seperti halnya pohon beringin (F.
benjamina) dan pohon bodhi (F. religiosa), maupun karena banyak kegunaan praktis
yang dihasilkannya.
Ara (Ficus) kebanyakan berupa tumbuhan tropis yang hijau sepanjang tahun dan
menghuni berbagai relung ekologi, namun beberapa spesies yang menggugurkan daun
tumbuh terbatas di daerah di luar wilayah tropis dan di dataran tinggi. Jenis-jenis ara
dikenali dari perbungaannya yang unik dan pola penyerbukannya (en:pollination
syndrome) yang khas, yang melibatkan sejenis tawon dari familia Agaonidae untuk
menyerbuki bunga-bunganya yang tertutup.
Identifikasi jenis dari banyak spesiesnya agak sukar dilakukan, akan tetapi
sebagai suatu kelompok, ara relatif mudah terbedakan dari jenis-jenis tumbuhan
lainnya. Banyak di antaranya yang memiliki akar gantung atau akar udara, bentuk
perawakan yang khas; serta bentuk buah yang unik, yang membedakan kelompok ini dari
tetumbuhan yang lain. Buah ara sebetulnya adalah karangan bunga tertutup yang dikenal
sebagai bunga periuk (syconium); disebut demikian karena bentuknya
menyerupai periuk tertutup atau hampir tertutup, di mana pada dinding dalamnya
berjejal-jejal kuntum-kuntum bunga ara yang berukuran amat kecil. Kelak, jika bunga-
bunga ini telah berkembang menjadi buah, dengan ukuran yang sama kecilnya, barulah
tepat dapat disebut sebagai buah, meskipun juga hanya buah semu.
Ciri-ciri vegetatif ara yang cukup khas, di antaranya, adalah adanya getah (lateks)
putih hingga kekuningan, beberapa jenisnya dengan jumlah yang melimpah, yang keluar
apabila bagian-bagian tumbuhan ara ini dilukai. Kuncup daunnya di ujung ranting
terlindungi oleh sepasang saun  yang lekas rontok, meninggalkan bekas berupa cincin di
buku-buku rantingnya. Serta, tulang daun lateral yang pertama cenderung lurus dan
menyudut terhadap ibu tulang daun di bagian pangkal daun; membentuk pola tiga-cabang
(tri-veined) yang khas. Getah putih dan sepasang daun penumpu yang meninggalkan
bekas cincin juga merupakan ciri suku Moraceae.
C. Ficus Elastica (Karet Kebo)
Indonesia memiliki ribuan jenis tumbuhan yang tersebar di berbagai daerah, di
mana keanekaragaman hayati yang ada tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
obat modern dan tradisional. Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan memakai
obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Semakin mahalnya harga
obat modern dipasaran merupakan salah satu alasan untuk menggali kembali penggunaan
obat tradisional. Banyak jenis tanaman obat di Indonesia yang telah dimanfaatkan sebagai
bahan baku obat, sebagian spesies tanaman tersebut bahkan telah diuji secara klinis
kandungan fitokimia, khasiat dan keamanan penggunaannya (Sartono, R, 2011). Salah
satu tanaman berkhasiat obat yang digunakan oleh masyarakat untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit seperti radang kulit bernanah, bisul, berakdarah, tersiram air
panas, gatal-gatal, diare, pembalut luka baru dan sebagai alternatif obat luka yaitu
tanaman daun karet kebo (Hariana, A.H, 2013).
Karet Kebo (Ficus elastica) memiliki rasa pedas dan bersifat netral. Beberapa
bahan kimia terkandung dalam karet kebo diantaranya getah berupa senyawa karet
(lateks). Karet kebo dapat digunakan untuk mengobati bisul, maag, amenorrhoea
sekunder, dan rematik sendi. Untuk diminum, rebus akar 30 – 50 g akar. Untuk
pemakaian luar, giling akar secukupnya, bubuhkan pada tempat yang sakit (rematik dan
bisul).Getah yang diperoleh dari sadapan batang dioleskan pada bisul, lalu balut
(Dalimartha, 2011).

 Penelitian Karet Kebo sebagai Antibakteri


Pada penelitian yang dilakukan oleh Suriani, Ismail B, Noviana Estom P (2017),
digunakan sampel berupa Daun Karet Kebo (Ficus elastica) yang diambil kemudian
dikumpulkan, dibersihkan kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada
tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung. Tahapan selanjutnya yaitu Daun
Karet Kebo (Ficus elastica) yang telah dikeringkan kemudian, diekstraksi dengan
metode maserasi. Hasil ekstraksi dipekatkan dengan rotavapor kemudian diuapkan di
atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental dan diuapkan di atas waterbath sampai
diperoleh ekstrak kering. Selanjutnya dilakukan pemisahan senyawa kimia dengan
menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Penggunaan eluen disesuaikan
dengan sifat kepolaran dari zat aktif yang akan ditarik pada sampel. Karena penggunaan
eluen sangat menentukan senyawa aktif yang tertarik yang akan diujikan secara
bioautografi. Pada penelitian ini digunakan eluen yang bersifat polar dan non polar untuk
melihat senyawa apa yang dapat bertindak sebagai antibakteri dari masing-masing sifat
eluen dan senyawa aktif yang diuji.
Hasil KLT yang telah dilakukan senyawa bioaktif dari ekstrak Daun Karet Kebo
(Ficus elastica) yang bertindak sebagai antibakteri yaitu senyawa flavonoid, steroid, dan
triterpenoid. Hal ini dilihat dari bercak dengan nilai Rf dan noda dari masing-masing
senyawa. Mekanisme senyawa flavonoid sebagai agen antibakteri dengan cara
menghambat sintesis dinding sel bakteri dan mengganggu komponen penyusun
peptidoglikan, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut sedangkan mekanisme antibakteri triterpenoid
dengan menghasilkan membran yang mengganggu komponen lipofilik dinding sel
bakteri. Mekanisme antibakteri steroid yaitu dengan menghambat sintesis dinding sel
bakteri dengan cara menghasilkan membran sehingga menyebabkan kebocoran pada
libosom (penyusun dinding sel bakteri) (Shihabudeen, 2010).

 Kandungan Ficus Elastica (Karet Kebo)


Skrinning Fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa aktif yang terdapat
pada ekstrak etanol kulit batang Ficus elastica. Dari hasil uji fitokimia didapatkan bahwa
ekstrak etanol kulit batang Ficus elastica Nois ex. Blume mengandung alkaloid, saponin,
terpenoid dan flavonoid. Adanya terpenoid dibuktikan dengan berubahnya warna larutan
setelah penambahan ekstrak dengan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat. Berhasil
mengisolasi terpenoid dari daun Ficus elatica berupa asam oleanolat dan asam ursolat.
Elasticosida (triterpenoid) juga berhasil diisolasi dari kulit akar udara Ficus elatica.
Berdasarkan penelitian tersebut maka kemungkinan terpenoid yang terkandung dalam
ekstrak etanol kulit batang Ficus elastica adalah asam oleanolat, asam ursolat, dan
elasticosida.

 Kegunaan Ficus Elastica (Karet Kebo)


1. Sebagai Antibakteri (batang)
2. Obat Penyakit Maag
3. Bisa Menyembuhkan Stroke
4. Obat Bisul Alami
5. Melancarkan Haid
6. Dapat Mencegah Gatal-Gatal
7. Memperlancar Aliran Darah

D. Ficus Carica (Daun Ara)


Adanya migrasi tanaman dari negara satu ke negara lain merupakan hal yang
umum terjadi. Masuknya tanaman baru di suatu negara akan menjadi pusat perhatian
dunia apabila memiliki keunikan tersendiri dan atau potensi besar sebagai tanaman obat.
Salah satu di antaranya yaitu tin (Ficus carica L.) yang dikenal juga dengan Ara, Loa
atau fig. Tanaman ini berasal dari Timur Tengah dan sudah tersebar hingga dataran Eropa
dan Amerika (Husaeni, 2008). Namun, saat ini tin sudah menyebar hingga dataran Asia,
dan sekarang telah banyak tumbuh dan dibudidayakan secara modern dinegara-negara
Timur Tengah, daerah Mediteranian bahkan di Indonesia.
Perkembangan penelitian bahan alam sebagai antibakteri menunjukkan bahwa
terdapat tanaman yang berpotensi sebagai agen antibakteri. Ara (Ficus carica L.)
merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antioksidan, antivirus,
anthelmintik, serta antibakteri (Joseph dan Raj, 2011). Ekstrak daun ara (Ficus carica L.)
menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan beberapa bakteri oral seperti
Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis, Streptococcus sobrinus, Streptococcus
ratti, Streptococcus criceti, Streptococcus anginosus, Streptococcus gordonii,
Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Fusobacterium nucleatum, Prevotella
intermedia, Porphyromonas gingivalis (Jeong dkk., 2009), serta bakteri Staphylococcus
aureus, Bacellus cereus (Mahmoudi dkk, 2016), Klebsiella pneumonae, Pseudomonas
aeruginosa, Salmonella typhi, dan Escherichia coli (Rashid dkk., 2014).
Ekstrak daun ara (Ficus carica L.) mengandung senyawa fenolik terutama
flavonoid (Salem dkk., 2013), terpenoid seperti komponen dalam minyak atsiri (Ayoub
dkk., 2010) juga triterpenoid (Mohan dkk., 2007), steroid dan kumarin (Kalaskar dkk.,
2010). Kandungan terpenoid dalam daun ara merupakan komponen yang berpotensi
sebagai antibakteri, sehingga akan dihasilkan agen antibakteri yang juga mampu
menghambat pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang ada. Mekanisme
kerja senyawa terpenoid sebagai zat antibakteri dengan melibatkan kerusakan membran
oleh senyawa lipofilik. Terpenoid dapat bereaksi dengan porin (protein transmembran)
pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat dan
merusak porin mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri
kekurangan nutrisi, pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Retnowati, 2011).
Penelitian awal diperlukan untuk mengetahui senyawa terpenoid dalam daun ara (Ficus
carica L.) yang berpotensi antibakteri, terutama untuk mendapatkan fraksi yang
mengandung terpenoid aktif antibakteri MRSA.
 Kandungan Firus Carica L.
Rendemen ekstrak yang diperoleh dengan pelarut n-heksana, etil asetat, dan
etanol daun ara berturut-turut sebesar 4,01; 6,68; dan 10,21%.

Ket : Kromatogram A menggunakan fase gerak toluen : etil asetat, kromatogram


B dengan fase gerak toluen : kloroform : etanol, dan kromatogram C dengan
fase gerak kloroform : metanol : air. ketiga ekstrak menunjukkan beberapa
kandungan senyawa terpenoid dengan warna bercak merah ungu dan biru
ungu.
Mekanisme kerja senyawa terpenoid sebagai zat antibakteri dengan
melibatkan kerusakan membran oleh senyawa lipofilik. Terpenoid dapat bereaksi
dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri,
membentuk ikatan polimer yang kuat dan merusak porin, mengurangi
permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri kekurangan nutrisi, yang
menjadikan pertumbuhan bakteri terhambat atau mati.
 Kegunaan Ficus Carica L.
1. Buah ara sebagai sumber makanan penting untuk sejumlah hewan pemakan
buah (frugivora)
2. Kayu pohon ara umumnya lunak dan getahnya digunakan untuk beberapa hal,
termasuk untuk menciptakan tempat penyimpanan harta mumi di Mesir kuno.
3. Melancarkan saluran pencernaan
4. Menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah
5. Meningkatkan kekuatan tulang
BAB III
Penutup

Ficus adalah genus tumbuh-tumbuhan yang secara alamiah tumbuh di


daerah tropis dengan sejumlah spesies hidup di zona ugahari. Terdiri dari sekitar 850 spesies,
jenis-jenis Ficus ini dapat berupa pohon kayu, semak, tumbuhan menjalar dan epifit serta hemi-
epifit dalam familia Moraceae. Secara umum jenis-jenisnya dikenal sebagai ara, pohon
ara atau kayu ara (Mink. kayu aro; Sd. ki ara; bahasa Inggris: fig trees atau figs). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan maka kemungkinan terpenoid yang terkandung dalam ekstrak etanol
kulit batang Ficus elastica adalah asam oleanolat, asam ursolat, dan elasticosida. Pada Ficus
Carica mekanisme kerja senyawa terpenoid sebagai zat antibakteri dengan melibatkan kerusakan
membran oleh senyawa lipofilik. Terpenoid dapat bereaksi dengan porin (protein transmembran)
pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat dan merusak porin,
mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri kekurangan nutrisi, yang
menjadikan pertumbuhan bakteri terhambat atau mati.
Daftar Pustaka
Ayoub N., Singab A.N., Mostafa N., Schultze W. 2010. Volatile Constituents of Leaves of Ficus
carica Linn. Grown in Egypt. Journal of Essential Oil Bearing Plants. 13(3): 316-321,
DOI: 10.1080/0972060X.2010.10643827
Dalimartha.Setiawan. 2011. Atlas Tumbuhan Obat indonesia Jilid VIII. Yogyakarta.
Hariana A.H, 2013, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya.,Seri III, Penerbit Penebar Swadaya,
Jakarta.
Husaeni H.Rijal K., 2008. Efek Ekstrak Air Buah Tin (Ficus carica L.) Terhadap Kadar Glukosa
Darah Puasa Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L.), Tesis, Institut
Teknologi Bandung.
Jeong M.R., Kim H.Y., Cha J.D. 2009. Antimicrobial Activity of Methanol Extract from Ficus
carica Leaves Against Oral Bacteria. Journal of Bacteriology and Virology. 39(2): 97-102.
DOI: 10.4167/jbv.2009.39.2.97.
Joseph B., Raj K. 2011. Pharmacognostic and Phytochemical Properties of Ficus carica Linn. –
An Overview. International Journal of Pharmtech Research. 3(1): 08-12.
Kalaskar M.G., Shah D.R., Raja N.M., Surana S.J., Gond N.Y. 2010. Pharmacognostic And
Phytochemical Investigation of Ficus carica Linn. Ethnobotanical Leaflets. 14: 599-609.
Mahmoudi S., Khali M., Benkhaled A., Benamirouche K., Baiti I., 2016. Phenolic And
Flavonoid Contents, Antioxidant And Antimicrobial Activities Of Leaf Extracts From Ten
Algerian Ficus carica L. Varieties. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. DOI:
10.1016/j.apjtb.2015.12.010.
Mohan K., Pallavi E., Kumar R., Ramesh M., Venkatesh S. 2007. Hepatoprotective Activity of
Ficus carica Linn. Leaf Extract Against Carbon Tetrachloride-induced Hepatotoxicity in
Rats. DARU. 15(3): 162-166.
Rashid K.I., Mahdi N.M., Alwan M.A., Khalid L.B. 2014. Antimicrobial Activity Of Fig (Ficus
carica Linn.) Leaf Extract As Compared With Latex Extract Against Selected Bacteria
And Fungi. Journal of Babylon University. 5 (22) : 1620– 1626.
Retnowati Y., Bialangi N., Posangi N.W. 2011. Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Pada Media Yang Diekspos Dengan Infus Daun Sambiloto (Andrographis paniculata).
Saintek. 6(2).
Salem M.Z.M., Salem A.Z.M., Camacho L.M., Ali H.M. 2013. Antimicrobial Activities And
Phytochemical Composition Of Extract Of Ficus Species: An Over view. African Journal
Of Microbiology Research. 7(33): 4207–4219. DOI: 10.5897/AJMR2013.5570.
Sartono, R. 2011. Perawatan Tubuh dan Pengobatan–pengobatan Tradisional. Effhar dan Dahara
Prize, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai