Anda di halaman 1dari 9

A.

GEOMORFOLOGI JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH


Jawa barat terletak di antara 5’50’ – 7’50’ lintang selatan dan 104”46’ – 108”48’ bujur
timur, dengan batas-batas wilayah :
 Sebelah utara, dengan laut jawa dan DKI Jakarta
 Sebelah timur, dengan provinsi jawa tengah
 Sebelah sealatan, dengan samudra Indonesia
 Sebelah barat, provinsi banten
Provinsi jawa barat memiliki kondisi alam yang terdiri dai pegunungan dibagian
tengah dan selatan serta dataran rendah diwilayah utara. Dan memiliki kawasan
hutan dengan fungsi hutan konservasi,hutan lindung dan hutan produksi yang
proporsinya mencapai 22,10% dari luas jawa barat, curah hujan antara 2000-4000
mm/th dengan tingkat intensitas hujan tinggi , memiliki 40 DAS dengan debit air
permukaan 81 milyar m/th.

Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5o40’ dan 8o30’ Lintang
Selatan dan antara 108o30’ dan 111o30’ Bujur Timur. Batas wilayah provinsi ini
adalah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Selatan dengan
Samudera Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah Barat
dengan Provinsi Jawa Barat dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa
Timur.
B. GEOMORFOLOGI JAWA BARAT
1. Fisiografi dan geomorfologi jawa barat
Secara regional fisografi jawa barat terabgi atas 3 bagian besar yaitu
 Dataran alluvial utara (dataran Jakarta)
Memiliki lebar kurang lebih 40 km yang terbentang dari serang (banten)
sampai Cirebon . Daerah ini sebagian besar terdiri dari endapan alluvial
sungai dan lahar vulkan-vulkan di pedalaman.
 Zona Bogor
Disebelah selatan dataran alluvial dengan ditandai adanya bukit-bukit dan
pegunungan yang lebarnya sekitar 40 km. Perbukitan ini merupakan
sebuah anticlinorium dari lapisan neogen yang terlipat kuat dengan
disertai intensitas intrusi vulkanis. Bagian timur jalur ini tertutup oleh
vulkan muda seperti bukit tunggul, tampomas, dan cireme.
 Zona Bandung
Zona ini merupakan jalur memanjang dari depresi antarpegunungan. Jalur
ini membentang dari pelabuhan Ratu melalui Lembah Cimandiri , dataran
tinggi Cianjur , Bandung , Garut, Lembah Citandui , dan berakhir di
Sagara Anakan. Zona ini merupakan puncak greantiklinal Jawa yang telah
hancur selama pelengkungan akhir tersier. Batas antara zona Bogor dan
zona Bandung terdapat sederet vulkan-vulkan quarter. Sedangkan batas
zona Bandung dengan pegunungan selatan ditandai adanya vulkan-vulkan
Kendeng, Patuha, Tilu, Malabar, Papandayan, dan Cikorai. Di Garut
terdapat dua busur vulkan yaitu kelompok Guntur, Mandalawangi, dan
kelompok telaga Bodas, Sedakeling. Zona Bandung sebagian terisi oleh
endapan-endapan vulkanis muda dan endapan alluvial dan terpotong oleh
bukit-bukit batuan tersier.
Pegunungan periangan selatan yang membentang dari teluk pelabuhan ratu
sampai pulau nusa kambangan dengan lebar rata-rata 50 km merupakan
sisi selatan geantiklinal Jawa. Jalur ini dapat dibedakan menjadi 3 seksi,
yaitu :
1) Bagian barat seksi Jampang, mengalami erosi permukaan dengan sisa-
sisa yang resistem berupa vulkanik neck.
2) Bagian tengah seksi Pangalengan, yang ditutupi oleh beberapa vulkan
padam yang hancur akibat patahan.
3) Bagian timur seksi Karangnunggal, yang berupa pegunungan rendah.
2. Kondisi Geologi Jawa Barat
Pada zaman pra tersier Jawa Barat merupakan kompleks melanin, yaitu zona
pencampuran antara batuan kerak samudra dengan batuan kerak benua. Kompleks
melanin pada Barat Daya Jawa Barat yang diduga sebagai zona penunjaman
kearah Jawa Tengah. Disebelah utara Jawa Barat mulai diendapkan produk hasil
letusan gunung api yang terendapkan sebagai formasi jatibarang sementara. Pada
kalaeosen, Jawa Barat berada pada kondisi benua yang ditandai oleh
ketidakselarasan, tetapi raja Mandala sampai Sukabumi merupakan area terestial
fluvial dimana hadir formasi gunung Walat yang mengisi depresi interar basin.

Pada kala Oligosen Awal ditandai oleh ketidaklarasan pada puncak Gunung Walat
berupa konglomerat batupasir kwarsa, yang menunjukan suatu tektonik uplift
diseluruh daerah. Pada kala oligosen akhir diawali dari transgesi marin, yang
terbentuk dari selatan-timur (SE) ke arah utara-timur (NE). Bogor Through
berkembang ditengah Jawa barat yang memisahkan off-shelf platform di selatan
dari Sunda shelf di utara. Pada tepi utara platform ini reef formasi Rajamandala
terbentuk yang didahului oleh pengendapan serpih karbonatan formasi Batuasih.
Kala ini juga diendapkan formasi Gantar pada bagian utara yang berupa terumbu
karbonat dan berlangsung selama siklus erosi dan trangesi yang berulangkali,
pada waktu yang sama terjadi pengangkatan sampai Meosen Awal bersamaan
dengan aktivitas vulkanik yang menghasilkan struktur lipatan dan sesar dengan
arah barat daya timur laut.

Pada kala Meosen yaitu setelah formasi Rajamandala terbentuk maka pada
cekungan Bogor diisi oleh endapan turbidit dan volcanic debris. Sementara pada
bagian selatan diendapkan formasi Jampang dan Cimandiri. Di sebelah utara
diendapkan formasi Parigi dan formasi Subang. Pengangkatan kala Meosin tengah
diikuti oleh perlipatan dan pensesaran berarah barat-timur. Pliosen Akhir
mengalami pengangkatan yang diikuti oleh pelipatan lemah, zona Cimandiri
mengalami pensesaran mendatar. Sementara itu berlangsung pengendapan
formasi Bentang

Pada zaman kuarter peristiwa geologi banyak diwarnai oleh aktivitas vulkanisme
sehingga pada seluruh permukaan tertutupi oleh satuan produk gunung api.
Daerah Bandung mengalami penyumbatan sungai Citarum oleh lava erupsi
Tangkuban Perahu sehingga tergenang oleh air dan terbentuk Danau Bandung.
Selama tergenang maka daerah Bandung dan sekitarnya seperti Padalarang dan
Cimahi banyak terbentuk endapan-endapan danau. Sampai akhirnya Danau
Bandung bocor di daerah gamping Sang Hyang Tikoro dan selama itu
terendapkan lagi produk-produk gunung api dari Tangkuban Perahu.

Struktur regional Jawa Barat memiliki empat pola struktur akibat adanya empat
aktifitas tektonik yaitu : Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai arah
barat ke timur. Diakibatkan oleh pengangkatan yang berlangsung selama Miosen
tengah Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai arah sekitar N45oE.
Struktur ini diakibatkan oleh pengangkatan yang disertai oleh volkanisme pada
Oligosen akhir sampai Miosen awal Struktur di sebelah timur Jawa Barat
mempunyai arah sekitar N315oE, membentang ke barat di utara Bandung berarah
timur-barat, semakin ke barat maka struktur berarah umum barat daya.

Struktur ini diakibatkan oleh aktivitas tektonik yang berlangsung selama Kuarter.
Sementara itu di dataran Jakarta mempunyai struktur dengan arah utara-selatan.
Di Jawa barat daerah tengah arah struktur sekitar N75oE yang di tunjukkaan oleh
Tinggian Rajamandala  Pengangkatan pada Pliosen akhir yang diikuti oleh
perlipatan lemah. Pada formasi Bentang sehingga batuan pada formasi ini relatif
memeliki kemiringan lapisan yang landai, selanjutnya diikuti dengan kegiatan
tektonik sehinnga Zone Cimandiri mengalami pensesaran mendatar yang
mempunyai arah sekitar N45oE memotong struktur terdahulu. 

3. Topografi dan jenis batuan jawa barat

Jenis batuan (litologi)


Batuan yang membentuk Formasi Andesit Tua lebih didominasi oleh piroklastika
yang sulit melapuk. Karena itu batuan penutup di sini relatif tipis. Sementara itu,
hasil pelapukannya kurang subur karena bercampur dengan lanau atau marl yang
gampingan. Karena itu, secara umum daerah jalur Jawa Barat Selatan kurang
subur untuk pengembangan pertanian. Di Jawa Tengah, jalur ini lebih rawan lagi
seperti telihat dari kegersangan di Pegunungan Kidul, Jawa Tengah yang dewasa
ini dengan penanganan khusus telah dapat mengatasi kesulitannya.

Oleh karena batuannya yang bervariasi dari batuan beku yang keras (lava, intrusi)
sampai ke lempung dan tufa yang amat lunak, maka topografi di sini sangat kasar.
Lembah-lembah di batuan yang lunak terdapat sangat dalam sebagai hasil erosi.
Karena itu lereng di sini pada umumnya amat terjal. Jarang sekali dijumpai tanah
datar yang luas yang leluasa untuk pembangunan. Pemukiman penduduk pada
umumnya terdapat di lembah-lembah yang sempit dan dikeltlingi pegunungan
yang terjal.

Sebagai akibat dan kondisi topografl seperti ini maka lahan untuk pertanian pun
amat terbatas. Di sini sulit sekali untuk dapat mengembangkan pertanian secara
besar-besaran. Demikian pula untuk pengembangan prasarana pembangunan
seperti jalan atau tempat pemukiman.

C. GEOMORFOLOGI JAWA TENGAH


1) Fisiografi dan geomorfologi Jawa Tengah
Jawa Tengah terbentang dari garis Cirebon-Pulau Nusakambangan sampai garis
Semarang-Yogyakrta dengan lebar antara 100-120 km. Jawa Tengah dari utara ke selatan
secara berurutan dapat dibeadakan :
 Dataran pantai utara
Dengan lebar maksimum 40 km (di Brebes), ke timur menyempit sampai
20 km (di Tegal dan Pekalongan )dan menghilang di timur pekalongan ,
karena pegunungan mencapai pantai. Antara Weleri –Kaliwungu dataran
alluvial ini dibentuk oleh delta Kali Bodri lebarnya sekitar 16 km,
sedangkan timur (Semarang) lebarnya antara 3- 4 km.
 Rangkaian pegunungan Serayu Utara dan Serayu Selatan
Rangkain pegunugan Serayu Utara dan Serayu Selatan merupakan
cekungan geantiklinal. Pegunungan Serayu Utara membentuk rantai
penghubungan antara zona Bogor di Jawa Barat dengan pegunungan
Kendeng di Jawa Timur. Pegunungan Serayu Selatan merupakan
kelanjutan dari depresi Bandung di Jawa Barat. Lebar pegunungan Serayu
Utara antara 30-50 km,dengan ditandai adannya vulkan-vulkan muda
seperti vulkan Slamet,Rogojembangan, kelompok Dieng, dan vulkan
Ungaran.
 Daratan pantai selatan
Daratan pantai selatan memiliki lebar antara 10-25 km , disini pegunugan
selatan telah merosot dibawah permukaan air laut antara Nusakambangan
dan muara Sungai Opak, dan sisanya adalah pegunugan Karangbolong
yang menunjukkan kesamaan dengan pegunugan selatan diJawa Barat dan
Jawa Timur. Bagian selatan dari daratan pantai selatan tertutup oleh bukit-
bukit pasir yang sejajar dengan pantai.

Geomorfologi Jawa Tengah


Pada geomorfologi wilayah Jawa Tengah terdapat banyak pembagian
zona-zona wilayah dengan proses pembentukan setiap zona berbeda
proses geomorfologinya, diantaranya adalah sebegai berikut :

 Bentang Lahan Zona Selatan Jawa Tengah


            Proses yang terjadi pada zona Jawa Tengah bagian selatan adalah
patahan dan pengangkatan yang menghasilkan bentuklahan struktural
patahan dan juga bentuklahan karst. Bentuklahan patahan dapat dilihat di
perbukitan Baturagung, sedangkan bentuklahan karst dapat dilihat di
kompleks Gunung Sewu, Gunungkidul.
          
Berdasarkan genesisnya, zona selatan Jawa tengah dibagi menjadi tiga
ekosistem bentang lahan asal proses yang diamati, meliputi struktural,
solusional, dan antropogenik
Bentuklahan asal proses solusional merupakan kelompok besar satuan
bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah
larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut,
doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh
bentuklahan ini (Verstappen, 1983).

Bentang lahan struktural patahan terlihat di perbukitan Baturagung yang


diamati di titik jalan Prambanan-Piyungan. Bentuklahan struktural adalah
semua bentuklahan yang disebabkan oleh adanya tenaga endogen yaitu
tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan adanya tekanan
pada lempeng/kerak bumi. Akibat adanya tekanan pada kerak bumi
tersebut akan menimbulkan adanya lipatan atau patahan .

Bentang lahan antropogenik dapat dilihat di Waduk Gajah Mungkur


Wonogiri. Mengapa antropogenik? Karena waduk ini hasil dari buatan
manusia, bukan merupakan bentukan alami alam. Bentuklahan asal
antropogenik merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-
contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik (Verstappen, 1983).

Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan


dengan aktivitas manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat
disebut sebagai bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia.
Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja dan
direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan
yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja
telah merubah bentuk lahan yang telah ada. Bentuk lahan antropogenik
dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada.

 Bentanglahan Transisi Zona Selatan dan Tengah Jawa Tengah


            Zona transisi selatan dan tengah Jawa Tengah ditandai dengan
adanya intrusi diorit. Intrusi diorit ini merupakan hasil proses struktural
dan vulkanis. Lokasi pengamatan berada di Gunung Tenong. Pada zona
peralihan ini, karakteristik yang ada merupakan campuran dari dua
bentuklahan tersebut, sehingga banyak dijumpai sebaran batu volkanis dan
rombakannya. Perubahan morfologi yang kontras dari perbukitan curam
dan dataran alluvial di bawahnya juga menjadi bukti bahwa di daerah ini
dulunya juga merupakan daerah patahan.
 Bentang Lahan Zona Tengah Jawa Tengah
            Zona tengah Jawa bagian tengah didominasi oleh bentang lahan
vulkanis.  Seperti di Jawa Timur zona ini ditempati oleh depresi yang diisi
oleh endapan vulkanik muda. Sifat geologisnya hanya dapat dilihat dari
Jawa Tengah dan Jawa Barat. Gerakan orogenesa miosen tengah dan
miosen muda sangat kuat (terkuat) di zona ini dan sering menyebabkan
lipatan menjungkir atau membentuk struktur yang menjorok.
Bentang lahan vulkanis yang diamati dimiliki oleh Gunung Ungaran,
Rawa Pening, dan aliran lahar di Sungai Putih Bentang lahan vulkanik
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
aktivitas gunung api.
Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava,
kawah, dan kaldera

 Lembah Bengawan Solo Purba


Bentuklahan asal fluvial, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras
sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan
ini.
Ada juga, bentang lahan antropogenik di zona tengah, yaitu kawasan
Industri Ungaran. Daerah ini sekarang sudah berkembang sebagai
kawasan industri yang berada di kaki Gunung Ungaran. Ketersediaan air
tanah yang berlimpah sangat mendukung perkembangan wilayah ini.
Selain itu, kawasan industri Ungaran juga bebas dari ancaman banjir rob,
yang sering terjadi di kawasan industri Semarang.

 Bentanglahan Transisi Zona Tengah dan Utara Jawa Tengah


            Zona transisi tengah dan utara Jawa Tengah dicirikan oleh proses
diapirisme. Proses diapirisme ialah proses lipatan dari dalam bumi yang
local dan permukaannya bersifat plastis yang diakibatkan oleh tekanan
topografi dari derah sekitranya. Menurut Lapan proses diapirisme adalah
proses menerobosnya materi dari bagian kerak sebuah planet ke
permukaannya, biasanya ini menghasilkan gejala gunung lumpur (mud
volcano).
           
 Bentang Lahan Zona Utara Jawa Tengah
            Zona utara Jawa Tengah didominasi oleh proses struktural lipatan.
Terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau
pegunungan dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini
biasanya  berbatasan dengan dataran aluvial. Lipatan yang lebih tua terjadi
sejak dari periode miosen atas. Lipatan ini nampak lebih jelas dari zona
tengah tetapi juga dapat dilihat di zona utara dari Jawa tengah. Di lain
tempat pengendapan bahkan mungkin berlangsung selama periode miosen
tengah.
      Bentang lahan yang mendominasi di zona ini adalah bentang lahan
asal proses struktural lipatan, proses marine, dan juga proses antropogenik.
Bentang lahan asal proses struktural lipatan dapat dilihat di perbukitan
antiklinal Gundih, di Lembah Jono yang mempuyai air tanah asin, dan
juga di beldug Kuwu dengan fenomena semburan lumpurnya.
Bentuklahan asal proses struktural, merupakan kelompok besar satuan
bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis.
Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah,
merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal structural.

Selain itu juga terdapat Bentang lahan asal proses marine yang dapat
dilihat di Paleogeomorfologi selat Demak dan juga Banjir Kanal Timur,
Semarang. Bentuklahan asal proses marine  merupakan kelompok besar
satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang,
arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai
(beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge).

2) Topografi Jawa Tengah

Kondisi topografi wilayah Jawa Tengah beraneka ragam, meliputi daerah dataran tinggi
dan juga pegunungan yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa di bagian
tengah; dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh Jawa Tengah; dan juga pantai
yaitu pantai Utara dan Selatan. Kemiringan lahan Provinsi Jawa Tengah cukup bervariasi,
meliputi lahan dengan kemiringannya 0-2% sebesar 38% lahan dengan
kemiringan 2-15% sebesar 31% lahan dengan kemiringan 15-40% sebesar 19%
dan lahan dengan kemiringan lebih dari 40% sebesar 12%.

Berikut ini topografi beberapa daerah di Jawa Tengah :


 Banyumas
Luas wilayah Banyumas sekitar 1.327,60 km2 atau setara dengan
132.759,56 ha. Keadaan wilayah antara daratan dan pegunungan dengan struktur
pegunungan yang terdiri dari sebagian lembah dari sungai Serayu digunakan
untuk lahan pertanian dan sebagiannya dataran tinggi yang digunakan sebagai
pemukiman serta pekarangan, sebagian dari pegunungan digunakan untuk lahan
perkebunan dan terdapat hutan tropis yang terletak dilereng Gunung Slamet.
 Kendal

Topografi Kabupaten Kendal yaitu daerah pegunungan yang mana


terletak di bagian paling selatan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 2.579
mdpl. Kabupaten Kendal termasuk dalam wilayah agraris, hal ini ditunjukan
dengan besarnya lahan pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Kabupaten
Kendal, 75,69 % digunakan untuk kegiatan pertanian, sedangkan sisanya untuk
pekaranan atau pemukiman.
 Tegal
Kabupaten Tegal secara geografis terletak pada koordinat 108˚ 57’6” -
109˚ 21’30” BT dan 6˚ 50’41” - 7˚ 15’30” LS. Wilayah Kabupaten Tegal terdiri
dari daratan seluas 878,7 km2 dan lautan seluas 121,50 km2. Wilayah daratan
memiliki kemiringan yang bervariasi, mulai dari datar hingga sangat curam.
Kemiringan lahan tipe datar (0-2˚) seluas 24.547,52 ha, tipe bergelombang (2-
15˚) seluas 35.847,22 ha, tipe curam/berbukit (15-40˚) seluas 20.382,84 ha, dan
tipe sangat curam/pegunungan (>40˚) seluas 7.099,97 ha.
 Cilacap
Terletak diantara 108˚4’ 30” - 109˚30’30” garis BT dan 7˚ 30’ - 7˚ 45’
20” garis LS, memiliki luas wilayah sebesar 225.360,840 Ha, terbagi menjadi 24
Kecamatan, 269 desa dan 15 Kelurahan. Wilayah dataran tinggi yang ada di
Kabupaten Cilacap berada di Kecamatan Dayeuhluhur dengan ketinggian 198 m
dari permukaan laut .

Anda mungkin juga menyukai