PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah arus kas berpengaruh terhadap financial distress?”
2. Laba berpengaruh terhadap financial distress?”
3. Leverage berpengaruh terhadap financial distress?”
C. Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan masalah, antara lain :
1. Penelitian hanya menggunakan laba bersih.
2. Perhitungan arus kas hanya menggunkan arus kas operasi, tidak
menghitung besarnya arus kas investasi dan pendanaan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh arus kas, laba
dan leverage terhadap financial distress dengan sampel perusahaan non bank
yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2016 – 2018.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi ilmu pengetahuan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana
dalam menambah wawasan serta pengetahuan mengenai faktor yang dapat
mempengaruhi financial distress.
2. Bagi perusahaan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukkan atau
saran dalam manajemen pengelolaan keuangan dengan lebih baik serta
membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat untuk menyelesaikan
masalah.
3. Bagi peneliti berikutnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi ilmiah dan pelengkap temuan-temuan empiris yang terkait dengan
financial distress.
F. Penelitian Trdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan refrensi oleh
peneliti dalam penelitiannya. Berikut disajikan tabel yang berisi ringkasan dari
penelitian terdahulu :
Nama
No. Judul Alat Ukur Kesimpulan Sektor
Pemilik
Arus kas tidak
berpengaruh terhadap
PENGARUH financial distress Perusahaan
ARUS KAS, LABA Non Bank Di
Laba memiliki
Kristiana DAN LEVERAGE Regresi Bursa Efek
1 pengaruh terhadap
Ardeati TERHADAP Berganda Indonesia
financial distress
FINANCIAL Periode 2012
DISTRESS Leverage tidak - 2016
berpengaruh terhadap
financial distress
Laba tidak
berpengaruh terhadap
financial distress
Arus Kas tidak
berpengaruh terhadap
financial distress
Septy Indra PENGARUH Kepemilikan Perusahaan
Santoso, LABA, ARUS KAS Manajerial Manufaktur
Dwi Yana DAN CORPORATE berpengaruh positif Yang
Regresi
2 Amalia Sari GOVERMANCE terhadap financial Terdaftar Di
Logistik
Fala dan An TERHADAP distress Bursa Efek
Nisan Nur FINANCIAL Kepemilikan Indonesia
Khoirin DISTRESS Institusional tidak 2011 - 2015
berpengarug terhadap
financial distress
Ukuran Dewan
Direksi berpengaruh
negatif terhadap
financial distress
PENGARUH Laba berpengaruh Perusahaan
Fanny
LABA DAN ARUS terhadap financial Non Bank
Nailufar,
KAS TERHADAP Statistik distress Yang
3 Sufitrayati
KONDISI Deskriptif Arus kas Terdaftar di
dan
FINANCIAL berpengaruh terhadap Bursa Efek
Badaruddin
DISTRESS financial distress Indonesia
Likuiditas tidak
berpengaruh terhadap
financial distress
LIKUIDITAS Leverage
LEVERAGE, berpengaruh terhadap Pada
OPERATING financial distress Manufaktur
G. Anggana CAPACITY, Yang
Operating capacity
Lisiantara PROFITABILITAS, Regresi Terdaftar Di
4 berpengaruh terhadap
dan Lilik SALES GROWTH Logistik Bursa Efek
financial distress
Febriana SEBAGAI Indonesia
PREDITOR Profitabilitas Tahun 2013 –
FINANCIAL berpengaruh terhadap 2016
DISTRESS financial distress
Sales growth tidak
berpengaruh terhadap
financial distress
Profitabilitas
berpengaruh negatif
terhadap financial
distress
Leverage
ANALISIS
berpengaruh positif
PENGARUH
terhadap financial Perusahaan
RASIO
distress Jasa Non
PROFITABILITAS,
Likuiditas Keuangan
Tirza LEVERAGE,
berpengaruh negatif Yang
Chrissentia LIKUIDITAS,
5 Z-score terhadap financial Terdaftar Di
dan Julianti FRIM AGE, DAN
distress Bursa Efek
Syarief KEPEMILIKAN
Film age Indonesia
INSTITUSIONAL
berpengaruh negatif Tahun 2014 –
TERHADAP
terhadap financial 2016
FINANCIAL
distress
DISTRESS
Kepemilikan
institusional
berpenaruh negatif
terhadap financial
distress
PENGARUH Likuiditas
LIKUIDITAS, berpengaruh Perusahaan
PROFITABILITAS, signifikan positif Makanan
LEVERAGE DAN Regresi terhadap financial Minuman
Abdul
6 ARUS KAS Linear distress Yang
Ghofur
OPERSASI Berganda Profitabilitas Terdaftar Di
TERHADAP berpengaruh BEI Tahun
FINANCIAL signifikan terhadap 2012 - 2017
DISTRESS financial distress
Leverage tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
financial distress
Arus kas operasi
berpengaruh
signifikan terhadap
financial distress
Financial Leverage
tidak berpengaruh
terhadap financial
PENGARUH distress Perusahaan
FINANCIAL Manufaktur
Firm Growth tidak
LEVERAGE, FIRM Yang
berpengaruh terhadap
Frans Julius GROWTH, LABA Regresi Terdaftar Di
7 financial distress
P.S DAN ARUS KAS Logistik Bursa Efek
Laba tidak
TERHADAP Indonesia
berpengaruh terhadap
FINANCIAL Tahun 2010 –
financial distress
DISTRESS 2014
Arus Kas memiliki
pengaruh terhadap
financial distress
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Arus Kas
Kas merupakan aktiva yang paling likuid atau merupakan salah satu
unsur modal yang paling tinggi likuiditasnya, berarti semakin besar jumlah
kas yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat
likuiditasnya (Jumingan 2014 : 97). Munawir (2014:242) menyatakan
bahwa kas merupakan uang yang dapat dikontrol dan digunakan
perusahaan. Kas dalam laporan arus kas sebagai jumlah uang tunai yang
terdapat di perusahaan dan rekening giro atau pada simpanan bank yang
dalam pengambilannya tidak dibatasi baik dalam segi waktu ataupun
jumlahnya dan investasi jangka pendek, yang secara formal disebut kas dan
setara kas.
Arus kas menurut Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) no. 2
tahun 2014 adalah arus kas masuk dan arus kas keluar atau setara kas. Purba
(1997:38) menyatakan arus kas (cash flow) merupakan jumlah pengeluaran
tiap–tiap periode, antara lain pembelian bahan–bahan, peralatan dan lain-
lain di samping penerimaan. Laporan arus kas merupakan ringkasan
transaksi keuangan yang berhubungan dengan kas.
Arus kas memiliki beberapa jenis seperti arus kas operasi, arus kas
investasi, dan arus kas pendanaan :
a. Arus Kas Operasi
Aktivitas operasi merupakan pengaruh kas dari transaksi-
transaksi yang menimbulkan pendapatan dan beban, termasuk dalam
penentuan laba bersih (Jusup 2011: 411). Arus kas dari aktivitas operasi
terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan
perusahaan, arus kas umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain
yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih (Surya 2012: 48).
Prihadi (2010: 54) dalam bukunya terdapat pola arus kas operasi
dalam perusahaan :
1.) Kondisi normal seharusnya positif artinya lebih banyak kas masuk
dibandingkan dengan kas keluar. Arus kas positif diperoleh dari
penjualan, sedangkan arus kas operasi lainnya dalah negatif. Arus
kas operasi positif berarti penerimaan dari penjualan seharusnya
mampu menutup seluruh pengeluaran operasi yang bersifat rutin.
2.) Arus kas operasi jika negatif, maka hal itu merupakan tanda bahwa
perusahaan sedang bermasalah. Arus kas operasi apabila negatif
perlu diingat apakah hanya tahun tertentu atau menetap.
Laba Bersih
(+) Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba bersih pada kas
(±) Kas yang disediakan (digunakan) oleh aktiva & kewajiban lancar
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi
Keterangan :
1.) Arus Kas Operasi : Subramanyam (2017:5) menyatakan arus kas
operasi merupakan aktivitas perusahaan terkait dengan laba.
Aktivitas operasi juga meliputi arus kas masuk dan arus kas keluar
bersih yang berasal dari aktivitas operasi terkait, seperti pemberian
kredit kepada pelanggan, investasi dalam persediaan, dan perolehan
kredit dari pemasok, piutang, persediaan, pembayaran di muka,
utang dan beban akrual.
2.) Kewajiban Lancar : Munawir (2014:18) menyatakan hutang lancar
adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau
pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak
tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan. Kewajiban lancar meliputi : hutang dagang, hutang
wesel, hutang pajak, biaya yang masih harus dibayar, hutang jangka
panjang yang segera jatuh tempo dan penghasilan yang diterima di
muka.
Hery (2015:124) menyatakan rasio arus kas operasi terhadap
kewajiban lancar menunjukkan kemampuan arus kas operasi perusahaan
dalam melunasi kewajiban lancarnya. Perusahaan yang memiliki rasio arus
kas operasi terhadap kewajiban lancar dibawah 1 berarti bahwa perusahaan
tersebut tidak mampu melunasi kewajiban lancarnya hanya dengan arus kas
operasi saja. Rasio arus kas operasi terhadap kewajiban lancar perusahaan
apabila memiliki nilai diatas 1 dapat diartikan bahwa perusahaan mampu
melunasi kewajiban lancarnya menggunakan arus kas operasi saja.
2. Laba
Swardjono (2008:343) mendefinisikan laba sebagai imbalan atas
upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Definisi laba yang
diungkapkan memiliki arti bahwa laba merupakan kelebihan pendapatan
atas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan produksi dan
penyerahan barang/jasa). Harahap (2009:113) menyatakan laba menurut
APB Statement (Accounting Principles Board Statement) adalah kelebihan
penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi. Committe on
Terminology mendefinisikan laba sebagai jumlah yang berasal dari
pengurangan harga pokok produksi, biaya lain, dan kerugian dari
penghasilan atau penghasilan operasi.
Laba adalah pendapatan dan keuntungan dikurangi dengan beban
serta kerugian. Laba meringkas dampak keuangan akibat aktivitas operasi
suatu bisnis. Laba dapat dikatakan sebagai parameter paling penting dari
kinerja keuangan sebuah perusahaan. Tujuan utama laporan laba rugi adalah
untuk menjelaskan bagaimana menentukan laba, dengan melaporkan
komponen pentingnya sebagai pos terpisah (Subramanyam 2014:370).
Penelitian ini seperti dengan yang dilakukan oleh Aminah (2015)
dan Fatmawati (2017) pengukuran laba menggunakan rasio return of aset.
Menurut Hery (2016: 193), rasio hasil pengembalian atas aset digunakan
untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan
dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset. Kasmir (2016:202)
menyatakan rumus yang dapat digunkan dalam menghitung return of asset
(rasio hasil pengembalian atas aset) :
Laba Bersih
Total Aktiva
Keterangan:
1.) Laba bersih menurut Fahmi (2011:101) merupakan laba yang sudah
dikurangkan dengan pajak.
2.) Total Aktiva merupakan penjumlahan dari aktiva lancar dan aktiva tidak
lancar. Munawir (2014:14) menyatakan kelompok aktiva lancar terdiri
dari kas atau uang tunai yang digunakan untuk membiayai operasional
perusahaan, investasi jangka pendek, pitang wesel, piutang dagang,
persediaan, piutang penghasilan dan penghasilan yang masih harus
diterima, dan persekot atau biaya yang dibayar di muka. Aktiva tidak
lancer meliputi investasi jangka panjang, aktiva tetap, aktiva tetap tidak
berwujud, beban yang ditangguhkan, dan aktiva lain-lain.
Menurut Hery (2015:228), return of assets (hasil pegembalian atas
aset) menghitung seberapa besar kontribusi aset dalam menciptakan laba
bersih. Tingginya hasil pengembalian atas aset berarti semakin tinggi pula
jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam
dalam total aset. Rendahnya hasil pengembalian atas aset berarti semakin
rendah pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang
tertanam dalam total aset. Standar industri rasio ROA sebesar 20% atau 0,2
dimana, semakin tinggi hasil pengembalian atas aset berarti semakin tinggi
pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap dana yang tertanam.
3. Leverage
Leverage merupakan jumlah utang yang digunakan untuk
membiayai/membeli aset-aset perusahaan. Leverage juga dapat diartikan
penggunaan serbagai macam instrumen keuangan atau modal pinjaman
dengan tujuan untuk meningkatkan hasil potensial suatu investasi.
Fakhrudin (2008:109) menyatakan leverage timbul akibat adanya opsi,
futures, marjin, dan instrumen-instrumen uang lainnya. Penggunaan aktiva
yang menimbulkan beban tetap disebut dengan operating leverage,
sedangkan penggunaan dana dengan beban tetap disebut financial leverage
(Sudana 2015 : 180).
Menurut Keown, et. al. (2010 : 116) leverage operasi adalah
responsivitas EBIT (earnings before interest and taxes) perusahaan
terhadap perubahan dalam penerimaan penjualan akibat dari penggunaan
biaya operasi tetap. Biaya operasi tetap yang terdapat dalam struktur biaya
perusahaan, perubahan dalam EBIT akan jauh diperbesar lagi. Dampak
negatif terhadap EBIT akan lebih terasa apabila perusahaan mengalami
penuruan penjualan.
Financial leverage timbul karena perusahaan melakukan kegiatan
berbelanja dengan dana yang meinmbulkan beban tetap (utang), yaitu
berupa utang dengan beban tetapnya berupa bunga. Pembelanjaan utang
untuk investasi perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan dalam
menghasilkan laba atas modal yang digunakan (Sudana 2015 : 180).
Harahap (2016:303) menyatakan rasio leverage menggambarkan
kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam mendapatkan laba melalui
sumber daya yang ada. Pengukuran leverage dalam penelitian yang
dilakukan menggunakan debt to asset ratio. Hery (2015:195) menyatakan
bahwa dengan menggunakan debt to asset ratio atau sering juga disebut
dengan debt ratio dapat diketahui apakah kewajiban yang dimiliki oleh
perusahaan dapat tertutupi oleh jumlah aktivanya. Alasan perusahaan harus
mengetahui seberapa besar aktiva yang dapat digunakan untuk menutupi
kewajiban adalah antisipasi perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban
tanpa mengorbankan terlalu banyak kepentingan pemilik, perusahaan harus
memiliki debt ratio yang rendah. Nilai debt ratio yang tinggi dikhawatirkan
akan membuat perusahaan kesulitan membayar kewajibannya dan
mengalami financial distress. Menurut Fahmi (2011:127) rumus debt to
total assets atau debt ratio adalah :
Total Kewajiban
Total Aktiva
Keterangan:
1.) Total Kewajiban merupakan pennjumlahan dari hutang lancar dan
hutang jangka panjang. Munawir (2014:18) menyatakan hutang lancar
meliputi : hutang dagang, hutang wesel, hutang pajak, biaya yang masih
harus dibayar, hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo dan
penghasilan yang diterima di muka. Hutang jangka panjang merupakan
kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya masih jangka
panjang, meliputi : hutang obligasi, hutang hipotik dan pinjaman jangka
panjang lain.
2.) Total Aktiva merupakan penjumlahan dari aktiva lancar dan aktiva tidak
lancar. Munawir (2014:14) menyatakan kelompok aktiva lancar terdiri
dari kas atau uang tunai yang digunakan untuk membiayai operasional
perusahaan, investasi jangka pendek, piutang wesel, piutang dagang,
persediaan, piutang penghasilan dan penghasilan yang masih harus
diterima, dan persekot atau biaya yang dibayar di muka. Aktiva tidak
lancar meliputi investasi jangka panjang, aktiva tetap, aktiva tetap tidak
berwujud, beban yang ditangguhkan, dan aktiva lain-lain.
Kasmir (2016 : 156) menyatakan bahwa hasil pengukuran debt ratio,
apabila menunjukkan rasio yang bernilai tinggi memiliki arti bahwa
pendanaan perusahaan menggunakan utang semakin banyak, maka semakin
sulit bagi perusahaan tidak mampu menutupi utang- utangnya dengan aktiva
yang dimiliki. Nilai debt ratio yang rendah akan menjadikan perusahaan
semakin kecil dalam menggunakan biaya utang. Menurut Hery (2015:66)
ketentuan umum untuk debt ratio adalah bahwa perusahaan seharusnya
memiliki debt ratio kurang dari 0,5. Ketentuan umum dapat bervariasi
tergantung pada masing-masing jenis industri.
4. Financial Distress
Financial distress adalah sebuah konsep yang luas dimana
perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah yang sering
digunakan dan dapat dengan jelas menggambarkan situasi tersebut adalah
kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default.
Default yang dimaksudkan adalah sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh
perusahaan terhadap perjanjian dengan kreditur dan mengkibatkan sebuah
tindakan hukum (Atmini dan Andayani 2006:154).
Plat dan Plat, dalam Fahmi (2011:158), mendefinisikan financial
distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum
terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Financial distress dimulai dari
ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban- kewajibannya, terutama
kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan
juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas.
Financial distress digolongkan menjadi empat istilah ditulis oleh
Altman (2006: 4), yaitu :
1.) Economic Failure
Pendapatan perusahaan tidak dapat menutup seluruh total biaya
yang digunakan. Perusahaan dalam kondisi ini dapat terus melakukan
aktivitas operasi apabila kreditur tetap ingin menyediakan tambahan
modal dan pemilik dapat menerima pengembalian di bawah tingkat
bunga pasar.
2.) Business Failure
Business Failure digunakan untuk menggambarkan berbagai
macam kondisi bisnis yang tidak memuaskan.
3.) Insolvent
Kondisi insolvent dialami pada perusahaan yang tidak dapat
memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena tidak mampu
memperoleh laba bersih. Insolvent sendiri dapat dibagi menjadi dua
kelompok, Technical Insolventcy dan Bankcruptcy Insolvency.
Technical Insolventcy merupakan kondisi perusahaan tidak likuid yang
bersifat temporer, namun apabila dapat meningkatkan kas dan mampu
membayar kewajibannya dapat dikatakan bahwa perusahaan selamat
dari ancaman kegagalan. Bankcruptcy Insolvency terjadi ketika
perusahaan memiliki nilai buku dari total kewajiban lebih besar daripada
nilai pasar asetnya, sehingga nilai perusahaan adalah negatif.
4.) Legal Bankcruptcy
Legal Bankcruptcy adalah keadaan pada saat perusahaan sudah
dinyatakan bangkrut dan disahkan secara hukum.
Financial distress dapat timbul karena faktor dari dalam perusahaan
(internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal). Damodaran (2001)
menyebutkan bahwa faktor penyebab financial distress dari dalam
perusahaan bersifat mikro, faktor-faktor tersebut anara lain adalah :
1.) Kesulitan Arus Kas
Kesulitan arus kas terjadi ketika penerimaan pendapatan
perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi
beban-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan.
Kesulitan arus kas bisa juga disebabkan karena kesalahan dari
manajemen dalam mengelola aliran kas perusahaan untuk pembayaran
aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
2.) Besarnya Jumlah Hutang
Salah satu cara untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi
perusahaan adalah dengan mengambil hutang dan menimbulkan
kewajiban bagi perusahaan. Kondisi pasar saat terjadi tagihan atas
hutang jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk
membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkian kreditur akan
menyita harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran
tagihan tersebut.
3.) Kerugian Operasional Perusahaan
Kerugian operasional perusahaan menyebabkan arus kas negatif
dalam perusahaan. Arus kas negatif dalam perusahaan dapat terjadi
karena beban operasional perusahaan lebih besar dari pada pendapatan
yang diterima perusahaan.
Damodaran (2001) menyatakan perusahaan dapat menanggulangi
atau menutupi tiga hal tresebut, namun tidak ada jaminan pasti bahwa
perusahaan dapat terhindar dari financial distress, karena masih terdapat
faktor eksternal perusahaan yang dapat menyebabkan financial distress.
Faktor eksternal perusahaan itu sendiri lebih bersifat makro dan cakupannya
lebih luas. Beberapa faktor eksternal tersebut dapat berupa kebijakan
pemerintah serta kebijakan suku bunga pinjaman yang meningkat sehingga
dapat menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan meningkat.
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang menyatakan
kategori, atau kelompok dari suatu subjek. Kedua kelompok diberi kode
angka 1 dan 2. Angka 1 dan 2 berfungsi sebagai label kategori semata tanpa
memiliki nilai intrinsik dan tidak memiliki arti apa-apa dan sebagai cara
untuk mengkelompokkan subjek ke dalam kelompok yang berbeda atau
hanya untuk menghitung berapa banyak jumlah setiap kategori (Ghozali
2016: 3-4). Skala nominal adalah skala yang memungkinkan peneliti untuk
menempatkan subjek pada kategori atau kelompok tertentu. Kode dalam
skala numerik berfungsi sebagai label kategori yang sederhana dan sesuai,
tanpa nilai intrinsik (Sekaran 2006:15).
Financial distress didefinisikan oleh Whitaker (1999) sebagai suatu
perusahaan yang mengalami laba bersih (net income) negatif selama
beberapa tahun. Terdapat dua proxy yang digunakan untuk mengukur
kesulitan keuangan yaitu kerugian dan penurunan laba. Kerugian
didefinisikan ketika laba sebenarnya pada tahun n kurang dari 0. Sedangkan
penurunan laba didefinisikan sebagai pendapatan tahun n lebih kecil
daripada pendapatan tanun n-1 (Ellen dan Juniarti 2013: 3). Financial
distress dapat dilihat dari perusahaan yang memiliki laba bersih negatif
dalam satu periode pelaporan (Rahmayanti dan Ulil, 2017). Menurut
Mus’ud dan Reva (2015), kriteria ini menunjukkan kondisi financial
distress karena dengan adanya laba bersih negatif selama dua tahun atau
lebih secara berturut-turut berarti perusahaan mengalami penurunan kondisi
keuangan atau kerugian.
5. Pengaruh Arus Kas terhadap Financial Distress
Financial distress dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi
kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek
termasuk kewajiban likuiditas, dan juga kewajiban yang masuk dalam
kategori (leverage) solvabilitas. Satu dari ketidakmampuan keuangan
(financial distress) adalah flow-based insolvency yang ditunjukkan dengan
kondisi arus kas operasi yang tidak dapat memenuhi kewajiban lancar
perusahaan (Fahmi 2011:158).
Hery (2016:106) menyatakan arus kas positif memungkinkan bagi
perusahaan untuk melunasi utang, membayar prive atau deviden tunai, serta
mendanai pertumbuhananya melalui ekspansi bisnis atau aktivitas investasi.
Arus kas operasi yang negatif sebagai akibat dari gagalnya atau
ketidakberhasilan aktivitas operasi mengharuskan perusahaan untuk
mencari alternatif sumber kas lainnya. Solusi untuk perusahaan dalam
mengatasi kegagalan aktivitas operasi apabila tidak ditemukan dan diikuti
dengan alasan ketidaksediaan sumber dana, bukan tidak mungkin
perusahaan akan mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress).
Mengenai pengaruh arus kas terhadap financial distres,
Sumbramanyam (2017:19) menyatakan sebagai berikut :
“Perusahaan yang sukses maupun yang gagal dapat mengalami
masalah arus kas dari operasi, namun dengan alasan yang jauh
berbeda. Perusahaan yang sukses yang menghadapi masalah
investasi dalam piutang dan persediaan yang meningkat untuk
memenuhi permintaan pelanggan yang meningkat, mendapati
bahwa keuntungan yang meningkat berguna untuk mendapatkan
pendanaan tambahan dengan utang maupun ekuitas. Keuntungan
(laba akrual positif) yang dimiliki pada akhirnya menghasilkan arus
kas positif. Perusahaan yang gagal akan mengalami kekurangan
kas karena penurunan perputaran piutang dan persediaan,
mengalami kerugian operasi, atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut atau faktor lainnya. Perusahaan yang gagal dapat
meningkatkan arus kas dengan mengurangi piutang dan persediaan,
namun hal ini umumnya disertai dengan penurunan pelayanan pada
pelanggan, yang menurunkan lebih lanjut. Faktor-faktor tersebut
merupakan tanda krisis saat ini dan dimasa depan, serta
kekurangan kas, termasuk penurunan kredit perdagangan.
Penurunan arus kas bagi perusahaan gagal memiliki implikasi yang
sama sekali berbeda dengan implikasinya bagi perusahaan yang
sukses. Manajer meskipun gagal dapat meminjam uang, biaya dan
pinjaman hanya akan memperbesar kerugian.”
Berdasarkan pemaparan pengaruh arus kas terhadap financial
distress, peneliti mengembangkan hipotesis sebagai berikut :
Ha2 : Arus kas berpengaruh terhadap financial distress pada
perusahaan non bank yang terdaftar di BEI tahun 2016-2018.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori yang sudah ada dapat dirumuskan hipotesis
sementara untuk digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
Ha1 : Arus kas, laba, dan leverage berpengaruh terhadap financial distress
pada perusahaan non bank yang terdaftar di BEI tahun 2016-2018.
Ha2 : Arus kas berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan non
bank yang terdaftar di BEI tahun 2016-2018.
Ha3 : Laba berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan non
bank yang terdaftar di tahun BEI 2016-2018.
Ha4 : Leverage berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan
non bank yang terdaftar di BEI tahun 2016-2018.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
E. Variabel Penelitian
Analisis data pada penelitian ini menggunakan variabel arus kas, laba,
leverage dan financial distress. Definisi atas masing-masing variabel tersebut
diselaskan sebagai berikut:
1. Arus Kas
merupakan jumlah pengeluaran tiap–tiap periode, antara lain pembelian
bahan–bahan, peralatan dan lain-lain di samping penerimaan.
2. Laba
Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan dalam menghasilkan
barang dan jasa.
3. Laverage
Rasio Leverage menggambarkan kemampuan yang dimiliki
perusahaan dalam mendapatkan laba melalui sumber daya yang ada.
4. Financial distress
Financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi
sebelum kebangkrutan atau likuidasi.
F. Teknik Analisis Data
1. Menghitung Variabel
a. Menghitung Rasio Arus Kas terhadap Kewajiban Lancar
1) Menghitung arus kas operasi
2) Menghitung kewajiban lancar
3) Menghitung rasio arus kas terhadap kewajiban lancar
Rasio arus kas terhadap kewajiban lancar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Laba Bersih
Total Aktiva
Standar indutri rasio ROA sebesar 20% atau 0,2 dimana, semakin tinggi
hasil pengembalian atas aset berarti semakin tinggi pula jumlah laba
bersih yang dihasilkan dari setiap dana yang tertanam.
Total Kewajiban
Total Aktiva
b. Uji Multikolinieritas
Ghozali (2016:103) menyatakan uji multikolinieritas untuk
menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel independen. Masalah multikolinieritas dapat diidentifikasi jika
terjadi korelasi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi antar variabel independen. Pengujian terhadap ada tidaknya
multikolineritas dilakukan dengan metode VIF (Variance Inflation
Factor) dengan ketentuan :
VIF > 10 terdapat masalah multikolinieritas
VIF ≤ 10 tidak terdapat msalah multikolinieritas
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1.
Mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dapat
dilakukan pengujian terhadap nilai uji Durbin Watson untuk
autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept dalam
model regresi dan tidak ada vaiabel lag di antara variabel independen
(Ghozhali, 2016 : 107).
Kriteria Pengujian :
d. Uji Heterokedastisitas
Heterodeskesitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidak samaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah
mengalami homoskedatisitas atau tidak terjadi heteroskesdatisitas.
Variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
dependen dapat diartikan bahwa terjadi heteroskedastisitas. Tingkat
signifikan dapat dilihat melalui probabilitas di atas tingkat kepercayaan
5% (0,05) yang berarti tidak terdapat masalah heteroskedastisitas
(Ghozali, 2016 : 134).
e. Uji Linieritas
Uji ini dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model yang
digunakan sudah benar atau tidak. Spesifikasi model yang dimaksud
apakah fungsi yang digunakan dalam suatu studi empiris sebaiknya
berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Uji linieritas ini biasanya
digunakan sebagai prasarat dalam analisis korelasi atau regresi
berganda (Ghozali, 2016: 159).
Keterangan :
Y = Financial Distress
a = Konstanta
b1, b2, b3 = Koefisien Regresi
X1 = Arus Kas
X2 = Laba
X3 = Leverage
e = Tingkat Kesalahan
4. Menguji Hipotesis
a. Merumuskan Hipotesis
Berdasarkan teori yang ada, dapat ditarik hipotesis sementara,
yaitu :
d. Mengambil Keputusan
Keputusan dari hasil penelitian dapat diambil dengan syarat :
e. Menarik Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian dapat ditarik dengan menggunakan
ketentuan :
1) Apabila Ha1 didukung, maka variabel arus kas, laba, dan leverage
tidak berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan non
bank yang terdaftar di BEI tahun 2016 - 2018.
Amilia, L. S., dan Kristijadi. 2003. Analisis Rasio Keungan Untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. JAAI, Volume 7, No.2 , 183.
Aminah, Siti. 2015. Manfaat Laba dan Arus Kas Dalam Menentukan Prediksi
Kondisi Financial Distress. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol
4No.5
Atmini, S., dan Andayani, W. 2006. Manfaat Laba dan Arus Kas Untuk
Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Textile
Mill Products san Apparel And Other Textile Products yang Terdaftar
di Bursa Efek Jakarta. TEMA, Vol.7, Nomor 2 , 154.
Andre, Orina dan Taqwa, Salma. 2014. Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas dan
Leverage Dalam Memprediksi Financial Distress. Junal Elektronik
Universitas Negeri Padang.
Atika; Darminto dan Handayani, Siti Ragil. 2013. Pengaruh Beberapa Rasio
keuangan Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress. Jurnal
Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
Malang. Bank Indonesia.
Bhandari, S. B., dan Iyer, R. 2013. Predicting Business Failure Using Cash Flow
Statement Based Measures. Managerial Finance, Vol. 29 No.7 , 667-
676.
Djongkang, F., dan Rita, M. R. 2014. Manfaat Laba Dan Arus Kas Untuk
Memprediksi Kondisi Financial Distress. Journal Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana .
Halim, M. 2017. Penggunaan Laba Dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi
Financial Distress.
Julius, Frans P. S. 2017. Pengaruh Financial Leverage, Firm Growth, Laba dab
Arus Kss Terhadap Financial Distress. Jurnal Online Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Riau.
Keown, Arthur J., Scott, David F., Martin, Jhon D., dan Petty, William J. 2010.
Manajemen Keuangan: Prinsip san Penerapan Jilid 2 , Ed. 10. Jakarta:
PT. Indeks.
Kieso, D. E., Weygant, J., dan Warfield, T. 2002. Akuntansi Intermediete, Ed. 10,
Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Laksmita, Nadia; dan Komala, Adeh Ratna. 2017. Analisis Terhadap Financial Distress
Pada Perusahaan Sub Sektor Properti dan Real Estate di BEI 2011-2015.
Jurnal Riset Akuntansi Vol. IX/No.2. Universitas Komputer Indonesia.
Mas'ud, I., dan Srengga, R. M. 2012. Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Universitas Jember, 139-153.
Prihadi, T. 2010. Analisis Laporan Keuangan : Teori dan Aplikasi. Jakarta Pusat:
PPM.
Prastowo, D., dan Juliaty, Rifka. 2005. Analisis Laporan Keuangan: Konsep dan
Aplikasi, Cetakan Perama. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Purba, R. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Putra, B. C. 2017. Hubungan Rasio Keuangan dan Kondisi Financial Distress. Skripsi
Universitas Sanata Dharma.
Putri, Ni Wayan Krisnayanti Arwinda dan Merkusiwati, Ni kt. Lely A. 2014. Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance, Likuiditas, Leverage, dan Ukuran
Perusahaan Pada Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana Bali.
Rahmayanti, Sri dan Ulil Hadromi. 2017. Analisis Financial Distress Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Akuntansi dan ekonomika, Universitas Muhammadiyah Riau,
Indonesia.
Santoso, S. 2010. Satistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.
Surya. Raja Adri Satriawan. 2012. Akuntansi Keuangan Versi IFRS+. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Wahyuningtyas, F. 2010. Penggunaan Laba dan Arus Kas Untuk Memprediksi Financial
Distress. Skripsi Universitas Diponegoro .
Widarjo, Wahyu & Setiawan, Doddy. 2009. Pengaruh Rasio keuangan Terhadap
Komdisi Financial Distress Perushaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, Vol. 11 No.2. Universitas Sebelas Maret