Anda di halaman 1dari 10

PEMANFAATAN MIKROBA TANAH (Rhizobium) DALAM FIKSASI NITROGEN

BEBAS DI UDARA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI


Nama : Yulismawati, S.P., M.Si
Instansi : Dinas Pertanian Kota Baubau
Kab/Kota : Baubau

Botani Kedelai
Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh
manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar
negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedalai juga ikut
tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea,
Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad
ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa,
kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulaupulau lainnya. Pada awalnya,
kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max.
Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima
dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill (Adisarwanto, 2005).

Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan anggota dari famili Leguminosae,
subfamili Papilionideae, dan termasuk ke dalam genus Glycine L. (Johnson dan
Bernard, 1963). Bibit kedelai berkecambah dengan tipe perkecambahan epigeal
dengan kotiledon tebal dan berdaging, berwarna kuning atau hijau. Tanaman ini
biasanya tegak dan merupakan herba tahunan yang lebat dengan tinggi mencapai dua
meter dan dalam beberapa kondisi agak merambat.

Sistem perakaran tunggang bercabang dengan panjang akar mencapai dua


meter (Adisarwanto, 2005). Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam
satu bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina. Bunga dapat melakukan
penyerbukan sendiri, yaitu kepala putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang
sama. Penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar sehingga disebut penyerbukan
kleistogami (penyerbukan tertutup). Karena cara penyerbukannya tertutup,
kemungkinan terjadinya persilangan alami kurang dari 0,5%. Akibatnya suatu varietas
dapat dipertahankan kemurniannya hingga bertahun-tahun (Sumarno 1983).
Syarat Tumbuh
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah
yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30 oC. Bila tumbuh pada suhu tanah
yang rendah (<15 oC), proses perkecambahan menjadi sangat lambat, bisa mencapai 2
minggu. Hal ini juga dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembapan
tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>30 oC), banyak biji yang mati akibat
respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping itu suhu tanah, suhu
lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu
lingkungan sekitar 40 oC pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok
sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk menjadi berkurang. Suhu yang
terlalu rendah (10 oC), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses
pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk
pembentukan bunga yaitu 24 – 25 oC (Adisarwanto, 2005).
Pada umumnya kedelai menghendaki tanah yang berstruktur remah dengan
keasaman sedang (pH 5-7). Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai 6.06.8. Apabila pH
diatas 7.0 kedelai mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya
menguning. Sementara pada pH di bawah 5.0 kedelai mengalami keracunan Al, Fe,
dan Mn, sehingga pertumbuhannya terganggu (Baharsjah, 1992).

Varietas Kedelai
Varitas unggul kedelai mempunyai keunggulan tertentu dibanding dengan
varietas lokal, keunggulan dapat berupa hasil yang lebih tinggi, batang lebih pendek
(genjah) lebih tahan terhadap hama/penyakit dan lain-lain. Kedelai yang unggul untuk
suatu daerah belum tentu unggul didaerah lain tergantung pada topografi, iklim dan
cara tanam (Litbang Deptan, 2004).
Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas
unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan
pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi
umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang terendah dan tertinggi pada beberapa
lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah
pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula
(Gani, 2000)
Varietas kedelai toleran lahan kering masam yaitu Tanggamus, Nanti, Sibayak,
Seulawah dan Ratai dengan ukuran biji varietas yang dilepas tergolong berbiji kecil dan
sedang. Ukuran biji varietas yang dilepas kecil karena kedelai toleran lahan kering
masam umumnya berbiji kecil sampai sedang. Sedangkan varietas yang memiliki
produksi biji yang besar yaitu varietas Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Sibayak,
Seulawah, Panderman, Ijen, Tanggamus, Sinabung dan Kaba (Litbang Deptan, 2004).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan
untuk mendapatkan genotip unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu
daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip
terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipe dari
tanaman bersangkutan (Darliah et. al, 2001)

Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara esensial yang terdapat dalam jaringan
tumbuhan. Nitrogen merupakan penyusun dari banyak senyawa esensial bagi
tumbuhan, misalnya asam amino. Hal ini karena setiap molekul protein tersusun dari
asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein, maka nitrogen juga merupakan
unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu nitrogen juga terkandung dalam klorofil,
hormon sitokinin, dan auksin (Marschner 1995).
Ada dua bentuk utama ion nitrogen yang diserap dari tanah yaitu nitrat (NO3-)
dan ammonium (NH4+). Nitrogen terdapat dalam banyak senyawa penting sehingga
tidak mengherankan jika pertumbuhan akan lambat tanpa nitrogen. Tumbuhan yang
mengandung cukup nitrogen untuk pertumbuhan saja akan menunjukkan gejala
kekahatan yaitu klorosis yang biasa terjadi pada daun tua (Salisbury dan Ross, 1995)

Pupuk nitrogen yang biasa digunakan adalah urea yang berbentuk butiran kecil
dan berwarna putih. Pupuk urea mudah dilarutkan dalam air sehingga sesuai jika
diaplikasikan melalui daun. Kelebihan pupuk daun adalah penyerapan haranya lebih
cepat dibandingkan melalui akar di tanah sehingga lebih cepat menumbuhkan tunas.
Hal ini bisa terjadi karena daun memiliki stomata yang mampu membuka dan menutup
tergantung pada tekanan turgornya. Stomata akan membuka jika tekanan turgor
meningkat, dan sebaliknya stomata akan menutup jika tekanan turgor menurun. Salah
satu faktor yang mempengaruhi tekanan turgor adalah terik matahari dan angin. Pada
saat daun mengalami penguapan, tekanan turgor menurun dan stomata menutup. Pada
saat daun mendapatkan semprotan air, tekanan turgor akan meningkat dan stomata
membuka untuk menyerap cairan. Hal ini sangat bermanfaat bagi penyerapan hara jika
hara diberikan dalam bentuk cairan yang disemprotkan ke daun tanaman. Manfaat
pupuk daun lainnya adalah dosisnya rendah dengan aplikasi yang kontinu (Jones,
1982).

Pembungaan dan pembentukan biji terlambat pada beberapa tanaman pertanian


karena kelebihan nitrogen. Adapun gejala yang seringkali ditemui pada beberapa
tanaman yang kekurangan hara nitrogen yaitu tumbuhan berwarna hijau muda,
dedaunan yang terletak lebih bawah berwarna kuning, mengering, sampai berwarna
coklat terang, tangkai pendek dan pipih bila kekahatan unsur terjadi pada taraf
pertumbuhan lanjut (Salisbury dan Ross 1995).

Kadar gas nitrogen di atmosfir bumi sekitar 79% dari volumenya. Walaupun
jumlahnya sangat besar tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi,
kecuali telah menjadi bentuk yang tersedia. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam
bentuk ion nitrat (NO3) dan ion ammonium (NH4). Sebagian besar nitrogen diserap
dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di
dalam larutan tanah dan mudah diserap oleh akar. Ion nitrat lebih mudah tercuci oleh
aliran air dan mengarah menuju lapisan di bawah daerah perakaran sehingga tidak
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sebaliknya ion amonium bermuatan positif tidak
mudah hilang oleh proses pencucian (Novizan, 2002).

Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya penguapan,
pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Tanah yang
sangat basah atau sangat padat penyebab terjadinya kondisi anaerob (tidak terdapat
cukup oksigen di dalam tanah), maka akibatnya terjadi reaksi yang mengubah nitrat
menjadi gas nitrogen (Jones, 1982)

Pencucian nitrat sering terjadi pada tanah berpasir atau tanah sangat gembur.
Saat pencucian terjadi, air memindahkan nitrat menuju lapisan bawah daerah
perakaran. Erosi pada tanah akan membawa nitrogen ke sungai yang akhirnya
bermuara ke laut. Selanjutnya akan terjadi proses pengembalian nitrogen ke tanah.
Proses ini terjadi secara berkesinambungan yang dikenal dengan siklus nitrogen.
Tanah yang kekurangan nitrogen menyebabkan pertumbuhan tanaman lamban dan
kecil yang ditandai dengan perubahan warna pada daun menjadi pucat dan layu serta
menguning sebelum waktunya tiba. Selanjutnya daun pada tanaman akan mengering
mulai dari bawah ke bagian atas daun. Jaringan-jaringan tanaman tersebut mati lalu
mengering. Bila tanaman sempat berbuah, buahnya akan tumbuh kerdil kekuningan
dan lekas matang (Jones, 1982).

Nitrogen memasuki sistem tanah melalui perantaraan jasad renik penambatan N,


hujan dan kilat. Jasad renik penambatan N bebas ini akan mengubah bentuk N2
menjadi senyawa N asam amino dan N protein. Jika jasad renik itu mati maka bakteri
pembusuk akan melepaskan asam amino dari protein, dan bakteri amonifikasi
melepaskan ammonium dari gugus amino, yang selanjutnya akan larut dalam larutan
tanah. Ammonium ini dapat diserap oleh tanaman dan sisa amonium akan diubah
menjadi nitrit, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi dan dapat langsung
diserap tanaman (Poerwowidodo, 1993).

Jones (1982) menambahkan nitrogen ini penting bagi tanaman karena


merupakan bagian dari asam amino yang membentuk protein dan asam nukleat,
dimana sebagian dari protein merupakan enzim yang amat penting bagi kelancaran
proses metabolisme tumbuhan.

Rhizobium
Rhizobium merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk
spora, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5-0,9 μm. Bakteri ini termasuk famili
Rhizobiaceae. Bakteri ini banyak terdapat di daerah perakaran (rizosfer) tanaman
legum dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang khusus (Yuwono, 2006).
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan
sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum,
kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar
didalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam
bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman
khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya.
Suatu pigmen merah yang disebut leghemoglobin dijumpai dalam bintil akar antara
bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemoglobin di
dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi
(Rao, 2007).

Bakteri Rhizobium bekerja dengan menambahkan unsur-unsur hara melalui


proses alami dengan memfiksasi atau mengikat unsur nitrogen dari udara,
mengubahnya menjadi nitrogen diazotropik yang dapat diserap oleh akar tanaman, dan
menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui proses sintesa dari unsur-unsur
pertumbuhan tersebut. Bakteri Rhizobium aktif dapat diketahui secara visual dari bintil-
bintil bundar di akar tanaman. Bila akar dibelah, di dalamnya akan tampak warna
kemerahan dan bila bagian ini ditekan, akan keluar cairan kemerahan. Bakteri
Rhizobium akan giat mengadakan fiksasi N pada tanah yang kandungan nitrogennya
rendah dan akan berkurang pada tanah yang kandungan nitrogennya tinggi. Bakteri
Rhizobium mampu bertahan di dalam tanah selama 5 - 10 tahun (Fageria, 2009).

Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu memfiksasi 100–


300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman
berikutnya. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan
efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati, 2005).

Beberapa keuntungan dengan memanfaatkan Rhizobium adalah (Fageria, 2009) :

 Tidak mempunyai bahaya atau efek sampingan;


 Efisiensi penggunaan yang dapat ditingkatkan sehingga bahaya pencemaran
lingkungan dapat dihindari;
 Harganya yang relatif murah; dan (3) Teknologinya yang sederhana.
Pembentukan Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen
Simbiosis antara Rhizobium dan tanaman kacang kedelai merupakan simbiosis
mutualisme sebab Rhizobium mendapat tempat hidup di dalam bintil akar, sedangkan
tanaman kedelai sendiri mendapatkan N dari hasil penambatan oleh bakteri
(Dwijoseputro, 1985).
Tahap pembentukan bintil akar (Hidayat, 1993) :

 Brandyrhizobium masuk kedalam akar rambut atau sel epidermis (0 hari);


 Benang infeksi mencapai dasar sel epidermis dan memasuki korteks (1-2 hari);
 Suatu massa kecil sel-sel terinfeksi dalam primordium bintil (3-4 hari);
 Pembagian pesat dari sel-sel bakteri dan selsel akar inang (5 hari);
 Bintil mulai tampak (7-9 hari); pertumbuhan lanjut dari jaringan bintil, jaringan
bakteroid berwarna merah muda, mulai terjadi fiksasi nitrogen (12-18 hari);
 Sebagian besar pembagian sel dari bakteri dan sel inang terhenti, tetapi
pembesaran bintil tetap berlanjut karena pembesaran sel, merupakan periode
aktif fiksasi nitrogen (23 hari);
 Bintil mencapai besar maksimum, fiksasi nitrogen berlanjut sampai pelapukan
bintil (28-37 hari);
 Pelapukan bintil (50-60 hari).

Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk
mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi pemupukan
anorganik. Penurunan penggunaan pupuk nitrogen yang nyata agaknya hanya dapat
dicapai jika agen biologis pemfiksasi nitrogen diintegrasikan dalam sistem produksi
tanaman (Noortasiah, 2005).

Bakteri penambat nitrogen yang terdapat didalam akar kacang-kacangan adalah


jenis bakteri Rhizobium. Bakteri ini masuk melalui rambut-rambut akar dan menetap
dalam akar tersebut dan membentuk bintil pada akar yang bersifat khas pada kacang-
kacangan. Untuk menambat nitrogen, bakteri ini menggunakan enzim nitrogenase,
dimana enzim ini akan menambat gas nitrogen di udara dan merubahnya menjadi gas
amoniak dan kemudian asetylen menjadi ethylen. Gen yang mengatur proses
penambatan ini adalah gen nif (Singkatan nitrogen–fixation) (Fageria, 2009).
Pemanfaatan kelompok mikroorganisme ini telah diterapkan di negaranegara
maju dan beberapa negara berkembang. Jumlah nitrogen yang ditambat oleh Rhizobia
sangat bervariasi tergantung strain, tanaman inang serta lingkungannya termasuk
ketersediaan unsur hara yang diperlukan. Selandia Baru merupakan negara yang
sangat mementingkan penggunaan pupuk nitrogen berasal dari penambatan N dari
atmosfir. Banyak genus rhizobia yang hanya dapat hidup menumpang pada tanaman
inang tertentu (spesifik). Sebagai contoh bakteri yang bersimbiosis dengan kedelai
(Soybean) umumnya tidak dapat bersimbiosis dengan dengan tanaman alfalfa
(Medicago). Agar kemampuan menambat nitrogen tinggi maka tanaman inang harus
dinokulasi dengan inokulan yang sesuai (Fageria, 2009).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fiksasi N


Inokulasi Rhizobium pada lahan yang telah mengandung bakteri ini merupakan
usaha untuk menambah atau mengganti bakteri Rhizobium yang telah ada dan telah
beradaptasi didalam tanah. Setiap jenis tanaman kedelai menghendaki Rhizobium
untuk keserasian simbiosisnya sehingga inokulasi sering tetap diperlukan agar
pembentukan bintil akar yang efektif dapat tercapai.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses fiksasi nitrogen antara lain : tanaman
inang yang sesuai, derajat keasaman tanah, ketersediaan hara, kondisi fisik tanah dan
adanya seranga virus bakteri (bacteriophage) yang dapat menyebabkan berkurangnya
populasi Rhizobium dalam tanah (Fageria, 2009).

Simbiosis antara strain-strain Rhizobium dengan spesies leguminosa terdapat


perbedaan dalam keserasiannya, bahkan keserasian dalam hubungan simbiosis itu
terdapat antara strain-strain Rhizobium dengan varietas-varietas tanaman leguminosa.
Hubungan yang serasi akan menghasilkan bintil akar yang sangat efektif dalam fiksasi
nitrogen. Salah satu sifat penting dalam pola pembentukan bintil akar adalah waktu
yang dibutuhkan untuk membentuk bintil akar dan memulai fiksasi N2 Jumlah senyawa
N yang diberikan atau yang terdapat didalam tanah akan menghalangi pembentukan
bintil akar dan penambatan N. Tingkat penghambatan ini tergantung dari konsentrasi
dan bentuk N, periode penggunaan dan strain Rhizobium yang digunakan, aktifitas
fotosintesis, kebutuhan N tanaman atau unsur tanaman (Yutono, 1985).
Campbell et al. (2003) menjelaskan terjadinya proses nodulasi dan fiksasi
nitrogen adalah hasil komunikasi dua arah antara tanaman inang dan Brandyrhizobium.
Komunikasi tersebut terjadi karena tanaman inang mengeluarkan senyawa organik
(flavonoid) yang dikenali oleh Brandyrhizobium. Setiap jenis tanaman mengeksudasi
senyawa flavonoid yang berbeda, sehingga hanya dikenali oleh protein dari gen nodD
tertentu. Gen nodD ini berfungsi untuk mengaktifkan transkripsi dari gen-gen nodulasi,
jadi jika strain suatu bakteri tidak kompatibel untuk suatu jenis tanaman, maka
komunikasi intim tersebut juga tidak akan terjadi dan nodul tidak akan terbentuk.

Efisiensi Serapan Nitrogen


Isfan (1983) mendefinisikan efisien serapan N melalui Physiological Efficiency
Indeks Nitrogen (PEN) merupakan indeks rasio hasil biji dengan jumlah N yang diserap
dalam memproduksi bahan kering bagian atas tanaman pada fase tertentu. Menurut
Jipelos (1989), dalam praktek pemupukan nitrogen yang diserap tanaman hanya
berkisar antara 22 – 65% dan rata-rata efisiensi serapan nitrogen pada lahan beririgasi
hanya bisa mencapai 45%. Efisiensi serapan N perlu dilakukan agar diketahui jumlah
serapan N yang termanfaatkan oleh tanaman untuk menghasilkan economic yield.
Efisiensi serapan N tergantung kepada tipe tanah, takaran N, musim dan kombinasi
dengan hara lain. Tipe tanah sangat erat kaitannya dengan efisiensi, sebab
ketersediaan N tergantung dengan tekstur, N total tanah, kandungan liat dan KTK tanah
(Roehan dan Partohardjono, 1994).
Strategi pengelolaan hara N yang optimal bertujuan agar pemupukan dilakukan
sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga dapat mengurangi kehilangan N dan
meningkatkan serapan N oleh tanaman. Pemberian pupuk yang tepat tidak saja akan
menurunkan biaya penggunaan pupuk, tetapi dengan takaran pupuk yang lebih rendah,
hasil relatif sama, tanaman lebih sehat, serta mengurangi hara yang terlarut dalam air
dan penimbunan N dalam air atau bahan makanan yang sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia (Anonim dalam Salam, 2003).

Upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dilakukan


dengan menanam varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta
memperbaiki cara budi daya tanaman, yang mencakup pengaturan kepadatan
tanaman, pengairan yang tepat, serta pemberian pupuk N secara tepat baik takaran,
cara dan waktu pemberian maupun sumber N (Salam, 2003). Menurut Parto hardjono
dan Fitts (1974), penggunaan pupuk urea berlapis belerang yang dapat melepas N
secara lambat dapat meningkatkan efisiensi penggunaan N pada padi sawah. Lebih
lanjut Partohardjono (1981) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan N meningkat bila
pupuk N diberikan secara bertahap atau memberikan unsur N dalam bentuk tablet.

Kerusakan lingkungan akibat pemupukan N yang berlebihan disebabkan adanya


emisi gas N2O pada proses amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi. Menurut
Partohardjono (1999), emisi gas N2O dipengaruhi oleh takaran pupuk N yang diberikan,
makin tinggi takaran N makin besar emisi gas N2O. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
emisi gas N2O berkaitan erat dengan bentuk pupuk N.

Hardy et al. (1975) dan Mertz (1976) dalam Isfan (1993) menekankan bahwa
meningkatkan efisiensi nitrogen kultivar merupakan tujuan penting dalam program
pemuliaan. Banyak peneliti yang menemukan perbedaan yang signifikan untuk efisiensi
nitrogen pada genotipe tanaman sereal. Efisiensi Serapan Nitrogen (ESN) pada
tanaman kedelai juga telah dilaporkan Totok (2009) dan Ahdiyat (2009).

Anda mungkin juga menyukai