Muslim.or.id
AQIDAH
Telah kami bahas dalam serial tulisan sebelumnya tentang makna yang benar dari kalimat tauhid “laa
ilaaha illallah” [1]. Secara singkat, makna yang benar dari kalimat tauhid tersebut bukanlah untuk
menetapkan bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan, memberi kita rizki, dan
mengatur urusan alam semesta. Bukan ini maknanya. Akan tetapi, makna yang benar adalah “tidak ada
sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allah Ta’ala.”
Baca Juga: Upaya Menjaga Kemurnian Islam, Menyoal Tahdzir dan Norma-Normanya
Dari pemahaman terhadap makna yang benar tersebut, kita pun mengetahui apakah konsekuensi orang-
orang yang telah mengucapkan atau mengikrarkannya. Yaitu, dia memurnikan ibadah hanya kepada
Allah Ta’ala, tidak menujukan satu pun bentuk ibadah kepada selain Allah Ta’ala, siapa pun mereka, baik
malaikat, nabi, orang shalih ataupun jin. Jika di satu sisi dia mengucapkan kalimat tauhid, namun di sisi
lain dia beribadah kepada selain Allah, tentu dua hal ini menjadi kontradiktif.
Perlu diketahui bahwa kandungan kalimat “laa ilaaha illallah” tersebut adalah hakikat dari tauhid yang
sebenarnya. Makna itulah yang merupakan tujuan utama penciptaan manusia, inti dakwah seluruh
rasul, dan mengapa kitab-kitab diturunkan. Karena makna kalimat tauhid itu pula, terjadi perselisihan
dan permusuhan yang sengit antara para Rasul dengan para penentangnya dari orang-orang kafir.
Imam Malik rahimahullah (wafat th. 179 H) pernah ditanya tentang tauhid, kemudian beliau
rahimahullah menjawab,
فالتوحيد ما قاله النَّب ّي – صلى هللا عليه وسلم، محال أن يظن بالنبي – صلى هللا عليه وسلم – أنه علم أمته اإلستنجاء ولم يعلمهم التوحيد
فما عصم الدم والمال فهو حقيقة، )) فإذا قالوها عصموا مني دماءهم وأموالهم، ال إله إال هللا: (( أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا: –
التوحيد
“Tidak mungkin kalau kita menyangka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajarkan
umatnya tentang masalah istinja’ (adab buang hajat, pen.), lalu tidak mengajarkan tentang tauhid.
Tauhid adalah apa yang dikatakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku diperintahkan untuk
memerangi manusia sampai mereka mengatakan laa ilaaha illallah [tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah]. Apabila mereka mengucapkannya, maka terjagalah nyawa dan harta mereka.”
Maka, sesuatu yang menjaga nyawa dan harta itulah yang merupakan hakikat tauhid.” (Fathul Baari li
Ibni Rajab, 6: 41)
فإن حقيقة التوحيد أن نعبد هللا وحده فال يدعى إال هو وال يخشى إال هو وال يتقى إال هو وال يتوكل إال عليه وال يكون الدين إال له ال ألحد
من الخلق وأن ال نتخذ المالئكة والنبيين أربابا فكيف باألئمة والشيوخ والعلماء والملوك وغيرهم
”Sesungguhnya hakikat tauhid adalah beribadah kepada Allah Ta’ala semata. Maka kita tidaklah berdoa
kecuali kepada-Nya, tidak takut kecuali kepada-Nya, tidak taat (bertakwa) kecuali kepada-Nya, dan tidak
bertawakkal kecuali kepada-Nya. Tidaklah ketaatan (ibadah) ini kita tujukan kecuali kepada-Nya, tidak
kepada yang lainnya dari para makhluk-Nya. Tidaklah kita menjadikan para malaikat dan para nabi
sebagai tuhan-tuhan (selain Allah, pen.), lalu bagaimana lagi dengan para pemimpin, guru-guru shufi,
ulama, raja, dan selain mereka?” (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah, 3: 237)
Baca Juga: Bingkisan untuk Ayah dan Ibu
“ … Kita meniadakan peribadatan kepada selain Allah dan menetapkan peribadatan kepada-Nya. Inilah
hakikat tauhid.” (Badaai’ul Fawaaid, 1: 141)
ُهو حقيقة َ ِ وتمتلَئ ِم ْن َذل، صالح للقلوب حتَّى تستق َّر فيها معرفةُ\ هللاِ وعظمتُه ومحبَّتُه وخشيتُهُ ومهابتُه ورجاؤهُ والتوك ُل علي ِه
َ وهذا، ك َ فال
ُهو هللا وحده ال شريكَ لهَ وتخشاه ُّه ب وتح وتعرفه ُه هَ ل تأ الذي ُها هإل َيكون ىَّ ت ح للقلوب ح
َ صال فال ، )) هللا إال إله ال (( معنى وهو ، التوحيد
“Tidak ada kebaikan bagi hati sampai tertanam di dalamnya pengenalan terhadap Allah Ta’ala,
mengagungkan-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, memuliakan-Nya, berharap kepada-Nya, dan
bertawakkal kepada-Nya. Hatinya dipenuhi itu semua. Inilah hakikat tauhid, yang merupakan makna dari
kalimat ‘laa ilaaha illallah’. Maka tidak ada kebaikan bagi hati sampai sesembahan yang dia sembah, dia
kenal, dia cintai, dan dia takuti adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.” (Jami’ul Ulum wal
Hikam, 1: 211)
ْال ُم َراد بِتَوْ ِحي ِد هَّللا تَ َعالَى ال َّشهَادَة بَِأنَّهُ ِإلَه َوا ِحد
“Yang dimaksud dengan mentauhidkan Allah Ta’ala adalah persaksian bahwa sesungguhnya Dia-lah
sesembahan Yang Maha esa.” (Fathul Baari, 20: 438)
“Hakikat tauhid adalah menetapkan uluhiyyah (hak untuk diibadahi, pen.) kepada Allah dan
meniadakannya dari selain Allah.” (Taisiir Karimir Rahman, hal. 253)
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah (wafat th. 1420 H) berkata,
أما الشهادة األولى فهي تبين حقيقة التوحيد وحقيقة العبادة التي يجب إخالصها هلل وحده سبحانه وتعالى ألن معناها كما ال يخفى ال معبود
فهي تنفي العبادة عن غير هللا وتثبت العبادة هلل وحده، بحق إال هللا
“Adapun syahadat yang pertama (yaitu ‘laa ilaaha illallah’, pen.) menjelaskan tentang hakikat tauhid dan
hakikat ibadah yang wajib diikhlaskan kepada Allah Ta’ala semata. Karena maknanya, sebagaimana yang
telah dimaklumi adalah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Kalimat ini
meniadakan peribadatan kepada selain Allah, dan menetapkan ibadah hanya kepada Allah semata.”
(Majmu’ Fataawa wa Maqalaat Ibnu Baaz, 2: 314)
Demikianlah beberapa penjelasan dari para ulama yang menunjukkan bahwa hakikat tauhid adalah
mengikhlaskan atau memurnikan seluruh ibadah hanya kepada Allah Ta’ala semata dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Hal ini tidak lain adalah kandungan makna dari kalimat
“laa ilaaha illallah”.
Baca Juga:
[Bersambung]
***
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] Silakan dibaca kembali tulisan kami di sini (total ada lima seri): Kebodohan Kita terhadap Makna
Kalimat Tauhid (Bag. 4)
JOIN SEKARANG
🔍 Hukum Meninggalkan Shalat, Dalil Tahajud, Hukum Poliandri Bagi Wanita, Bacaan Komat Sebelum
Sholat, Potong Kerbau Kurban
TOPICS: ADAB BERINTERAKSI, AQIDAH, AQIDAH AHLUSSUNNAH, AQIDAH ISLAM, BELAJAR TAUHID,
INDONESIA BERTAUHID, KALIMAT TAUHID, KEUTAMAAN TAUHID, LAA ILAAHA ILLALLAH, MAKNA
TAUHID, MANHAJ SALAF, TAUHID, TENTANG TAUHID
PREVIOUS
Macam-Macam Syirik dalam Ibadah (Bag. 16): Menyembelih yang Bernilai Syirik
NEXT
ABOUT AUTHOR
Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan
S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013
dan 2014-2018).
ARTIKEL TERKAIT
Allah Dibela
22 Januari 2022
12 Januari 2022
11 Januari 2022
Makam kuburan masjid
10 Januari 2022
perusak iman
14 Februari 2022
Definisi Iman
7 Februari 2022
Berobat ke Dukun
5 Februari 2022
30 Januari 2022
perusak iman
30 Januari 2022
perusak iman
27 Januari 2022
LEAVE A REPLY
Your comment...
Name (required)
Email (required)
Website
Artikel Terpopuler
Penyakit Ain
Aplikasi waris
TENTANG KAMI
Muslim.or.id merupakan salah satu media dakwah milik Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).
Muslim.or.id selalu berusaha menyebarkan dakwah Islamiyyah Ahlussunnah wal Jama’ah di jagat maya.
ALAMAT KAMI
TENTANG YPIA
Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA) adalah yayasan yang bergerak di bidang dakwah publik dan
pembinaan generasi muda, khususnya mahasiswa, dan umat Islam pada umumnya.
Yayasan ini memfokuskan diri dalam pembinaan mahasiswa yang diwujudkan dalam bentuk pengadaan
kursus bahasa Arab dasar, perbaikan bacaan Al Qur’an (tahsin), kajian Islam intensif, dan pondok
pesantren mahasiswa.