Anda di halaman 1dari 9

PERPAJAKAN

NAMA =WIDIA INDAR I


NIM = 203209108
KELAS = AKUNTANSI 3A

RESUME : 1. PPh Pasal 22 atas impor dan ekspor


2. PPh Pasal 22 atas pengadaan barang oleh bendahara dan BUMN

1. PPh Pasal 22 atas impor dan ekspor


A. Pengertian
Menurut undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 22
(PPh Pasal 22) adalah bentuk pemungutan atau pemotongan pajak yang dilakukan
satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan yang berhubungan
dengan perdagangan barang.
B. Pihak yang ditunjuk sebagai pemungut
Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari
pembelian adalah:
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh
Pasal 22 impor barang;
- Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang;
- Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, yang meliputi :
• PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi
Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel
(Persero);
• Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan
usahanya.
• Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
• Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh
Pasal 22 saat penjualan adalah :

• Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,


industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi,
atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
• Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri;
• Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
• Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang
merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi
dengan industri antara dan industri hilir.
• Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya:
- Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan; dan
- Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

C. Jenis Objek yang dipungut


Pembelian barang, seperti : komputer, mebel, mobil dinas, ATK, dan barang
lainnya oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak rekanan penjual barang.
D. Tarif dan cara perhitungannya
Atas impor :
- Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor
- Non-API = 7,5% x nilai impor;
- Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
• Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak
final.)
• Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
- Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
• Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak
termasuk PPN)
• Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
• Atas penjualan
- Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
- Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
- Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
- Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih
dari 400 m2.
- Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima
miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5%
dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
• Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 22.
Contoh Perhitungan

- 1. Menghitung PPh Pasal 22 atas impor

PT.Perdana adalah importir barang-barang elektronik yang mempunyai API.


Pada bulan Mei 2011 melakukan impor barang dari Jepang dengan harga
faktur U$100.000. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri dan biaya angkut
pengapalan barang dari Jepang ke dalam daerah Pabean masing-masing
sebesar 2% dan 5% dari harga faktur. Tarif bea masuk dan bea tambahan
masing-masing sebesar 20% dan 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan Menteri
Keuangan pada saat itu adalah U$ 1 = Rp 8.500,00

PERHITUNGAN :
A. Nilai Impor
- Harga faktur (C) 100.000
- Harga Asuransi (I) 2.000
- Harga Angkut (F) 5.000
- CIF U$ 107.000
- Kurs U$1,00
- CIF dikurskan dalam rupiah = Rp 909.500.000
- (+) Bea Masuk 20% x CIF = Rp 181.900.000
- (+) BM tambahan 10% x CIF = Rp 90.905.000
- NILAI IMPOR = Rp1.182.350.000
B. Perhitungan PPh Pasal 22 Impor
2,5 % x Rp 1.182.350.000 = Rp 29.558.750

- 2. Menghitung PPh Pasal 22 atas Pembelian barang oleh bendahara


Instansi Pemerintah

Pada tanggal 1 April 2011, Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogyakarta
membelimebel dan peralatan kantor lainnya dari Perdana Furniture senilai Rp
220.000.000,00 (termasuk PPN 10%)

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara Dinas Pendidikan dan Pengajaran
Kota Yogyakarta dihitung sebagai :

DPP : (100/110) x Rp 220.000.000,00 Rp 200.000.000,00


PPh Pasal 22 : (1,5% x Rp 200.000.000,00) Rp 3.000.000,00

- Menghitung PPh Pasal 22 atas Pembayaran oleh Bendahara Pengeluaran


Bendahara pengeluaran pada Dinas Pertanian Kabupaten Sleman pada tanggal
10 Juli 2011 membayar sejumlah Rp 7.150.000 (termasuk PPN). Pembayaran
dilakukan menggunakan uang persediaan.

PPh pasal 22 yang dipungut oleh bendahara Pengeluaran Dinas Pertanian Kab.
Sleman dihitung sebagai berikut :

DPP : (100/100) x Rp 7.150.000,00 Rp 6.500.000,00


PPh Pasal 22 : (1,5 x Rp 6.500.000,00) Rp97.500.000,00
E. Pengecualian (Objek yang dikecualikan dari pemotongan PPh 22 atas poin
diatas)
Daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22 :
- Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut,
harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
• Yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk
hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan
Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor
(EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya
tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya;
• Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun
1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah
terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor
2 tahun 1973
• Berupa kiriman hadiah.
• Untuk tujuan keilmuan.
- Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja
negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
F. Dasar Hukum
1. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor. 236/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni
2003 sebagai perubahan kedua KEP. MENKEU Nomor. 254/KMK.03/2001
tentang penunjukan pemungutan pajak penghasilan pasal 22, yang mana besar
dan sifat pungutan serta tata cara penyetoran dan pelaporannya

2. Pasal 22 Undang Undang Nomor. 7 Tahun 1983 sebagai atas perubahan


terakhir Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000.

3. Dasar hukumnya dari Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KAeO-


401/PJ/2001 yang diputuskan pada tanggal 18 Juni 2001 mengenai tarif dan
juga cara pemungutan, pelaporan, serta penyetoran pajak penghasilan
sebagaimana dimaksud pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen dalam
negeri.

4. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep-25/PJ/2003 pada tanggal 31


Januari 2003 mengenai Perubahan atas Keputusan Direktorat Jenderal Pajak
Nomor KEP-523/PJ/2001 tentang tata cara dan tarif penyetoran, pemungutan,
dan juga pelaporan pajak penghasilan pasal 22 yang dilakukan oleh industri
yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan, perhutanan, dan perikanan
atas pembelian bahan guna keperluan industri atau ekspor.

5. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak yang bernomor KEP- 539/PJ/2001


tanggal 18 Juni tahun 2001 mengenai tarif dan tata cara
pemungutan, pelaporan, dan juga penyetoran pajak penghasilan pada pasal 22.
G. Kapan paling lambat disetor dan dilaporkan
Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib menyetor
PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian
melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22. PPh Pasal 22 dilaporkan paling
lambat tanggal 20 setiap bulannya.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa
pajak berakhir.

2. PPh Pasal 22 atas pengadaan barang oleh bendahara dan BUMN


A. Dasar Hukum
1. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor.236/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni
sebagai perubahan kedua KEP.Menkeu Nomor 254/KMK.03/2001
2. Pasal 22 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 sbagai atas perubahan terakhir
Undang Undang Nomor 17 tahun 2000
3. Dasar hukumannya dari Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KAEO-
401/PJ/2001
4. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor kep-25/PJ/2003 pada tanggal 31
Januari 2003 mengenai perubahan atas Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor
KEP-523/PJ/2001
5. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak yang bernomor KEP-539/PJ/2001 tanggal 18
Juni tahun 2001
B. Pengertian
PPh Pasal 22 adalah bentuk pemotongan/pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan pengadaan barang.
PPh Pasal 22 di kenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah
maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan,ekspor,impor barang.
C. Pemungut
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2. Badan Usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari
restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah.
3. Badan Usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara
4. Bendaharawan APBN
5. Bendaharawan APBD
6. Bendaharawan Desa
D. Pihak yang dipungut
Wajib Pajak yang melakukan penjualan barang dan / bahan-bahan kepada badan usaha
tertentu.
E. Objek yang dipungut
Pembelian barang atau bahan-bahan untuk keperluan kegiataan usahanya yang
dilakukan oleh badan usaha tertentu.
F. Pengecualian dari Pemungutan
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,00 dan tidak merupakan
pembelian yang terpecah- pecah :
Pembelian untuk :
- Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda- benda pas
- Pemakaian air dan listrik
G. Penyetoran dan pelaporan
Penyetoran :
PPh Pasal 22 harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak
Berakhir.
Pelaporan :
Batas waktu penyampaian SPT masa PPh Pasal 22 paling lama 20 hari setelah Masa
Pajak Berakhir.
H. Cara perhitungan
1,5 % x Harga Pembelian (tidak termasuk PPPN)

Bersifat final : Sehingga dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam SPT
Tahunan Wajib Pajak yang dipungut.
I. Contoh perhitungan
- PT Angkasa Putra II (Persero) (NPWP 01.061.020.2-093.000) adalah BUMN
yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengusahaan bandar udara di
Indonesia, dengan alamat Ged 600 Kantor Pusat Bandara Soekarno Hatta,
Tangerang Selatan.
Penyelesaian =
Pada tanggal 10, melakukan pembelian Air Conditioner (AC) kepada PT.Glodok
Elektronik senilai Rp 11.000.000 (termasuk PPN)
JADI,
DPP (Harga pembelian tidak termasuk PPN)
= 100/110 x Rp 11.000.000

= Rp 10.000.000 (Tidak terutang PPh Pasal22)

Anda mungkin juga menyukai