PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan kerja, hubungan antara buruh dan majikan, terjadi
setelah diadakan perjanjian oleh buruh dan majikan, dimana buruh
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan
menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk
memperkerjakan buruh dengan membayar upah. Perjanjian yang
sedemikian itu disebut perjanjian kerja.
Adanya perjanjian kerja maka timbul kewajiban satu pihak
untuk bekerja. Dengan demikian berbeda dengan perjanjian
perburuhan, yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk
melakukan pekerjaan, tetapi memuat syarat-syarat tentang
perburuhan.
Menurut Mr.R. Subekti kurang tepat istilah persetujuan
perburuhan untuk perjanjian kerja, sehingga perjanjian perburuhan
diberinya nama persetujuan perburuhan kolektip. Bekerja pada pihak
lain menunjukkan bahwa pada umumnya hubungan itu sifatnya
bekerja di bawah pimpinan untuk pihak lain.
Sifat ini perlu dikemukakan untuk membedakannya dari
hubungan antara dokter misalnya, dengan seorang pasien yang
berobat, dan hal ini dokter melakukan pekerjaan untuk orang yang
berobat bukanlah perjanjian kerja, tetapi perjanjian untuk melakukan
pekerjaan tertentu. Dengan demikian dokter bukanlah buruh dan
orang berobat bukanlah majikan dan hubungan antara mereka
bukanlah hubungan kerja.
Hubungan buruh-majikan, juga tidak terdapat pada perjanjian
pemborongan pekerjaan, yang ditunjukkan kepada hasil pekerjaan.
A. Kesimpulan
Dalam hukum perburuhan ada peraturan yang mengatur
hubungan antara para majikan dan buruh agar majikan tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap buruh. Dalam hubungan kerja
terdapat hak dan kewajiban majikan dan buruh. Sehingga akan
tercipta hubungan yang serasi antara majikan dan buruh. Dan dalam
hubungan kerja diatur pula cara-cara pemutusan hubungan kerja dan
macam-macamnya. Sehingga majikan tidak dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja secara semena-mena.
B. Saran
Kami masih mengharapkan masukan yang sifatnya
membangun dalam penyelesaian tugas ini.