Trigger Case Kelompok 2 Cva Hemoragik
Trigger Case Kelompok 2 Cva Hemoragik
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2 KELAS 7A
NAMA KELOMPOK:
FASILITATOR:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Kritis yang berjudul “Makalah Keperawatan Kritis Trigger
Case CVA Hemoragik” dapat selesai seperti waktu yang telah
direncanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran
berbagai pihak yang memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Fasilitator mata kuliah keperawatan kritis Ibu Nur Ainiyah,
S.Kep.,Ns.,M.Kep
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat kami selesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
membalas budi baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang kami
sebutkan di atas. Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami pun
menyadari bahwa makalah yang telah kami susun dan kami kemas masih
memiliki banyak kelemahan serta kekeliruan baik dari segi teknis maupun
non-teknis. Untuk itu penyusun membuka pintu selebar-lebarya kepada
semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun
demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang, dan apabila di
dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan dihati
pembaca mohon dimaafkan.
Surabaya, 5 Novembe 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trigger Case CVA Hemoragik 4
BAB 4 PENUTUP 28
4.1 Kesimpulan 28
4.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
iv
kematian. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang
merupakan hasil penelitian lembaga Riset Kementerian Kesehatan yang
dilakukan lima tahun sekali memperlihatkan, pravalensi stroke di Indonesia
meningkat dari 8,3 per 1000 orang pada 2007 menjadi 12,1 pada 2013.
Artinya, dari 1000 orang, 12 diantaranya menderita stroke. Diantara mereka
yang terkena stroke jumlah penderita kelompok usia 55-64 tahun meningkat
dari 15% pada 2007 menjadi 24% pada 2013. Kenaikan juga terjadi pada
penderita usia 46-55 tahun dari sekitar 8% pada 2007 menjadi 10% pada 2013.
Yang lebih mengkhawatirkan, telah ditemukan sekitar 0,2% penderita berusia
15-24 tahun (Rumahorbo, 2014). Data Riset Kesehatan Dasar (2013),
menunjukkan prevalensi stroke di Jawa Timur sebesar 16 per 1000 penduduk,
sedangkan menurut Febria Rahmanita, Kepala Dinas Kesehatan Kota
Surabaya, prevalensi tahun 2016 yang menderita stroke sebanyak 15,4% dari
2,8 juta penduduk. Penduduk yang mengalami kelemahan ekstremitas akibat
stroke sebanyak 4,31% (Bistara. D.N, 2019)
v
yang kemudian terjadi ketidakefektifan perfusi serebral. Jika aliran darah ke
otak terganggu lebih dari 30 detik, pasien dapat menjadi tidak sadar dan dapat
terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen, jika alira darah ke otak lebih
dari 4 menit (Black & Hawks, 2014).
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Klien CVA (cerebro vaskuler
accident) Hemoragik.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami trigger case mengenai CVA Hemoragik
vi
BAB 2
TRIGGER CASE
vii
malam karena Iskemia serebri regional akibat trombosis serebri
berkembang menjadi infark iskemia dan hemoragik. Pada tahap ini
berkembanglah hemiparese yang tidak alam akan menjadi hemiparalisis.
2. Analisis Masalah Berdasarkan Kasus
Dalam penelitian ini tidak di jelaskan secara terperinci tugas dari Perawat
tersebut.Dan tidak di jelaskan Tugas Perawat untuk menjalankan fungsi
interdependen kersajama dengan tim kesehatan lainnya guna mengupayakan
kesembuhan pasien.
viii
darurat harus mempunyai kompetensi dalam penilaian pasien stroke pra
rumah sakit. Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans yaitu personil
yang terlatih, mesin EKG, peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat
darurat, obat-obat neuroprotektan, telemedisin, ambulans yang
dilengkapidengan peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan
glukosa (glukometer), kadar saturasi O2 (pulse oximeter).
Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu mengerjakan:
a. Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital
b. Tindakan stabilitas dan resusitasi (Airway Breathing Circulation /
ABC).Intubasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang
dalam,hipoventilasi, dan aspirasi.
c. Bila kardiopulmuner stabil, pasien diposisikan setengah duduk
d. Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke.
e. Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan
keadaan jantung
f. Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%
g. Memeriksa kadar gula darah
h. Menghubungi unit gawat darurat secepatnya (stroke is emergency)
i. Transportasi secepatnya (time is brain).
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas pelayan ambulans:
a. Jangan terlambat membawa ke rumah sakit yang tepat.
b. Jangan memberikan cairan berlebihan kecuali pada pasien syok dan
hipotensi
c. Hindari pemberian cairan glukosa / dekstrose kecuali pada pasien
hipoglikemia
d. Jangan menurunkan tekanan darah kecuali pada kondisi khusus.
Hindarihipotensi, hipoventilasi, atau anoksia.
e. Catat waktu onset serangan.
ix
2. Intra Hospital
a. Penghentian Perdarahan
Identifikasi apakah pasien memiliki diasthesis perdarahan. Jika pasien
menggunakan antikoagulan, lakukan anticoagulant reversal.
b. Kontrol Tekanan Darah
Kontrol tekanan darah dengan cara menurunkan tekanan darah
15-20% bila tekanan darah >180/>120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan bertambahnya volume darah di ocalrill. Kontrol tekanan darah ini
pada kondisi akut (24 jam pertama) sebaiknya dilakukan secara
bertahap. Penurunan tekanan darah sistolik <140 mmHG ditemukan
tidak memiliki manfaat dan bahkan menunjukkan tanda-tanda
kerugian.
c. Penanganan Tekanan Tinggi Intrakranial
Penanganan tekanan tinggi ocalrill dapat menggunakan
mannitol bolus IV 0,25-1 gram / kg berat badan per 30 menit, dan
dilanjutkan dengan 0.25 gram/kg berat badan per 30 menit selama 3-5
hari.
Penanganan juga dapat dilakukan dengan pembedahan. Tindakan
bedah dilakukan dengan mempertimbangkan usia pasien dan letak
perdarahan. Sebuah meta analisis mengenai penatalaksanaan bedah
pada perdarahan intraserebral supratentorial spontan menunjukkan
hasil yang baik apabila operasi dilakukan 8 jam saat iktus, hematoma
20-50 Ml, Glasgow Coma Scale 9-12, dan usia pasien 50-69 tahun.
Pasien dengan hematoma tanpa perdarahan intraventrikular dapat
dilakukan tindakan bedah.
Head Position in Stroke Trial (HeadpoST) merupakan studi
untuk melihat apakah terdapat perbedaan ocal posisi kepala
≥30o dengan posisi kepala terbaring pada pasien dengan stroke.
Penelitian ini dilakukan pada 11000 pasien di 114 rumah sakit di 9
negara. Pada penelitian didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan
keluaran pada kedua posisi kepala, akan tetapi pasien lebih nyaman
apabila pada posisi ≥30o.
x
d. Penanganan Kejang
Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-20 mg Tata
laksana untuk keluhan umum lainnya sama dengan stroke iskemik.
e. Rehabilitasi
Pada pasien dengan stroke, dibutuhkan unit khusus yang terdiri
berbagai disiplin ilmu untuk keluaran pasien yang lebih baik. Terapi
rehabilitasi ini dapat terdiri dari terapi bicara, fisioterapi, konseling
psikologi, dan terapi okupasi. Anggota tim tersebut harus meliputi,
dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, terapis okupasi, fisioterapis,
dan terapis bicara.
xi
BAB 3
PEMBAHASAN
Asupan oksigen dan nutrisi akan dibawa oleh darah yang mengalir
dalam pembuluh pembuluh darah yang menuju sel sel otak. Apabila aliran
darah atau aliran oksigen dan nutrisi itu terhambat selama beberapa menit
saja, maka dapat terjadi stroke. Penyempitan pembuluh darah menuju sel
xii
sel otak menyebabkan aliran darah dan asupan nutrisi ke otak akan
berkurang. Selain itu endapan zat zat lemak tersebut dapat terlepas dalam
bentuk gumpalan gumpalan kecil yang suatu saat dapat menyumbat aliran
darah ke otak sehingga sel sel otak kekurangan oksigen dan nutrisi. Itulah
yang menjadi penyebab mendasar bagi terciptanya stroke (auryn, 2008).
Selain itu hipertensi juga dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar
pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi
lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Hemoragik stroke kembali
seperti semula dapat terjadi pada mereka yang tidak menderita hipertensi.
Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat
lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba tiba, misalnya konsumsi
makanan ataupun factor emosional. Pecahnya pembuluh darah di otak
dapat menyebabkan sel sel otak yang seharusnya mendapatkan oksigen
dan nutrisi yang di bawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi
kekurangan nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang keluar dari pembuluh
darah yang pecah juga dapat merusak sel sel otak yang berada
disekitarnya.
xiii
itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami
hemoragik subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
3. Hemoragik subaracnoid
Dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapu
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area
sirkulus willisi dan malforasi arteri vena congenital pada otak.
4. Hemoragik intraserebral
Hemoragik intraserebral adalah penurunan perdarahan
disubstansi dalam otak, paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral disebabkan oleh perubahan
degenerative karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture
pembuluh darah. Biasanya tiba-tiba sakit kepala berat. Bila
hemoragik membesar, makin jelas deficit neuorologi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
1) Patofisiologi
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan
istirahat otak menerima 1/6 dari curah jantung. Otak mempergunakan 20%
dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi
anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan
metabolic, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 –
10 menit (non-aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena
ialah arteri serebral dan arteri karotis interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui 4 mekanisme, yaitu:
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian
otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-
perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya,
dapat menimbulkan nekrosis.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
jaringan (haemorrhage).
xiv
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang
interstitial jaringan otak.
Konstriksi sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastic dan cepat. Oklusi suatu
arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jatingan otak
normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada.
Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah
adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan
sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada
daerah ini. Selama berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap
PCO2 terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang
tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi
kerusakan jaringan secara permanen.
Skema :
xv
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisme) terutama yang
disebabkan oleh hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid berasal dari pecahnya aneurisme berry atau
AVM. Aneurisme yang pecah berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak
(Juwono, 2015). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebri yang mengakibatkan
disfungsi nyeri otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia).
3) Tanda dan Gejala
1. Vertebra basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral:
a. Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
b. Peningkatan reflex tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski
e. Tanda-tanda serebral
f. Disfagia
g. Disatria
h. Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan
i. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu
mata)
j. Muka terasa baal
2. Arteri karotis interna
a. Kebutaan monomular disebabkan karena insufisiensi aliran darah
arteri ke retina
b. Terasa baal pada ekstermitas atas dan juga mungkin menyerang
wajah
xvi
3. Arteri serebri anterior
a. Gejala paling primer adalah kebingungan
b. Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai
c. Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang
d. Timbul gerakan volunteer pada tungkai terganggu
e. Gangguan sensorik kontra lateral
f. Dimensi reflek mencengkeram dan reflex patologis
4. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranial ketiga-hemianopsia, kore0-athetosis
5. Arteri serebri media
a. Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai
lengan)
b. Kadang-kadang heminopasia kontralateral (kebutaan)
c. Afasia glonal (kalau hemisfer dominan yang terkena)
d. Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan
percakapan dan komunikasi
e. Disfagia
4) Vaskularisasi Serebral
Otak sangat tergantung suplai darah dari luar, sehingga
anatomi pembuluh darah otak mempunyai struktur yang mendukung
tetap tersedianya darah pada otak. Otak mendapatkan suplai dari dua
arteri utama yaitu arteri karotis interna kanan kiri (di anterior) dan dua
arteri vertebralis kanan kiri (di posterior). Keempat cabang arteri ini
akan membentuk suatu hubungan yang disebut Sirkulus Willisi yang
menyediakan vaskularisasi otak bagian depan (anterior), tengah
(media), dan belakang (posterior) (Harun Cholik, 2018).
5) Sirkulasi Willisi dan beberapa variasi anatomis yang sering
dijumpai
xvii
Meskipun dua arteri yang mensuplai otak terpisah, namun
keduanya dihubungkan oleh pembuluh-pembuluh darah anastomosis
yang membentuk suatu lingkaran yang dinamakan sirkullus arteriosus
willisi. Sirkulus ini memungkinkan otak tetap mendapat suplai pada
saat terjadinya sumbatan pada salah satu cabang arteri. Otak yang
normal memiliki kemampuan untuk mengatur kebutuhan aliran
darahnya sendiri. Kemampuan ini disebut autoregulasi otak (Harun
Cholik, 2018).
6) Faktor Yang Mempengaruhi Vaskularisasi ke Otak
McHenry 1976 dalam Price (1995) telah mencoba
memisahkan faktor-faktor yang mengatur sirkulasi serebral menjadi
faktor ekstrinsik (ekstrakranial) dan Instrinsik (intracranial) sebagai
beriku:
1. Faktor Ekstrinsik :
a. Tekanan darah sistemik
b. Fungsi kardiovaskuler
c. Viskositas darah
2. Faktor Instrinsik
a. Mekanisme auto regulasi serebral yang mempunyai hubungan
dengan tekanan perfusi serebral
b. Pembuluh darah serebral
c. Tekanan cairan otak atau intracranial
Jumlah darah yang mengalir ke dalam suatu organ tergantung pada
tekanan darah (perfusi) yang menyiram organ tersebut dan tahanan
(resistensi) yang dimiliki organ tersebut. Menurut Marjono (1994)
tekanan perfusi adalah sama dengan tekanan darah arterial sistemik
dikurangi tekanan vena otak (Harun Cholik, 2018).
7) Manifestasi Klinis
Gejala stroke yang paling umum adalah kelemahan
mendadak atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, paling sering
pada satu sisi tubuh, (WHO, 2014).
xviii
Manifestasi klinis Stroke Hemoragik menurut Misbach (2011) lain:
1. Kehilangan Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunteer terhadap gerakan motoric. Disfungsi
motoric paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2. Kehilangan Komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah ocal dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
ocal dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Distria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh pararalisis otot yang bertanggung
jawab untuk berbicara.
b. Disfasia atau afasia (berbicara defektif atau kehilangan bicara)
yang terutama ekspresif atau reseptif
c. Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisirnya.
3. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam
visual-spasial dan kehilangan sensoris. Disfungsi persepsi visual,
homonimus hemianopsi yaitu kehilangan setengah lapang pandang,
tidak menyadarai otak atau objek di tempat kehilangan penglihatan
mengabaikan salah satu sisi tubuh, dan kesulitan menilai jarak.
4. Kerusakan Fungi Kognitif dan Efek Psikologi
Menurut Lemon dan Burke (2004), mengatakan bahwa
perubahan tingkah laku termasuk emosi labil. Kehilangan control diri
dan menurunnya toleransi terhadap stress disebabkan oleh kerusakan
jaringan.
5. Disfungsi Kandung Kemih
xix
Pada pasien stroke mengalami inkontenensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidkmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan
karena kerusakan ocal ocal dan postural.
6. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intracranial, edema serebri.
8) Faktor-Faktor Risiko Stroke
Menurut (Nasissi, Denise, 2010) morbiditas dan mortalitas
yang terdapat pada stroke hemoragik lebih tinggi dibandingkan stroke
iskemia.
Faktor resiko dari stroke dibagi menjadi 2 faktor yang dapat di
kendalikan dan ocal yang tidak dapat di kendalikan (Purwani, 2017).
xx
wanita stroke terajdi akibat kehamilan, pemakaian pil KB,
migraine, dan aneurisma sakular.
c. Riwayat keluarga
Seseorang yang memiliki anggota keluarga, seperti saudara,
ayah/ibu, atau kakek/nenek, dengan riwayat sakit stroke akan
meningkatkan risiko stroke. Para penderita stroke dengan usia
masih muda biasanya memiliki riwayat serangan stroke atau
penyakit pembuluh darah iskemik pada salah satu anggota
keluarga. Selain itu, adanya ocal predisposisi genetic aterosklerosi,
aneurisme imtrakranial sakular, mal formasi pembuluh darah, dan
angiopati amyloid juga dapat menjelaskan keterkaitan ocal risiko
terjadinta stroke dengan riwayat keluarga.
d. Ras
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
orang Amerika yang berasal dari Afrika (berkulit hitam) memiliki
resiko terkena stroke lebih besr dibandingkan orang dengan ras
kaukasoid. Hal ini kemungkinan bisa dikarenakan adanya
predisposisi genetic. Prevalensi hipertensi yang lebih tinggi, serta
factor sosio-ekonomi. Pada kelompok orang Amerika berkulit
hitam, stroke lebih sering menyerang pada usia muda. Sedangkan
pada kelompok orang Amerika kaukasoid (berkulit putih) stroke
banyak terjadi pada usia lanjut.
2. Faktor yang dapat dikenadalikan yaitu:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan ocal resiko utama penyebab stroke. Pada
kejadian ini terjadi peningkatan curah jantung yang disebabkan
oleh peningkatan pertahanan perifer disebabkan oleh
vasokonstriksi atau hipetrofi structural dari dinding pembuluh
darah.
b. Dyslipidemia
xxi
Dyslipidemia adalah kelainan metabolisme dari lipid (lemak) yang
ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak
dalam darah. Kelainan fraksi lipid yang paling banyak adalah
kenaikan kadar lolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar
trigliserida, serta adanya penurunan kadar LDL, dapat memicu
terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung coroner yang
selanjutnya juga memicu terjadinya stroke (Purwani, 2017)
c. Diabetes mellitus
Penyakit diabetes dapat meningkatkan kemungkinan stroke 2-4
kali akibat aterosklorosis serebri, gangguan jantung, atau
perubahan rheology darah. Tingginya kadar gula juga akan
memperbesar area infark di otak karena asam laktat akibat
metabolisme glukosa secara anaerobic yang merusak jaringan otak
(Purwani, 2017).
d. Kelainan jantung
Otak membutuhkan konsumsi oksigen 25% dari seluruh tubuh dan
menggunakan 20% curah jantung dalam semenit. Oleh karena itu,
jika terjadi gangguan pada system kardiovaskuler, tentunya juga
akan mempengaruhi sirkulasi di otak. Kelainan jantung yang sering
menjadi penyebab stroke berulang adalah aterosklerosis, disritmia
jantung khususnya fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik,
infark miokard dan gagal jantung. Dari penelitian sebelumnya
disebutkan bahwa penderita stroke yang memiliki kelainan pada
gambaran EKG- nya memiliki risiko 3 kalu lebih besar untuk
mengalami stroke berulang disbanding dengan pasien dengan
gambaran EKG normal (Purwani, 2017)
e. Merokok
Merokok juga dapat memicu terbentuknya plak pada arteri,
menurunkan kadar HDL dalam darah, dan meningkatkan
trigliserida dalam darah sehingga memicu resiko penyakit jantung
xxii
coroner. Nikotin yang terkandung dalam rokok membuat jantung
bekerja lebih keras sehingga meningkatkan laju jantung serta
tekanan darah. Selain itu, merokok juga merupakan ocal sekunder
terjadinya resistensi reuptake glukosa yang di stimulasi oleh insulin
sehingga meningkatkan risiko diabetes (Purwani, 2017).
f. Aktivitas fisik
Aktifitas fisik khususnya olahraga, merupakan aktivitas yang
sangat penting untuk menjaga kesehatan serta kebugaran tubuh.
Manfaat dari olahraga ocal lain mengoptimalkan oksigen dalam
tubuh, menurunkan asam lemak, efisiensi glukosa, menurunkan
potensi gangguan irama jantung, menurunkan LDL serta
kolesterol, dan meningkatkan kadar HDL. Berbagai penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat membuktikan bahwa olahraga
yang mengeluarkan energy sebanyak 1000-1999 kkal/minggu
sampai 2000-2999 kkal/minggu dapat mengurangi terjadinya
stroke pada seseorang (Purwani, 2017)
xxiii
9) Pathway
Sumber : Hariyoto dan Sulistiyowati, 2015
Okulasi
Iskemia
Hipoksia
Ketidakefektifan
Hambatan
perfusi jaringan
mobilitas fisik
otak
xxiv
10) Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
a. Breathing (Pernapasan)
1) Usahakan jalan napas terbuka
2) Lakukan penghisapan lender jika sesak
3) Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk
4) Oksigenasi terutama pada pasien tidak sadar
b. Blood (Tekanan Darah)
1) Usahakan otak mendapat cukup darah
2) Jangan terlalu cepat menurunkan trkanan darah pada masa akut
c. Brain (Fungsi Otak)
1) Atasi kejang yang timbul
2) Kirangi edema otak dan tekanan intra kranial yang tinggi
d. Bladder (Kandung Kemih)
1) Pasang catheter bila terjadi retensi urine
e. Bowel (Pencernaan)
1) Defekasi supaya lancer
2) Bila tidak bisa makan per-orl pasang NGT/Sonde
2. Penanganan medis (Brunner & Suddarth, 2011)
a. Rekombinan activator plasminogen jaringan (t-PA), kecuali
dikontraindikasikan, pantau perdarahan
b. Penatalaksanaa peningkatan tekanan intracranial (TIK) : diuretic
osmotic, pertahankan PaCO2 pada 30-35 mmHg, posisi untuk
mencegah hipoksia (tinggikan kepala tempat tidur untuk
meningkatkan drainase vena dan menurunkan TIK yang
meningkat).
c. Kemungkinan hemikraniektomi untuk mengatasi peningkatan TIK
akibat edema otak pada stroke yang sangat luas.
d. Intubasi dengan slang endoktrakeal untuk menetapkan kepatenan
jalan nafas, jika perlu
e. Panyau hemodinamika secara kontinu (target tekanan darah tetap
kontroversial bagi pasien yang tidak mendapatkan terapi
xxv
trombolik; terapi antihipertensi dapat ditunda kecuali tekanan
darah sistolik melebihi 220 mmHg atau tekanan darah diastolic
melebihi 120 mmHg).
f. Pengkajian neurologis untuk menentukan apakah stroke
berkembang dan apakah terdapat komplikasi akut lain yang sedang
terjadi.
3. Penanganan komplikasi
a. Penurunan aliran darah serebral : perawatan pulmonal,
pemeliharaan kepatenan jalan napas dan berikan suplemen oksigen
sesuai kebutuhan.
b. Pantau adanya infeksi saluran kemih, disritmia jantung dan
komplikasi berupa mobilisasi.
4. Penanganan farmakologi (Purwani, 2017)
a. Antikogulan
1) Warfarin
b. Antiplatelet
1) Aspirin
2) Klopidogrel
3) Aspirin – dipiridamol
c. Fibrinolitik
1) r-TPA (recombinan tissue plasminogen activator / alteplase)
2) streptokinase
d. Obat antihipertensi
1) captopril
2) ocalril
3) hidroklorotizaid
e. Obat antidiabetes
1) Metformin
2) Akarbose
f. Obat amtidislipdemia
1) Simvastatin
2) Atorvastatin
xxvi
11) Komplikasi
1. Kejang
2. Gangguan dalam berpikir dan mengingat
3. Masalah pada jantung
4. Kesulitan menelan, makan atau minum
12) Pencegahan Stroke Hemorragik
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer menurut Kemenkes RI (2018)
pencegahan primer adalah pencegahan yang dilakukan pada orang
sehat atau sekelompok beresiko yang belum terkena stroke untuk
mencegah kemungkinan terjadinya serangan stroke yang pertama,
dengan mengendalikan faktor resiko dan mendeteksi dini serangan
stroke.
Dalam pencegahan primer, dimana pasien belum pernah mengalami
TIA atau stroke dianjurkan untuk melakukan 3M (Junaidi, 2011),
yaitu:
a. Menghindari rokok, setres mental, minum kopi dan alkohol,
kegemukan¸ dan golongan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
serebrovaskuler (amfetamin, kokain, dan sejenisnya).
b. Mengurangi asupan lemak, kalori, garam, dan kolesterol yang
berlebihan.
c. Mengontrol atau mengendalikan hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung dan aterosklerosis, kadar lemak darah, konsumsi
makanan seimbang serta olahraga teratur 3-4 kali seminggu.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder Pasien CVA Hemoragik (stroke
Hemoragik) Pasca Dirawat Di Rumah Sakit
Penderita pasca Stroke Hemoragik dengan atau tanpa gejala sisa
berupa defisit neorologi perlu mendapatkan perawatan lebih lanjut
agar mampu mandiri dalam dalam melakukan kegiatan sehari- hari
xxvii
dan mengontrol Faktor resiko yang memungkinkan terjadinya
serangan ulang.
Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah
mendapat stroke Hemoragik, dianjurkan:
a. Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai
b. Diabetes melitus: diet, obat
c. hipoglikemik oral/insulin
d. Penyakit jantung aritmik
e. nonvalvular (antikoagulan oral)
f. Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
g. Berhenti merokok
h. Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak. Mg/4 jam selam 21
hari berturut-turut. Memulai terapi dalam waktu 96 jam perdarahan
subarachnoid.
i. Terapi Suportif: infus mannitol Menurunkan tekanan intrakranial
yang tinggi karena edema serebral. Kenaikan tekanan intrakranial
dan adanya edema serebral pada perdarahan dapat terjadi karena
dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk
meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan
peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan
serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya
edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan
cairan serebrospinal dapat dikurangi.
3. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat
dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dalam bentuk:
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
xxviii
diberikan yaitu :
1) Fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan
sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk,
berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas
ditempat tidur.
2) Terapi Okupasional (Occupational Therapist atau OT),
diberikan untuk melatih kemampuan pendeita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju,
makan dan buang air.
3) Terapi wicara dan ocal, diberikan untuk melatih kemampuan
penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman
serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya
reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan
depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan megakibatkan
penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi.
Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahli psikolgi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitsi ini, petugas sosial berperan untuk
membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti
mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan,
dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan
informasi mengenai pelayanan komunitas ocal dan badan-badan
bantuan sosial.
Pencegahan tersier dilihat dari 4 faktor utama yang mempengaruhi
penyakit yaitu gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan
(Bustan, 20017 dalam Dian Nastiti, 2012). Pencegahan tersier dilakukan
kepada pasien yang telah mengalami stroke dan mengalami kelumpuhan
pada tubuhnya agar tidak bertambah parah dan dapat mengalihkan fungsi
xxix
anggota badan yang lumpuh pada anggota badan yang masih normal, yaitu
dengan cara :
xxx
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak, biasanya merupakan akumulasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. Stroke adalah suatu sindroma
yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang mendadak,
nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak non
traumatic (Tarwoto, 2013). Penyebab Stroke hemoragik terjadi karena
adanya penghambatan atau penyumbatan aliran sel sel darah merah yang
menuju ke jaringan otak, sehingga menyebabkan pembuluh darah otak
menjadi tersumbat (iskemik stroke) atau pecah (Haemorrbagic stroke).
Pengkajian pada pasien stroke dapat dilakukan pengkajian status
neurologis, dan nervus cranialis dan dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk menunjang diagnosa stroke hemoragik. Diagnosa yang
muncul pada pasien stroke hemoragik seringkali yaitu Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, Resiko
perfusi jaringan serebral ditandai dengan stroke, Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral, Defisit
Perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular, evaluasi
untuk pasien dengan stroke hemoragik yaitu kita dapat melihat perubahan
peningkatan yang terjadi pada pasien stroke hemoragik.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini adalah agar
kita selalu menjaga kesehatan dengan cara hidup sehat dan menghindari
faktor resiko atau faktor pencetus dari stroke hemoragik. Kemudian,
segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan jika sudah merasakan
tanda tanda stroke hemoragik
xxxi
DAFTAR PUSTAKA
April Ariani, Tutu, 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta: Salemba Medika
Auryn, Virzara (2008). Mengenal dan Memahami Strok. Yogyakarta:
Katahati Hariyanto, Awan. Rini Sulistyowati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah 1 Dengan Diagnosis NANDA Internasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
xxxii