Penempatan lokasi KKN kami diatur oleh panitia lokal di sana, jadi tidak ada kata
protes atau apapun itu. Hal yang perlu kami lakukan hanyalah beradaptasi dengan sesama
anggota kelompok kami, sesama masyarakatnya, dan utamanya dengan kondisi iklim di
daerah tersebut. Kami ditempatkan di sebuah desa yang bernama “Tunjungmuli”. Desa ini
Tengah. Tunjungmuli merupakan desa terluas di Purbalingga, yang terdiri dari 54 RT dari 5
dusun yang ada. Desa yang berada di kaki gunung kecil, dengan cuaca yang sejuk yang suhu
rata-rata perharinya sekitaran 20 ◦C. Jumlah penduduknya ± 12.000 jiwa, yang semuanya
adalah suku Jawa yang memeluk agama Islam. Masyarakat muslim di sini mayoritas NU
keseluruhan. Walau begitu tidak ada deskriminasi di lingkungan sini, semuanya sama.
Keramahan adalah sesuatu yang lumrah kami temui dari penduduk desa ini. Adapun potensi
lokal dari desa ini berupa Kampung Marketer, pembuatan wig dan pembuatan bulu mata
palsu yang diekspor ke luar negeri, pembuatan sapu, pembuatan gula merah dari nira kelapa.
Perlu kalian ketahui bahwa hidup di sana tidaklah mudah, ini bukan hanya mengenai
kondisi geografis daerah tersebut, tetapi juga kondisi psikis kami masing-masing. Tidak
dipungkiri kalau kami-kami ini adalah sekumpulan mahasiswa yang masih memegang teguh
tangan. Pada dasarnya kami perlu waktu untuk saling mengenal dan memahami. Itupun tiap
hari kami kian beusaha untuk saling melengkapi hingga menciptakan sebuah harmoni
kebersamaan yang begitu indah untuk di kenang. Tentunya banyak hambatan yang perlu
kami lalui untuk memngokohkan kebersamaan yang terjalin selama ± 35 hari ini.
Setiap hari kami harus mengisi tenggak waktu yang di berikan dengan berbagai
kegiatan, baik itu hanya program kerja individu atau kelompok ataupun silaturahmi-siturahmi
yang mesti kami lakukan untuk mengenal warga di sana. Pada minggu-minggu awal, kami
fokus pada pengenalan lingkungan lokasi KKN kami, entah itu dengan masyarakatnya atau
kondisi geografis desa ini, yang dilanjutkan dengan sosialisasi program kerja individu kami
masing-masing. Program kerja kelommpok kami lakukan setelah program kerja individu
kami masing-masing telah rampung. Selama melakukan hal-hal tersebut, kami bukan hanya
mendapatkan rasa lelah tetapi kebahagian yang tak terkira. Kebahagian yang memadamkan
rasa lelah kami di saat sang rembulan melakukan tugasnya. Sehingga senyum selalu
Masyarakatnya sangat baik kepada kami. Mereka benar-benar membantu kami dalam
menunaikan tugas-tugas kami sebagai peserta KKN. Mungkin sangat sulit untuk menemukan
orang-orang seperti mereka di tempat asal kami. Mereka sungguh meninggalkan kesan yang
tak terlupakan buat kami. Hampr tiap hari selalu ada saja undangan untuk datang ke rumah
mereka. Entah itu hanya sekedar silaturahmi ataupun undangan makan. Tinggal di sana
membuat hidup kami sejahtera. Sejahtera yang kami maksud di sini adalah berat badan kami
yang meningkat pesat. Banyak pakaian kami yang sudah tak muat lagi untuk dikenakan.
Jangan tertawa, karena beginilah adanya. Padahal aktivitas kami tiap hari sangatlah padat.
Jarang kami punya waktu untuk istirahat. Apalagi tidur siang, hal itu mustahil buat kami.
Kian hari, kami makin terlena, makin nyaman dan makin cinta dengan suasana yang
tercipta di sana. Selalu ada canda tawa yang mengiringi langkah kaki kami tiap hari. Hingga
kami tak menyadari jika waktu kami telah menemui batasnya. Kesedihan mulai memasuki
relung hati kami masing-masing. Kami merasa ini belum cukup. Kami masih perlu waktu
lebih banyak lagi, tetapi kami sadar bahwa inilah batasnya. Batas yang tak bisa kami abaikan
begitu saja. Pada akhirnya tangis kesedihan menggantarkan perpisahan kami, tetapi kami
yakin bahwa akan ada pertemuan lagi setelah ini. Pertemuan dimana kami akan berkumpul
bersama untuk mengenang masa-masa selama KKN dengan raut kebahagiaan di wajah ini.