Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Kualitas Audit

Auditor dengan kemampuan profesionalisme tinggi akan lebih

melaksanakan audit secara benar dan cenderung menyelesaikan setiap tahapan-

tahapan proses audit secara lengkap dan mempertahankan sikap skeptisme dalam

mempertimbangkan bukti-bukti audit yang kurang memadai yang ditemukan

selama proses audit untuk memastikan agar menghasilkan kualitas audit yang baik

(Ardini, 2010). Berkualitas atau tidaknya pekerjaan auditor akan mempengaruhi

kesimpulan akhir auditor dan secara tidak langsung juga akan mempengaruhi

tepat atau tidaknya keputusan yang akan diambil oleh pihak luar perusahaan.

Seorang auditor dituntut harus memliki rasa kebertanggungjawaban

(akuntabilitas) dalam setiap melaksanakan pekerjaannya dan memiliki sikap

profesional, agar dapat mengurangi pelanggaran atau penyimpangan yang dapat

terjadi pada proses pengauditan, sehingga akuntabilitas dan profesionalisme

merupakan elemen penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor.

Menurut Angelo (2010: 32) kualitas audit adalah kemungkinan

(probabilitas) dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang

adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.

Kualitas audit menurut Schwartz (2010) didefinisi sebagai probabilitas

error dan irregularities yang dapat dideteksi dan dilaporkan. Probabilitas

pendeteksian dipengaruhi oleh isu yang merujuk pada audit yang dilakukan oleh

auditor untuk menghasilkan pendapatnya. Isu-isu yang berhubungan dengan isu

11
12

audit adalah kompetensi auditor, persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan

audit dan persyaratan pelaporan.

Kualitas audit adalah sebagai probabilitas di mana seorang auditor

menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem

akuntansi kliennya. Kantor Akuntan Publik (KAP) yang besar berusaha untuk

menyajikan kualitas audit yang lebih besar di bandingkan dengan KAP yang kecil

(De Angelo, 2013:2). Latar belakang institusional dan hukum yang berbeda yang

membedakan audit sektor pemerintah dengan audit sektor swasta, di mana audit

sektor pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta

peran yang lebih luas dibanding audit sektor swasta

Kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan

dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi

kliennya, Angelo (2010: 32). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kantor

akuntan publik (KAP) yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit

yang lebih baik dibandingkan dengan KAP yang kecil.

Pengguna informasi laporan keuangan akan mempertimbangan pendapat

auditor sebelum menggunakan informasi tersebut sebagai dasar pengambilan

keputusan. Pengguna informasi akan lebih mempercayai informasi yang

disediakan auditor yag kredibel. Auditor yang kredibel dapat memberikan

informasi yang lebih baik kepada pengguna informasi antara pihak manajemen

dengan pemilik.

Kualitas audit sebagai kemungkinan (probability) dimana seorang auditor

menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem


13

akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji

tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan

melaporkan salah saji tergantung pasa independensi auditor (Angelo, 2009). Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk

menyajikan kualitas audit yang besar dibandingkan dengan KAP yang kecil.

Berdasarkan definisi kualitas audit dapat terlihat bahwa auditor dituntut

oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat

tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen

perusahaan dan untuk menjalankana kewajibannya ada 3 komponen yang harus

dimiliki oleh auditor yaitu kompetensi, independensi dan professional care.

Tetapi dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik

kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen ingin operasi perusahaan

atau kinerjanya tampak berhasil, salah satunya tergambar melalui laba yang lebih

tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan (Kusharyanti, 2009).

Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi.

Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Lebih lanjut,

persepsi pengguna laporan keuangan atas kualitas audit merupakan fungsi dari

persepsi mereka atas independensi dan keahlian auditor (Christiawan, 2009).

Ada enam indikator untuk menentukan sebuah laporan dikatakan

mempunyai kualitas audit seperti dijelaskan oleh Angelo (2010) :

1. Melaporkan semua kesalahan klien. Artinya auditor harus mampu


melalorkan setiap temuan berupa kesalahan yang dilakukan oleh klien
2. Pemahaman terhadap system informasi akuntansi klien. Artinya auditor
harus mempunyai pemahaman yang baik terhadap sistem informasi
akuntansi yang berlaku.
14

3. Komitmen yang kuat dalam menyelesaikan audit. Artinya dengan adanya


komitmen yang kuat yang dimiliki oleh auditor akan mampu
menyelesaikan setiap permasalahan audit.
4. Berpedoman pada prinsip auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan
pekerjaan lapangan. Auditor harus selalu berpedoman pada prinsip
auditing yang telah ditetapkan oleh standar akuntansi yang berlaku.
5. Tidak percaya begitu saja pada pernyataan klien. Artinya seorang auditor
di tuntut untuk tidak percaya terhadap adanya isu-isu yang tidak jelas
sumbernya
6. Sikap hati-hati dalam pengambilan keputusan. Artinya seorang auditor
harus selalu bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan organisasi.

Kualitas audit yang dilakukan oleh seorang auditor mencakup struktur

organisasi, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dalam rangka memberikan

keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan professional dengan SPAP.

2.1.1 Faktor-faktor Penentu Kualitas Audit

Menurut Deis (2012:464) ada dua faktor yang menentukan kualitas audit

sektor pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas teknikal auditing yang telah diatur dalam auditing standar pada
standar umum ayat 1, auditing harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih
yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor,
serta standar umum ayat 3, bahwa dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Independensi auditor
Independensi auditor yang merupakan salah satu konsep dasar struktur
teori auditing Deis (2012:464). Namun dalam konteks pemerintah
independensi auditor tidak sama dengan konteks dari dunia usaha. Dalam
hal ini ada dua aspek independensi yaitu :

a. Independensi yang sesungguhnya (real independence) dari para auditor


secara individual di dalam menyelesaikan pekerjaannya (dractioner
independence).
b. Independensi yang muncul/ tampak (apparent independence) dari para
auditor sebagai kelompok profesi (profession independence)

Disamping dua aspek diatas, independensi memiliki tiga dimensi adalah

sebagai berikut (Deis, 2012:466) :


15

1. Independensi dalam membuat program, yang terdiri dari :


a. Bebas dari campur tangan dan perselisihan dengan auditee yang
dimaksud untuk membatasi, menetapkan dan mengurangi berbagai
audit.
b. Bebas dari campur tangan dengan atau suatu sikap yang tidak
kooperatif yang berkaitan dengan penerapan prosedur yang dipilih.
c. Bebas dari berbagai usaha yang dikaitkan dengan pekerjaan audit
untuk mereview selain dari yang diberikan dalam proses audit.

2. Independensi dalam melaksanakan pekerjaan yang terdiri dari :


a. Akses langsung dan bebas terhadap semua buku, catatan, pejabat dan
karyawan serta sumber-sumber berkaitan dengan kegiatan, kewajiban
dan sumber daya yang diperiksa.
b. kerja sama yang aktif dari pimpinan yang diperiksa selama
pemeriksaan pemerintah.
c. Bebas dari berbagai usaha pihak yang diperiksa untuk menentukan
kegiatan pemeriksaan atau untuk menentukan dapat diterimanya suatu
bukti.
d. Bebas dari kepentingan dan dari hubungan pribadi yang
mengakibatkan keluaran atau membatasi pengujian atas berbagai
kegiatan, catatan atau mereka sebaliknya termasuk dalam audit.

3. Independensi dalam membuat laporan yang terdiri dari :


a. Bebas dari berbagai perasaan loyal atau kewajiban untuk mengurangi
dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan.
b. Mengabaikan praktek-praktek dari masalah penting di luar dari laporan
formal yang menguntungkan di masukannya di dalam laporan
informal.
c. Pengabaian penggunaan yang sengaja atau tidak sengaja dari bahasa
yang mendua dalam pernyataan fakta, pendapat dan rekomendasi serta
dalam penafsirannya.
d. Bebas dari berbagai usaha untuk menolak pertimbangan auditor
sebagai kandungan yang tepat dari laporan audit baik dalam hal yang
faktual atau pendapat/ opininya.

2.2. Independensi

Menurut Trisnaningsih (2013:57) independensi didefinisikan sebagai sikap

mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak

tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri
16

auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif

tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan

pendapatnya.

Kemudian indepdensi juga merupakan sikap mental yang bebas dari

pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.

Mayangsari, (2009).

Pada Standar umum kedua dinyatakan bahwa “Standar ini mengharuskan

auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia

melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia

berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak

kepada kepetingan siapa pun, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang

dimiliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting

untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Namun independensi dalam hal

ini tidak berarti seperti sikap seorang penuntut dalam perkara pengadilan, namun

lebih dapat disamakan dengan sikap tidak memihaknya seorang hakim. Auditor

mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik

perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan

kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor independen, seperti

calon-calon pemilik dan kreditur” (SA Seksi 220: 1)

Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik

untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang

bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas (IAI, 2009). Independen

dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap


17

mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur

dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI). Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam

fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance) (Mulyadi, 2009 : 62).

Arens (2011:83) mengkategorikan independensi akuntan publik kedalam

dua aspek, yaitu:

1. independensi dalam fakta (independence in fact).


Akan ada apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap
yang tidak memihak sepanjang pelaklsanaan auditnya.
2. independensi dalam penampilan (independence in appearance).
Merupakan pandangan pihak lailn terhadap diri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit. Meskipun auditor independent telah menjalankan audit
secara independent dan objektif, pendapatnya yang dinyatakan melalui
laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor
independen bila tidak mampu mempertahankan independensi dalam
penampilan.

Jadi Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga

oleh akuntan publik, dimana akuntan publik tidak mudah dipengaruhi Karena ia

melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak

dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur

tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada

krediturdan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan

publik.

Terdapat empat hal yang mengganggu independensi akuntan publik

menurut Christiawan (2009), yaitu:

1. Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien.


Akuntan publik akan terganggu independensi jika memiliki hubungan
bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya. Mutual
terjadi jika akuntan publik berhubungan dengan audit committee yang ada
diperusahaan, sedangkan conflict interest jika akuntan publik berhubungan
18

dengan manajemen. Selain disebabkan oleh konflik kepentingan dan


hubungan khusus antara perusahaan dan akuntan public, independensi juga
dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat.
2. Mengaudit pekerjaan akuntan publik sendiri.
3. Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien.
4. Bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien.
Tulang punggung akuntansi publik professional adalah independensi

auditor. Ini dibuktikan bahwa didalam kode etik dan norma pemeriksaan akuntan

terdapat independensi. Profesi akuntan public ini mempunyai cirri yang berbeda

dengan profesi-profesi lain yang juga menyediakan jasa bagi masyarakat. Profesi

akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi inilah

masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas, tidak memihak terhadap

informasi yang disajikan oleh manajemen pemisahaan dalam laporan keuangan

(Mulyadi dan Puradiredja, 2010:3).

Ada enam faktor yang mempengaruhi independensi, Mulyadi dan

Puradiredja, 2010:3) yaitu : (1) Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha

dengan klien, (2) Tingkat persaingan antara Kantor akuntan Publik, (3) Pemberian

jasa lain selain audit, (4) Lamanya penugasan pada klien yang sama, (5) Ukuran

kantor akuntan publik dan (6) Besarnya audit fee.

Menurut Christiawan (2009) ada empat hal yang mempengaruhi

independensi akuntan :

1. Client influence risk


Terjadi apabila publik mempunyai hubungan yang erat dan kontinyu
dengan klien, termasuk dalam hal ini adalah adanya hubungan pribadi
yang dapat menyebabkan klien atau keramahtamahan yang berlebihan
dengan klien.
2. Self review risk
Terjadi apabila akuntan public melaksanakan penugasan pemberian jasa
keyakinan yang berkaitan dengan keputusan yang dibuat untuk
kepentingan klien, ataupun akuntan publik memberikan jasa lain yang
19

mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi informasi


yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian jasa keyakinan.
3. Self interest risk
Terjadi apabila public menerima manfaat dari keterlibatan keuangan
dengan klien, termasuk dalam hal ini ada kepentingan keuangan baik
secara langsung atau tidak langsung.
4. Advocacy risk
Terjadi apabila akuntan publik tidak mempunyai hubungan yang terlalu
erat kaitannya dengan kepentingan klien.

Jadi sebelum memutuskan untuk menerima atau melanjutkan suatu

penugasan audit, auditor sebaiknya mempertimbangkan faktor independensi

terlebih dahulu karena independensi merupakan syarat utama seorang auditor

dalam melaksanakan tugasnya. Adapun dalam penelitian ini, independensi auditor

diukur melalui : Lamanya hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari

rekan auditor dan pemberian jasa non audit (Kusharyanti, 2009).

Jika auditor tidak memenuhi persyaratan independensi yang disebutkan

oleh Kode Etik Profesi, auditor memberikan pernyataan tidak memberikan

pendapat meskipun segala prosedur audit yang dibutuhkan (Arens dan Loebbecke,

2011:21).

Adapun indikator independensi menurut Trisnaningsih (2013) adalah:

a. Lama mengaudit klien.


b. Pemberian sanksi dan ancaman pergantian auditor dari klein.
c. Besar fee audit yang diberikan klien.
d. Fasilitas dari klien dan penggunaan jasa non audit
e. Pemberian jasa audit pada klien yang sama.

2.3. Profesionalisme

Profesionalisme merupakan suatu keharusan bagi seorang auditor dalam

menjalankan tugasnya. Profesionalisme seorang profesional akan semakin penting

apabila profesionalsime dihubungkan dengan hasil kerja individunya sehingga


20

pada akhirnya dapat memberi keyakinan terhadap laporan keuangan bagi sebuah

perusahaan atau organisasi dimana auditor bekerja. Oleh karena itu, auditor

dituntut untuk profesional dalam setiap tugasnya, auditor yang memiliki

pandangan profesionalisme yang tinggi akan memberikan kontribusinya yang

dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan.

Kemudian profesionalisme juga merupakan sikap mental yang bebas dari

pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.

Trisnaningsih (2007).

Menurut Yendrawati (2008) profesionalisme adalah konsep untuk

mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin

dalam sikap dan perilaku mereka. Untuk mengukur tingkat profesionalisme bukan

hanya dibutuhkan suatu indikator yang menyebutkan bahwa seorang dikatakan

profesional.

Seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu

mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya,

melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang

profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi

etika profesi yang telah ditetapkan (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011).

Standar umum yang ketiga menyebutkan bahwa pelaksanaan audit dalam

penyusunan laporannya menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan

cermat dam seksama (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011). Auditor dalam

menjalankan perannya, dituntut ntuk memiliki tanggung jawab yang semakin

besar. Sikap profesionalisme seoang auditor sangat berperan penting dalam


21

pemeriksaan laporan keuangan perusahaan. Auditor adalah profesional yang

bertanggung jawab melaksanakan tugasnya dengan tekun dan seksama.

Kecermatan mencakup pertimbangan mengenai kelengkapan dokumentasi audit,

kecukupan bukti audit, serta kelengkapan laporan audit. Sebagai profesional,

auditor tidak boleh bertindak ceroboh atau dengan niat buruk, tetapi mereka juga

tidak diharapkan selalu sempurna (Arens, Elder, & M., 2011).

Auditor dalam menjalankan perannya, dituntut untuk memiliki tanggung

jawab yang semakin besar. Sikap profesionalisme seorang auditor sangat berperan

penting dalam pemeriksaan laporan keuangan perusahaan. Profesionalisme

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kualitas, mutu dan tindak tanduk

yang merupakan ciri suatu profesi. Kajian mengenai profesionalisme ini

menitikberatkan pada cerminan tingkah laku seseorang dalam hal ini adalah

auditor dalam bertindak dan berperilaku sesuai dengan etika.

Menurut PSA No. 4 SPAP kecermatan dan keseksamaan dalam

penggunaan kemahiran profesional menuntut auditor untuk melaksanakan

professional sceptism yaitu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit

dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit.

Auditor yang gagal dalam menerapkan sikap skeptis maka akan menghasilkan

opini audit yang tidak berdaya guna dan tidak memiliki kualitas audit yang baik

(Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011).

Berdasarkan penelitian (Mahardika, Herawati, & Putra, 2015)

menunjukkan hasil bahwa profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap


22

kualitas hasil pemeriksaan. Menurut penelitian (Agusti & Pertiwi, 2013)

menunjukkan profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

2.4. Etika Profesi

Kata etika berasal dari bahasa Latin “ethica”, yang berarti falsafah moral.

Ia merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang

budaya, susila, serta agama (Maryani dan Ludigdo, 2011). Dalam perbendaharaan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), kata etika memiliki beberapa arti, yaitu

(1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (2) nilai benar dan

salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat, dan (3) ilmu tentang apa yang

baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika

juga merupakan kode perilaku moral yang mewajibkan kita untuk tidak hanya

mempertimbangkan diri sendiri tetapi juga orang lain.

Etika profesi merupakan suatu prinsip untuk melakukan proses

pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat

diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan

kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang di maksud. utri

dan Laksito. (2013).

Menurut Maryani dan Ludigdo (2011), etika secara harfiah berasal dari

kata Yunani “ethos”, yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat

kebiasaan yang baik. Adat kebiasaan yang baik ini lalu menjadi sistem nilai yang

berfungsi sebagai pedoman dan tolak ukur tingkah laku yang baik dan buruk. Dari

beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan seperangkat

aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang
23

harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh

sekelompok/segolongan manusia/masyarakat/profesi.

Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut

dengan kaidah etika profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi

yang bersangkutan. Menurut Mulyadi (2002:50), dasar pikiran yang melandasi

penyusunan etika profesional setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut

tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi,

terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan jasa tersebut. Kepercayaan

masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akan meningkat jika profesi tersebut

mewujudkan standar kerja dan perilaku yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaan

anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk

memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan.

Untuk kalangan profesional, di mana pengaturan etika dibuat untuk

menghasilkan kinerja etis yang memadai maka kemudian asosiasi profesi

merumuskan suatu kode etik. Kode etik profesi merupakan kaidah-kaidah yang

menjadi landasan bagi eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya

kepercayaan masyarakat karena dengan mematuhi kode etik, akuntan diharapkan

dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling baik bagi masyarakat.

Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode

etik profesi yang dikenal dengan nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.

Dalam kode etik IAI, ditetapkan delapan prinsip etika profesi yang merupakan

landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika,

dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang


24

meliputi: Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Publik, Integritas, Objektivitas,

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, Perilaku Profesional, dan

Standar Teknis (Mulyadi, 2009:54).

Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang-

kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review

Kompartemen Akuntan Publik - IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen

Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen keuangan

RI, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain keenam

unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan

sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP (Maryani dan Ludigdo, 2011). Hal

ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 1 dan

2, yang berbunyi:

1. Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan etika
profesi serta hukum Negara dimana ia melaksanakan pekerjaannya.
2. Setiap anggota harus mempertahankan integritas, objektivitas, dan
independensi dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan
integritas, ia akan bertindak jujur dan tegas dalam mempertimbangkan
fakta, terlepas dari kepentingan pribadi. Dengan mempertahankan
objektivitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan dan
permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Dengan
mempertahankan independensi, ia tidak akan terpengaruh dan tidak
dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor
dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan.

Selanjutnya, di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 2 ayat

1 (b) disebutkan :

“Jika seorang anggota mempekerjakan staf dan ahlinya untuk pelaksanaan

tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka keterikatan akuntan

pada kode etik. Dan ia tetap bertanggungjawab atas pekerjaan tersebut secara
25

keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai kode etik, jika ia

memiliki ahli lain untuk memberi saran atau bila merekomendasikan ahli lain itu

kepada kliennya”.

Maryani dan Ludigdo (2011) mengungkapkan bahwa etika profesional

juga berkaitan dengan perilaku moral. Menurutnya, etika merupakan tanggapan

atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses

penentuan yang kompleks (dengan menyeimbangkan sisi dalam (inner) dan sisi

luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran

dari masing-masing individu), sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang

harus dilakukannya dalam situasi tertentu.

2.5. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Futri & Juliarsa, (2014) membuktikan bahwa tingkat

pendidikan, etika profesi, kepuasan kerja auditor berpengaruh terhadap kualitas

audit. Independensi, profesionalisme, pengalaman tidak berpengaruh terhadap

kualitas audit.

Penelitian Mahardika, Herawati, & Putra, (2015), membuktikan bahwa

Profesionalisme, pengalaman kerja, keahlian audit, independensi, etika pemeriksa

berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini mengindikasikan bahwa

dengan adanya profesionalisme dan pengalaman kerja dan keahlian audit dapat

memberikan dampak pada peningkatan kualitas audit.

Yulius Jogi Chirtiawan (2009) dalam penelitian yang dilakukan

membuktikan bahwa penelitian ini membuktikan bahwa kompetensi dan

independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.


26

Penelitian Sofie (2014) juga membuktikan bahwa kompetensi dan

independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman

audit berpengaruh terhadap kualitas audit.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi (2012) membuktikan bahwa

kompetensi dan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangakan

penelitian yang dilakukan oleh MHD.Noor (2014), dimana hasil penelitian

membuktikan bahwa kompetensi, integritas dan akuntabilitas berpengaruh

signifikan terhadap kualitas audit.

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Mabruri (2013) membuktikan

bahwa independensi, pengalaman kerja,dan integritas berpengaruh terhadap

kualitas audit, hal ini membuktikan bahwa dengan adanya pengalaman kerja dan

integritas yang dimiliki oleh akuntan akan memberikan dampak pada peningkatan

kualitas audit.

Adapun matrik penelitian sebelumnya, sebagai pendukung penelitian ini

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.1.
Hasil-Hasil Deskripsi Penelitian Sebelumnya
Peneliti Variabel
No. Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan
(tahun) Penelitian
1 Mahardi Pengaruh Profesionalisme, Profesionalisme, Objek
ka, Profesionalisme, Pengalaman pengalaman kerja, penelitian,
Herawat Pengalaman Kerja, Kerja, Keahlian keahlian audit, lokasi dan
i, & Keahlian Audit, Audit, independensi, etika responden
Independensi dan Etika Independensi, pemeriksa berpengaruh penelitian
Putra,
Pemeriksa Terhadap Etika Pemeriksa, signifikan terhadap
2015 Kualitas Hasil Kualitas Audit kualitas audit.
Pemeriksaan
2 Futri & Pengaruh Independensi Tingkat pendidikan, Objek
Juliarsa, Independensi, Profesionalisme, etika profesi, kepuasan penelitian,
(2014) Profesionalisme, Tingkat kerja auditor lokasi dan
Tingkat Pendidikan, Pendidikan, Etika berpengaruh terhadap responden
Etika Profesi, Profesi, kualitas audit. penelitian
Pengalaman dan Pengalaman, Independensi, Kepuasan kerja
Kepuasan Kerja Kepuasan Kerja, profesionalisme,
Auditor Pada Kualitas Kualitas Audit pengalaman tidak
Audit Kantor Akuntan berpengaruh terhadap
27

Publik di Bali kualitas audit


3 Sofie Pengaruh Independensi Kompetensi dan Objek
(2014) Independensi dan Kompetensi independensi tidak penelitian,
Kompetensi terhadap Kualitas audit berpengaruh terhadap lokasi dan
Kualitas Audit kualitas audit, responden
sedangkan pengalaman penelitian
audit berpengaruh Kompetensi
terhadap kualitas audit
4 MHD.N Pengaruh Akuntabilitas Kompetensi, integritas Objek
oor akuntabilitas, Kompetensi dan akuntabilitas penelitian,
(2014) kompetensi dan Independen berpengaruh signifikan lokasi dan
independensi Kualitas audit terhadap kualitas audit responden
terhadap kualitas penelitian
audit dengan Akuntabilitas
pengetahuan audit
sebagai variable
moderating.
5 Mabruri Analisis faktor-faktor Kualitaa audit Independensi, Objek
(2013) yang berpengaruh Pengalaman pengalaman kerja,dan penelitian,
terhadap kualitas audit Integritas integritas berpengaruh lokasi dan
dipemerin tah daerah terhadap kualitas audit. responden
penelitian
Integritas
6 Mulyadi Pengaruh kompetensi, kompetensi, Hasil penelitian Objek
(2012) independensi, dan independensi, dan membuktikan bahwa penelitian,
pengalaman audit pengalaman audit kompetensi dan lokasi dan
berpengaruh terhadap kualitas audit independensi responden
kualitas audit berpengaruh terhadap penelitianppeng
kualitas audit alaman audit
Kompetensi
7 Yulius Kompetensi dan Kompetensi, Penelitian ini Objek
Jogi Independensi Akuntan Independensi dan membuktikan bahwa penelitian,
Chirtiawa Publik : Refleksi Hasil Kualitas Audit kompetensi dan lokasi dan
n (2009) Penelitian Empiris independensi responden
berpengaruh signifikan penelitian
terhadap kualitas audit. Kompetensi
Sumber: Data diolah, (2019)

2.6. Kerangka Pemikiran

2.6.1. Hubungan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit

Penelitian yang relevan dengan penelitain ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Bustami (2013), kemudian Agusti dan Pertiwi (2013)

menunjukkan bahwa variabel profesionalisme memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kualitas audit. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin profesional

seorang auditor, maka semakin baik kualitas audit yang dihasilkan. Agestino
28

(2009) mendefinisikan bahwa semakin profesional seorang auditor melakukan

audit, maka semakin baik kualitas audit yang akan dihasilkan. Profesionalisme

pada hakikatnya merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang yang

melaksanakan pekerjaan sesuai dengan profesinya, sikap tersebut meliputi:

kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan

kompetensi yang dimiliki pada bidangnya, kemampuan menyelesaikan pekerjaan

tepat pada waktunya, kemampuan dalam hal memecahkan masalah dan

kemampuan meminimalisir kesalahan.

2.6.2. Pengaruh Independensi Dengan Kualitas Audit

Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak

didalam melaksanakan pengujian evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan

laporan audit. Independensi harus dipandang sebagai salah satu ciri auditor yang

paling penting. Alasan mengapa begitu banyak pihak yang menggantungkan

kepercayaan mereka terhadap kelayakan laporan keuangan berdasarkan laporan

auditor adalah karena harapan mereka untuk mendapatkan suatu pandangan yang

tidak memihak (Arens dan Beasley, 2011).

Independensi menurut Arens, Elder, & M. (2011) dapat diartikan

mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya harus independen

dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independensi dalam

fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan

sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan

(independence in apperance) adalah penghindaran fakta dan keadaan yang begitu

signifikan yang bagi pihak ketiga yang layak dan mempunyai cukup informasi
29

(reasonable and informed third party) akan menyimpulkan bahwa integrity,

objectivity atau professional skepticism dari anggota tim sudah tercemar.

Hasil penelitian Christiawan (2009) dan Alim et al (2011)

mengindikasikan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas

audit. Auditor harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan

dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan

sikap independen. Selain itu Rachmati (2011) mengemukan bahwa berdasarkan

hasil penelitian Standard & Poors menunjukan bahwa rusaknya independensi

auditor yang meyebabkan rusaknya pula kualitas audit.

2.6.3. Pengaruh Etika Profesi Dengan Kualitas Audit

Etika berkaitan dengan pertanyaan bagaimana orang akan berperilaku

terhadap sesamanya (Alim,et al, 2011). Sedangkan menurut Maryani dan Ludigdo

(2011) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau pedoman yang

mengatur perilaku manusia baik yang harus dilakukan maupun yang harus

ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau

masyarakat atau profesi. Menurut Mayangsari (2009), auditor harus mematuhi

Kode Etik yang ditetapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu kepada Standar

Audit dan Kode Etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar

audit.

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan etika auditor,

pengalaman auditor, fee audit, dan motivasi auditor yang telah dilakukan.

Diantaranya dilakukan oleh Elisha dan Icuk (2010) yang menguji pengaruh

independensi, pengalaman, due professional care, akuntabilitas terhadap kualitas


30

audit. Responden dalam penelitian ini adalah KAP BIG FOUR yang ada di

Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman berpengaruh secara

simultan terhadap kualitas audit, tetapi secara parsial tidak berpengaruh.

Kemudian oleh Alim, Hapsari, dan Purwanti (2011) yang menguji pengaruh

kompetensi, independensi, etika auditor, dan kualitas auditor. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

Berdasarkan tabel diatas dapat digambarkan paradigma sebagaimana

ditunjukkan pada gambar berikut:

Independensi H1

H2 Kualitas
Profesionalisme
Audit
H3

Etika Profesi
H4

Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran

2.7. Hipotesis

Pengujian hipótesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Independensi, profesionalisme dan etika profesi secara bersama-sama

berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor Inspektorat Aceh.

H2 : Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor Inspektorat

Aceh.
31

H3 : Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor

Inspektorat Aceh.

H4 : Etika profesi berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor Inspektorat

Aceh.

Anda mungkin juga menyukai