Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Pembiayaan dengan sistem sewa ijarah, imbt dan qard
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, faktor utama munculnya perbankan syariah di dunia
Islam ialah karena merebaknya “bunga”. Yang mana bunga secara fikih
dikategorikan sebagai riba dan hukumnya haram, maka mulai timbul usaha-
usaha di sejumlah negara muslim untuk mendirikan lembaga alternatif
terhadap bank yang ribawi (konvensional).
Dalam kehidupan sehari - hari, masyarakat memiliki kebutuhan kebutuhan
yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada
kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat
yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan
sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun
menjadi wajib untuk diadakan.,Lembaga pembiayaan merupakan salah satu
fungsi bank, selain fungsi menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah
yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary
functions).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pembiyaan ?
2. Apa Pengertian Ijarah ?
3. Bagaimana Implementasi Ijarah ?
4. Apa Pengertian IMBT ?
5. Bagaimana Implementasi IMBT ?
6. Apa pengertian Al-qardh ?
7. Bagaimana Implementasi Al-Qardh ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembiayaan
Pengertian Pembiayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
berasal dari kata biaya yang artinya uang yang dikeluarkan untuk mengadakan
atau melakukan sesuatu. Sedangkan kata pembiayaan artinya segala sesuatu
yang berhubungan dengan biaya.
Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama
lembaga keuangan syariah, karena berhubungan dengan rencana memperoleh
pendapatan. Berdasarkan UU No 7 tahun 1992 yang dimaksud pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara lembaga
keuangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya selama jangka waktu tertentu ditambah dengan jumlah
imbalan atau bagi hasil.1
Dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan bahwa
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara lembaga keuangan dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang setelah
jangka waktu yang ditentukan dengan imbalan atau bagi hasil yang di
sepakati.2 Sedangkan menurut Muhammad pembiayaan atau financing adalah
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun
lembaga.3
Pengertian pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah
teknisnya aktiva produktif menurut ketentuan Bank Indonesia adalah
penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing
dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah,

1
Rohmatul Fitriani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah Dan
Qordh Di BMT PETA Tulungagung,” 2018, 2.
2
Kasmir, “Dasar-dasar Perbangkan”,(Jakarta: Rajawali Perss, 2015), hal.227
3
Muhammad, “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”, (Yogyakarta: UUP AMP
YKPN, 2005), hal. 17.

2
penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen
dan kontinjensi (peristiwa atau keadaan yang belum pasti) pada rekening
administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonseia.4
Kegiatan pembiayaan (financing) pada lembaga keuangan syariah,
menurut sifat penggunaannya dibagi menjadi dua, yaitu:5
1. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukkan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan
usaha, baik masalah usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan. Sedangkan menurut keperluannya, pembiayaan produktif
dibagi dalam dua kelompok:
a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan dalam hal peningkatan produksi, baik secara
kuantitatif yaitu jumlah hasil produksinya, maupun secara kualitatif
yaitu masalah peningkatan kualitas atau mutu hasil dari produksi.
b. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan barang-barang modal investasi serta fasilitas
fasilitas yang berkaiatan dengan masalah tersebut.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan atau pemberian fasilitas penyediaan
dana yang digunakan untuk berbagai macam transaksi seperti transaksi bagi
hasil, sewa-menyewa, jual beli, pinjam meminjam, dan sewa menyewa jasa
yang didasarkan pada kesepakatan antara beberapa pihak pihak kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.

B. Pembiayaan Ijarah
4
Muhammad, “Manajemen Dana Bank Syariah”, (Yogyakarta:Ekonisia,2005),Cet.
Kedua, edisi pertama, hal.196
5
Fitriani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah Dan Qordh Di BMT
PETA Tulungagung,” 4.

3
1. Pengertian Ijarah
Al-ijarah berasal dari kata al-ajru, yang berarti al-iwadhu (ganti).
Menurut pengertian syara, al-ijarah adalah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan pengganti. Al- ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership atau
milkiyyah) atas barang itu sendiri.6
Menurut kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Ijarah adalah sewa
barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran. Ijarah dapat juga
diartikan dengan lease contract dan juga hire contract. Karena itu, ijarah
dalam konteks perbankan syariah adalah suatu lease contract. Lease
contract adalah suatu lembaga keuangan menyewakan peralatan
(equipment), baik dalam bentuk sebuah bangunan maupun barang-barang
seperti mesin, pesawat terbang dan lain-lain.7
Menurut Fatwa Dewan Syarah NasionalNo.09/DSN/MUI/IV/2000,
Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan
demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya
pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.8
2. Landasan Hukum
Sewa menyewa disyariatkan berdasarkan Al-Quran dan sunnah
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong
mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran.
a. Al-Qur’an
Surah Al-Baqarah ayat 233 :9

6
Nurul Mawaddah Lubis, “Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sumatera Utara,”
n.d., 24.
7
Mardani, Fiqih ekonomi syariah, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2012), h.245.
8
Harun dan Anik, “Analisis Pembiayaan Pada Perbankan Syariah”,Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam - Vol. 01 No.2, Juli 2015
9
Departemen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung: CV Penerbit
Diponegoro,2011)

4
          
          
  
Artinya : dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.

b. Hadist

Artinya : “Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw


bersabda: Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering”.
(HR. Ibnu Majah).

3. Rukun dan Syarat Ijarah10


a. Dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah:
Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang menyewa
aset dan mu‟jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang
menyewakan aset.
b. Objek akad, yaitu ma‟jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga
sewa).
c. Sighat yaitu ijab dan qabul

Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan


Hukum Islam, sebagai berikut:
a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan
tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah
pihak.

10
Mardani, Fiqih ekonomi syariah, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2012), h.246

5
b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung
jawab pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi
manfaat kepada penyewa.
c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti.
d. Memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak
dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.
Ketentuan Objek Ijārah :11
a. Objek ijārah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahālah (ketidak tahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada
lembaga keuangan syariah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang
dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam
ijārah.
h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang
sama dengan objek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
4. Implementasi Akad Ijarah
a. Transaksi ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun

11
Mila Sartika and Hendri Hermawan Adinugraha, “Implementasi Ijārah Dan IMBT Pada
Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta,” Economica: Jurnal Ekonomi Islam 7, no. 1 (2016): 10.

6
perbedaan terletak pada objek transaksinya adalah barang maka,
pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
b. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal dengan al-ijarah muntahiyah bit-tamlik ( sewa yang diikuti
dengan perpindahan kepemilikan).
c. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara
bank dengan nasabah.
Proses pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut : 12

a. Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syari’ah


b. Bank Syari’ah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh
nasabah sebagai objek ijarah, dari supplier/penjual/pemilik.
c. Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan baik mengenai
objek ijarah, tarif ijarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya,
maka akad pembiayaan ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan
menyerahakan jaminan yang dimiliki
d. Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang
disepakati. Setelah periode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan
objek ijarah tersebut kepada Bank.
e. Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai’ wal-ijarah), setelah
periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dismpan ooleh bank
sebagai asset yang dapat disewakan kembali.
f. Bila bank membeli objek ijarah tersebut (ijarah parallel), setelah
periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank
kepada supplier/penjual/pemilik.

C. Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT atau Sewa Pembelian)


1. IMBT
Ijarah Muntahia Bittamlik (sewa dan pembelian) adalah perjanjian
antara perusahaan pembiayaan (Muajjir) dengan konsumen sebagai

12
Fitriani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah Dan Qordh Di BMT
PETA Tulungagung,” 9.

7
penyewa. (Mustajir).13 Penyewa setuju akan membayar uang sewa selama
masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir perusahaan (muajjir)
mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa
tersebut.
Dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, pemindahan hak milik barang
terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini : 14
a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa (alternatif 1)
biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar
sewa relative kecil. Karena sewa yang dibayarkan relative kecil, akumulasi
nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum
mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang diotetapkan
oleh bank. Karena itu, untuk mengurangi kekurangan tersebut, bila pihak
penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu di
akhir periode.
Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir periode masa sewa
(alternative 2) biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk
membayar sewa relative lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relative
besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk
menutupi harga barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank.
Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa
periode sewa kepada pihak penyewa.
Pada aal-Bai’ wal Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) dengan
sumber pembiayaan dari Unrestricted Investment Account (URIA),
pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini disebabkan
karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk
memberikan bagi hasil kepada nasabah yang dilakukan secara bulanan

13
Isna Latifatul Zahroh, “Mekanisme Take Over Pada Pembiayaan KPR IB Dengan Akad
IMBT Di BRISyariah KCP Purbalingga” (PhD Thesis, IAIN Purwokerto, 2018), 8.
14
Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah”, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010),hal. 35

8
juga. Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk
membiayai transaksi dengan prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri.
2. Perbedaan Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Perbedaan antara pembiayaan Murabahah dan IMBT dapat dilihat
dari aspek : 15
a. Aspek akad
Dari sisi akad, antara pembiayaan Murabahah dan IMBT terlihat jelas
mengandung perbedaan. Pembiayaan murabahah menggunakan akad
jual-beli (al-ba'i). Oleh karena itu, syarat dan rukun jual-beli dalam
pembiayaan Murabahah harus terpenuhi. Sedangkan dalam
pembiayaan IMBT digunakan akad sewa menyewa yang prakteknya
disertai wa'ad (janji) dari pihak yang menyewakan untuk
memindahkan kepemilikan barang disewakan kepada pihak penyewa.
Begitu pula dalam pembiayaan IMBT, syarat dan rukun sewa juga
harus terpenuhi di dalamnya. MBT yang secara harfiah berarti sewa
yang diakhiri dengan kepemilikan mensyaratkan perpindahan hak
milik ada di akhir akad.
b. Aspek relasi antar pihak
Sedangkan dari sisi relasi antar pihak yang melakukan akad, dalam
pembiayaan murabahah hubungan yang terjalin antara pihak bank
syariah dengan nasabah adalah hubungan antara penjual dan pembeli.
Sedangkan dalam pembiayaan IMBT, hubungan yang terjalin antara
pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan antara pihak yang
menyewakan dan pihak penyewa.
c. Aspek perpindahan kepemilikan
Adapun dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam pembiayaan
murabahah perpindahan kepemilikannya terjadi di awal akad. Misal,
pihak bank syariah melakukan transaksi jual-beli rumah dengan
nasabah. Berarti sejak awal akad (kontrak), rumah tersebut telah
menjadi hak milik nasabah. Dalam hal ini, nasabah diberi kelonggaran
oleh bank syariah melakukan pembayaran secara angsuran sesuai
15
Mila Sartika and Hendri Hermawan Adinugraha, “Implementasi Ijārah Dan IMBT Pada
Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta,” Economica: Jurnal Ekonomi Islam 7, no. 1 (2016):, 15.

9
dengan periode waktu yang disepakati. Sedangkan dalam pembiayaan
IMBT, pelaksanaan perpindahan kepemilikan terjadi di akhir kontrak
(akad), di mana bank syariah selaku pihak yang menyewakan berjanji
untuk memindahkan kepemilikan kepada nasabah.
d. Aspek risiko yang timbul.
Dari sisi risiko yang timbul, dalam pembiayaan Murabahah besaran
pembayaran yang dilakukan oleh nasabah mulai dari awal sampai akhir
jumlahnya sama (fix). Dari sisi risiko, pihak bank syariah dan pihak
nasabah tidak dibebani oleh fluktuasi margin murabahah seperti yang
terjadi dalam suku bunga di industri perbankan konvensional. Lain
halnya dengan IMBT, margin yang diperoleh pihak bank syariah
berupa biaya sewa yang dibebankan kepada nasabah. Dalam hal ini,
bank syariah dapat mereveiw margin sewa yang berjalan sesuai dengan
kondisi makro keuangan di pasar. Akibatnya, risiko yang muncul
dalam pembiayaan IMBT memungkinkan adanya fluktuasi cicilan
sewa yang dibayarkan oleh nasabah.

D. Al-Qardh
1. Pengertian Al-Qardh
Istilah “perjanjian” dalam hukum Indonesia disebut “Aqad”
dalam hukum Islam. Kata aqad berasal dari kata al-‘aqad, yang berarti
mengikat, menyambung atau nebghubungkan (ar-rabt). Al-Qardh adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam aqad
tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.16
Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh:17
a. Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan
bahwa suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu

16
Fitriani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah Dan Qordh Di BMT
PETA Tulungagung,” 10.
17
Fitriani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah Dan Qordh Di BMT
PETA Tulungagung,”11.

10
diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam
kepunyaannya dalam baik hati.
b. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah
Pembayaran dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran
kembali tidak berbeda atau setimpal.
c. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke
seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan
kembalian sesuai dengan padanannya.
d. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan
sesuatu kepada seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali
kepadanya.

Menurut bahasa ‘Aqad mempunyai bebeapa arti, antara lain:18

a. Mengikat (Ar-Rabtu), yaitu “Mengumpulkan dua ujung tali dan


mengikat salahsatunya dengan yang lain sehingga bersambung,
kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda.”
b. Sambungan (‘Akdah), yaitu “Sambungan yang memegang kedua
ujung itu dan mengikatkatnya.” Dari uraian diatas dapat dipahami
bahwa setiap ‘aqdi (persetujuan) mencakup tiga hal, yaitu:
1) Perjanjian (‘ahdu);
2) Persetujuan dua buah perjanjian atau lebih;
3) Perikatan (‘aqdu).
Dari pengertian akad dan al-Qardh diatas dapat disimpulkan
bahwa, “ Aqad Al-Qardh adalah Perikatan atau perjanjian antara kedua
belah pihak, dimana pihak pertama menyediakan harta atau memberikan
harta dalam arti meminjamkan kepada pihak kedua sebagai peminjam
uang atau orang yang menerima harta yang dapat ditagih atau diminta
kembali harta tersebut, dengan kata lain meminjamkan harta kepada
orang lain yang mebutuhkan dana cepat tanpa mengharapkan imbalan.
Dalam aqad al-Qardh ini, untuk menghindarkandiri dari riba, biaya
administrasi pada pinjaman al-Qardh:19
18
Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah”, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010),hal. 44.
19
Lubis, “Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sumatera Utara,” 14.

11
a. Harus dinyatakan dalam nominal bukan presentase
b. Sifatnya harus nyata, jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang
mutlak diperlukan untuk tejadinya kontrak
c. Uang yang dijadikan sebagai biaya administrasi harus habis dalam
waktu perikatan tersebut
Pengertian akad dalam terminologi lainya adalah :20
a. “Perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan
keridhaan kedua belah pihak.”
b. “Berkumpulnya serah terima diantara dua pihak atau perkataan
seseorang yang berpengaruh pada kedua pihak.”
c. “Terkumpulnya persyaratan serah terima atau sesuatu yang
menunjukkan adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan
hukum.”
d. “Ikatan atas bagian-bagian tasharruf menurutnya syara’ dengan cara
serah terima.”

2. Landasan Hukum Al-Qardh


a. Menurut Al-Qur’an21
         

   

Artinya: ”Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah


pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan)
pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang
banyak.” (QS: Al-Hadid: 11)

b. Hadist
(HR. Ibn Majah dan Ibn Hibban)

20
Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah”, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010),hal. 45.
21
Departemen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung: CV Penerbit
Diponegoro,2011)

12
“Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW, bersabda,
“tidak ada seorang muslim yang menukarkan kepada seorang
muslim qarad dua kali, maka seperti sedekah sekali.” 22

3. Praktik Akad Al-Qardh dalam Perbankan Syariah


Akad al-Qardh biasanya diterapkan sebagai berikut:23
a. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti
loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talang
segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan
mengembalikannya secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
b. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat,
sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya,
tersimpan dalam bentuk deposito.
c. Sebagai produk untuk menyumbangkan usaha yang sangat
kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema
khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu alqardhalhasanah.
d. Sebagai dana talang untuk janga waktu singkat, maka nasabah
akan mengembelikannya dengan cepat, seperti kompensating
balance dan factoring (anjak piutang).

Pinjaman qardh biasanya diberikan oleh bank kepada


nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah
mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari satu
paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi.
Aplikasi qardh dalam perbankan ada empat hal:24

a. Sebagai pinjaman talangan haji


b. Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah
c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil
d. Sebagai pinjaman kepada pengurus kecil
22
Fitriani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah Dan Qordh Di BMT
PETA Tulungagung,” 17.
23
Cut Reesa Isti Kurniasari, “Akad Qard Sebagai Akad Baku Pada Pembiayaan Talangan
Haji” (Phd Thesis, Universitas Airlangga, 2013), 17.
24
Muhammad Syafi’i Antonio,“Bank Syariah dari Teori ke Praktik”,(Depok: Gema
Insani, 2001).hal.132

13
Dari produk pembiayaan akad qardh ini hal tersebut lebih
berkarakter sosial daripada ekonomis. Mengingat bahwa peruntukannya
adalah bagi pengusaha kecil yang memiliki kelemahan profesionalisme,
maka biasanya sistem pelunasan yang ditetapkan adalah bulanan. Berikut
adalah berbagai contoh pengaplikasian al-qardh dalam BMT:25

a. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut


perhitunganya akan memberatkan si pengusaha bila diberikan
pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
b. Sebagai pinjaman kepada pengurus BMT, dimana BMT
menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya
kebutuhan pengurus BMT. Pengurus BMT akan
mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui
pemotongan gajinya.
Dalam hal tersebut Bank diperkenankan mengenakan biaya
administrasi, sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh yang memperbolehkan untuk pemberi
pinjaman agar membebankan biaya administrasi kepada nasabah. Dalam
penetapan besarnya biaya administrasi sehubungan dengan qardh, tidak
boleh berdasarkan perhitungan persentase dari jumlah dana qardh yang
diberikan.26

BAB III
PENUNTUP

25
Fitriani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah Dan Qordh Di BMT
PETA Tulungagung,” 18.
26
Rizal Yaya, Ahim Abdurrahim, Akuntansi perbankan Syariah: Teori dan Praktik
Kontemporer, (Jakarta:SalembaEmpat,2009), hal. 328

14
A. Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau pemberian fasilitas
penyediaan dana yang digunakan untuk berbagai macam transaksi seperti
transaksi bagi hasil, sewa-menyewa, jual beli, pinjam meminjam, dan
sewa menyewa jasa yang didasarkan pada kesepakatan antara beberapa
pihak pihak kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
2. Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan
demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi
hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada
penyewa.
3. Transaksi ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun
perbedaan terletak pada objek transaksinya adalah barang maka,
pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
4. Ijarah Muntahia Bittamlik (sewa dan pembelian) adalah perjanjian antara
perusahaan pembiayaan (Muajjir) dengan konsumen sebagai penyewa.
(Mustajir).27 Penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa
sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir perusahaan (muajjir)
mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa
tersebut.

5. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal dengan al-ijarah muntahiyah bit-tamlik ( sewa yang diikuti

27
Isna Latifatul Zahroh, “Mekanisme Take Over Pada Pembiayaan KPR IB Dengan Akad
IMBT Di BRISyariah KCP Purbalingga” (PhD Thesis, IAIN Purwokerto, 2018), 8.

15
dengan perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati
pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.
6. Al-Qardh adalah Perikatan atau perjanjian antara kedua belah pihak,
dimana pihak pertama menyediakan harta atau memberikan harta dalam
arti meminjamkan kepada pihak kedua sebagai peminjam uang atau orang
yang menerima harta yang dapat ditagih atau diminta kembali harta
tersebut, dengan kata lain meminjamkan harta kepada orang lain yang
mebutuhkan dana cepat tanpa mengharapkan imbalan.
7. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti
loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talang
segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan
mengembalikannya secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.

DAFTAR PUSTAKA

16
Departemen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung: CV Penerbit
Diponegoro,2011)
Fitriani, Rohmatul. “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Akad Ijarah
Dan Qordh Di BMT PETA Tulungagung,” 2018
Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah”, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010)
Kasmir, “Dasar-dasar Perbangkan”,(Jakarta: Rajawali Perss, 2015)
KURNIASARI, CUT REESA ISTI. “AKAD QARD SEBAGAI AKAD BAKU
PADA PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI.” PhD Thesis, Universitas
Airlangga, 2013.
Lubis, Nurul Mawaddah. “Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sumatera
Utara,” n.d., 66.
Mardani, Fiqih ekonomi syariah, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2012)
Muhammad, “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”, (Yogyakarta: UUP AMP
YKPN, 2005)
Muhammad, “Manajemen Dana Bank Syariah”, (Yogyakarta:Ekonisia,2005),Cet.
Kedua, edisi pertama
Muhammad Syafi’i Antonio,“Bank Syariah dari Teori ke Praktik”,(Depok: Gema
Insani, 2001)
Rizal Yaya, Ahim Abdurrahim, Akuntansi perbankan Syariah: Teori dan Praktik
Kontemporer, (Jakarta:SalembaEmpat,2009)
Sartika, Mila, and Hendri Hermawan Adinugraha. “Implementasi Ijārah Dan
IMBT Pada Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta.” Economica: Jurnal
Ekonomi Islam 7, no. 1 (2016): 97–116.
Zahroh, Isna Latifatul. “Mekanisme Take Over Pada Pembiayaan KPR IB Dengan
Akad IMBT Di BRISyariah KCP Purbalingga.” PhD Thesis, IAIN
Purwokerto, 2018.

17

Anda mungkin juga menyukai