Anda di halaman 1dari 5

KeTUHANAN Dalam Agama Hindu.

Pengertian ketuhanan atau kepercayaan

Definisi kepercayaan menurut istilah terminology di Indonesia pada waktu ini ialah keyakinan kepada
Tuhan Yang Maha Esa di luar agama atau tidak termasuk kedalam agama. (Rasyidi : 1980). A.L.
Huxley di dalam bukunya The Perennial Philosophy. Seorang pengarang dan ahli filsafat di negeri
Inggeris menyebutkan empat arti:.

1. Percaya/mengandal (kepada orang tertentu).

2. Percaya (Inggeris: Faith) kepada wibawa (dari para ahli di suatu bidang ilmu pengetahuan) .

3. Percaya (Inggeris: believe) kepada dalil-dalil yang kita ketahui bahwa kita dapat menceknya,


apabila kita mempunyai kesediaan. Kesempatan dan kemampuan untuk itu (misalnya
mempercayai toeri atom).

4. Percaya (Inggeris: believe) kepada dalil-dalil yang kita ketahui bahwa kita dapat
menceknya, sekalipun kita menghendakinya (missal, mempercayai pasal-pasal pengakuan
iman Athanasius). Huxley berpendapat, bahwa ketiga arti yang pertama mempunyai peranan
yang penting dalam Kehidupan sehari-hari dan dalam ilmu pengetahuan, tetapi
percaya dalam arti yang ke empat itu pandangannya sama dengan apa yang disebut
kepercayaan agamani. (Permadi,1994:3).

Kamus umum Purwadarminto, 1976. Mengatakan bahwa kepercayaan mempunya pengertian:.

a. Anggapan atau keyakinanbenar (ada, sengguh- sungguh).

1. Sesuatu yang dipercayai (dianggap dengan benar). Menurut Endang Syaifuddin Anshari
(1985) percayailah sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau menganggap sesuatu sebagai
benar.

Menurut Dananjaya (153) kepercayaan pada intinya bukan hanya mencakup kelakuan (behavior)
tetapi juga pengalama (experiences) juga alat. Jadi kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan
terhadap sesuatu yang mempengaruhi sifat mental yang meyakininya.

2.2 Ketuhanan Dalam Agama Hindu.

Sesungguhnya agama Hindu adalah agama tertua di dunia, hal itu bisa dibuktikan dalam usia
penelitian kitab-kitab Weda yang dilontarkan oleh para ahli bahwa agama yang berasal dari
benua India ini tumbuh dan berkembang pada sekitar 6000 tahun sebelum masehi. Agama
Hindu memiliki konsep Nirguna-brahman (esensi alam semesta; realitas sejati; atau Tuhan
impersonal), sementara sebagian mazhab menganut konsep Saguna-brahman (zat ilahi yang
berkepribadian; Tuhan personal yang memiliki kasih sayang), yang menyebut Tuhan dengan
nama Wisnu, Siwa, atau bahkan Sakti (kualitas feminin dari Tuhan).

Pada mulanya agma Hindu belum mengenal system kepercayaan yang mapan dan terorganisir.
Mereka melakukan pemujaan- pemujaan yang ditujukan pada fenomena-fenomena alam,
seperti; sungai,gunung dan pegunungan, laut, halilintar, matahari, bulan bintang, batu-batu
besar, pohon-pohon besar, dan lain-lain. Tetapi terkadang fenomena alam menjadi sesuatu yang
menakutkan bagi mereka, yang mereka anggap alam menjadi marah, murka, bahkan mengamuk.
Dengan pengalaman tersebut, mereka memulai melakukan pemujaan-pemujaan terhadap
fenomena-fenomena alam tersebut bertujuan untuk menentramkan fenomena-fenomen aalam
yang mereka anggap sebagai penganggu.
Pandangan ketuhanan dalam filsafat yaitu :.

1. Totheisme atau Totemisme atau Antrophomorphisme, adalah tahap di mana persembahan


yang mereka berikan masih sangat sederhana kepada fenomena-fenomena alam (sungai,
batu,guning, pohon, dan sebagainya).

2. Polytheisme, pada tahap ini mereka beranggapan bahwafenomena-fenomena alam tersebut


dianggap memiliki suatukekuatan dan mereka menganggapnya sebagai dewa. Mereka mulai
memuja dewa-dewa seperti; Dewa Air (Baruna), DewaMatahari (Suriya), Dewa Angin (Bayu), dan
lain-lain.

3. Henotheisme, di tahap ini mereka cenderung memfavoritkan pada dewa-dewa tertentu


untuk suatu periode, sehingga kefavoritan menjadi berganti-ganti unutk satu periode sesuai
dengan keadaan. Bila pada musim kemarau, mereka memujadan memfavoritkan kepada Dewa
Hujan, pada musim bercocok tanam mereka memuja Dewa Air, dan sebagainya.

4. Monotheisme, pada tahap ini mereka hanya memuja pada satu dewa yang mereka kenal
sebagai dewa pencipta segalanya (Pajapati), mereka beranggapan bahwa Pajapati adalah
sebagai pencipta alam semesta. Pajapati sering dianggap sebagai dewa yang bertugas
menciptakan semua hal dan kemudian berkembang gagasan tentang Brahma. Dari tahap
Antrophomorphisme, Polytheisme, kemudian tahap Henotheisme, sampai pada tahap
Monotheisme itu disebut tahap Yadnya Marga atau Karma Marga, karena mereka
cenderungmasih melakukan upacara-upacara persembahan atau upacara kurban dengan tujuan
agar mendapatkan berkah, pahala, kebahagiaan, dan keselamatan.

5. Monisme atau Pantheisme, adalah tahap di mana mereka tidak lagi menyembah dewa-
dewa. Mereka meyakini atau berprinsip bahwa ada suatu sumber dari segala sesuatu, yaitu yang
mereka namakan sebagai Roh Universal (Maha Atman). Dan mereka juga meyakini bahwa setiap
benda atau bentukan memiliki Roh Individu yang mereka namakan Puggala Atman. Di tahap ini
yang semakin berkembang mereka melakukan suatu pencarian, bagaimana agar Puggala Atman
dapat bersatu dengan Maha Atman.

Dasar Kepercayaan Umat Hindu

Ajaran Agama Hindu Dapat diklasifikasikan Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu: Ajaran
Agama Hindu dapat diklasifikan menjadi tiga kerangka dasar, dimana kerangka yang satu dengan
yang lainnya saling menguatkan dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan
diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa. Jagadhita disebut
sebagai bhukti yang artinya kebahagiaan dan kemakmuran didunia bagi setiap orang,
masyarakat ataupun negara. Moksa disebut Mukti yang artinya kebahagiaan rohani yang
langgeng di akhirat, atau mencapai kebebasan jiwa. Secara garis besar tujuan agama Hindu
adalah mengantarkan umatnya dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan diakherat,
maka akan diperoleh ketentraman dan kebahagiaan hidup yang sejati yang disebut ― Moksatam
jagadhita ya ca iti dharma (Titib, 2003:2).

Tri Kerangka Dasar Agama Hindu merupakan tiga konsep yang mendasari ajaran Agama Hindu
tersebut. Tattwa,Susila/Etika dan Ritual atauUpacara-Yadnya merupakan satu kesatuan yang
utuh yang harus dilaksanakan secara seimbang dalam melaksanakan suatu aktivitas agama
Hindu. Karena ketiga aspek ini saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Kalau salah satu dari
ketiga aspek tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka tujuan dari agama Hindu yaitu ―
Moksatam jagadhita ya ca iti dharma tidak akan tercapai dengan sempurna. Sehingga dalam
setiap melaksanakan aktivitas agama Hindu terutama dalam hal yadnya atau persembahan suci
tentu tidak pernah lepas dari konsep Tri Kerangka Dasar Agama Hindu.Tattwa, etika/susila dan
ritual dapat di ibaratkan dengan sebutir telur. Dimana kuning telur atau sarinya merupakan
aspek tattwa atau Filsafatnya,dan putih telur merupakan aspek dari susila atau etikanya,
sedangkan kulit dari telur merupakan aspek dari ritual atau upacaranya. Telur akan menetas
dengan sempurna apabila ketiga komponen dari kuning telur, putih telur dan kulitnya berfungsi
dengan baik.

Begitu juga pada agama Hindu yang akan berjalan dengan baik dan benar apabila dalam
melaksanakan aktivitas keagamaannya selalu disertai dengan upacara, etika dan tentu saja
berdasarkan tattwa yang benar. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari agama tersebut dapat
tercapai sesuai dengan kepercayaan umat Hindu (Sudaharta,2007:5). Dalam bukunya Titib
(2006:258) menjelaskan bahwa inti Tattwa itu adalah kepercayaan kepada Tuhan (Ketuhanan)
yang disebut dengan Ekatwa Anekatwa Svalaksana Bhatara yang artinya Tuhan itu dalam yang
banyak, yang banyak dalam yang Esa. Tattwa adalah kepercayaan, dalam Hindu kita mengenal
lima kepercayaan yang disebut dengan Panca Sradha antara lain :.

1). Percaya terhadap adanya Tuhan (Widha Tattwa).

2). Percaya terhadap adanya Atman (Atma Tattwa).

3). Percaya terhadap adanya Hukum Karma (Karma Phala).

4). Percaya terhadap adanya Punarbhawa (Samsara).

5). Percaya terhadap adanya Moksa (Bersatunya atman denganBrahman).

Sistem Ketuhanaan ( kepercayaan ) Umat Hindu di Bali.

Di Bali, budaya dan agama Hindu menjadi dua fenomena dalam satu realitas. Transformasi
kebudayaan menuju tradisi religius terjadi begitu apik dalam ruang Hinduisme yang menebarkan
aroma harmoni budaya dan agama. Fenomena budaya muncul sebagai ekspresi kebenaran
(satyam), kesucian (sivam), dan kebahagiaan (sundaram) menuju realitas absolut (Brahman).
Berbasis persembahan suci (yajna), masyarakat Hindu di Bali menyelaraskan gerak kehidupan
adat dan budayanya menjadi kesatuan rasa (keindahan), agama (tradisi suci), dan buddhi tepet
(kebijaksanaan). Ekspresi religius dalam aktivitas berkebudayaan inilah menjadikan agama Hindu
Bali begitu unik dan khas. Bukan merujuk kepada Veda, tetapi mengalir dari Veda. Bukanlah
agama yang hanya tekstual, tetapi agama yang dihayati dan dilaksanakan dalam konteks
sehingga nilai-nilai agama menginternal menjadi kepribadian dan jati diri pemeluknya.

Perpaduan tradisi lokal dan Hinduisme memang menjadi karakter khas Hindu Indonesia
umumnya dan Bali khususnya. Melalui proses dialektis yang panjang dan berliku maka agama
Hindu di berbagai daerah menunjukkan keunikan dan kekhasannya sendiri, tetapi esensinya
tunggal. Pandangan dialektis berpendapat bahwa kebudayaan lokal telah memiliki kemampuan
dan posisi yang sama kuat ketika berhadapan dengan kebudayaan yang datang dari luar
sehingga proses lahirnya kebudayaan baru terjadi dalam proses dialogis yang panjang (Utama,
2003). Pertemuan antara bentuk-bentuk kepercayaan asli Indonesia dengan Agama Hindu yang
datang dari India telah menghasilkan agama Hindu Indonesia. Proses interaksi ini terjadi secara
alkulturatif, di mana unsur-unsur asing diolah ke dalam kebudayaan lokal tanpa kehilangan
kepribadian dasar kebudayaan lokal (Geria, 2000). Hal ini sejalan dengan pernyataan Magetsari
(1986) bahwa masuknya unsur India sebaiknya dianggap sebagai zat penyubur yang
menumbuhkan Hindu Indonesia dalam kekhasannya.
Kearifan lokal ini terutama nampak dalam aktivitas ritual sehingga sulit merujuk langsung
keberadaannya dalam tradisi Veda. Mengingat ritual merupakan sistem simbolis yang
mengandung makna berlapis sehingga untuk menemukan inti ajarannya diperlukan pengupasan
yang berlapis-lapis pula. Oleh karena itu, terburu-buru menolak tradisi ritual yang tidak tersurat
dalam Veda tentu bukanlah tindakan yang bijaksana. Sekali lagi, Veda adalah mata air yang
menjadi sumber aliran sungai kebijaksanaan yang tak terhitung jumlahnya. Pada setiap aliran
sungai ini Veda memberikan warna sesuai dengan kondisi lingkungan alam, sosial, dan budaya
masyarakatnya. Dengan cara demikian Veda dapat hidup dimanapun, memberikan warna
kehidupan masyarakatnya, menumbuh-suburkan kebudayaan, dan akhirnya mengantarkan
manusia pada kesejahteraan dunia (jagadhita) dan kebahagiaan tertinggi (moksa). Sekali lagi,
baik yang merujuk kepada Veda maupun yang mengalir dari Veda sesungguhnya semua
bersumber dan bermuara kepada Veda.

Bali mewarisi ritual keagamaan yang beberapa di antaranya kental nuansa local. Salah satu
upacara menurut keyakinan umat hindu di Bali yaitu upacara pasupati. Upacara pasupati
bermakna memuja memohon berkah kepada sang hyang pasupati untuk menghidupkan dan
memberikan kekuatan magis tewrhadap benda – benda tenrtentu yang akan dikeramatkan.
Dalam kepercayaan umat Hindu di Bali, upacara pasupati merupakan bagian dari upacara dewa
yajna. Menurut keyakinan umat hindu di bali, segala sesuatu yang diciptakan oleh Sang Hyang
Widhi mempunyai jiwa, trermasuk yang diciptakan atau dibuat oleh manusia diyakini juga
mempunyai jiwa, denghan cara mengadakan upacara pasupati inilah umat hindu di Bali
memohon kehadapan sang pencitpa agar dapat memberikan kekuatran magic kepada benda
benda yang disakralkan mempunyai nilai dan budaya yang luhur, untuk keselamatan dan
kesejahteraan manusia. Biasanya benda – benda yang diupacari antara lain berupa
kerios,Barong, rangda dan lainya.

Sebelum pelaksanaan penyucian benda tersebut, terlebih dahulu dilakukan upacara prayascista,
ini bertujuan untuk menghilangkan noda atau kotoran yan gmelekat pada saat proses
pembuatan benda tersebut, lalu dilanjutkan dengan secara niskala atau alam gaib. Upacaranya
ini dipersembahnkan untuk dewa prayascita. Ada beberapa penbdapat yang menyebutkan
bahwa upacara pasupati bermakna memberkahi kekuatan sinar suci sang hyang Widhi terhadap
ebnda – benda tersebut. Ada pula mengatakan nbahwa khuisu untuk upacara pasupati bagi
arca,dewa dewa dilengkapi menulisan hurup magic.

Upacara pasupati ini merupakan adat istiadat dan tradisi budaya yang diwariskan secara turun
temurun oleh umat hinbdu di Bali, dsan masih dilakukan samapi saat ini, diyakini juga benda
seperti arca barong ,keris dan lainya. Setelah diupacarai pasupati, maka bwenda tersebut
memeiliki roh atau jiwatman dan terkandung kekuatan suci Ida Sang Hyang pasupati dalam
memanifestasi Hyang Widhi ( Tuhan Yang Maha Esa). Pelaksanaan upacara pasupati ini di
pimpoin oleh seorang pendeta atau orang suci dan dilakukan dipura, upacara pasupati bervariasi
menurut desa, kala dan patra masing – masing pada setiap desa di Bali.

Dari pemaparan diatas, ada beberapan nilai luhur yang religious yang terkanduing dalam
upacara Pasupati :

1. Tentang adanaya kekuatan sakti para dewa sebagai manisfestasi Hyang Widhi sewbagai
media skralisasi yang diyakini oleh umat Hinduy di Bali.
2. Adanya kepercayaaan umat Hindu di baliu bahwa benda yang dibuat atau diciptakan oleh
manusia mempunyai jiwa dan bisa diisi jiwa atau rohnya lewat pemujaan dan pemohonan
melalui dewa Pasupati dalam menisfestasi Tuhan Yang Maha Esa.

3. Memantapkan rasa persatuan umat hindu melalui upacara.

4. Sebagai suatu proses pengenalan kepada generasi muda tentang pentingnya meneruskan
adat istiadat,budaya dan nilai luhur yang terkandung dalam berbagai kegitan upacara, agar
jangan sampai hilang ditelan jaman dan perdaban.

Anda mungkin juga menyukai