Anda di halaman 1dari 14

PERSEPSI AKUNTAN PRIA DAN AKUNTAN WANITA TERHADAP ETIKA

BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN

PONIMAN

Politeknik Negeri Semarang

ABSTRACT

The objectives of the research is to analyze the perception of man and woman

accountant against business ethic,and to analyze their perception against accountant

profession ethic. Data was collected by filling in questioner. Sample taking technique used in

the research was proposive random sampling, it means that each accountant profession

group is proportionally and randomly made as a sample. Method used in this hypothesis test

was Mann-Whitney U Test and Independent-Samples T Test.

The calculation result on the first hypothesis indicates that the number existing in the

asymp.sig column is 0,158 (above 0,05). It means that there is no significant difference

between man accountant’s perception and woman accountant’s perception against business

ethic. The calculation result on the second hypothesis indicates that the number existing in

the asymp.sig column is 0,146 (above 0,05). It means that there is no significant difference

between man accountant’s perception and woman accountant’s perception against

profession ethic.

Keyword: profession ethic, business ethic, accountant

PENDAHULUAN

Perkembangan dunia bisnis mendorong munculnya pelaku bisnis baru yang

menimbulkan persaiangan cukup tajam di dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis pada umumnya

bertujuan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya agar dapat meningkatkan

kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk

mencapai tujuan itu sering segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus

Persepsi Akuntan ………. (Poniman) 105


melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari

bisnis.

Meningkatnya persaingan dan perubahan global, profesi akuntan pada saat ini dan masa

mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat, sehingga dalam menjalankan

aktivitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalismenya. Ada

tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi dalam mewujudkan

profesionalisme yaitu keahlian, berpengetahuan dan berkarakter (Ludigdo & Machfoedz,

1999). Karakter merupakan personality seorang profesional, yang dapat diwujudkan dalam

sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan perilaku etis akuntan akan sangat mempengaruhi

posisinya dimasyarakat pemakai jasanya.

Profesi sebagai akuntan publik jumlah kaum wanita telah meningkat secara dratis

(Murtanto, 2003). Di dalam lingkungan kerja mereka itu yang berkaitan dengan akuntan

publik wanita tidak terlepas dari masalah gender. Perkembangan wanita dibidang akuntan

merefleksikan suatu perjuangan panjang untuk mengatasi penghalang dan batasan yang

diciptakan oleh struktur sosial yang kaku, diskriminasi, perbedaan gender, ketidakadilan

konsep dan konflik antara rumah tangga dan karier (Ried, 1987).

Masalah etika berlaku untuk semua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, etika

profesi merupakan suatu isu yang selalu menarik tanpa etika profesi akuntan tidak akan ada

karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis

oleh para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai integritas dan

kompetensi yang tinggi (Abdullah dan Halim, 2002). Berbagai pelanggaran etika telah

banyak terjadi saat ini yang dilakukan oleh akuntan baik di tingkat nasional maupun

internasional. Di Indonesia issue ini berkembang seiring dengan terjadinya pelanggaran etika

baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern maupun akuntan pemerintah. Pada

tahun 2002 pelanggaran yang melanda perbankan di Indonesia banyak bank-bank yang

106 JAI Vol.5, No.1, Maret 2009 : 105-117


dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasar

standar akuntansi perbankan Indonesia ternyata sebagian besar bank kondisinya tidak sehat

(Jaka, 2003). Kasus penyuapan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada

akuntan pemerintah (BPKP) di tahun 2005.

Pelanggaran etika diatas seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai

pengetahuan, pemahaman, kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara

memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesi (Ludigdo, 1999). Selain itu akuntan dalam

melaksanakan tugas profesionalisnya seharusnya selalu mengedepankan sikap dan tindakan

yang mencerminkan profesionalitas dimana hal itu telah diintrodusir dalam pedoman dan

standar kerjanya.

Beberapa penelitian telah menguji secara empiris tentang persepsi etika diantara

berbagai kelompok akuntan. Ludigdo (1999) menemukan ada perbedaan persepsi tentang

etika yang signifikan diantara berbagai kelompok akuntan. Sedangkan penelitian Sriwahyoeni

dan Gudono (2000) menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara akuntan pria dan akuntan

wanita terhadap etika sebaliknya penelitian Jaka (2003) menemukan adanya perbedaan antara

akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis.

TELAAH PUSTAKA

Etika Profesi Akuntan

Sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam

bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi

yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban

profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh

setiap profesi. Menurut Chua ( 1994) menyatakan bahwa etika profesional juga berkaitan

dengan perilaku moral yang lebih baik terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan

untuk profesi tertentu.

Persepsi Akuntan ………. (Poniman) 107


Suatu profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode

etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku

profesional (Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada fungsi akuntansi

sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.

Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik, penyedia

informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002).

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode

Etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan oleh

akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode Etik adalah norma

perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan kliennya, antara akuntan dengan

sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat (Sriwahjoeni, 2000). Terdapat dua sasaran

pokok dari kode etik yaitu: pertama kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari

kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum

profesional. Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari

perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf,

1998).

Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (prosiding

kongres VIII, 1998) yaitu:

1. Kode Etik Umum, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku

etika professional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur

pelaksanaan pemberian jasa professional oleh anggota yang meliputi: tanggungjawab

profesi, kepentingan umum, integritas, obyektifitas, kompetensi dan kehati-hatian

profesionalnya, kerahasiaan, perilaku professional dan standar teknis

2. Kode Etik Akuntan Kompartemen, kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh rapat

anggota kompartemen den mengikat seluruh anggota kompartemen yang bersangkutan

108 JAI Vol.5, No.1, Maret 2009 : 105-117


3. Interpretasi kode etik akuntan kompartemen, interpretasi ini merupakan panduan

penerapan kode etik akuntan kompartemen

4. Pernyataan etika profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau

aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

Penegakan Kode etik di Indonesia dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit

organisasi yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik –

IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan

Profesi IAI, Departemen Keuangan, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi,

pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan

pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1

ayat 2 yang berbunyi: “setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan

oyektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan obyetifitas, ia akan

bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan pihak tertentu/kepentingan

pribadinya”.

HIPOTESIS

Khazanchi (1995) mengatakan bahwa antara jenis kelamin dengan etika terdapat

hubungan yang signifikan, penemuan ini bertolak belakang dengan Sikula dan Costa (dalam

Murtanto, 2003) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin

dengan etika. Murtanto dan Marini (2003) meneliti tentang persepsi etika bisnis dan etika

profesi akuntan diantara akuntan pria, akuntan wanita, mahasiswa, dan mahasiswi dengan

hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara akuntan pria

dan akuntan wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan. Demikian juga untuk

mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan yang signifikan untuk etika profesi akuntan ,

namun untuk etika bisnis ada perbedaan persepsi antara mahasiswa dan mahasiswi.

Persepsi Akuntan ………. (Poniman) 109


Ludigdo, (1999) juga menemukan hal yang sama bahwa jenis kelamin tidak mempunyai

pengaruh terhadap etika bisnis.

Machfoed (1999) menyatakan bahwa ada perbedaan persepsi tentang kode etik bisnis

diantara kelompok akuntan. Sriwahjoeni (2000), dan Jaka (2003) hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan diantara kelompok

akuntan. Dalam penelitiannya juga mengunkapkan bahwa diantara kelompok profesi akuntan

tersebut mempunyai persepsi yang sama positifnya terhadap kode etik. Penelitian Destriani

(1993) mengenai persepsi akuntan publik terhadap kode etik akuntan menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok akuntan publik terhadap kode

etik akuntan.

Berdasarkan dari hasil tinjauan penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan

sdebagai berikut:

H1 :Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan

wanita terhadap etika bisnis.

H2 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan

wanita terhadap etika profesi akuntan.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan pemerintah

dan akuntan perusahaan di wilayah Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel adalah

proposive random sampling sehingga masing-masing kelompok profesi akuntan dijadikan

sampel secara proporsional dan acak. Jumlah sampel yang diambil minimal 30 (Masri

Singarimbun, 1995). Sekaran (1992) mengatakan jumlah sampel lebih besar dari 30 dan

kurang dari 500 pada kebanyakan penelitian sudah terwakili dan jika sampel di bagi kedalam

110 JAI Vol.5, No.1, Maret 2009 : 105-117


sub sampel maka setiap kategori diperlukan minimum 30 sampel. Sedangkan sampel pada

penelitian ini mengambil sampel 30 pada masing-masing kelompok profesi.

Definisi Operasioanl Variabel

Dalam kamus besar Indonesia (1995) persepsi didifinisikan sebagai tanggapan

(penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa

hal melalui panca inderanya, sedangkan untuk jenis kelamin atau gender terdiri dari dua

macam jenis kelamin yaitu pria adalah laki-laki dewasa dan wanita adalah perempuan

dewasa. Etika bisnis adalah pengetahuan mengenai tata cata yang ideal dalam pengaturan dan

pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara

ekonomi/sosial (Muslich, 1998). Instrumen yang digunakan untuk mengukur etika bisnis

digunakan instrument yang diadopsi dan dikembangkan O’Clock dan Okleshen, 1993 dalam

Ludigdo dan Machfoedz (1999) serta Murtanto, 2003. Etika Profesi akuntan yang dimaksud

adalah kode etik akuntan hubungan antara akuntan dengan kliennya, antara akuntan dengan

sejawatnya, dan antara profesi dengan masyarakat (Sriwahjoeni, 2000). Sedangkan etika

profesi akuntan diukur deengan menggunakan “pernyataan mengenai persepsi terhadap kode

etik akuntan (Sriwahjoeni, 2000, Murtanto, 2003).

Alat analisis Data

Untuk menguji Hipotesa digunakan alat statistik dengan bantuan program computer

software SPSS 12.0 for windows sebagai berikut: Untuk menguji H1 dan H2 dilakukan

dengan menggunakan alat analisis statistik Mann-Whitney U test karena sampel yang diuji

terdiri dari dua kelompok yang saling independen (sampel akuntan pria dan akuntan wanita)

dan bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan persepsi diantara kelompok

sampel. Digunakan juga perhitungan rata-rata (mean) dari persepsi responden untuk masing-

masing pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui persepsi mana yang lebih baik diantara

kelompok sampel yang diuji.

Persepsi Akuntan ………. (Poniman) 111


HASIL & PEMBAHASAN

Data Penelitian

Kuesioner disampaikan kepada staf pengajar pada perguruan tinggi baik perguruan

tinggi negeri (PTN| maupun perguruan tinggi swasta (PTS) yang ada di wilayah Kota

Semarang, Akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik (KAP) yang telah memiliki

pengalaman mengaudit dua tahun, Akuntan yang bekerja di badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) wilayah Semarang yang telah memiliki pengalaman mengaudit diatas

dua tahun dan Akuntan yang bekerja diperusahaan yang telah memiliki pengalaman bekerja

diatas dua tahun di wilayah Kota Semarang.

Rincian penyampaian dan pengembalian kuesioner menunjukkan tingkat

pengembalian kuesioner keseluruhan (69,23%) dan tingkat pengembalian kuesioner yang

dapat digunakan (46,15%).

Uji Kualitas Data

Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach’s alpha dari masing-masing

instrumen dalam suatu variabel. Instrumen yang dipakai dalam variabel tersebut dikatakan

andal (reliable) apabila memiliki cronbach’s alpha lebih dari 0,60 (Nunnaly, 1978 dalam

Ghozali, 2005). Sedangkan pada pengujian validitas dengan uji homogenitas data dengan

melakukan uji korelasional antara skor masing-masing butir dengan skor total (Pearson

Correlation) harus menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada level 0,01sampai

dengan 0,05. Hasil pengujian reliabilitas dan validitas data dirangkum dalam tabel 5.4

berikut:

TABEL 2. HASIL UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS

Variabel Cronbach's Alpha Pearson Correlations

Etika Bisnis (X1) 0,915 0,347 - 0,864**


Etika Profesi (X2) 0,936 0,624 - 0,936**

112 JAI Vol.5, No.1, Maret 2009 : 105-117


Sumber: Data primer diolah, 2007

Tabel 2 menunjukkan tingkat konsistensi dan akurasi yang cukup baik. Pada uji

konsistensi internal koefisien Cronbach's Alpha menunjukkan tidak ada koefisien yang

kurang dari nilai batas minimal 0,60 (Hair et al. 1998). Sedangkan pada pengujian validitas

dengan uji homogenitas data dengan uji korelasional antara skor masing-masing item dengan

skor total (Pearson Correlations) menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada

tingkat 0,01.

Sebelum data yang diperoleh diolah untuk dianalisis lebih lanjut, maka terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas. Dari tampilan uji K-S, nilai signifikansi masing-masing

variabel diatas 0.05, artinya masing-masing variabel terdistribusi secara normal. Hasil uji

lebih lanjut untuk persepsi terhadap etika bisnis dan etika profesi disajikan dalam tabel 3.

TABEL 3. HASIL UJI NORMALITAS DATA

One -Sam ple Kolm ogorov-Sm irnov Tes t

ETIKA
ETIKA BISNIS PROFESI
N 30 30
Normal Parameters a,b Mean 31.50 41.50
Std. Dev iation 11.156 8.174
Mos t Ex treme A bs olute .123 .227
Dif f erences Positive .123 .149
Negative -.110 -.227
Kolmogorov-Smirnov Z .674 1.244
A sy mp. Sig. (2-tailed) .753 .090
a. Test dis tribution is Normal.
b. Calc ulated f rom data.

Sumber: Data primer diolah, 2007

Berdasar hasil pengujian nomalitas pada tampilan tabel 3. diatas, nilai probabilitas

untuk kedua variabel, yaitu variabel etika bisnis dan etika profesi masing-masing sebesar

0,753 dan 0,090. Nilai probabilitas tersebut diatas 0,050, hal ini berarti bahwa data variabel

etika bisnis dan etika profesi terdistribusi secara normal.

Persepsi Akuntan ………. (Poniman) 113


Tabel 4. HASIL UJI INDEPENDENT-SAMPLES T TEST

Levene's Test for Mann-


Test for Equality
Equality of Whitney U
of Means
Variances test
Variable Sig
Asymp.sig
F hitung Sig. t hitung (2-
(2-tailed)
tailed)
ETIKA BISNIS 1,720 0,200 1,436 0,162 0,158
ETIKA
0,522 0,476 1,307 0,202 0,146
PROFESI
Sumber: Data primer diolah, 2007

Uji Hipotesis I

Uji beda dilakukan dengan memperhatikan terpenuhinya asumsi kesamaan varians tiap

variabel. Hasil Levene’s Test for Equality of Variances menunjukkan nilai F variabel Etika

Bisnis sebesar 1,720 (sig.0,200) seperti yang tercantum dalam tabel 4 diatas. Signifikansi

nilai F untuk variabel Etika Bisnis lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan yang berarti

terdapat kesamaan varians tiap variabel.

Hasil uji beda dengan sampel secara independen terlihat pada tabel 5.6. Nilai t untuk

tiap variabel pada signifikansi 5 % adalah etika bisnis 1,436 (0,162). Hasil ini menunjukkan

bahwa rata-rata variabel etika bisnis tidak berbeda secara signifikan antara persepsi akuntan

dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan terhadap etika bisnis.

Untuk mengkorfirmasi analisis data, dapat dilakukan dengan melakukan pengujian

Mann-Whitney U test. Hasil perhitungan hipotesis I menunjukkan bahwa dilihat secara

keseluruhan angka yang terdapat pada kolom asymp.sig adalah 0,158 (diatas 0,05) yang

berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan

persepsi akuntan wanita terhadap etika bisnis seperti yang terdapat pada tabel 4

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini

(2003) serta Ludigdo (1999) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara

persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis. Hasil penelitian dari Martadi

114 JAI Vol.5, No.1, Maret 2009 : 105-117


dan Suranta (2006) juga menyimpulkan bahwa untuk masing-masing kelompok responden

baik itu akuntan, mahasiswa, karyawan bagian akuntansi tidak terdapat perbedaan persepsi

terhadap etika bisnis jika dipandang dari segi gender. Lebih jauh, Jamilah, Fanani dan

Chandrarin (2007) menunjukkan pada hasil penelitiannya bahwa gender tidak akan

berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan.

Uji Hipotesis Penelitian II

Hasil Levene’s Test for Equality of Variances menunjukkan nilai F variabel Etika

Profesi sebesar 0,522 (sig.0,4760) bisa dilihat di tabel 4. Signifikansi nilai F untuk variabel

Etika Profesi lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan yang berarti terdapat kesamaan

varians tiap variabel.

Untuk mengkorfirmasi analisis data, dapat dilakukan dengan melakukan pengujian

Mann-Whitney U test pada tabel 4. Hasil perhitungan hipotesis II menunjukkan bahwa dilihat

secara keseluruhan angka yang terdapat pada kolom asymp.sig adalah 0,146 (diatas 0,05)

yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan

persepsi akuntan wanita terhadap etika profesi.

Hasil ini mendukung penelitian Martadi dan Suranta (2006) yang menyimpulkan bahwa

untuk kelompok responden akuntan dan mahasiswa, tidak terdapat perbedaan persepsi

terhadap etika profesi jika dipandang dari segi gender. Selain itu Nugrahaningsih (2005) juga

menemukan hasil yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika profesi

yang signifikan antara auditor pria dan auditor wanita. Hasil penelitian ini tidak mendukung

penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini (2003) serta Ludigdo (1999). Meskipun

wanita lebih etis daripada pria dalam memberikan persepsi terhadap situasi etika profesi

(Reiss dan Mitra, 1998 dalam Nugrahaningsih, 2005), namun hal itu tidak mempunyai

pengaruh kognitif dalam pemberian opini mengenai perilaku etis.

Persepsi Akuntan ………. (Poniman) 115


Temuan riset ini menunjukkan bahwa di antara responden laki-laki dan perempuan

tidak terdapat perbedaan dalam hal persepsi terhadap etika, baik etika bisnis maupun etika

profesi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa temuan riset ini lebih mendukung

pendekatan structural. Berbeda dengan pendekatan sosialisasi gender yang menyatakan

bahwa perempuan cenderung tidak mau melakukan pekerjaan yang membahayakan pihak

lain dan lebih cenderung menunjukkan perasaan yang kuat sehubungan masalah-masalah etis

dibanding laki-laki, pendekatan struktural lebih menekankan bahwa individu akan bereaksi

yang serupa terhadap permasalahan etika, tidak bergantung pada masalah gender (Betz et al,

1989 dalam Muthmainah, 2006).

Pendekatan struktural menyatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan

disebabkan oleh sosialisasi sebelumnya dan persyaratan peran lainnya. Sosialisasi

sebelumnya dikuasai/dibentuk oleh penghargaan (reward) dan cost sehubungan peran

jabatan. Karena pekerjaan membentuk perilaku melalui struktur reward, laki-laki dan

perempuan akan memberi respon yang sama pada lingkungan jabatan yang sama. Jadi

pendekatan struktural memprediksikan bahwa laki-laki dan perempuan yang mendapat

pelatihan dan jabatan yang sama akan memberikan persepsi etika yang sama pula. Intinya

bahwa pendekatan struktural menyatakan tidak ada perbedaan signifikan dalam perilaku etis

antara perempuan dan laki-laki.

Kemampuan seseorang untuk memberikan persepsi tentang perilaku tidak etis

biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan (misalnya

lingkungan tempat bekerja, kultur, situasi) dan faktor lainnya yang berkaitan dengan individu

itu sendiri (misalnya pengaruh keluarga, nilai-nilai religius, pengalaman, karakteristik

demografis). Ada sedikit keraguan pada pernyataan bahwa atribut individual berhubungan

dengan alasan moral dan kode etik, namun ada keyakinan bahwa faktor-faktor individual

116 JAI Vol.5, No.1, Maret 2009 : 105-117


menjadi determinan yang powerful pada standar etika personal (Bommer et al., 1987;

Trevino, 1986).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji Independent-Samples T Test dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dengan akuntan wanita

terhadap etika bisnis. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05

(sign 0,162). Tetapi terdapat kecenderungan bahwa akuntan wanita mempunyai persepsi

terhadap etika bisnis cenderung lebih baik dibanding dengan akuntan pria. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo (1999) serta Murtanto dan

Marini (2003) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pria

dan akuntan wanita terhadap etika bisnis.

Berdasarkan hasil uji Independent-Samples T Test dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dengan akuntan wanita

terhadap etika profesi (sign 0,202). Tetapi terdapat kecenderungan bahwa akuntan wanita

mempunyai persepsi terhadap etika profesi cenderung lebih baik dibanding dengan akuntan

pria. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martadi dan

Suranta (2006) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan

pria dan akuntan wanita terhadap etika profesi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. & Abdul Halim. 2002. “Pengintegrasian Etika dalam Pendidikan dan Riset
Akuntansi”. Kompak STIE YO.
Agoes, Skrisno. 1996. “Penegakkan Kode Etik Akuntan Indonesia”. Makalah dalam
Konvensi Nasional Akuntansi III. Semarang
Ameen, EC. DMG. & JJ. McMillan. 1996. “Gender Differences in Determining The Ethical
Sensitivity of Future Accounting Professional” Journal of Bussiness Ethics 15.
Chua, F.C & M.R Mathews 1994. Integration of ethics into Tertiary Accounting Programmes
in New Zeland and Australia. International Association for Accounting Education and
Research.

Persepsi Akuntan ………. (Poniman) 117


Destriani, R. 1993. “Persepsi Akuntan Publik Terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia”.
Thesis tidak dipublikasikan.
Imam Ghozali, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengn Program SPSS. Edisi ketiga
Badan Penerbit UNDIP Semarang
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. BPFE. Yogyakarta.
Jaka W. 2003 . “Persepsi Akuntan Pendidik, Akuntan Publik, dan Mahasiswa Akuntansi
Terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia”. SNA VI. Surabaya
Jamilah dkk. 2007. “Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas
Terhadap Audit Judgment”. Kumpulan Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar
Keraf, A. S. 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Penerbit Kanisius,. Yogyakarta
Khazanchi. 1995. Unethical Behavior in Information System: The Gender Factor. Journal of
Business Ethic
Laksmi, Ayu & Nur Indriantoro. 1999. “Persepsi Akuntan dan Mahasiswa tentang Etika”
Bisnis. JRAI. No. 1 Januari.
Ludigdo & Mas’ud Machfoedz. 1999. “Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Etika Bisnis:
Studi Terhadap Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi”. Simposium Nasional
Akuntansi. Malang
Muslich. 1998. Etika Bisnis: Pendekatan Subtantif dan Fungsional, Penerbit Ekonisia,
Yogyakarta.
Murtanto, 2003. “Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta Mahasiswa dan
Mahasiswi Akuntansi Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan”. SNA VI.
Surabaya.
Martadi dan Suranta. 2006. “Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akutansi, dan Karyawan Bagian
Akutansi Dipandang dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi (Studi
di Wilayah Surakarta)”. Kumpulan Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang
Nugrahaningsih. 2005. “Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor di KAP Dalam Etika
Profesi (Studi Terhadap Peran Faktor-Faktor Individual: Locus of Control, Lama
Pengalaman Kerja, Gender, dan Equity Sensitivity)”. Kumpulan Simposium
Nasional Akuntansi VII. Solo
Ried, D. 1997. “An Historical Perspective on Women in Accounting” Journal of Accounting
May.
Singarimbun, Masri dan Effendi Sofyan . 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta LP3ES
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. 2001. Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai
Pustaka, Jakarta.
Zulaikha. 2006. “Pengaruh Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas dan Pengalaman Auditor
Terhadap Audit Judgment (Sebuah Kajian Eksperimental Dalam Audit Saldo Akun
Persediaan)”. Kumpulan Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang

118 JAI Vol.5, No.1, Maret 2009 : 105-117

Anda mungkin juga menyukai