Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FIQIH PERNIKAHAN DAN RUANG LINGKUPNYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Fiqih

Dosen Pengampu:

Shofiyun Nahidloh, S. Ag., M.H.I.

Disusun oleh: Kelompok 10

1. Tsania Hayatun Thoyyibah (210721100039)


2. Imrotin Nabilah (210721100100)
3. Nurul Aulia (210721100186)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kita haturkan kepada kehadirat Allah
SWT yang dengan limpahan Rahmat dan Nikmat-Nya kami diberi waktu dan
kesempatan, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Studi
Fiqih yang berjudul “ Fiqih Pernikahan Dan Ruang Lingkupnya ’’ ini dengan
lancar dan tanpa adanya hambatan yang berarti. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni baginda Nabi Muhammad
SAW yang telah menuntun kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang, yakni ditandai dengan adanya ad-Dinul Islam wal Iman.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Shofiyun Nahidloh, S.


Ag., M.H.I. selaku pengampu mata kuliah Studi Fiqih atas berbagai arahan dan
bimbingannya yang telah diberikan sehingga dengan berbagai arahan dan
bimbingan tersebut kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang ikut
mengambil peran dan ikut serta berjuang untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Besar harapan kami semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi
kami, teman-teman sekalian dan khususnya bagi para pembaca pada umumnya.
Kami sadar bahwa tugas makalah yang kami buat masih jauh dari kata
sempurna, masih banyak kekurangan bahkan mungkin kekhilafan, atas dasar
tersebut kami masih butuh bimbingan, arahan, kritikan atau saran yang berguna
untuk membenahi pembuatan makalah kami di kemudian hari. Kurang lebihnya
kami mohon maaf sebesar-besarnya.

Bangkalan, 6 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah......................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Pernikahan .............................................................................................. 3
2.2 Dasar Hukum Pernikahan ......................................................................................... 4
2.3 Syarat dan Rukun Pernikahan ................................................................................... 6
2.4 Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam .................................................................. 7
2.5 Studi Kasus ............................................................................................................... 8
2.5.1 Hukum Ijab Qabul Pada Pernikahan Online Dimasa Pandemi .......................... 8
2.6 Hikmah Disyariatkan Pernikahan ............................................................................. 9
BAB III ............................................................................................................................. 12
PENUTUP ........................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan bagi manusia bukan hanya sebagai pernyataan yang mengandung


izin untuk melakukan hubungan seksual sebagai suami istri, tetapi juga
merupakan tempat berputarnya hidup kemasyarakatan. Dengan demikian,
pernikanan mempunyai arti yang amat penting dalam kehidupan manusia dan
merupakan pola kebudayaan untuk mengendalikan serta membentuk pondasi yang
kuat dalam kehidupan rumah tangga.

Sepanjang sejarah Indonesia, wacana Undang-undang Pernikahan setidaknya


selalu melibatkan tiga pihak/kepentingan, yakni kepentingan agama, negara dan
perempuan. Dalam wacana dikotomi publik-privat, perbincangan seputar
pernikahan cenderung dianggap sebagai wilayah privat. Pengaturan pernikahan
tidak dapat dilepaskan dari wacana keluarga. Dalam konteks inilah baik agama
sebagai sebuah institusi maupun negara memiliki kepentingan untuk mengadakan
pengaturan.

Di sisi lain, umat Islam di Indonesia adalah unsur paling mayoritas, bahkan
komunitas muslim paling besar dalam satu negara di dunia. Karena itu, menjadi
sangat menarik untuk memahami alur perjalanan sejarah hukum pernikahan Islam.
Hal ini untuk mengetahui minimal dua hal. Pertama, seberapa jauh pengaruh
kemayoritasan kaum muslimin Indonesia itu terhadap penerapan hukum Islam di
Tanah Air. Kedua, apakah pijakan bagi umat Islam untuk menentukan strategi
yang tepat di masa depan dalam mendekatkan dan mengakrapkan bangsa ini
dengan hukum Islam. Oleh karena itu perlu pemahaman yang komrehensif
terhadap aturan hukum pernikahan Islam di Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pernikahan dalam Islam?


2. Apa saja yang boleh dilakukan dalam pernikahan menurut Islam?
3. Apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam pernikahan menurut Islam?

1.3 Tujuan Masalah

1. Menjelaskan tentang pernikahan dalam Islam


2. Menjelaskan Apa saja yang boleh dilakukan dalam pernikahan menurut
Islam
3. Menjelaskan apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam pernikahan
menurut Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan

Secara etimologi, kata kawin menurut bahasa sama dengan kata “nikah”,
atau kata, zawaj. Kata “nikah” disebut dengan an-nikh ( ‫ ) النكاح‬dan az-ziwaj/az-
zawj atau az-zijah ) ‫ الزواج‬-‫ الزواج‬-‫ الزيجه‬.( Secara harfiah, annikh berarti al-wath'u
(‫ الوطء‬,( adh-dhammu ( ‫ ( الضم‬dan al-jam'u ( ‫ الجمع‬.( Alwath'u berasal dari kata
wathi'a - yatha'u - wath'an ) ‫ وطأ‬-‫ يطأ‬-‫ وطأ‬,( artinya berjalan di atas, melalui,
memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli dan bersetubuh atau
bersenggama.1 Adh-dhammu, yang terambil dari akar kata dhamma - yadhummu
– dhamman ( ‫ ضم‬-‫ يضم‬-‫( ضما‬secara harfiah berarti mengumpulkan, memegang,
menggenggam, menyatukan, menggabungkan, menyandarkan, merangkul,
memeluk dan menjumlahkan. Juga berarti bersikap lunak dan ramah.

Sebutan lain perkawinan (pernikahan) ialah az-zawaj/az-ziwaj dan az-


zijah. Terambil dari akar kata zaja-yazuju-zaujan ) ‫ زاج‬-‫ يزوج‬-‫ ( زوجا‬yang secara
harfiah berarti: menghasut, menaburkan benih perselisihan dan mengadu domba.
Namun yang dimaksud dengan az-zawaj/az-ziwaj di sini ialah at-tazwij yang
mulanya terambil dari kata zawwaja- yuzawwijutazwijan ) ‫ وجّز‬-‫ وجّيز‬-‫تزويجا‬
)dalam bentuk timbangan "fa'ala-yufa'ilutaf'ilan")‫ علّف‬-‫ عل ّيف‬-‫ ) تفعيال‬yang secara
harfiah berarti mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai
dan memperistri.

As Shan’ani dalam kitabnya memaparkan bahwa an-nikah menurut


pengertian bahasa ialah penggabungan dan saling memasukkan serta
percampuran. Kata “nikah” itu dalam pengertian “persetubuhan” dan “akad”.
Secara terminologi, menurut Sayuti Thalib, nikah ialah perjanjian suci
membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.
Sedangkan Zahry Hamid merumuskan nikah menurut syara ialah akad (ijab qabul)
antara wali calon istri dan calon mempelai laki-laki dengan ucapan tertentu dan
memenuhi rukun serta syaratnya.

Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Kitab Fiqih Al-Islam Wa Adillatuhu,


nikah adalah sebuah akad yang telah ditetapkan oleh syariat yang berfungsi untuk
memberikan hak kepemilikan bagi lelaki untuk bersenang-senang dengan
perempuan, dan dang menghalalkan seorang perempuan bersenang-senang dengan
laki-laki.

3
2.2 Dasar Hukum Pernikahan

Hukum dasar/asal hukum nikah adalah mubah atau boleh. Hukum dasar
ini dapat berubah sesuai dengan keadaan dan situasi orang yang
melaksanakannya. Oleh karena itu hukum dasar dapat berubah menjadi sunat,
makruh, haram, bahkan dapat berubah wajib. Islam mengajurkan dan
mengembirakan kawin sebagai mana tersebut karena ia mempunyai pengaruh
yang baik bagi pelakunyan sendiri, masyarakat dan umat manusia. Allah
berfirman dalam surat surat An-nisa ayat 3:

Artinya; “Dan jika kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bila mana kamu mengawininya) Maka kawinlah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi; dua,tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniya”

Selain karena dalil itu anjuran pernikahan dikarenakan yang sangat


banyak. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras
yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat
memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami goncangan dan kacau
serta menerobos jalan yang jahat. Dan kawinlah jalan alami dan biologis yang
paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks ini. Dengan
kawin badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram
dan perasaan tenang menikmati barang yang halal. Keadaan ini disyariatkan oleh
Allah SWT dalam Surat Ar-Ruum ayat 21:

Artinya:’Dan diantara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteriisteri dari jenis mu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.”

Disamping ayat diatas juga terdapat hadist Nabi Muhammad SAW yang
memuat tentang perintah atau anjuran untuk menikah yaitu:

Artinya;”Hai, para pemuda, barang siapa telah sanggup diantara kamu untuk
nikah, maka nikahilah karena sesungguhnya nikah itu dapat memalingkan
pandangan (yang liar) dan dapat memelihara kehormatan, barang siapa yang
belum mampu melakukannya hendaklah ia berpuasa, karena puasa merupakan
penghalang baginya. (HR.Bukhori)

4
Dari deskripsi Al-quran maupun hadist diatas, maka sangat jelas bahwa
perkawinan sangat dianjurkan oleh syariat Islam, sebab dengan menikah dapat
menjaga dan mangarahkan nafsu naluriah manusia yang diridhoi oleh Allah SWT.
Bahwa segolongan jumhur ulama berpendapat bahwa nikah hukumnya sunnah.
Akan tetapi, walaupun banyak dalil yang menunjukan bahwa pernikahan dapat
berubah-ubah tergantung pada konteksnya, adakalanya wajib, sunnah, haram,
makruh, ataupun mubah.

a. Melakukan pernikahan yang hukumnya wajib.


Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak dan takut
terjerumus dalam perzinaan wajiblah dia kawin. Karena menjauhkan diri
dari yang haram adalah wajib, sedang untuk itu tidak dapat dilakukan
dengan baik kecuali jalan kawin.
b. Melakukan pernikahan yang hukumnya sunnah.
Adapun bagi yang nafsunya sudah mendesak lagi mampu kawin, tetapi
masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka sunahlah dia kawin.
Kawin baginya lebih utama dari bertekun diri dalam ibadah, karena
menjalani hidup sebagai pendeta tidak dibenarkan Islam. Melakukan
pernikahan yang hukumnya haram.
c. Melakukan pernikahan yang hukumnya haram.
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya
kepada isterinya serta nafsunya pun tidak mendesak, haramlah dia kawin,
sebaliknya juga perempuan bila ia sadar dirinya tidak mampu untuk
memanuhi hak-hak suaminya, atau ada hal-hal yang menyebabkan dia
tidak bisa melayani kebutuhan batinnya, karena sakit jiwa atau kusta atau
mukanya gopeng atau penyakit lainnya pada kemaluannya, maka ia tidak
boleh mendustainya, tetapi wajiblahn ia menerangkan semuanya itu
kepada lakilakinya, ibaratnya seperti seorang pedagang yang wajib
menerangkan keadaan barangbarang bilamana ada aibnya
d. Melakukan pernikahan yang hukumnya makruh.
Makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu
memberikan belanja istrinya, Walaupun tidak merugikan isteri, karena ia
kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga bertambah
makruh jika karena lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan sesuatu
ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.
e. Melakukan pernikahan yang hukumnya mubah.
Dan bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamakan
untuk kawin, maka hukumnya adalah mubah.

5
2.3 Syarat dan Rukun Pernikahan

Menurut para ulama Hanafiah rukun adalah hal yang menentukan


keberadaan sesuatu, dan meniadi bagian di dalam esensinya. Sedangkan syarat
adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan bukan merupakan bagian di
dalam esensinya. Dan menurut jumhur ulama rukun adalah hal yang
menyebabkan berdiri dan keberadaan sesuatu. Sesuatu tersebut tidak akan
terwujud melainkan dengannya. Atau dengan kata lain merupakan hal yang harus
ada. Dalam perkatan mereka yang masyur, rukun adalah hal yang hukum syar'i
tidak mungkin ada melainkan dengannya. Atau hal yang menentukan esensi
sesuatu, baik merupakan bagian darinya maupun bukan. Sedangkan syarat
menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu dan bukan
merupakan bagian darinya.

Menurut hukum Islam suatu akad pernikahan ada yang sah dan ada yang
batal. Akad pernikahan dikatakan sah apabila akad tersebut dilaksanakan dengan
syarat dan rukun yang lengkap sesuai dengan ketentuan agama. Namun mengenai
jumlah rukun dan syarat nikah, tidak ada kesepakatan dari para fuqaha. Karena
sebagian mereka memasukkan suatu unsur menjadi hukum nikah, sedangkan yang
lain menggolongkan unsur tersebut menjadi syarat sahnya nikah.

Imam asy-Syafii menyebutkan bahwa rukun nikah itu ada lima, yaitu
calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi dan sigat. Sedangkan menurut
Imam Malik rukun nikah itu adalah wali, mahar, calon suami, calon istri, sigat.
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa akad nikah itu baru terjadi setelah
dipenuhinya rukun-rukun dan syarat-syarat nikah, yaitu:

1. Kedua calon pengantin sudah dewasa dan berakal (akil balig).


2. Harus ada wali bagi calon pengantin perempuan.
3. Harus ada mahar (mas kawin) dari calon pengantin laki-laki yang
diberikan kepada istri setelah resmi menjadi suami.
4. Harus dihadiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi laki-laki Islam
yang adil dan laki-laki Islam merdeka.

6
5. Harus ada upacara ijab qabul, ijab ialah penawaran dari pihak calon istri
atau walinya atau wakilnya dan qabul penerimaan oleh calon suami
dengan menyebutkan besarnya mahar (mas kawin) yang diberikan.
6. Sebagai tanda bahwa telah resmi terjadinya akad nikah (pernikahan) maka
hendaknya diadakan walimah (pesta pernikahan).
7. Sebagai bukti otentik terjadinya pernikahan, sesuai dengan analogi surat
Ali-Imran ayat 282 harus diadakan i’lan an-nikah (pendaftaran nikah)
kepada Pejabat Pencatat Nikah.

2.4 Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam

Ada beberapa jenis dan bentuk pernikahan yang dilarang oleh Islam,
diantaranya adalah:
1. Pernikahan yang tanpa disertai dengan ikatan secara resmi (selir, red).
Mengenai hal ini, banyak orang yang berkata, "Jika hubungan di antara
mereka tidak diketahui banyak orang, maka tidak apa-apa, tapi jika
tersebar, maka hal tersebut merupakan aibl'Berkenaan dengan hal ini,
Allah swt. Berfirman dalam surah An Nisa’ ayat 25:
ِ ‫ا َ ۡخدَان ُمتَّخِ ٰذ‬
‫ت َّو َل‬

"...bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai


piaraannya.... " (An-Nisa' [4]: 25)

2. Pernikahan Badal

Pernikahan badal adalah dua orang suami yang tukar menukar istri mereka
tanpa cerai terlebih dahulu. Tujuan mereka adalah memuaskan hasrat seksual dan
menghindari kebosanan. Hal tersebut dilakukan dengan persetujuan kedua belah
pihak. Daruqutni meriwayatkan dari Abu Hurairah dengan sanad yang sangat
lemah, "Bentuk pernikahan badal seperti seorang laki-laki yang berkata kepada
laki-laki lainnya,'Berikan istrimu dan aku akan memberikan istriku kepadamu.
Aku juga akan memberimu tambahan."

7
2.5 Studi Kasus

2.5.1 Hukum Ijab Qabul Pada Pernikahan Online Dimasa Pandemi

Akad Nikah melalui live streaming adalah akad nikah yang dilangsungkan
melalui media sosial, wali mengucapkan ijabnya disuatu tempat dan suami
mengucapkan kabulnya dari tempat lain yang jaraknya berjauhan. Ucapan ijab
dari wali dapat didengar dan dilihat dengan jelas oleh calon suami : begitu pula
sebaliknya, ucapan Kabul calon suami dapat didengar dan dilihat dengan jelas
oleh wali pihak perempuan.

Pernikahan yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan mengguunakan


media online di dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam melaksanakan Ijab
qobul. Contoh kasus akad nikah online melalui video live streaming hal ini
merupakan alat komunikasi dengan jarak jauh apalagi disaat sekarang tersebarnya
covid-19 sehingga dengan cara inilah merupakan cara alternative nikah online
seperti Whatss App, Instagram dan Messenger.

Menurut hukum Islam dan beberapa syarat dalam melaksanakan akad


nikah dipenuhi, yaitu: pertama, akad dimulai dengan ijab lalu diikuti dengan
Kabul. Kedua, materi ijab dan Kabul tidak boleh berbeda dan ijab qabul harus
diucapkan secara berkesinambungan tanpa ada jeda, ijab dan qabul terucap
dengan lafazh yang jelas, ijab dan Qabul antara calon pengantin pria dengan wali
nikah harus diucapkan dalam satu majelis.

Fukaha berupaya merespon peradaban manusia dengan meruskan kaidah fiqh:

“Memelihara sesuatu kebaikan yang terdahulu yang baik, dan mengambil hal
yang terbaru yang lebih baik.”

Dalam hal mempertahankan akad nikah tradisional (biasa) dilakukan


secara muwâjahah bi al-ma'rûf (secara tatap muka langsung) pada satu tempat itu

8
baik. Namun tidak menutup kemungkinan untuk akad nikah live streaming (on-
line) yang dilakukan dengan terpisahnya jarak antara keduanya namun dengan
waktu yang sama.

Dalam hukum Islam termasuk ketentuan dalam kompilasi Hukum Islam,


tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur mengenai perkawinan/ akad nikah
melalui live straming. akad nikah melalui live streaming dipandang telah sah
memenuhi rukun dan syarat-syarat perkawinan hukum Islam: seperti adanya calon
suami dan, wali nikah pihak perempuan, dua orang saksi dan ijab kabul. menurut
hukum Islam dan beberapa syarat dalam melaksanakan akad nikah dipenuhi :
akad dimulai dengan ijab lalu diikuti dengan qabul, ijab dan qabul tidak boleh
berbeda dan ijab qabul harus diucapkan secara berkesinambungan tanpa ada jeda,
ijab dan qabul terucap dengan lafazh yang jelas, ijab dan qabul antara calon
pengantin pria dengan wali nikah harus diucapkan dalam satu majelis. Jadi , harus
meiliki jaringan yang kuat saat pelaksanaan pernikahan online terutama pada saat
pelaksanaan ijab dan qabul. Hal ini dikuatkan dengan ketentuan pasal 27sampai
dengan 29 Kompilasi Hukum Islam antara lain tidak berselang waktu, dilakukan
langsung oleh wali nikah yang bersangkutan dan diucapkan langsung oleh
mempelai laki-laki melalui live straming, Kemudian terpenuhi antara lain rukun,
syarat sah, syarat-syarat perkawinan. melihat tata cara seperti ini memberi dampak
maslahah terhadap masyarakat apalagi di masa pandemi ini hanya saja beda tata
cara.

2.6 Hikmah Disyariatkan Pernikahan

Mengenai hikmah pernikahan, sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari


tujuannya di atas, dan sangat berkaitan erat dengan tujuan diciptakannya manusia
di muka bumi ini. Al-Jurjawi menjelaskan bahwa Tuhan menciptakan manusia
dengan tujuan memakmurkan bumi, di mana segala isinya diciptakan untuk
kepentingan manusia. Oleh karena itu, demi kemakmuran bumi secara lestari,
kehadiran manusia sangat diperlukan sepanjang bumi masih ada. Pelestarian
keturunan manusia merupakan sesuatu yang mutlak, sehingga eksistensi bumi di
tengah-tengah alam semesta tidak menjadi sia-sia. Seperti diingatkan oleh agama,

9
pelestarian manusia secara wajar dibentuk melalui pernikahan, sehingga demi
memakmurkan bumi, pernikahan mutlak diperlukan. Ia merupakan syarat mutlak
bagi kemakmuran bumi.

Lebih lanjut al-Jurjawi menuturkan, kehidupan manusia (baca: lelaki)


tidak akan rapi, tenang dan mengasyikkan, kecuali dikelola dengan sebaik-
baiknya. Itu bisa diwujudkan jika ada tangan terampil dan professional, yaitu
tangan-tangan lembut perempuan, yang memang secara naluriah mampu
mengelola rumah tangga secara baik, rapi dan wajar. Karena itu pernikahan
disyari’atkan, kata al-Jurjawi, bukan hanya demi memakmurkan bumi, tetapi tak
kalah penting adalah supaya kehidupan manusia yang teratur dan rapi dapat
tercipta. Dengan demikian kehadiran perempuan di sisi suami, melalui pernikahan
sangatlah penting.

Menurut Mustafa al-Khin dalam pernikahan, sesungguhnya terdapat


hikmah-hikmah yang agung yang dapat digali, baik secara naqliyah maupun
aqliyah. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah:

1. Memenuhi tuntutan fitrah


Manusia diciptakan oleh Allah dengan memiliki insting untuk tertarik
dengan lawan jenisnya. Laki-laki tertarik dengan wanita dan sebaliknya.
Ketertarikan dengan lawan jenis merupakan sebuah fitrah yang telah Allah
letakkan pada manusia. Islam adalah agama fitrah, sehingga akan
memenuhi tuntutan-tuntutan fitrah; ini bertujuan agar hukum Islam dapat
dilaksanakan manusia dengan mudah dan tanpa paksaan. Oleh karena
itulah, pernikahan disyari’atkan dalam Islam dengan tujuan untuk
memenuhi fitrah manusia yang cenderung untuk tertarik dengan lawan
jenisnya. Islam tidak menghalangi dan menutupi keinginan ini, bahkan
Islam melarang kehidupan para pendeta yang menolak pernikahan ataupun
bertahallul (membujang). Akan tetapi sebaliknya, Islam juga membatasi
keinginan ini agar tidak melampaui batas yang dapat berakibat rusaknya
tatanan masyarakat dan dekadensi moral sehingga kemurnian fitrah tetap
terjaga.
2. Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin
Salah satu hikmah pernikahan yang penting adalah adanya ketenangan
jiwa dengan terciptanya perasaanperasaan cinta dan kasih. QS. Ar-Rum:
21, ini menjelaskan bahwa begitu besar hikmah yang terkandung dalam
perkawinan. Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan
kepuasan jasmaniah dan rohaniah. Yaitu kasih sayang, ketenangan,
ketenteraman dan kebahagiaan hidup.

10
3. Menghindari dekadensi moral
Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah
satunya insting untuk melakukan relasi seksual. Akan tetapi insting ini
akan berakibat negative jika tidak diberi frame untuk membatasinya,
karena nafsunya akan berusaha untuk memenuhi insting tersebut dengan
cara yang terlarang. Akibat yang timbul adalah adanya dekadensi moral,
karena banyaknya perilaku-perilaku menyimpang seperti perzinaan,
kumpul kebo dan lain-lain. Hal ini jelas akan merusakfundamen-fundamen
rumah tangga dan menimbulkan berbagai penyakit fisik dan mental.
4. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan oleh Allah SWT.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Kitab Fiqih Al-Islam Wa Adillatuhu,


nikah adalah sebuah akad yang telah ditetapkan oleh syariat yang berfungsi untuk
memberikan hak kepemilikan bagi lelaki untuk bersenang-senang dengan
perempuan, dan dang menghalalkan seorang perempuan bersenang-senang dengan
laki-laki.

Hukum dasar/asal hukum nikah adalah mubah atau boleh. Hukum dasar
ini dapat berubah sesuai dengan keadaan dan situasi orang yang
melaksanakannya.

Menurut para ulama Hanafiah rukun adalah hal yang menentukan


keberadaan sesuatu, dan meniadi bagian di dalam esensinya. Sedangkan syarat
adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan bukan merupakan bagian di
dalam esensinya. Dan menurut jumhur ulama rukun adalah hal yang
menyebabkan berdiri dan keberadaan sesuatu. Sesuatu tersebut tidak akan
terwujud melainkan dengannya. Atau dengan kata lain merupakan hal yang harus
ada. Dalam perkatan mereka yang masyur, rukun adalah hal yang hukum syar'i
tidak mungkin ada melainkan dengannya. Atau hal yang menentukan esensi
sesuatu, baik merupakan bagian darinya maupun bukan. Sedangkan syarat
menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu dan bukan
merupakan bagian darinya.

Menurut hukum Islam suatu akad pernikahan ada yang sah dan ada yang
batal. Akad pernikahan dikatakan sah apabila akad tersebut dilaksanakan dengan
syarat dan rukun yang lengkap sesuai dengan ketentuan agama.

Menurut Mustafa al-Khin dalam pernikahan, sesungguhnya terdapat


hikmah-hikmah yang agung di antaranya adalah:

1. Memenuhi tuntutan fitrah


2. Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin
3. Menghindari dekadensi moral
4. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997, 1461

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2004, 43-44

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986, 47.

Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Nikah Islam dan Undang-Undang Nikah di


Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978, 1

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, penerjemah Abdul Hayyie Al-Kattani


dkk, Jilid IX, Gema Insani, Jakarta, 2011, 39

Maghfuroh Wahibatul. (2021). Akad Nikah Online Dengan Menggunakan Via Live
Streaming Perspektif Hukum Islam. Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah, 3(1), 95-100.

Atabik Ahmad dan Mudhiiah Khoridatul. (2014). Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif
Hukum Islam. Syarat Rukun Nikah, 5(2), 287-316.

As-Sayyid Sabiq. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Fiqh, 1996.

13

Anda mungkin juga menyukai