KRONOLOGI PEMBERONTAKAN-PEMBERONTAKAN DI INDONESIA
1. Angkatan Perang Ratu Adil
Pemberontakan APRA menjadi salah satu dari beberapa pemberontakan besar yang pernah menghebohkan Indonesia pada masa pasca kemerdekaan. Angkatan Perang Ratu Adil yang dikenal dengan sebutan APRA merupakan sebuah pasukan yang didirikan Raymond Westerling. Beliau merupakan bangsa Belanda yang juga menjadi mantan anggota KNIL, atau pasukan kolonial di Indonesia. Nama yang tersemat dalam APRA, sebenarnya hanya untuk menarik simpati masyarakat Indonesia. Ratu Adil merupakan hasil ramalan Jayabaya yang akan memberantas segala bentuk penindasan di nusantara. Selain itu juga diramalkan jika ia adalah orang yang berasal dari daerah Timur. Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya pemberontakan ratu adil di Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah ~APRIS yang terdiri dari TNI dan KNIL ~Hasil konferensi meja bundar ~Kepentingan kolonialisme Belanda ~Ultimatum Raymond Westerling Pemberontakan APRA yang diprakarsai oleh Raymond Westerling tentu saja memiliki beberapa tujuan. Diduga, tujuan utamanya adalah untuk memperkuat RIS dan melemahkan NKRI serta angkatan perang yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan penyerangan dari Westerling, harapannya adalah Indonesia menjadi tidak stabil, sehingga lemah dalam negosiasi dengan belanda. Secara umum, pemberontakan ini memiliki beberapa tujuan yang antara lain adalah ~Mempertahankan negara RIS ~Mengganggu Proses Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda ~Mempertahankan Eksistensi Tentara APRA sebagai Tentara di Pasundan APRA melancarkan aksi pemberontakan di wilayah Bandung di pagi hari pada tanggal 23 Januari 1950. Mula-mula pergerakan dilakukan di wilayah Cililin. Pergerakan tersebut dipimpin oleh dua orang inspektur polisi dari Belanda, yaitu Van Beeklen dan Van der Meula. Pemberontakan ini menggunakan 800 orang serdadu, di mana 300 orang diantaranya adalah bekas anggota KNIL yang dilengkapi dengan persenjataan yang tergolong canggih kala itu. Keadaan pada masa itu sungguh menyeramkan, karena banyak sekali terjadi pembunuhan yang sadis. Pada akhirnya, pihak pemberontak berhasil menduduki Markas Anggota Divisi Siliwangi. Di tempat ini kembali terjadi peperangan yang tidak seimbang. Personil APRA yang berjumlah 150 orang menyerang tanpa ampun kepada 18 TNI yang ada di markas tersebut. Kemudian, pemerintah mengambil beberapa langkah untuk menyudahi pemberontakan APRA. Langkah pertama, pemerintah melakukan penekanan dan serangan balik terhadap pemimpin pasukan Belanda. Langkah selanjutnya, yaitu perdana menteri RIS, Drs. Moh. Hatta memerintahkan beberapa pasukan yang ada dibawah kendali pemerintah Indonesia untuk ke Bandung. Pasukan tersebut diberi pesan supaya berunding dengan Komisariat Tinggi Belanda di Jakarta. Perundingan tersebut mendesak supaya pasukan APRA dapat pergi meninggalkan Bandung secepatnya. Alhasil, pasukan pemberontak APRA dikejar oleh banyak pasukan yang terdiri dari rakyat pribumi dan tentara APRIS. Atas kejadian pemberontakan APRA menyebabkan gugurnya 79 pasukan APRA.
2. Pemberontakan Pasukan Andi Aziz
Jadi pada awal April 1950, pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Andi Azis sendiri, Ia merupakan mantan perwira KNIL dan baru diterima masuk ke dalam APRIS. Andi Azis bersama gerombolannya ingin mempertahankan Negara Indonesia Timur. Selain itu, hal ini juga dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap masuknya anggota TNI ke dalam bagian APRIS. Pada 5 April 1950, gerombolan Andi Azis mulai melancarkan serangan. Mereka menyerang serta menduduki tempat-tempat penting, selain itu mereka juga menawan seorang Panglima Teritorium Indonesia Timur, yaitu Letnan Kolonel A.J. Mokoginata. Mengetahui hal tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan ultimatum sebagai bentuk reaksi atas kejadian tersebut pada tanggal 8 April 1950. Ultimatum yang dilayangkan isinya memerintahkan kepada Andi Azis untuk melaporkan diri sekaligus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu ke Jakarta, Andi Azis diberi waktu selama 4 x 24 jam. Selain itu Andi Azis juga diminta untuk menyerahkan senjata beserta menarik pasukannya, dan diminta untuk membebaskan para sandera. Andi Azis sama sekali tidak menggubris ultimatum tersebut. Nah, karena Andi Azis tidak menggubris, maka pemerintah langsung bereaksi dengan mengirim pasukan-pasukan ekspedisi. Pasukan ekspedisi mendarat di Makassar pada tanggal 26 April 1950 di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang, pada saat itu terjadilah pertempuran. Beberapa bulan kemudian tepatnya pada 5 Agustus 1950, pasukan Andi Azis secara tiba-tiba mengepung markas staf Brigade 10/Garuda Mataram di Makassar. Pengepungan itu tidak berangsur lama, pasukan TNI kemudian berhasil memukul mundur pasukan pemberontakan itu. Setelah bertempur selama 2 hari, KNIL/KL (pasukan pendukung Andi Azis) meminta berunding dengan TNI.
3. Darul Islam /Tentara Islam Indonesia
Pemberontakan Darus Islam atau Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (S.M. Kartosuwiryo). Pada masa pergerakan nasional, Kartosuwiryo merupakan tokoh pergerakan Islam Indonesia yang cukup disegani. Selama pendudukan Jepang, Kartosuwiryo menjadi anggota Masyumi. Bahkan, ia terpilih sebagai Komisaris Jawa Barat merangkap Sekretaris I. Dalam kehidupannya, Kartosuwiryo mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk mewujudkan cita-citanya, Kartosuwiryo mendirikan sebuah pesantren di Malangbong, Garut, yaitu Pesantren Sufah. Pesantren Sufah selain menjadi tempat menimba ilmu keagamaan juga dijadikan sebagai tempat latihan kemiliteran Hizbullah dan Sabilillah. Dengan pengaruhnya, Kartosuwiryo berhasil mengumpulkan banyak pengikut yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Dengan demikian, kedudukan Kartosuwiryo semakin kuat. Sejalan dengan hal itu, pada 1948 Pemerintah RI menandatangani Perjanjian Renville yang mengharuskan pengikut RI mengosongkan wilayah Jawa Barat dan pindah ke Jawa Tengah. Hal ini kemudian dianggap Kartosuwiryo sebagai bentuk pengkhianatan Pemerintah RI terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat. Bersama kurang lebih 2000 pengikutnya yang terdiri atas laskar Hizbullah dan Sabilillah, Kartosuwiryo menolak hijrah dan mulai merintis gerakan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Atas gerakan itu, pemerintah RI berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai dengan cara membentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Natsir (Ketua Masyumi). Namun, komite ini tidak berhasil merangkul kembali Kartosuwiryo ke pangkuan RI. Oleh karena itu, pada 27 Agustus 1949, pemerintah secara resmi melakukan operasi penumpasan gerombolan DI/ TII yang disebut dengan Operasi Baratayudha. Di Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII dipimpin oleh Amir Fatah dan Mahfu'dz Abdurachman (Kyai Somalangu). Amir Fatah ialah seorang komandan laskar Hizbullah di Tulangan, Sidoarjo, dan Mojokerto.Pada 23 Agustus 1949, setelah mendapatkan pengikut, Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri untuk bergabung dengan DI/TII di Desa Pengarasan, Tegal. Amir Fatah kemudian diangkat sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Selain itu, di Kebumen muncul pemberontakan DI/TII yang dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Somalangu. Kedua gerakan ini bergabung dengan DI/TII Jawa Barat pimpinan Kartosoewirjo.
Pemberontakan di Jawa Tengah ini menjadi semakin kuat setelah
Batalion 624 pada Desember 1951 membelot dan menggabungkan diri dengan DI/TII di daerah Kudus dan Magelang. Untuk mengatasi pemberontakan-pemberontakan tersebut, Pemerintah RI membentuk pasukan khusus yang disebut dengan Banteng Raiders. Pasukan Raiders ini melakukan serangkaian operasi kilat penumpasan DI/TII, yaitu Operasi Gerakan Banteng Negara (OGBN) di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini, kemudian diganti oleh Letnan Kolonel M. Bachrun, dan selanjutnya dipegang oleh Letnan Kolonel A. Yani. Berkat operasi tersebut, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dapat ditumpas pada 1954. Adapun untuk mengatasi pembelotan Batalyon 624, pemerintah melancarkan Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.
4. Kronologi Pemberontakan PRRI / Permesta
Pemberontakan ini merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting lho bagi bangsa Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi pemicunya, misalnya ketidakharmonisan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama di daerah Sumatera dan Sulawesi. Hal itu merupakan akibat dari masalah otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Latar belakang munculnya gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia meliputi ; ~Munculnya gerakan anti “Cina” di kalangan masyarakat. Gerakan ini muncul karena masyarakat menganggap orang Cina sebagai penguasa atau pemegang perekonomian. ~Munculnya rasa ketidakpuasan dan ketidak adilan yang dirasa oleh Sumatera dan Sulawesi. Hal ini disebabkan karena alokasi anggaran pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak sebanding dengan apa yang diberikan kepada pulau Jawa. Jadi pemerintah lebih menitik beratkan pembangunan di Pulau Jawa, sementara luar Jawa sedikit terabaikan. ~Partai politik saling bertentangan dan saling menjatuhkan. ~Munculnya dukungan militer terhadap persoalan di beberapa daerah, contohnya :Kolonel Berlian mendirikan Dewan Garuda, untuk daerah Sumsel (Sumatera Selatan), Kolonel M. Simbolon mengadakan Dewan Gajah untuk daerah Sumut (Sumatera Utara), Kolonel Purnawirawan Ismail Lengah mendirikan Dewan Banteng di Padang, Letkol Ventje Sumual mendirikan Dewan Manguni untuk daerah Sulut (Sulawesi Utara).
5. Pemberontakan PKI Madiun
Pemberontakan PKI Madiun terjadi pada 18 September 1948. Peristiwa sejarah Indonesia ini melibatkan beberapa partai politik atau organisasi berhaluan kiri kontra pemerintahan Republik Indonesia (RI) Sukarno-Mohammad Hatta. Pemberontakan PKI Madiun diawali dengan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin, karena tidak lagi mendapat dukungan setelah kesepakatan Perjanjian Renville. Dalam perjanjian tersebut Belanda dianggap menjadi pihal paling diuntungkan dan Indonesia yang dirugikan. Dengan kemunduran Amir ini, Presiden Soekarno kemudian menunjuk Mohammad Hatta sebagai perdana menteri dan membentuk kabinet baru. Namun, Amir beserta kelompok sayap kirinya (komunis) tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut, sehingga Amir dan komplotannya berusaha menggulingkan mereka. Gerakan Amir ini dibantu oleh Musso, pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah belajar ke Uni Soviet. Musso menggelar rapat raksasa di Yogya, di sana ia melontarkan pendapatnya tentang pentingnya mengganti kabinet presidensil menjadi kabinet front persatuan. Musso bersama Amir dan kelompoknya berusaha untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah, yaitu Solo, Madiun, Kediri, dan lainnya. Rencana awal yang akan dilakukan yaitu dengan melakukan penculikan dan pembunuhan para tokoh di kota Surakarta, serta mengadu domba kesatuan TNI setempat. Dalam buku Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia (1966:131), A.H. Nasution menerangkan, terdapat setidaknya 5 tujuan dan rencana FDR/PKI dalam Peristiwa Madiun 1948: ~Pasukan pro PKI Musso ditarik mudur dari pertempuran dan ditempatkan di lokasi yang strategis. ~Madiun dijadikan tempat bergerilya untuk melanjutkan perjuangan. ~Solo dijadikan “wild west” atau pengalih perhatian. ~Selain tentara resmi, dibuat juga tentara-tentara ilegal. ~Mengadakan demonstrasi besar-besaran, bahkan gunakan kekerasan jika diperlukan. Dinukil dari Indonesia Merdeka karena Amerika? (2008) karya Frances Gouda, tanggal 18 September 1948, PKI bersama kelompok warok dari Ponorogo menentang pemerintahan RI yang saat itu berpusat di Yogyakarta.