Anda di halaman 1dari 10

6

HUBUNGAN POLA MAKAN KARBOHIDRAT, PROTEIN , LEMAK, DENGAN


DIABETES MELLITUS PADA LANSIA

Dwi Suprapti*

ABSTRAK

Kejadian Diabetes Melitus di Indonesia mengalami peningkatan, pada tahun 2007 sebesar
(5,7%) menjadi (6,9%) pada tahun 2013. Diabetes Melitus pada lansia merupakan masalah
yang penting untuk dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian. Tujuan penelitian ini
untuk menganalisis faktor hubungan pola makan karbohidrat, lemak, protein nabati, protein
hewani dengan DM pada lansia terhadap risiko kejadian DM lansia.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih
secara purpossive berdasarkan kriteria usia 60-90 tahun, tidak memiliki komplikasi penyakit
lain, masih mampu berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi responden, yakni sejumlah
165 subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau wawancara. Analisis
menggunakan univariat, bivariat menggunakan uji Chi-square dan multivariat menggunakan
Regresi logistic sederhana dengan menggunakan program komputer.
Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian DM sebesar (53,3%), pola makan karbohidrat
sering (>3x/hari) (58,2%), pola makan lemak sering (>3x/hari) (55,8%), pola makan protein
hewani jarang (<3x/hari) (53,9%), pola makan protein nabati jarang (<3x/hari) (61,8%),
umur lanjur (52,1%), dan jenis kelamin perempuan (67,3%).
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna pola makan lemak dan umur
dengan status diabetes mellitus. Pola makan karbohidrat menjadi variabel yang dominan
dengan kejadian DM pada lansia (p-value 0.006, OR 2.250). Artinya pola makan karbohidrat
sering >3x/hari memiliki peluang risiko terkena DM sebanyak 2 kali lebih tinggi
dibandingkan pola makan karbohidrat yang jarang <3x/hari. Sehingga lansia diharapkan agar
dapat meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dirinya dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar gula darah setiap bulan, mengubah pola hidup yang kurang sehat menjadi
pola hidup yang sehat, seperti mengatur pola makan yang seimbang dengan mengurangi
konsumsi karbohidrat, lemak serta meningkatkan makanan yang banyak mengandung serat
seperti: sayur - sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan kacang-kacangan. Untuk penderita DM
yang baru terdiagnosis perlu secara rutin berkonsultasi pada ahli gizi agar program diet dapat
terlaksana dengan baik, melakukan olahraga ringan, mengikuti promosi kesehatan mengenai
diabetes mellitus yang diberikan oleh tenaga kesehatan, berobat rutin bagi lansia yang sudah
terdiagnosa diabetes mellitus guna mengurangi risiko terkena diabetes mellitus.

Kata Kunci : Pola makan, aktivitas fisik, stres, lansia

PENDAHULUAN 2015) tingkat prevalensi global penderita


DM pada tahun 2014 sebesar (8,3%) dari
Diabetes Mellitus yang umum dikenal keseluruhan penduduk di dunia dan
sebagai kencing manis adalah penyakit mengalami peningkatan pada tahun 2015
yang ditandai dengan hiperglikemia menjadi 387 juta kasus. Data dari World
(peningkatan kadar gula darah) yang terus- Health Organization (WHO), sekitar 347
menerus dan bervariasi, terutama setelah juta orang di seluruh dunia menderita
makan [1]. Diabetes melllitus masuk diabetes, dan diperkirakan bahwa kematian
sebagai salah satu penyakit degeneratif akibat diabetes akan meningkat dua pertiga
yang sering dijumpai pada usia lanjut dan kali antara tahun 2008 dan 2030. Beban
mengalami peningkatan setiap tahun nya di diabetes meningkat secara global,
negara-negara seluruh dunia. Menurut khusunya di negara berkembang [2].
International of Diabetic Federation (IDF,

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
7

Pada tahun 2011, Indonesia menempati Hasil survei dari Dinas Kesehatan Kota
urutan ke-10 jumlah penderita DM Pangkalan Bun tahun 2014 terdapat jumlah
terbanyak di dunia dengan jumlah 7,3 juta penderita Diabetes Mellitus usia 50-70
orang dan jika hal ini berlanjut tahun sejumlah 2.147 lansia diabetes
diperkirakan pada tahun 2030 penderita mellitus, total jumlah lansia di puskesmas
DM dapat mencapai 11,8 juta orang. Semanggang sejumlah 3.461 lansia sehat
Angka kejadian DM menurut data maupun yang sakit, sedangkan lansia yang
Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari menderita penyakit diabetes melitus di
5,7% di tahun 2007 meningkat menjadi 6,9 wilayah kerja Puskesmas Semanggang
% di tahun 2013 dari keseluruhan sejumlah 214 lansia.
penduduk sebanyak 250 juta jiwa. Berdasarkan survei awal pada tanggal 28
Prevalensi data penderita DM di Provinsi September 2016 di Puskesmas
Jawa Tengah pada tahun 2014 mengalami Semanggang terdapat 6 dari 10 pasien
peningkatan dari 14,96% menjadi 16,69% lansia positif diabetes mellitus, dan
pada tahun 2015. Peningkatan prevalensi selanjutnya perlu diteliti faktor-faktor yang
data penderita DM di atas yakni mencapai berhubungan dengan kejadian diabetes
152.075 kasus. Jumlah penderita DM mellitus pada lansia.
tertinggi 5.919 jiwa di Kota Semarang
(Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2011). METODE DAN BAHAN PENELITIAN
Data Depkes RI (2012) menunjukkan rata-
rata kasus penderita DM di Jawa Tengah Penelitian ini merupakan penelitian
sebanyak 4.216 kasus. kuantitatif dengan desain cross sectional.
Diabetes mellitus di picu oleh faktor-faktor Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja
seperti kurang gerak, makan yang Puskesmas Semanggang. Populasi nya
berlebihan, kehamilan, kekurangan adalah seluruh lansia yang di Puskesmas
produksi hormon insulin, dan penyakit Semanggang dengan kriteria usia 60-90
hormon yang kerjanya berlawanan dengan tahun, tidak memiliki komplikasi penyakit
insulin [3]. Gaya hidup perkotaan dengan lain, masih mampu berkomunikasi dengan
pola diit yang tinggi lemak, garam, dan baik, dan sampel berjumlah 165
gula secara berlebihan mengakibatkan responden. Tehnik pengumpulan data
berbagai penyakit termasuk diabetes menggunakan kuesioner FFQ (Food
mellitus. Dan hampir 50% pasien diabetes Frequency Questionnaire), dengan
mellitus berusia 65 tahun ke atas. Usia menanyakan dan mencatat jenis makanan
secara kronologis hanya merupakan suatu apa saja yang terakhir di konsumsi satu
determinan dari perubahan yang minggu yang lalu oleh responden serta
berhubungan dengan penerapan terapi obat seberapa sering frekuensi nya. Di beri kode
secara tepat pada orang lanjut usia. UU 0 dengan kategori sering jika frekuensi
No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan >3x/hari, dan kode 1 dengan kategori
dikatakan bahwa usia lanjut adalah jarang jika frekuensi <3x/hari.
seseorang yang telah mencapai usia 60 Data diambil oleh peneliti dan dibantu oleh
tahun ke atas [4 ]. Menurut UU No. 4 perawat dan kader posyandu lansia
tahun 1995 lansia adalah seseorang yang Wilayah Kerja Puskesmas Semanggang.
telah mencapai usia 55 tahun, tidak Data dan informasi yang terkumpul
berdaya mencari nafkah sendiri untuk dianalisis secara bertahap menggunakan
keperluan hidupnya sehari-hari dan univariat, bivariat (Chi square) dan
menerima nafkah dari orang lain maupun multivariat (regresi logistic sederhana).
dari keluarga.

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
8

HASIL

1. Analisis Univariat

Hasil analisis pada tabel 3 hubungan pola


makan lemak dengan kejadian diabetes
mellitus didapatkan nilai hitung Odss
ratio (OR) sebesar 2.445 dengan nilai
p=0.005 ; CI(95%)= 1.303-4.590.
Persentase pola makan lemak jarang
sebesar (44.3%) dan pola makan lemak
Sebagian besar yang DM sebesar (53.3%), sering sebesar (55.7%), beda proporsinya
pola makan karbohidrat sering >3x/hari sebesar (11.4%). Lansia yang memiliki
(58.2%), pola makan lemak sering pola makan lemak sering >3x/hari
>3x/hari (55.8%), pola makan protein memiliki peluang risiko terkena diabetes
hewani jarang <3x/hari sebesar (53.9%), mellitus 2 kali lebih tinggi dibandingkan
pola makan protein nabati jarang <3x/hari dengan lansia yang memiliki pola makan
(61.8%), umur lanjut sebesar (52,1%), dan lemak jarang <3x/hari. Hal ini
jenis kelamin perempuan sebesar (67,3%). menunjukkan terdapat hubungan yang
2. Analisis Bivariat signifikan pola makan lemak dengan
kejadian diabetes mellitus.

Hasil analisis pada tabel 2 hubungan pola


makan karbohidrat dengan kejadian
diabetes mellitus didapatkan nilai hitung
Odss ratio (OR) sebesar 5.950 dengan
nilai p=0.001 ; CI(95%)= 3.010-11.769. Hasil analisis pada tabel 4 hubungan pola
Persentase pola makan karbohidrat jarang makan protein nabati dengan kejadian
sebesar (41.8%) dan pola makan diabetes mellitus didapatkan nilai hitung
karbohidrat sering sebesar (58.2%), beda Odss ratio (OR) sebesar 2.737 dengan
proporsinya sebesar (16.4%). Lansia yang nilai p=0.002 ; CI(95%)= 1.432-5.231.
memiliki pola makan karbohdirat sering Persentase pola makan protein nabati
>3x/hari memiliki peluang risiko terkena jarang sebesar (62%) dan pola makan
diabetes mellitus 6 kali lebih tinggi protein nabati sering sebesar (38%), beda
dibandingkan dengan lansia yang proporsinya sebesar (24%). Lansia yang
memiliki pola makan karbohidrat jarang memiliki pola makan protein nabati jarang
<3x/hari. Hal ini menunjukkan terdapat <3x/hari memiliki peluang risiko terkena
hubungan yang signifikan pola makan diabetes mellitus 3 kali lebih tinggi
karbohidrat dengan kejadian diabetes dibandingkan dengan lansia yang
mellitus. memiliki pola makan protein nabati sering
>3x/hari. Hal ini menunjukkan terdapat
hubungan yang signifikan pola makan
protein nabati dengan kejadian diabetes
mellitus.

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
9

Hasil analisis pada tabel 7 hubungan jenis


kelamin dengan kejadian diabetes
mellitus, didapatkan nilai hitung Odss
ratio (OR) sebesar 2.393 dengan nilai
p=0.009 ; CI(95%)= 1.229-4.659.
Persentase kelamin perempuan sebesar
Hasil analisis pada tabel 5 hubungan pola (67%) dan jenis kelamin laki-laki sebesar
makan protein hewani dengan kejadian (33%), beda proporsinya sebesar (34%).
diabetes mellitus didapatkan nilai hitung Lansia yang berjenis kelamin perempuan
Odss ratio (OR) sebesar 2.869 dengan memiliki peluang risiko terkena diabetes
nilai p=0.001 ; CI(95%)= 1.522-5.407. mellitus 2 kali lebih tinggi dibandingkan
Persentase pola makan protein hewani dengan lansia yang berjenis kelamin laki-
jarang sebesar (46%) dan pola makan laki. Hal ini menunjukkan terdapat
protein hewani sering sebesar (54%), beda hubungan yang signifikan antara umur
proporsinya sebesar (8%). Lansia yang dengan kejadia diabetes mellitus.
memiliki pola makan protein hewani
sering >3x/hari memiliki peluang risiko
terkena diabetes mellitus 3 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan lansia yang
memiliki pola makan protein hewani
jarang <3x/hari. Hal ini menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan pola
makan protein hewani dengan kejadian
diabetes mellitus.

Hasil analisis pada tabel 8 akhir


multivariat diketahui nilai OR paling
tinggi yaitu terdapat pada variabel
karbohidrat, maka faktor dominan dari
kejadian diabetes mellitus adalah pola
makan karbohidrat setelah di kontrol oleh
Hasil analisis pada tabel 6 hubungan umur variabel jenis kelamin. Variabel pola
dengan kejadian diabetes mellitus, makan protein hewani merupakan
didapatkan nilai hitung Odss ratio (OR) variabel confounding karena p-value
sebesar 2.019 dengan nilai p=0.026 ; >0.005. Kemudian dari hasil analisis
CI(95%)= 1.085-3.758. Persentase umur multivariat diperoleh variabel yang
lanjut (60-75th) sebesar (52%) dan umur berhubungan dan bermakna dengan status
tua (76-90th) sebesar (48%), beda diabetes mellitus adalah variabel pola
proporsinya sebesar (4%). Lansia usia makan lemak dan umur. Hasil analisis
lanjut (60-75th) memiliki peluang risiko didapatkan OR paling tinggi pada variabel
terkena diabetes mellitus 2 kali lebih pola makan karbohidrat 2.250 artinya pola
tinggi dibandingkan dengan lansia usia makan karbohidrat sering >3x/hari
tua (76-90). Hal ini menunjukkan terdapat memiliki peluang risiko terkena DM
hubungan yang signifikan antara umur sebanyak 2 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan kejadia diabetes mellitus. pola makan karbohidrat yang jarang
<3x/hari.

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
10

PEMBAHASAN lebih banyak gula di dalam tubuh, pada


penderita DM tipe II jaringan tubuh tidak
Hubungan pola makan karbohidrat mampu menyimpan dan menggunakan
dengan Kejadian DM Pada Lansia gula, sehingga kadar gula darah
dipengaruhi oleh tingginya asupan
Sebagian besar lansia dengan frekuensi karbohidrat yang dimakan. Pada penderita
pola makan karbohidrat sering (>3x/hari) DM tipe II dengan asupan karbohidratnya
dengan DM yaitu sebesar (70,8%), nasi tinggi melebihi kebutuhan, memiliki resiko
adalah jenis makanan pokok yang 12 kali lebih besar untuk tidak dapat
persentase nya paling tinggi di konsumsi mengendalikan kadar glukosa darah
oleh responden sebanyak 148 (89,7%) dibandingkan dengan penderita yang
dengan frekuensi terbanyak adalah memiliki asupan karbohidrat sesuai dengan
>3x/hari sebanyak 112 responden (68%). kebutuhan [5].
Dalam satu centong nasi (100 g) URT
terdapat (27,9 g) karbohidrat dengan Hubungan pola makan lemak dengan
indeks glikemik 86 tergolong makanan kejadian DM pada lansia
yang memiliki indeks glikemik tinggi,
semakin sering responden mengkonsumsi Sebagian besar lansia dengan frekuensi
makanan yang memiliki indeks glikemik pola makan lemak sering (>3x/hari)
tinggi, dapat mengakibatkan kenaikkan dengan DM yaitu sebesar (55,7%), dan
kadar gula dalam darah secara cepat. jenis makanan cemilan/jajanan yang sering
dikonsumsi oleh responden adalah donat
Hasil secara statistik menunjukkan adanya sebanyak 65 responden (39,39%) dengan
hubungan antara pola makan dengan frekuensi dua kali perminggu sebesar
kejadian DM pada lansia dengan p-value (16,36%). Dalam satu buah donat diameter
sebesar 0.001 (p-value <0.005), dengan 5 cm (100 g) mengandung (61,12 g)
nilai OR = 5.950. Artinya lansia yang karbohidrat, (10,33 g) lemak, dan (6,85 g)
memiliki pola makan karbohidrat sering protein, dengan indeks glikemik 76
>3x/hari mempunyai peluang risiko 6 kali tergolong pada makanan yang memiliki
lebih tinggi untuk menderita diabetes indeks glikemik tinggi . Jika tempat
mellitus dibanding dengan lansia yang penyimpanan gula sudah penuh yakni otot
memiliki pola makan karbohidrat jarang atau hati, gula akan di simpan di dalam sel
<3x/hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan lemak dan di dalam sel lemak gula akan di
hasil penelitian yang dilakukan oleh ubah menjadi lemak [5]. Lemak
Schulze et al, (2004) yang menyatakan merupakan sumber energi terbesar yang
bahwa ada hubungan asupan karbohidrat dapat menyebabkan obesitas. Pada orang
dengan peningkatan kadar gula darah, yang obesitas sel -sel lemak tersebut akan
sehingga menyebabkan timbulnya penyakit menghasilkan beberapa zat yang
DM tipe II. digolongkan sebagai adipositokin. Zat
tersebut menyebabkan resistensi terhadap
Asupan makanan merupakan faktor risiko insulin. Akibat resistensi insulin, gula
yang diketahui dapat menyebabkan DM darah sulit masuk ke dalam sel sehingga
salah satunya asupan karbohidrat. Semakin gula di dalam darah tinggi atau
berlebihan asupan makanan, besar hiperglikemi[6]. Pada penderita Diabetes
kemungkinan terjangkitnya DM tipe II. mellitus terjadinya resistensi insulin yang
Mekanisme hubungan asupan karbohidrat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
dengan kejadian DM tipe II dimana darah, tekanan darah, hiperinsulinemia
Karbohidrat akan dipecah dan diserap dan ketidaknormalan fungsi lemak yang di
dalam bentuk monosakarida, terutama tandai dengan adanya peningkatan kadar
gula. Penyerapan gula menyebabkan kolesterol darah, LDL dan penurunan HDL
peningkatan kadar gula darah dan ataupun peningkatan kadar trigliserida
meningkatkan sekresi insulin. Konsumsi dalam darah yang merupakan faktor
karbohidrat yang berlebihan menyebabkan independen terhadap penyakit jantung [7].

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
11

Hasil secara statistik menunjukkan dua, yaitu sumber protein nabati dan
hubungan yang signifikan pola makan sumber protein hewani. Protein nabati
lemak dengan kejadian diabetes mellitus. adalah protein yang didapatkan dari
Dengan nilai p=0,005 dan Odss ratio (OR) sumber - sumber nabati. Sumber protein
sebesar 2.445,Lansia yang memiliki pola nabati yang baik dianjurkan untuk
makan lemak sering >3x/hari memiliki dikonsumsi adalah dari kacang - kacangan,
peluang risiko terkena diabetes mellitus 2 di antaranya adalah kacang kedelai
kali lebih tinggi dibandingkan dengan (termasuk produk olahannya, seperti
lansia yang memiliki pola makan lemak tempe, tahu, susu kedelai dan lain-lain),
jarang <3x/hari. Dan hal ini tidak sejalan kacang hijau, kacang tanah, kacang merah
dengan penelitian yang dilakukan oleh dan kacang polong [9].
Diah Ayu Apritasari Mahendri tentang
hubungan antara konsumsi karbohidrat dan Selain berperan membangun dan
kolesterol terhadap kadar glukosa darah memperbaiki sel-sel yang sudah rusak,
pada penderita diabetes mellitus tipe II konsumsi protein juga dapat mengurangi
rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi atau menunda rasa lapar sehingga dapat
menyatakan bahwa tidak ada hubungan menghindarkan penderita diabetes dari
antara konsumsi karbohidrat dengan kadar kebiasaan makan yang berlebihan yang
glukosa darah GDP dan GD2JPP dan tidak memicu timbulnya kegemukan. Makanan
ada hubungan antara konsumsi kolesterol yang berprotein tinggi dan rendah lemak
dengan kadar glukosa darah GDP tetapi dapat ditemukan pada ikan, daging ayam
ada hubungan antara konsumsi kolesterol bagian paha dan sayap tanpa kulit, daging
dengan kadar glukosa darah GD2JPP. merah bagian paha dan kaki, serta putih
telur [9].
Konsumsi lemak dalam makanan berguna
untuk memenuhi kebutuhan energi, Sumber protein nabati yang paling sering
membantu penyerapan vitamin A, D, E dan dikonsumsi dan memiliki persentase paling
K serta menambah lezatnya makanan [8]. tinggi adalah tempe sebanyak 105
Perbanyak konsumsi makanan yang responden (63,7%) dengan frekuensi tiga
mengandung lemak tidak jenuh, baik kali sehari sebesar (45,5%). Hal ini
tunggal maupun rangkap dan hindari dikarenakan tempe mudah didapat dan
konsumsi lemak jenuh. Asupan lemak harganya terjangkau oleh seluruh lapisan
berlebih merupakan salah satu penyebab masyarakat. Dalam satu potong tempe
terjadinya resistensi insulin dan kelebihan URT (25 g) mengandung (3,2 g)
berat badan. Oleh karena itu, hindari pula karbohidrat, protein (20,8 g), dan lemak
makanan yang digoreng atau banyak (8,8 g). Menurut Suyono (2007),
mengggunakan minyak. Lemak tidak jenuh berkurangnya aktivitas insulin pada
tunggal (monounsaturated) yaitu lemak diabetes dapat menghambat sintesis
yang banyak terdapat pada minyak zaitun, protein. Hasil secara statistik menunjukkan
buah avokad dan kacang-kacangan. Lemak ada hubungan antara pola makan protein
ini sangat baik untuk penderita DM karena nabati dengan kejadian DM dengan p-
dapat meningkatkan HDL dan value 0,002 dan OR 2.737. Artinya lansia
menghalangi oksidasi LDL. Lemak tidak yang mengonsumsi protein nabati jarang
jenuh ganda (polyunsaturated) banyak (<3x/hari) memiliki risiko 3 kali lebih
terdapat pada telur, lemak ikan salem dan tinggi dibandingkan dengan lansia yang
tuna [8]. mengonsumsi protein nabati sering (
>3x/hari). Penelitian ini tidak sejalan
Hubungan pola makan protein nabati dengan penelitian yang dilakukan oleh
dengan kejadian diabetes mellitus Kunthi Wandansari (2013) tentang
Sebagian besar lansia dengan frekuensi hubungan pola makan dengan dan aktivitas
pola makan protein nabati jarang fisik dengan kejadian diabetes mellitus di
(<3x/hari) dengan DM sebesar (62,7%). RSUD Dr. Moewardi Surakarta,
Makanan sumber protein dibagi menjadi mengatakan bahwa tidak ada hubungan

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
12

antara pola makan mengonsumsi dalam jumlah yang berlebihan akan diubah
karbohdirat, konsumsi protein hewani, menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh
konsumsi protein nabati, konsumsi buah- yang juga akan menjadi substrat untuk
buahan, konsumsi makanan jajanan, proses glikoneogenesis.
konsumsi fast food dengan kejadian DM
tipe 2 sedangkan yang berhubungan Hubungan pola makan protein hewani
dengan kejadian DM adalah variabel dengan kejadian diabetes mellitus
aktivitas fisik. Protein merupakan sumber
asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk Sebagian besar lansia dengan frekuensi
proses pertumbuhan serta sumber energi pola makan protein hewani (>3x/hari)
bersama karbohidrat dan lemak. Protein dengan DM sebesar (62,7%). Sumber
terdiri dari 2 jenis yaitu protein hewani dan protein hewani yang paling sering
protein nabati. Protein nabati adalah dikonsumsi dan memiliki persentase
protein yang didapatkan dari sumber- paling tinggi adalah telur ayam sebanyak
sumber nabati. Sumber protein nabati yang 103 responden (62,42%) dengan frekuensi
baik dianjurkan untuk dikonsumsi adalah empat kali perminggu sebesar (27,3%).
dari kacang-kacangan, di antaranya adalah Hal ini dikarenakan responden merasa
kacang kedelai (termasuk produk terlalu mahal jika membeli daging sapi
olahannya, seperti tempe, tahu, susu maupun ayam, sebagai gantinya maka
kedelai dan lainlain), kacang hijau, kacang responden mengonsumsi telur ayam.
tanah, kacang merah dan kacang polong Dalam satu butir telur ayam terdapat (0,77
[9]. g) karbohidrat, lemak (9,94 g), dan (12,58
g) protein [6]. Asupan protein sebesar 0,8
Pada masyarakat Indonesia sumber utama g/kg BB ideal dapat mempertahankan
protein berasal dari jenis nabati yang protogenesis, dengan catatan 50%
bersumber pada beberapa kacang- daripadanya harus berasal dari protein
kacangan karena mudah didapat dan hewani.
harganya relatif murah. Fungsi utama
protein adalah untuk pertumbuhan dan Hasil secara statistik menunjukkan adanya
mengganti sel-sel yang rusak. Protein akan hubungan antara pola makan protein
digunakan sebagai sumber energi apabila hewani dengan kejadian DM pada lansia
ketersediaan energi dari sumber lain yaitu dengan p-value sebesar 0.001 (p-value
karbohidrat dan lemak tidak mencukupi <0.005), dengan nilai OR = 2.869. Artinya
melalui proses glikoneogenesis. Hal lansia yang memiliki pola makan protein
tersebut sesuai dengan yang dikemukakan hewani sering >3x/hari mempunyai
oleh Almatsier (2003) dan Djojosoebagio peluang risiko 3 kali lebih tinggi untuk
(1996) bahwa pencernaan protein menderita diabetes mellitus dibanding
menghasilkan asam amino dan sebagian dengan lansia yang memiliki pola makan
besar asam amino digunakan untuk protein hewani jarang <3x/hari. Hal ini
pembangunan protein tubuh. Bila tidak tidak sejalan dengan hasil penelitian Tri
tersedia cukup karbohidrat dan lemak Lasmawati (2013) tentang hubungan
untuk kebutuhan energi maka sebagian asupan energy, protein dan zinc terhadap
dari asam amino dipecah melalui jalur kadar gula darah pasien DM Tipe 2 di
yang sama dengan glukosa untuk Klub Persadia RSU Santo Antonius Kota
menghasilkan energi. Hal tersebut juga Pontianak menyatakan bahwa tidak ada
dikemukakan oleh: Asdie (2000) bahwa hubungan antara asupan energy, protein
pada pengidap diabetes yang tidak dan zinc terhadap kadar gula darah pasien
terkendali protein tubuh akan dipecah DM Tipe 2 di Klub Persadia RSU Santo
menjadi asam amino yang akan digunakan Antonius Kota Pontianak.
sebagai substrat untuk proses
glikoneogenesis sehingga kadar glukosa Selain berperan membangun dan
darah pengidap diabetes semakin memperbaiki sel-sel yang sudah rusak,
meningkat. Almatsier (2003), protein konsumsi protein juga dapat mengurangi

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
13

atau menunda rasa lapar sehingga dapat perempuan lebih tinggi dibandingkan
menghindarkan penderita diabetes dari dengan laki-laki. Prevalensi TGT pada
kebiasaan makan yang berlebihan yang perempuan adalah 11,5 % (dibandingkan
memicu timbulnya kegemukan. Makanan dengan 8,7% pada laki-laki), sedangkan
yang berprotein tinggi dan rendah lemak prevalensi DM pada perempuan adalah
dapat ditemukan pada ikan, daging ayam 6,4% (dibandingkan dengan 4,9% pada
bagian paha dan sayap tanpa kulit, daging laki-laki).
merah bagian paha dan kaki, serta putih
telur [9]. Secara prevalensi, wanita dan pria
mempunyai peluang yang sama terkena
Hubungan Umur dengan Kejadian DM diabetes. Hanya saja, dari faktor risiko,
pada Lansia wanita lebih berisiko mengidap diabetes
karena secara fisik wanita memiliki
Sebagian besar umur lansia dengan DM peluang peningkatan indeks masa tubuh
adalah pada umur lanjut (60-90 tahun) yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan
yaitu sebesar 61,6%. Hasil penelitian (premenstrual syndrome), pasca-
menunjukkan hubungan umur yang secara menopouse yang membuat distribusi lemak
statistik signifikan antara umur lansia dan tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat
risiko lansia untuk mengalami Diabetes proses hormonal tersebut sehingga wanita
Mellitus dengan p-value 0.026 dan nilai berisiko menderita diabetes melitus tipe 2.
Odds Ratio 2.019. Lansia yang memiliki Selain itu pada wanita yang sedang hamil
umur lanjut akan mudah untuk terkena DM terjadi ketidakseimbangan hormonal
sebanyak 2 kali lebih tinggi daripada lansia progesteron tinggi, sehingga meningkatkan
yang memiliki umur tua. Hal ini sejalan sistem kerja tubuh untuk merangsang sel-
dengan penelitian yang dilakukan oleh sel berkembang (termasuk pada janin),
Dita Garnita (2012) tentang faktor risiko tubuh akan memberikan sinyal lapar dan
diabetes mellitus di Indonesia (Analisis pada puncaknya menyebabkan sistem
Data Sakerti 2007), yang menyatakan metabolisme tubuh tidak bisa menerima
bahwa terdapat hubungan yang signifikan langsung asupan kalori dan
antara setiap kategori umur dengan menggunakannya secara total sehingga
kejadian Diabetes Mellitus, dan kelompok terjadi peningkatan kadar gula darah saat
umur yang mempunyai risiko terbesar kehamilan [10].
untuk mengalami diabetes adalah diatas
usia 50 keatas. SIMPULAN DAN SARAN

Hubungan Jenis Kelamin dengan Simpulan


Kejadian DM pada Lansia
Terdapat hubungan yang bermakna antara
Sebagian besar jenis kelamin lansia dengan pola makan karbohidrat, pola makan
DM adalah lansia dengan jenis kelamin lemak, pola makan protein nabati, pola
perempuan yaitu sebesar 60,4%. Hasil makan protein hewani, umur dan jenis
penelitian menunjukkan ada hubungan dan kelamin denga kejadian diabetes mellitus
secara statistik signifikan antara jenis pada lansia.
kelamin dengan risiko lansia untuk
mengalami Diabetes Mellitus dengan p- Saran
value0.009 dan nilai Odds Ratio 2,393.
Lansia yang berjenis kelamin perempuan Bagi lansia diharapkan agar dapat
akan mengalami DM 2.393 kali lebih meningkatkan kesadaran terhadap
tinggi daripada lansia yang berjenis kesehatan dirinya dengan cara melakukan
kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan pemeriksaan kadar gula darah setiap bulan
hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 serta, mengubah pola hidup yang kurang
menunjukkan bahwa prevalensi TGT dan sehat menjadi pola hidup yang lebih baik
DM menurut pemeriksaan gula darah dan sehat, seperti mengatur pola makan

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
14

yang seimbang dengan mengurangi 9. Susanto, T. 2013. Diabetes deteksi,


konsumsi karbohidrat serta meningkatkan pencegahan, pengobatan. Buku pintar.
makanan yang banyak mengandung serat Yogyakarta.
seperti: sayur - sayuran, buah-buahan, biji- 10. United States Departement of
bijian dan kacang-kacangan. Untuk Agriculture (USDA), (2007). Nutrient
penderita DM yang baru terdiagnosis perlu Database for Standard Reference. RI.
secara rutin berkonsultasi pada ahli gizi 11. Almatsier, S. (2005). Penuntun Diet
agar program diet dapat terlaksana dengan Edisi Baru, Jakarta, PT Gramedia
baik, sehingga kadar gula darah dapat Pustaka Umum.
dikendalikan. Serta melakukan olahraga 12. Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar
ringan, mengikuti promosi kesehatan Ilmu Gizi. PT.Gramedia Pustaka
mengenai diabetes mellitus yang diberikan Utama. Jakarta.
oleh tenaga kesehatan, dan berobat rutin 13. Damayanti, A. (2010). Prevalensi dan
bagi lansia yang sudah terdiagnosa Faktor Risiko Kejadian Diabetes
diabetes mellitus guna mengurangi risiko Melitus di Daerah Urban Indonesia.
terkena diabetes mellitus. Jakarta : Tesis FKMUI.
14. Depkes RI. (2012), Profil Kesehatan
KEPUSTAKAAN Indonesia Tahun 2011. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
1. Bilous R, dan Richard D. (2014). Buku 15. Dinkes Jateng. (2011). Profil Kesehatan
Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Jakarta : Jawa Tengah. Semarang : Depkes
Bumi Medika. Jateng.
2. World Health Organization. (2011). 16. DKK semarang (2014). Profil
Diabetes. Available From: Kesehatan Kota Semarang 2013
http://www.who.int/mediacentre/factsh Semarang; Dinas Kesehatan Kota
eets/fs312/en/index.html. [Accessed Semarang.
Desember 2016]. 17. Garnita, Dita.(2012). “Faktor Risiko
3. Brown, Judith E. et al. (2005). Nutrition Diabetes Melitus di Indonesia (Analisis
Through the Life Cycle. (2nded). Data Sakerti 2007)”. Depok:
Wadsworth: USA. Universitas Indonesia.
4. Maryam, R. Siti, dkk. (2008). 18. International Diabetic Federation,
Mengenal Usia Lanjut dan (2015), IDF Diabetes Atlas,
Perawatannya. Jakarta: Salemba http://www.idf.org/atlasmap/atlasmap,
Medika. 03 Oktober 2016.
5. Paruntu, Olga Lieke. 2012. Asupan 19. Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset
Gizi dengan Pengendalian Diabetes Kesehatan Dasar; RISKESDAS.
Pada Diabetisi Tipe II Rawat Jalan di Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
BLU Prof. Dr. R. D. Kandou Poltekkes 20. Balitbang Kemenkes RI. (2007). Riset
Manado. Kesehatan Dasar; RISKESDAS.
6. Kariadi, Sri Hartini KS. 2009. Diabetes Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
? Siapa Takut! Bandung: Penerbit 21. Supariasa. (2014). Penilaian Status
Qanita. Gizi. Penerbit EGC. Jakarta.
7. ADA (American Diabetes Association) 22. Jiang R. Schulze MB, Rifai N, et al .
2004. Diagnosis and Classification of (2004) Non-HDL Cholestrol and
DM. Diabetes Care, vol 27. Available apolipoprotein B predict cariovasculer
from: http:// care. diabetesjournals. org/ disease events among men with type 2.
content/ 27/suppl_1/s5.full.pdf+html[19 diabetic care 2004; 1991-7.
Februari 2016]. 23. Ayu, Dyah. (2015). Hubungan Antara
8. Andrani, dewi. (2014). Pengetahuan Konsumsi Karbohidrat dan Kolesterol
dan Motivasi Perawat dengan Terhadap Kadar Glukosa Darah pada
Keamanan Pemberian Terapi Obat. Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Diakses pada tanggal 24 February Rawat Jalan di RSUD Dr. Moewardi.
2016.

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018
15

24. Wandansari, Kunthi. (2013). Hubungan 25. Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio.
pola makan dan aktivitas fisik dengan (1996). Fisiologi Nutrisi. Edisi Kedua.
kejadian DM Tipe 2 di RSUD Dr. UI-Press. Jakarta
Moewardi Surakarta. Skripsi: Prodi 26. Ahmad H.Asdie. (2000). Diagnosis dan
kesehatan masyarakat fakultas ilmu klasifikasi diabetes melitus. Dalam :
kesehatan universitas muhammadiyah Patogenesis dan terapi diabetes melitus
Surakarta. tipe 2. Edisi 1. Yogyakarta : MEDIKA.
Fakultas Kedokteran UGM. Hal : 1.

Midwifery Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang


Volume 15 No. 1 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai