Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

MEMBANGUN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK

NAMA : EKA PUTRI LIYANI


NPM : E1C021044
KELAS : PETERNAKAN B
DOSEN : Dr. SURYADI, M. Hum

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Literasi sains merupakan hal penting yang untuk dikuasai karena memberikan
konteks untuk mengatasi permasalahan sosial. Masyarakat yang literasi sains dinilai
dapat lebih baik dalam mengatasi masalah sehari – hari dan dapat membuat keputusan
yang baik dalam mengatasi masalah sehari – hari dan dapat membuat keputusan yang
baik berdasarkam imformasi yang didapat (E.Zen, 1990). Negara – negara maju terus
berupaya meningkatkan kemampuan literasi sains generasi muda dengan harapan agar
bisa lebih kompetitif terutama dalam dunia kerja global. Pada tahun 1997, Organization
for Economic Cooperation and Development (OECD) memunculkan Programme for
International Student Assessment (PISA). PISA bertujuan untuk memonitor hasil dari
sistem pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian pembelajaran pada peserta didik
yang berusia 15 tahun (OECD, 2016)
Hasil survei literasi sains PISA pada tahun 2015 menunjukkan Indonesia
menempati urutan ke 62 dari 70 negara. Skor rata – rata peserta didik Indonesia pada
literasi sains yaitu 403. Skor ini masih lebih kecil dari skor rata – rata negara OECD,
yaitu 493 (OECD, 2016). Kemudian, hasil survei PISA di tahun 2015 yang dirilis pada
Desember 2016 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
menunjukkan adanya kenaikan pencapaian pendidikan Indonesia yang signifikan yaitu
sebesar 22,1 poin. Namun, peningkatan ini bukan sebuah prestasi yang bisa dibanggakan
karena negara kita masih berada dalam 10 negara peringkat terbawah. Sedangkan hasil
survei literasi sains PISA pada tahun 2018 menunjukkan Indonesia menempat peringkat
71 dari 79 negara dengan skor rata – rata 396. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan
bahwa performa Indonesia menurun jika dibandingkan dengan hasil PISA 2015 (Tohir,
2019).
Literasi sains dianggap sangat penting untuk dikembangkan agar siswa mampu
membuat keputusan yang efektif berbasis pengetahuan sera mampu mengaplikasikan
konsep pengetahuan yang dipelajarinya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi
(UNESCO, 2005). Penguasaan konsep – konsep dasar sains dan keterkaitannya dengan
kehidupan sehari – hari peserta didik menjadi alasan utama pentingnya literasi sains.
Pentingnya literasi sains juga diungkapkan oleh (Yusuf, 2003) bahwa literasi sains
penting untuk dikuasai oleh peserta didik dalam kaitannya dengan pemahaman kesehatan,
ekonomi, lingkungan hidup, dan masalah lain yang dihadapi masyarakat modern saat ini.
Pembelajaran sains memiliki beberapa cabang ilmu diantaranya dalah kimia.
Konsep kimia merupakan konsep yang fenomenya banyak ditemukan dalam kehidupan
sehari – hari. fenomena yang sering ditemui tersebut merupakan beberapa aplikasi yang
berkaitan dengan lingkungan yang saat ini masih jarang dikaitkan dengan kemampuan
literasi siwa (Pudjiadi dalam Zuriyani, 2012). (Wijaya, 2017) menyatakan bahwa tanpa
adanya literasi sains dasar, maka sangat mustahil bagi bangsa Indonesia untuk menguasai
teknologi kimia secara baik yang pada gilirannya dapat menurunkan daya saing sumber
daya manusia bangsa Indonesia di era globalisasi.
Berdasarkan Permendikbud no. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan
Dasar dan Menengah, prinsip pembelajaran yang digunakan yaitu dari peserta didik
diberitahu menuju peserta didik mencari tahu, dan dari guru sebagai satu – satunya
sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar (Kemendikbud, 2013).
Selain itu, untuk memperkuat pendekatan ilmiah dan tematik terpadu perlu diterapkan
pembelajaran berbasis penelitian (discovery / inquiry learning). Model pembelajaran
problem based learning dinilai mampu untuk menerapkan prinsip pembelajaran
berdasarkan standar proses pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat (Arends, 2012)
yang menyatakan bahwa model problem based learning merupakan bagian dari
pengajaran berbasis inkuiri (inquiry – based teaching) dan model pembelajaran problem
based learning membantu peserta didik untuk mencari solusi atas permasalahan yang
dialami.
Penerapan model problem based learning bertujuan untuk memunculkan dan
mengembangkan literasi sains peserta didik. Hal ini didukung oleh (Wulandari, 2015)
model pembelajaran PBL sesuai diterapkan untuk menstimulasi ketertarikan siswa
kepada isu ilmiah, meningkatkan inkuiri ilmiah, dan mendorong rasa tanggung jawab
siswa terhadap lingkungan sekitarnya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
problem based learningmdapat meningkatkan literasi sains peserta didik. Berdasarkan
penelitian (Astuti, 2017) yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan literasi sains
peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning.adanya
peningkatan literasi sains juga ditunjang oleh kinerja guru yang melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan tahapan problem based. Penelitian (Prasetya, 2017)
mengungkapkan bahwa penerapan model problem based dapat mengembangkan
kemamampuan berpikir kritis peserta didik.dimana kemampuan berpikir keritis perserta
didik sangat di pengaruhi oleh kemampuan literasi sains yang dimiliki.
Para penelitian (Khusnayain 2013 ) ditemukan bahwa adanya peningkatan
literasi sains perserta didik yaitu pada aspek menggunakan bukti ilmiah. Namun , pada
penelitian ini tidak semuan kompetensi ilmiah dalam literasi sains dapat tercapai, hanya
di fokuskan pada penggunakan bukti ilmiah. Oleh karna itu, penelitian ingin
menganalitias sains dari ketiga aspek yaitu aspek konteks,aspek kompetensi, dan aspek
pengetahuan ilmiah.
TINJAUAN PUSTAKA

Dewasa ini telah banyak dilakukan oleh penelitian – penelitian di bidang


pendidikan sains, hal ini dianggap wajar dan menarik, karena manfaat yang dihasilkan
oleh penelitian – penelitian tersebut memberikan hasil positif terhadap kebijakan –
kebijakan di dunia pendidikan IPA khususnya di Indonesia, meisalnya penelitian
dilakukan oleh (El Islami , 2015) yang mengaitkan literasi sains dengan kepercayaan diri
siswa dan penelitian (Rakhmawan , 2015) yang melakukan perancangan pembelajaran
literasi sains berbasis inkuri pada kegiatan laboratorium, serta penelitian lainnya yang
dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan literasi sains Indonesia. hasil
terbaru yaitu PISA 2009 menunjukkan rata – rata literasi sains siswa Indonesia sebesar
383 dengan rata – rata literasi di seluruh negara peserta yang mengikuti PISA 2009
sebesar 501. Hasil ini menunjukkan bahwa posisi rata – rata literasi sains Indonesia masih
berada jauh di bawah rata – rata, bahkan berada pada deretan negara – negara peserta
PISA 2009 yang memiliki rata – rata literasi sains rendah yaitu berada pada rangking 59
dari 65 negara peserta (OECD, 2010). Rendahnya rata – rata literasi sains siswa
Indonesia pada PISA 2009 tersebut bisa menjadi salah satu gambaran bahwa
pembelajaran sains di Indonesia masih membutuhkan perbaikan yang tinggi. PISA 200
dan 2003 membagi literasi sains ke dalam tiga domaian besar yakni : Kontent sains,
proses sains, dan konteks aplikasi sains (OECD , 2001. OECD , 2004) Sedangkan PISA
2006 dan PISA 2009 mengembangkan domain literasi sains ke dalam empat domain
besar yakni : konteks sains , kompetensi / proses sains, konteks aplikasi dan sikap. Terdiri
dari mendukung penyelidikan ilmiah, kepercayaan diri, minat terhadap sains, dan rasa
tanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan (OECD , 2007. OECD , 2010).

(Dediknas , 2007) telah membuat sebuah kajian kebijakan kurikulum mata


pelajaran IPA yang cukup relevan dengan fakta – fakta mengenai hasil PISA tentang
kondisi rata – rata literasi sains Indonesia. kajian ini dilakukan oleh Pusat Kurikulum
Bdan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas mengenai Kurikulum IPA masa depan.
Salah satu hasil dari kajian tersebut menghasilkan kesimpulan mengenai pembelajaran
sains yang berkaitan dengan literasi sains. Beberapa hal yang direkomendasikan dalam
naskah akademik tersebut, diantaranya:
1. Pembelajaran IPA harus dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa, yaitu
membuat siswa percaya diri bahwa mereka mampu belajar IPA dan mereka
menganggap bahwa pelajaran IPA bukanlah pelajaran yang harus ditakuti
2. Membelajarkan IPA harus disertai dengan pengembangan sikap dan
keterampilan ilmiah, sehingga dalam pembelajaran IPA tidak hanyaa
membelajarkan konsep – konsep saja.
3. Pembelajaran IPA hendaknya membuat siswa mampu mengembangkan
kemampuan bernalarnya yang dapat merencanakan serta melakukan
penyelidikan ilmiah, serta dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya
untuk memahani kejadian – kejadian alam yang terjadi di sekitar
Pada penelitian ini peneliti menerapkan pembelajaran inkuri pada mata
pelajaran kimia. Pembelajaran yang berbasis literasi sains tertentu dapat
diterapkan dalam konsep kimia sesuai dengan pendapat ( Shwartz , et dkk , 2006)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasai
eksperimen yang bertujuan memperoleh informasi yang merupakan perkiraan
bagi informasi yang dapat diperoleh dengan metode eksperimen yang sebenarnya
(Suryanti, 2010)..
Ada 4 hal yang terpenting dari literasi sains.
1. Pertama, semangat membangun buadaya literasi terhadap sains dan teknologi
di kalangan praktisi pendidikan sebagai langkah strategis peningkatan kualitas
peserta didik.
2. Kedua , membangun wawasan tentang pentingnya peran ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat.
3. Memicu akselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia professional
berbasis sians dan teknologi.
4. Menyelamatkan generasi dari buta literasi sains dan teknologi
Studi tentang literasi sains di dunia semakin lama semakin berkembang. Hal ini dapat
terbukti dari semakin luasnya para peminat untuk mempelajari bidang tersebut. Namun
pemahaman terhadap konsep literasi sains di Indonesia masih dirasakan sangat kurang, baik dari
sisi konsep maupun dari sisi aplikasi konsep dalam penyelenggarakan pendidikan sains.
Pemahaman terhadap konsep literasi sains mutlak diperlukan oleh penyelenggara dan
praktisi pendidikan sains dalam jangka meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran sains.
Pendidikan sains di Indonesia hingga saat ini diasumsikan masih memiliki banyak kelemahan,
baik dari segi kurikulum, sumber daya manusia yang mendukungnya, proses pembelajaran,
evaluasi hasil pembelajaran serta sarana dan prasarana pembelajaran.
Kemajuan zaman yang semakin pesat yang ditandai dengan semakin berkembangnya
sains, teknologi, informasi, dan komunikasi menuntut terjadinya perubahan mendasar dalam
pembelajaran sains. Sains bukanlah semata – mata menjadi materi pelajaran yang wajib diikuti
dan dikuasai oleh peserta didik di bangku persekolahan, melainkan lebih dari itu. Sains dalaha
bagian dari kehidupan peserta didik, diharapkan pertimbangan – pertimbangan dan pengetahuan
sains menjadi rujukan bagi peserta didik dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan
berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan nyata. Dengan demikian pemahaman guru
yang utuh mengenai sains, proses pembelajaran sains, penilaian hasil pembelajaran sains, serta
symber dan sarana prasarana pembelajaran sains menjadi amatlah penting.
DAFTAR PUSTAKA
 El Islami, R. A. Z. 2015. Hubungan Literasi Sains dan Kepercayaan Diri Siswa pada
Konsep Asam Basa. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA, 1 (1): 16-25.
 Shwartz, Y. R.. Ben-Zvi, & A Hosfstein. 2006. The use scientify literacy taxonomy for
asseing the development of chemical literacy among literacy among hight – school
students. Chem educ. Res. Pract 7 (4): 203 – 225.
 Rakhmawan, A. 2015. Perancangan Pembelajaran Literasi Sains Berbasis Inkuri pada
Kegiatan Laboratorium. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA. 1 (1): 143 – 152.
 Dediknas. 2017. Kajian Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Depdiknas. Jakarta
 OECD. 2001. Knowledge and Skills for Life First Result from PISA 2000. OECD
Publishing. Paris – France.
 OECD. 2004. Learning for Tomorrow’s World First Result from PISA 2003. OECD
Publishing. Paris – France.
 OECD. 2007. Executive Summary PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow’s
World: OECD Publishing. Paris – France.
 OECD. 2010. PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do Student
Performance in Reading Mathematics and Sciense (Volume 1): OECD Publishing. Paris
– France.
 Suryanti, R. D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai