Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENDALAMAN AKIDAH AKHLAK MI

AKHLAK TERHADAP DIRI SENDIRI

DISUSUN OLEH :

Kelompok : 10
1. Nabila Oktarina (1930201188)
2. Lidia Damayanti (1930201189)
3. Sabrina Sudarwan (1930201190)
Kelas : PGMI 5

Dosen Pengampu :
Drs. Ahmad Syarifuddin, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 2
C. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
A. Pendahuluan........................................................................................................... 3
B. Sabar.......................................................................................................................3
C. Iffah........................................................................................................................ 4
D. Wara’......................................................................................................................4
E. Zuhud......................................................................................................................5
F. Ikhlas dan Rela Berkorban......................................................................................6
G. Syaja’ah..................................................................................................................6
H. Istiqamah................................................................................................................7
I. Amanah....................................................................................................................7
J. Shiddiq.....................................................................................................................8
K. Menepati Janji........................................................................................................ 8
L. Adil......................................................................................................................... 8
M. Tawadlu’................................................................................................................9
N. Pemaaf....................................................................................................................9
O. Berhati Lembut.................................................................................................... 10
P. Tekun.................................................................................................................... 10
Q. Ulet.......................................................................................................................11
R. Teliti..................................................................................................................... 12
S. Gigih..................................................................................................................... 12
T. Berinisiatif............................................................................................................ 13
U. Berpikir Positif.....................................................................................................14
V. Percaya Diri..........................................................................................................14
W. Disiplin................................................................................................................15

i
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 16
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk
beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala perintah
dan menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia
diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan semua yang ada
untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membeci manusia
yang melakukan tindakan merusak yang ada. Maka karena Allah SWT membenci
tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, dia
sadar bahwa jika melakukan per buatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan
hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang
sebenarnya.
Akhlak terhadap diri sendiri pada dasarnya mutlak diperlukan oleh semua manusia
utamanya bagi seluruh umat muslim. Seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya
sendiri. Siapapun dia, seorang muslim tentu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa
yang telah diperbuat terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itulah, Islam memandang
bahwa setiap muslim harus menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya
sendiri, sebelum ia berakhlak yang baik terhadap orang lain. Dan ternyata hal ini sering
dilalaikan oleh kebanyakan kaum muslimin.
Secara garis besar, akhlak seorang muslim terhadap dirinya dibagi menjadi tiga
bagian yaitu: terhadap fisiknya, terhadap akalnya, dan terhadap hatinya. Karena
memang setiap insan memiliki tiga komponen tersebut dan kita dituntut untuk
memberikan hak kita terhadap diri kita sendiri dalam ketiga unsur yang terdapat dalam
dirinya tersebut. Namun, tanpa disadari seseorang telah berakhlak tidak baik pada
dirinya sendiri. Misalnya saja merokok, seorang perokok bisa dikatakan berakhlak tidak
baik pada dirinya sendiri. Karena dengan merokok, lama kelamaan akan menyebabkan
paru-paru menjadi rusak dan hal itu sama artinya dengan kita tidak menjaga tubuh kita
dengan baik atau berakhlak tidak baik pada diri sendiri. Ada satu hal yang kerap kali

1
dilakukan oleh seseorang yang menurut pelakunya adalah hal biasa namun hal tersebut
juga termasuk akhlak tidak baik pada diri sendiri yaitu begadang. Orang yang tidur
terlalu larut malam sehingga hal itu dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.
Jadi, sebagai manusia atau sebagai seorang muslim yang baik hendaklah kita selalu
berakhlak baik dalam hal apapun. Karena sesungguhnya, Allah SWT menciptakan
manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah. Ibadah dalam
pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya
untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membenci manusia yang melakukan
tindakan merusak yang ada. Karena Allah SWT membenci tindakan yang merusak
maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, menyadari bahwa jika
melakukan perbuatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan
terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya. Untuk itulah
materi akhlak terhadap diri sendiri ini sangatlah penting untuk dipahami, dipelajari dan
diteladani.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan akhlak?


2. Apa pengertian akhlak terhadap diri sendiri?
3. Bagaimana cara memelihara akhlak pada diri sendiri ?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:


1. Agar pembaca dapat memahami tentang arti dan pentingnya akhlak terhadap
diri sendiri.
2. Agar kita sebagai umat muslim senantiasa berakhlak baik dalam hal apapun
karena Allah SWT menciptakan kita pada dasarnya untuk menjadi kholifah di
bumi.
3. Agar kita senantiasa ingat kepada Allah SWT dan berakhlak baik terhadap diri
sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendahuluan

Secara etimologis akhlaq adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku. Atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan.
Seakar dengan kata Khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalaq
(penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (tuhan) dengan perilaku
makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain
dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau
perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (tuhan).
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang
terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Kita harus adil dalam
memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan
sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan akhlak-akhlak tercela.
Di sinilah terletak tujuan pokok agama, yakni mengajarkan dan menawarkan sejumlah
nilai moral atau akhlak mulia agar mereka menjadi baik dan bahagia dengan melatih diri
untuk melakukan hal yang terbaik. Iman tidak akan sempurna kecuali dengan menghiasi
diri dengan Akhlak. Rasulullah bersabda “ aku diutus tidak lain untuk penyempurnakan
ahlak yang mulia “.( HR. Baihaqi )’’.

B. Sabar

Sabar adalah sikap yang tahan (tidak mudah / lekas marah) terhadap cobaan yang
diberikan Allah kepadanya atau kepada hamba-Nya. Sabar merupakan pilar
kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari
kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai
macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam

3
iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada
lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id).
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi
istilah dalam bahasaIndonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk
infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan
mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an: 28
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di
pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telahKami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS.
Al-Kahfi/ 18 : 28).

C. Iffah

Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-Iffah yang berarti
menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, iffah juga berarti kesuciantubuh. Secara
terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan
merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Iffah juga dapat dimaknai sebagai usaha
untuk memelihara kesucian diri (al-iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan,
fitnah, dan memelihara kehormatan. Iffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap
berada dalam keadaan kesucian. Hal ini dapat dilakukan dimulai memelihara hati (qalbu)
untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk.

D. Wara’

Wara’ berasal dari bahasa arab yang memiliki arti shaleh atau menjauhkan diri dari
perbuatan dosa.1 Dalam kamus munawir wara’ artinya menjauhkan diri dari dosa,
maksiat dan perkara syubhat.2 Dalam istilah wara’ adalah menjahui perkara yang

1
Prof. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, ( Jakarta: PT Mahmud YunusWadzurriyyah, 2007 ),
hal. 497.
2
Ahmad Warshon, Kamus Munawir, ( Pustaka Progressif), hal. 1552.

4
syubhat karna takut terjatuh dalam perkara yang haram,3 menurut Ibrahim bin Adham
wara’ adalah meninggalkan perkara yang syubhat.4
Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Menurut
asy-Syibly, wara' artinya menjauhi segala sesuatu selain Allah. Menurut Abu Sulaiman
ad-Darany, wara' merupakan permulaan zuhud, seperti halnya rasa berkecukupan
merupakan permulaan ridha. Menurut Yahya bin Mu'adz, wara' artinya berada pada
batasan ilmu tanpa melakukan ta'wil. Wara' itu ada dua sisi: Wara' zhahir dan wara'
batin. Wara' zhahir artinya tidak bertindak kecuali karena Allah semata, sedangkan
wara' batin ialah tidak memasukkan hal-hal selain ke dalam hati. Siapa yang tidak
melihat detail wara' tidak akan bisa melihat besarnya anugerah." Sufyan ats-Tsaury
berkata, "Aku tidak melihat sesuatu yang lebih mudah daripada wara', yaitu jika ada
sesuatu yang meragukan di dalam jiwamu, maka tinggal kanlah."

E. Zuhud

Zuhud adalah suatu sikap terpuji yang disukai Allah SWT, dimana seseorang lebih
mengutamakan cinta akhirat dan tidak terlalu mementingkan urusan dunia atau harta
kekayaan.
Masalah zuhud telah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits. Di antara ayat
yang menyebutkan masalah zuhud adalah firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di
kalangan keluarga Fir’aun yang mengatakan, “Orang yang beriman itu berkata: “Hai
kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39). Mustaurid berkata bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“ Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat
melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya berisyarat dengan
jari telunjuk- di lautan,maka perhatikanlah apa yang dibawa.” (HR. Muslim no. 2858)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Dunia seperti air yang tersisa di
jari ketika jari tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa
di lautan.”

3
Muhammad Nawawi, Syarah Nashoihul ‘Ibad, ( Haramain ), hal. 37.
4
Ibid. hal. 39.

5
F. Ikhlas dan Rela Berkorban

Meluruskan dengan niat dikaitkan dalam hati dengan semata-mata hanya untuk
mengharap ridha Allah SWT biasanya disebut dengan ikhlas. “Alamat dalam kata ikhlas
itu ada tiga, pertama pujian dan celaan orang sama saja bagi dirinya. Kedua, tidak riya
dalam beramal ketika ia sedang melaksanakan amalan itu. Dan ketiga, amal yang ia
lakukan hanya mengharap pahala di akhirat. Hal ini berkaitan dengan ibadah dan
seluruh amal perbuatan, seperti shalat, zakat, puasa, membaca al-Qur’an, sedekah,
senyum dan lain sebagainya, semua itu dilakukan dengan hati yang ikhlas. Bukan untuk
mengharapkan hal-hal yang lain. Dalam kitab al-Quran terdapat sebuah surat yang
bernama Al-Ikhlas yang artinya “Memurnikan ke-Esaan Allah SWT .”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rela adalah bersedia dengan
senang hati dan tidak mengharapkan imbalan atas kemauan sendiri, sedangkan
berkorban adalah memberikan segala sesuatu yang dimiliki sekalipun menimbulkan
penderitaan bagi dirinya sendiri. Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan
adanya keikhlasan dalam memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, meskipun
akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan atau kerugian pada diri sendiri. Rela
berkorban juga dapat didefinisikan sebagai sikap dan perilaku yang dilakukan dengan
ikhlas serta mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi.
Menurut istilah, rela berkorban berarti bersedia dengan ikhlas melakukan apapun
untuk membahagiakan atau memenuhi kebutuhan orang lain dan tidak mengharapkan
imbalan apapun di dunia sekalipun menimbulkan kerugian atau penderitaan bagi
dirinya.

G. Syaja’ah

Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-jabn yang
berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang.
Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan
pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi
sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim
kepada kehinaan.

6
Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu
seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian
menerima musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang
pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah
semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang,
dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.

H. Istiqamah

Istiqomah berasal dari bahasa Arab yang artinya 'lurus'. Istiqomah adalah usaha
untuk menjaga perbuatan baiknya di jalan Allah SWT secara konsisten dan tidak
berubah.
Jika dipraktikkan dengan baik kalimat ini akan menjadi panduan untuk menjalani
kehidupan yang lebih baik. Dan menuju jalan kebenaran. Perilaku yang Mencerminkan
Sikap Istiqomah, antara lain :
1. Melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dengan ikhlas.
2. Dapat dengan sabar menerima ujian atau cobaan.
3. Tidak tertipu oleh kemewahan kehidupan dunia.
4. Ibadah (salat) tepat pada waktunya.
5. Terus berprasangka baik kepada Allah.
6. Tetap berada di jalan Allah pada setiap keadaan.

I. Amanah

Secara bahasa, amanah diartikan sebagai kepercayaan, loyalitas, kejujuran, dan


integritas. Kata amanah juga memiliki kesamaan makna dengan iman, aman, dan amin.
Amanah adalah salah satu sifat dari Nabi Muhammad SAW selain Shiddiq,
Fathonah dan Tabligh. Arti dari amanah ini sendiri adalah terpercaya. Oleh KBBI, kata
amanah ini disamakan dengan kata setia dan diartikan sebagai sifat yang bisa dipercaya,
sesuatu hal yang bisa untuk ditipkan atau dipercayakan pada orang lain dan sebagainya.
Nabi Muhammad adalah sosok yang dikenal sebagai pribadi yang amanah. Oleh
sebab itu mustahil bagi beliau khianat. Sifat amanah ini yang menyebabkan Nabi
Muhammad dijuluki dengan Al-Amin yang artinya adalah terpercaya. Julukan ini
melekat pada Rasulullah jauh hari sebelum ia menjadi nabi.

7
J. Shiddiq

Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan “as-sidqu” atau “Siddiq” yang
berarti benar, nyata, atau berkata benar.
Para rasul utusan Allah SWT memiliki sifat-sifat khusus yang menjadi
keistimewaannya dalam menjalankan tugas. Salah satunya adalah siddiq yang artinya
jujur atau benar. Sifat wajib siddiq ini dapat diartikan bahwa Rasulullah SAW selalu
berkata jujur.
Siddiq artinya jujur atau benar. Ciri orang Siddiq adalah selalu berkata benar, tidak
pernah berbohong, perbuatannya selaras dengan perkataan dan selalu menempatkan
sesuatu dengan adil.
Siddiq merupakan sifat wajib bagi Rasul perlu diketahui Muslim agar bisa
mencontoh akhlak maupun perbuatannya yang baik dan terpuji. Sifat Siddiq juga harus
dimiliki tiap Muslim. Sebab, kejujuran akan membawa kebaikan5.

K. Menepati Janji

Menepati janji berarti berusaha untuk memenuhi semua yang telah dijanjikan
kepada orang lain di masa yang akan datang. Orang yang menepati janji orang yang
dapat memenuhi semua yang dijanjikannya. Lawan dari menepati janji adalah ingkar
janji.
Janji adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat
sesuatu. Pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap ketentuan yang harus ditepati
atau dipenuhi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam Islam, janji akan dimintai
pertanggung jawaban.

L. Adil

Adil mengandung arti tidak berat sebelah atau memihak. Terkait dengan adil,
demokrasi merupakan pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua negara warga negara di depan hukum.

5
Kastolani, Siddiq Artinya Jujur, Ciri Orang Siddiq, Pengertian serta Haditsnya.
https://www.inews.id/amp/lifestyle/muslim/siddiq-artinya-jujur-ciri-orang-siddiq, 2021, diakses pada
tanggal 19 November 2021 pukul 22:30 WIB

8
Adil juga berarti berpihak kepada yang benar serta berpegang pada konstitusi dan
hukum.
Pengertian adil ialah merupakan suatu sikap jujur yang dimana pada kondisi itu
tidak memihak kepada pihak tertentu serta bertindak objektif berdasarkan atas
kebenaran yang umum. Secara bahasa, kata adil berasal dari bahasa arab yang dimana
artinya berada ditengah-tengah, jujur, lurus dan tulus. Adil ialah merupakan salah satu
sikap yang harus ditanamkan sejak dini. Adil ialah merupakan sebuah sikap wajib yang
dimana harus dimiliki oleh pemimpin tanpa adanya keadilan dari pemimpin, sebuah
organisasi agar dapat berjalan tidak seimbang.

M. Tawadlu’

Pengertian Tawadhu Secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata wadh’a yang
berarti merendahkan, serta juga berasal dari kata “ittadha’a” dengan arti merendahkan
diri. Disamping itu, kata tawadhu juga diartikan dengan rendah terhadap sesuatu.
Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu
yang diagungkan. Bahkan, ada juga yang mengartikan tawadhu sebagai tindakan berupa
mengagungkan orang karena keutamaannya, menerima kebenaran dan seterusnya.6
Pengertian Tawadhu Secara Terminologi berarti rendah hati, lawan dari sombong
atau takabur.7 Tawadhu’ menurut Al–Ghozali dalah mengeluarkan kedudukanmu atau
kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita.8 Tawadhu’ menurut Ahmad
Athoilah hakekat tawadhu’ itu adalah sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran
Allah, dan terbukanya sifat-sifat Allah.9

N. Pemaaf

Pemaaf berarti orang yang rela memberi maaf kepada orang lain. Sikap pemaaf
berarti sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa sedikit pun ada rasa benci dan
keinginan untuk membalasnya. Dalam bahasa Arab sikap pemaaf disebut al-„afw yang
juga memiliki arti bertambah (berlebih), penghapusan, ampun, atau anugerah10.

6
Rusdi, Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. (Yogyakarta: , 2013), hal. 15
7
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LIPI (Pustaka Pelajar), 2007), hal. 123.
8
Imam Ghozali, Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri, (Semarang: CV. As-Syifa, 1995), hal. 343
9
Syekh Ahmad Ibnu Atha’illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma’rifat dan Hakekat,
(Surabaya: Penerbit Amelia, 2006) , hal. 448.
10
Bahrudin, Akhlaq Tasawuf, (Serang: IAIB PRESS,2003), Hal. 26

9
Pemaaf berarti orang yang rela memberi maaf kepada orang lain. Sikap pemaaf
berarti sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa sedikit pun ada rasa benci dan
keinginan untuk membalasnya. Dalam bahasa Arab sikap pemaaf disebut al-„afw yang
juga memiliki arti bertambah (berlebih), penghapusan, ampun, atau anugerah.

O. Berhati Lembut

Berhati lembut dapat diartikan halus budi, baik hati, sopan dalam berucap dan
santun dalam bertindak. Sikap berhati lembut merupakan salah satu ciri akhlak terpuji
yang harus dipegang teguh oleh setiap manusia. Sebab sikap berhati lembut dapat
membawa kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya bahwa setiap muslim harus
senantiasa bersikap berhati lembut, baik budi, dan tidak congkak kepada orang lain.
Biasanya ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah orangnya suka memberi tidak kikir, suka
membantu11.

P. Tekun

Tekun berarti berkeras hati, teguh pada pendirian. Tekun adalah termasuk perbuatan
yang terpuji (akhlaq mahmudah) yang harus dimiliki oleh setiap orang Islam. Karena
Allah SWT senang jika hamba-hamba-Nya berusaha dengan tekun. Tekun itu dapat
mengantarkan seseorang untuk mencapai cita-citanya.12

Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik dan maksimal dibutuhkan ketekunan.
Seseorang yang secara tekun menggeluti profesinya suatu ketika pasti akan memperoleh
hasil yang memuaskan. Sebagai contoh, para pengusaha yang sekarang ini sukses,
mereka dulunya adalah pekerja yang tekun dan selalu berusaha meningkatkan kualitas
hasil dari usahannya serta senantiasa berusaha dengan tidak pernah merasa bosan.

11
Zugul Malakiano, Arti Berhati Lembut dan Ciri-cirinya,
https://hisham.id/religi/arti-berhati-lembut-dan-ciri-cirinya.html, 2021, diakses pada tanggal 19
November 2021pada pukul 22:16 WIB.
12
Kangtoha, Pengertian Kerja Keras, Tekun, Ulet, Teliti, Contohnya,
https://serba-makalah.com/pengertian-kerja-keras-tekun-ulet-teliti-contohnya/ 2017, diakses pada
tanggal 19 November 2021 pada pukul 20:50 wib

10
Akhirnya mereka mendapatkan keberhasilan tersebut. Contoh-contoh sikap tekun
adalah sebagai berikut.

 Seorang petani tidak pernah bosan untuk pergi bekerja.


 Seorang ibu tidak akan merasa bosan mengurus anak dan mengurus pekerjaan
rumah tangga.
 Seorang pelajar tekun dengan pelajaran-pelejaran yang selama ini dia pelajari.
 Seorang dokter tekun dengan pekerjaannya yang dipenuhi dengan segala risiko
dan lain-lain.

Semua itu adalah contoh sikap tekun dalam kehidupan. Sebagai seorang
pelajar/pekerja, kita juga harus tekun dalam kehidupan. Sebagai seorang pelajar/pekerja,
kita juga harus tekun belajar/tekun bekerja agar mendapat nilai/hasil yang bagus dan
membuat orang tua bangga/terdekat bangga. Dalam hal ini Rasulullah SAW, bersabda
yang artinya : “Siapa yang tekun dan serius pasti akan mendapat hasil“. (Al Hadis)

Q. Ulet

Ulet berarti tidak mudah putus asa yang berarti dengan kemauan yang keras dalam
mencapai suatu tujuan. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya
sangat ditentukan oleh keuletan dalam menghadapi persoalan yang menyertai proses
penyelesaian masalah tersebut.

Ulet bisa juga berarti tekun. Karena pada intinya, kedua sikap tersebut sama-sama
mempunyai sifat tidak mudah putus asa. Keduanya mempunyai sifat yang tidak mudah
takluk oleh setiap tantangan dan hambatan yang ada. Keduanya mempunyai sifat selalu
berusaha dan bersifat dinamis. Sikap seperti inilah yang sangat dianjurkan oleh Islam.
Islam selalu mendorong umatnya untuk tidak mudah putus asa dan selalu berusaha
untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya13. Allah SWT berfirman.

Artinya: “Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) Yusuf dan


saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang

13
ibid

11
berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. Yusuf:
87).

Sesulit apa pun pekerjaan kita, kita harus tetap tegar menghadapinya. Kita harus
tekun dan ulet dalam mengerjakannya. Niscaya Allah akan memberikan jalan terbaik
bagi kita.

R. Teliti

Teliti dapat diartikan dengan cermat dan hati-hati. Teliti termasuk sifat terpuji yang
harus dimiliki oleh setiap muslim karena sifat tersebut dapat mengantarkan seseorang
untuk mencapai cita-citanya. Orang yang dalam hidupnya dapat melaksanakan
pekerjaan dengan cermat dan hati-hati, kemungkinan besar akan terhindar dari
kesalahan14.

Dalam ajaran Islam, cermat dan teliti akan menghasilkan banyak keuntungan
sebagaimana pepatah Arab yang berbunyi.

Artinya: “Teliti dan hati-hati itu akan menarik (menghasilkan) banyak


keuntungan.

Di dalam melakukan sesuatu dengan ketekunan dan keuletan hendaknya juga


dibarengi dengan ketelitian dan kecermatan. Hal ini akan berakibat baik pada
pekerjaan yang kita lakukan karena akan mendapatkan hasil yang optimal. Kita
berusaha semaksimal mungkin dalam melakukan suatu pekerjaan dan selanjutnya
usaha yang terakhir adalah berdoa dan bertawakal kepada Allah SWT. Karena hanya
Allah SWT yang menentukan segalanya.

S. Gigih

Gigih berarti berkemauan kuat dalam usaha mencapai sesuatu cita-cita. Gigih
sebagai salah satu dari akhlakul karimah sangat diperlukan dalam suatu usaha. Jika
ingin mencapai suatu hasil yang maksimal, suatu usaha harus dilakukan dengan gigih,
dan penuh kesungguhan hati. Islam mencela setiap muslim yang lemah semangat,

14
ibid

12
merasa tidak berdaya seakan tidak memiliki gairah hidup. Tak satu usahapun yang tidak
memerlukan kegigihan, walau kadarnya berbeda. Setiap muslim wajib memilki sifat dan
sikap gigih. Gigih (sungguh-sungguh) dalam beribadah, gigih dalam mencari rezeki
untuk mencukupi kebutuhan hidup. Allah SWT berfirman:
Artinya: “ Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) maka kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS Alam Nasrah : 7)

Sementara itu Rasulullah SAW bersabda:


Ϳ Ϧ˶ό˴ Ϛ˶ό˴ϔ o R Ϧ˶ό ˶˶ό ˷ o ϒ˶˶˶ Ϧoϣ˸ Ϧo ϒ˸ ˶˶ό ό͉π ଉϦoϣ˸
( R˸o ) ˶˶˶˸
Artinya: “Mukmin yang kuat lebih bagus adn lebih dicintai oleh Allah daripada
mukmin yang lemah, namun pada masing-masing ada kebaikannya.
Bersemangatlah kamu mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi kamu, mohonlah
pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu merasa tak berdaya.” (HR Muslim)

Orang yang gigih tidak akan berpangku tangan dan tidak suka bermalas-malasan
sehingga ia akan merasa keberkahan hidup. Apabila setiap orang Islam memiliki sifat
gigih, niscaya hidayah dan karunia Allah akan menaungi kita. Gigihlah dalam berusaha,
Allah dan orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan kita, sehingga tidak akan
ada usaha kita yang sia-sia15.

T. Berinisiatif

Inisiatif adalah suatu kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru
atau asli atau atau asli atau menghas menghasilkan suatu ilkan suatu pemecahan
masalah16. (Mardiyanto : 2008)
Definisi inisiatif adalah suatu kemampuan dalam menemukan peluang , menemukan
ide, mengembangkan ide serta cara-cara baru dalam memecahkan suatu problem
(thinking new things)17. Arti inisiatif adalah kemampuan untuk menemukan beberapa

15
Anonim, Makna Gigih, Berinisiatif, dan Rela Berkorban Dalam Agama Islam,
https://www.bacaanmadani.com/2016/09/makna-gigih-berinisiatif-dan-rela.html, 2016, diakses pada
tanggal 19 November 2021 pada pukul 21:26 WIB.
16
Mardiyanto, Intisari Manajemen Keuangan: Teori, Soal, dan Jawaban, (Jakarta: Grafika, 2008)
17
Suryana, Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju. Sukses, EdisiKetiga,
(Jakarta: Penerbit Salemba, 2006)

13
kemungkinan jawaban dari suatu masalah berdasarkan atas informasi dan data yang
tesedia, dimana penekananya terletak pada ketepatgunaan, kuantitas, dan keragaman
jawaban18.

U. Berpikir Positif

Berpikir positif adalah kemampuan berpikir seseorang untuk menilai


pengalaman-pengalaman dalam hidupnya, sebagai bahan yang berharga untuk
pengalaman selanjutnya dan menganggap semua itu sebagai proses hidup yang harus
diterima. Peale menyatakan bahwa individu yang berpikir positif akan mendapatkan
hasil yang positif dan individu yang berpikir negatif akan mendapatkan hasil yang
negatif19.
Berpikir positif juga dapat diartikan sebagai cara berpikir yang berangkat dari
hal-hal baik, yang mampu menyulut semangat untuk melakukan perubahan menuju
taraf hidup yang lebih baik. Dalam konteks inilah berpikir positif telah menjadi sebuah
sistem berpikir yang mengarahkan dan membimbing seseorang untuk meninggalkan
hal-hal negatif yang bisa melemahkan semangat perubahan dalam jiwanya20.

V. Percaya Diri

Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan danpenilaian


(judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif.
Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang
semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Sedangkan
kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya
untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan atau situasi yang dihadapinya.
Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling, percaya diri
adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat
pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak

18
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT Gramedia,
1990).
19
Peale N. V., Berpikir Positif, (Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2006), Hal. 135
20
Yanuar Arifin, 100% bisa Selalu Berpikir Positif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), Hal. 18

14
percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena
itu sering menutup diri21.

W. Disiplin

Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Inggris Desciple, discipline, yang
artinya penganut atau pengikut. Ditinjau dari segi tirminologi disiplin menurut para ahli
pendidikan mendefinisikan berbagai pengertian disiplin
Disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib
karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya tanpa adanya
paksaan dari pihak luar22. Sedangkan menurut Thomas Gordon, Disiplin adalah perilaku
dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh
dari pelatihan yang dilakukan secara terus menerus23.

21
Thantaway, Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), Hal.87
22
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka, 1980),
Hal. 114
23
Thomas Gordon, Mengajar Anak Berdisiplin diri di rumah dan di sekolah, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Umum, 1996), Hal. 3

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologis akhlaq adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan.
Seakar dengan kata Khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalaq
(penciptaan).
Adapaun yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang
terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Manusia dapat diperbaiki
akhlaknya dengan menghilangkan akhlak-akhlak tercela.
Cara memelihara akhlak pada diri sendiri yaitu adalah dengan menanamkan sikap
Sabar, Iffah, Wara’, Zuhud, Ikhlas dan Rela Berkorban, Syaja’ah, Istiqamah, Amanah,
Shiddiq, Menepati Janji, Adil, Tawadlu’, Pemaaf, Berhati Lembut, Tekun, Ulet, Teliti,
Gigih, Berinisiatif, Berpikir Positif, Percaya Diri, Disiplin

16
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1980. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka.
Anonim. 2016. Makna Gigih, Berinisiatif, dan Rela Berkorban Dalam Agama Islam,
https://www.bacaanmadani.com/2016/09/makna-gigih-berinisiatif-dan-rela.html.
diakses pada tanggal 19 November 2021 pada pukul 21:26 WIB.
Arifin, Yanuar. 2011. 100% bisa Selalu Berpikir Positif. Jogjakarta: DIVA Press.
Atha’illah, Syekh Ahmad Ibnu. 2006. Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma’rifat dan
Hakekat. Surabaya: Penerbit Amelia.
Bahrudin. 2003. Akhlaq Tasawuf. Serang: IAIB PRESS.
Ghozali, Imam. 1995. Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri. Semarang: CV.
As-Syifa.
Gordon, Thomas. 1996. Mengajar Anak Berdisiplin diri di rumah dan di sekolah.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LIPI (Pustaka Pelajar).
Kangtoha. 2017. Pengertian Kerja Keras, Tekun, Ulet, Teliti, Contohnya.
https://serba-makalah.com/pengertian-kerja-keras-tekun-ulet-teliti-contohnya/.
diakses pada tanggal 19 November 2021 pada pukul 20:50 WIB.
Kastolani. 2021. Siddiq Artinya Jujur, Ciri Orang Siddiq, Pengertian serta Haditsnya.
https://www.inews.id/amp/lifestyle/muslim/siddiq-artinya-jujur-ciri-orang-siddiq,.
diakses pada tanggal 19 November 2021 pukul 22:30 WIB
Malakiano, Zugul, 2021. Arti Berhati Lembut dan Ciri-cirinya.
https://hisham.id/religi/arti-berhati-lembut-dan-ciri-cirinya.html,. diakses pada
tanggal 19 November 2021pada pukul 22:16 WIB
Mardiyanto. 2008. Intisari Manajemen Keuangan: Teori, Soal, dan Jawaban. Jakarta:
Grafika.
Munandar, Utami. 1990. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta:
PT Gramedia.
Nawawi, Muhammad. Syarah Nashoihul ‘Ibad,. Haramain.
Peale N. V. 2006. Berpikir Positif. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

17
Rusdi. 2013. Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. Yogyakarta.
Suryana. 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses,
Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba.
Thantaway. 2005. Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Kanisius.
Warshon, Ahmad. Kamus Munawir. Pustaka Progressif.
Yunus, Mahmud. 2007. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus
Wadzurriyyah.

18

Anda mungkin juga menyukai