Anda di halaman 1dari 5

PT.

Merpati Nusantara Airlines, dioperasikan sebagai Merpati Nusantara Airlines, adalah salah satu
maskapai penerbangan nasional yang sahamnya dimiliki sebagian besar oleh pemerintah Indonesia.
Berdiri pada tahun 1962, Merpati memiliki pusat operasi di Jakarta, Indonesia. Wikipedia

Kantor Pusat: Jakarta Pusat

Berhenti beroperasi: 1 Februari 2014

Mulai beroperasi: 6 September 1962 - 2019 (Luncurkan Kembali) kemungkinan sebagai non-LCC Airline

Tokoh utama: Capt. Asep Ekanugraha - CEO

Anak perusahaan: Sabang Merauke Raya Air Charter, Merpati Maintenance Facility

Pusat: Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bandar Udara Internasional Juanda

Panitia Kerja (Panja) Merpati Nusantara Komisi VI DPR RI menyimpulkan, permasalahan di dalam tubuh
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang berlarut-larut dan merugikan keuangan negara diakibatkan
oleh human error.

Panja Komisi VI DPR RI sudah menyerahkan laporan hasil akhir kepada Menteri BUMN – Dahlan Iskan
pada Senin (7/7) oleh Wakil Ketua Komis VI DPR RI – Erik Satrya Wardhana.

Berikut kesimpulan dari Panja Merpati Nusantara Komisi VI DPR RI terkait kondisi maskapai plat merah,
Merpati Airline:

Permasalahan di dalam tubuh PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang berlarut-larut dan
merugikan keuangan negara, diakibatkan oleh human error, berupa KKN, salah kelola (pada level
manajemen/direksi dan komisaris), dan salah kebijakan (lemahnya pembinaan dan pengawasan oleh
Kuasa Pemegang Saham/Kementerian BUMN).

Menteri BUMN selaku Kuasa Pemegang Saham tidak menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan
terhadap PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) karena sejak tahun 1998 perusahaan sudah mulai
merugi dan nilai kerugian semakin bertambah hingga saat ini total hutang per 31 Januari 2014 sebesar
7,647 triliun.

Dalam menjalankan perusahaan, manajemen tidak memakai prinsip kehati-hatian dan terjadi
penyalahgunaan wewenang yang berdampak terhadap keterpurukan perusahaan dan merugikan negara
karena tidak ada perencanaan. Hal ini dapat dilihat dari :
Perusahaan berhenti beroperasi karena tidak bisa membeli fuel .

Perusahaan melakukan bisnis dengan mitra bisnis yang menguntungkan mitra bisnis dan diindikasikan
untuk kepentingan pribadi atau golongan, contoh : menyewakan mesin dan hanggar di bawah harga
pokok produksi yang sudah ditetapkan.

Pengelolaan aset berharga yang buruk dan tidak memiliki pola dalam menjamin kontinuitas operasional
alat-alat produksi akibat dari kapabilitas manajemen yang rendah.

Pembayaran ke pihak mitra tidak melihat kemampuan perusahaan dan tidak mempertimbangkan segi
kelangsungan perusahaan.

Pengangkatan anggota manajemen yang tidak mempertimbangkan kapabilitas sehingga beban yang
ditumpukan kepada yang bersangkutan tidak dapat dilaksanakan sesuai amanah.

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sangat merugikan perusahaan seperti double up lift dan
pembayaran ke vendor atau supplier tertentu.

Pengangkatan pejabat setingkat direktur (associate directors) tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pada awalnya jumlah direktur dikurangi dalam rangka efisiensi; namun kenyataannya malah bertambah.

Pembayaran tunjangan profesi pilot terhadap direksi dan komisaris PT Merpati Nusantara Airlines
(Persero), sedangkan menurut Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-07/MBU/2010 tentang Pedoman
Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN, tidak berhak untuk
memperolehnya; apalagi ditambah kondisi perusahaan sedang terpuruk.

Pemanfaatan aset produktif tidak dilakukan dengan maksimal, hal ini dapat dilihat dari :

Merpati Maintenance Facility (MMF) dan Merpati Training Centre (MTC) yang memiliki fasilitas dan SDM
yang baik tidak dikelola secara profesional sehingga tidak bisa menjadi sumber pemasukan keuangan
bagi perusahaan.

Pesawat C-212 dan DHC-6 (Twin Otter) yang memiliki pasar dengan perolehan tinggi tidak diberdayakan
secara maksimal sehingga aset yang produktif hanya 30 persen.

Pesawat MA-60 sebagai pesawat yang saat ini masih dalam masa “Grace Periode” yang diharapkan
dapat menjadi tulang punggung perusahaan malah menjadi beban perusahaan karena kehandalan
pesawat tidak sesuai antara kontrak dan kenyataan. Supporting dari pihak manufacturer (Xian) tidak
optimal dalam hal : technical advisor, logistic, dan warranty component.

Kemampuan Manajemen yang buruk dalam penguasaan bisnis penerbangan, yaitu:

Laporan Keuangan Perusahaan yang menunjukkan kondisi Perusahaan semakin memburuk dan
berdampak berhenti beroperasi (stop operation) bagi perusahaan.

Pembuatan Rencana Bisnis Perusahaan (Business Plan) sampai saat ini belum selesai, dalam arti belum
bisa meyakinkan pemegang saham.
Penerapan pola operasi yang menyebabkan biaya operasional lebih tinggi dari pendapatan seperti :

Penempatan pilot sebagai pejabat struktural dimana berdampak terhadap kenaikan biaya organisasi,
penerapan rotasi crew yang tidak optimal, dan masih diberlakukannya airborne mechanic.

Base crew yang tidak menunjukkan efisiensi seperti base crew DHC, C-212 dan MA-60 masih di Jakarta.

PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) masih dapat beroperasi kembali dengan memanfaatkan aset
yang masih ada dengan pola pembentukan “Profit Centre” sebagai berikut:

Perusahaan lebih berkonsentrasi ke pengoperasian pesawat propeller.

Pengoperasian pesawat jet dilakukan dengan pola KSO yang menjamin pasar.

Merpati Maintenance Facility difokuskan menjadi hanggar perawatan untuk pesawat propeller dengan
memaksimalkan potensi Hanggar di Surabaya, Biak, dan Manado.

Merpati Training Center harus segera dijalankan secara profesional baik untuk sekolah pilot maupun
jenis-jenis pendidikan lainnya, serta melakukan modernisasi fasilitas simulator yang dimiliki.

Optimalisasi gedung milik sendiri yang ada di Surabaya untuk meminimalkan biaya overhead.

Sumber: Laporan Panitia Kerja Merpati Nusantara Komisi VI DPR RI

Ancaman kebangkrutan yang dihadapi PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dituding akibat
ketidakcakapan manajemen pengelola perusahaan. Maskapai pelat merah ini dianggap hanya bisa
selamat jika dipimpin prang yang independen terutama dari kemungkinan menjadi `sapi perah` pihak-
pihak tertentu.

Pengamat transportasi dari Universitas Gajah Mada menilai turunnya kinerja Merpati bukan dipicu
surutnya minat penumpang pada rute penerbangan yang dilalui perusahaan. Terbukti jam penerbangan
dari maskapai lain yang sama dengan Merpati justru tumbuh signifikan.

"Saya lihat Merpati kesalahan manajemen, pesawat lain bisa tumbuh, maskapai penerbangan lain malah
menambah pesawat karena penerbangan meningkat," kata Joko, saat berbincang dengan Liputan6.com,
di Jakarta, Minggu (2/2/2014).

Melihat persoalan yang terjadi, Joko menilai Merpati sebetulnya membutuhkan figur independen untuk
mengelola perusahaan. Alasannya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak hanya mendapat
gangguan dari internal tetapi juga ekternal perusahaan.
Gangguan ekternal yang dimaksud adalah oknum yang berusaha menjadikan Merpati sebagai sapi
perahan.

"Dirutnya sering diganggu DPR, tapi nggak semua DPR, tapi rata-rata. Jadi sapi perahan. Penerbangan
swasta tumbuh, kenapa pemerintah tidak tumbuh, karena ada yang minta bagian juga. Karena itu butuh
direksi yang independen," ungkapnya.

Joko khawatir bangkrutnya Merpati tidak hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat yang
kekurangan akses transportasi. Selama ini Merpati menjadi angkutan utama khususnya bagi masyarakat
yang wilayahnya terpencil.

"Itu tadi yang dirugikan masyarakat, BUMN disuport dikasih suntikan dana oknumnya minta uang,"
pungkasnya.(Pew/Shd)

Direktur Utama Merpati Airlines Asep Ekanugraha mengatakan, empat tahun lalu upaya untuk
merestrukturisasi maskapai datang dari pemegang saham. Sejak saat itu, Merpati harus mengalami
masa yang pelik untuk bisa kembali beroperasi.

"Empat tahun lalu di bulan yang sama, Oktober 2015 ada surat dari pemegang saham untuk
merekturisasi Merpati. Cukup panjang memang," ujarnya di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu
(16/10/2019).

Akhirnya, Merpati berupaya membenahi perusahaan dengan mengikuti tiga rekomendasi dari PT
Perusahaan Pengelola Aset, yaitu mendirikan anak perusahaan, menyelesaikan karyawan, dan
merestrukturisasi utang.

Pada 27 Januari 2016, lahirlah dua anak usaha Merpati yang bermain di bisnis yang berbeda, yaitu
Merpati Maintenance Facility dan Merpati Training Center. Saat ini, kedua anak usaha tersebut telah
memperoleh sedikit keuntungan.

"Saat itu (mereka) dilahirkan dalam kondisi yang memang perusahaan induknya sudah setop beroperasi
dari tahun 2014. Jadi ada tantangan tersendiri," kata dia.
Pada bulan berikutnya, Merpati menyelesaikan kewajibannya kepada 1.532 karyawannya yang memiliki
hak atas gaji dan atau pesangon. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.441 karyawan merupakan karyawan
tetap.

"Cukup berat penyelesaian karyawan ini bahkan dalam beberapa hal juga kami menghadapi tuntutan
dan pengadilan yang sampai di beberapa kota di seluruh Indonesia," ucapnya.

Dia melanjutkan, pada 2018, Merpati dituntut oleh pengadilan atas Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU). Pasalnya, pengadilan memutuskan utang Merpati yang harus dibayarkan mencapai
Rp10,9 triliun.

"Perjalanan itu juga 14 November 2018 kami capai homologasi, artinya merpati saat itu proposal yang
diajukan dipercaya dan diberi kesempatan kreditor untuk jalankan bisnis sesuai yang diajukan. Yang
nantinya akan mampu selesaikan kewajiban terhadap kreditur," tutur dia.

Anda mungkin juga menyukai