Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

CVA HEMORAGIK

OLEH :

KELOMPOK 2/7A

1. Nur Aditya Ramdani (1130018003)


2. Nur Laily Oktavia (1130018020)
3. Mita Anggela P. A (1130018026)
4. Leny Papiatin (1130018024)
5. Barokaniah Rizky Dianty (1130018106)

Fasilitator :
Arif Helmi Setiawan, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Komunitas yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan
Kritis CVA Hemoragik ” dapat selesai seperti waktu yang telah
direncanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran
berbagai pihak yang memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Fasilitator mata kuliah keperawatan kritis Bapak Arif Helmi,
S.Kep.,Ns.,M.Kep .
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat kami selesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
membalas budi baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang kami
sebutkan di atas. Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami pun
menyadari bahwa makalah yang telah kami susun dan kami kemas masih
memiliki banyak kelemahan serta kekeliruan baik dari segi teknis maupun
non-teknis. Untuk itu penyusun membuka pintu selebar-lebarya kepada
semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun
demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang, dan apabila di
dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan dihati
pembaca mohon dimaafkan.
Surabaya, 5 November
2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Stroke Hemoragik 5
2.2. Etiologi Stroke Hemoragik 5
2.3. Klasifikasi Stroke Hemoragik...............................................7
2.4. Patofisiologi 9
2.5. Manifestasi Klinis dari Stroke Hemoragik...........................10
2.6. Komplikasi dari Stroke Hemoragik 11
2.7. Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan 11
2.8. Farmakologis dari Stroke Hemoragik 12
2.9. Terapi Diet dari Stroke Hemoragik 13
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 15
BAB 4 PENUTUP 34
4.1 Kesimpulan 34
4.2 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang
dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke
yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental
baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat


stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi.
Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya
kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh
secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang
merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang
tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark
karena terbentuknya asam laktat akibat metabolism glukosa secara anaerobik
yang merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).

Gangguan suplai darah tersebut mengakibatkan hipoksia jaringan otak


yang bisa menyebabkan proses metabolism otak terganggu dan suplai darah ke
otak yang terganggu tersebut mengakibatkan penderita mengalami
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral adalah penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu
kesehatan. Perfusi serebral dari serebrum merupakan hal terpenting untuk
bertahan hidup dan hasil jangka panjang. Klien dengan stroke dalam
perawatan harus memprioritaskan perfusi serebral sebagai prioritas utama
(Black & Hawks, 2014).

Stroke menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.


Penyakit yang terkait dengan pembuluh darah ke otak merupakan penyebab
kematian nomor 3 di Amerika Serikat. Setiap tahun hamper 700.000 orang
Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan hamper 150.000

1
kematian. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang
merupakan hasil penelitian lembaga Riset Kementerian Kesehatan yang
dilakukan lima tahun sekali memperlihatkan, pravalensi stroke di Indonesia
meningkat dari 8,3 per 1000 orang pada 2007 menjadi 12,1 pada 2013.
Artinya, dari 1000 orang, 12 diantaranya menderita stroke. Diantara mereka
yang terkena stroke jumlah penderita kelompok usia 55-64 tahun meningkat
dari 15% pada 2007 menjadi 24% pada 2013. Kenaikan juga terjadi pada
penderita usia 46-55 tahun dari sekitar 8% pada 2007 menjadi 10% pada 2013.
Yang lebih mengkhawatirkan, telah ditemukan sekitar 0,2% penderita berusia
15-24 tahun (Rumahorbo, 2014). Data Riset Kesehatan Dasar (2013),
menunjukkan prevalensi stroke di Jawa Timur sebesar 16 per 1000 penduduk,
sedangkan menurut Febria Rahmanita, Kepala Dinas Kesehatan Kota
Surabaya, prevalensi tahun 2016 yang menderita stroke sebanyak 15,4% dari
2,8 juta penduduk. Penduduk yang mengalami kelemahan ekstremitas akibat
stroke sebanyak 4,31% (Bistara. D.N, 2019)

Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak karena


berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (WHO, 2015). Pecahnya
pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas
pembuluh darah otak. Perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang
subarachnoid adalah penyebab dari stroke hemoragik. Penyebab stroke
biasanya dikarenakan seseorang yang mempunyai tekanan darah tinggi
(hipertensi), akibat kolesterol terlalu tinggi, merokok, adanya riwayat penyakit
diabetes mellitus, konsumsi alcohol berlebihan, obesitas, gaya hidup dan
stress. Gangguan peredaran darah otak menyebabkan fungsi otak terganggu.
Gangguan peredaran darah di otak dapat disebabkan karena pecahnya dinding
arteri serebral yang akan menyebabkan bocornya darah dalam jaringan otak.
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensitive oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa
(Tarwoto, 2013). Jika aliran darah ke otak terhambat karena adanya
perdarahan intra serebral pada pasien stroke hemoragik, maka akan terjadi
perdarahan kedalam jaringan otak dan terjadi gangguan metabolisme otak

2
yang kemudian terjadi ketidakefektifan perfusi serebral. Jika aliran darah ke
otak terganggu lebih dari 30 detik, pasien dapat menjadi tidak sadar dan dapat
terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen, jika alira darah ke otak lebih
dari 4 menit (Black & Hawks, 2014).

1.2 Rumusan Masalah:


1. Apa definisi Stroke dan Stroke Hemoragik?
2. Apa etiologi Stroke Hemoragik?
3. Apa saja klasifikasi dari Stroke Hemoragik?
4. Bagaimana patiofisiologis ?
5. Apa manifestasi klinis Stroke Hemoragik?
6. Apa komplikasi dari Stroke Hemoragik?
7. Bagaimana Pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan Stroke
Hemoragik?
8. Apa farmakologi dari Stroke Hemoragik?
9. Bagaimana terapi diet pada pasien Stroke Hemoragik?
10. Bagaimana Health Education pada pasien Stroke Hemoragik?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
definisi dari Stroke dan Stroke hemoragik
2. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
etiologi Stroke Hemoragik
3. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan apa
saja klasifikasi dari Stroke Hemoragik
4. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
pathofisiologis dan pathway dari Stroke Hemoragik
5. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
manifestasi dari Stroke Hemoragik
6. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
komplikasi Stroke Hemoragik
7. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
pemeriksaan penunjang dan pelaksanan dari Stroke hemoragik

3
8. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
farmakologi dari Stroke Hemoragik
9. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan terapi
diet pada pasien Stroke hemoragik
10. Mahasiswa mampu untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan health
education pada pasien Stroke Hemoragik

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke


Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak, biasanya merupakan akumulasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. Stroke adalah suatu sindroma
yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang mendadak,
nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak non
traumatic (Tarwoto, 2013). Stroke adalah hilangnya fungsi otak secara
mendadak akibat gangguan suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2013).

Menurut AHA (2015), Cerebral Vascular Accident (CVA) atau stroke


hemoragik adalah ruptunya pembuluh otak yang mengakibatkan
akumulasi darah dan penekanan di sekitar jaringan otak. Ada dua tipe
stroke hemoragik yaitu intracerebral hemoragik atau subarachinoid
hemoragik. Pecahnya pembuluh darah di otak disebabkan oleh aneurisme
(menurunnya elastisitas pembuluh darah) dan arterioveneous
malformations (AVMs) (terbentuknya sekelompok pembuluh darah
abnormal terbentuk yang mengakibatkan salah satu dari pembuluh darah
tersebut mudah ruptur).

2.2 Etiologi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik terjadi karena adanya penghambatan atau
penyumbatan aliran sel sel darah merah yang menuju ke jaringan otak,
sehingga menyebabkan pembuluh darah otak menjadi tersumbat (iskemik
stroke) atau pecah (Haemorrbagic stroke). Secara sederhana, stroke terjadi
jika aliran darah ke otak terputus. Otak kita sangat tergantung pada
pasokan darah yang berkesinambungan yang dialihkan oleh arteri
(pembuluh nadi) (Auryn, 2008).

5
Asupan oksigen dan nutrisi akan dibawa oleh darah yang mengalir
dalam pembuluh pembuluh darah yang menuju sel sel otak. Apabila aliran
darah atau aliran oksigen dan nutrisi itu terhambat selama beberapa menit
saja, maka dapat terjadi stroke. Penyempitan pembuluh darah menuju sel
sel otak menyebabkan aliran darah dan asupan nutrisi ke otak akan
berkurang. Selain itu endapan zat zat lemak tersebut dapat terlepas dalam
bentuk gumpalan gumpalan kecil yang suatu saat dapat menyumbat aliran
darah ke otak sehingga sel sel otak kekurangan oksigen dan nutrisi. Itulah
yang menjadi penyebab mendasar bagi terciptanya stroke (auryn, 2008).

Selain itu hipertensi juga dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar
pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi
lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Hemoragik stroke kembali
seperti semula dapat terjadi pada mereka yang tidak menderita hipertensi.
Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat
lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba tiba, misalnya konsumsi
makanan ataupun factor emosional. Pecahnya pembuluh darah di otak
dapat menyebabkan sel sel otak yang seharusnya mendapatkan oksigen
dan nutrisi yang di bawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi
kekurangan nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang keluar dari pembuluh
darah yang pecah juga dapat merusak sel sel otak yang berada
disekitarnya.

Namun, stroke juga bisa disebabkan karena turunan atau diturunkan


secara genetic, dan itu berarti stroke bisa diwariskan ke generasi
berikutnya.

Hemoragik serebral berdasarkan Ariani (2012), dapat dibedakan


menjadi:

1. Hemoragik ekstradural (hemoragik epidural)


Hemoragik epidural adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain,

6
dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk
mempertahankan hidup.
2. Hemoragik subdural
Pada dasarnya dengan hemoragik epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Oleh karena
itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami
hemoragik subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
3. Hemoragik subaracnoid
Dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapu
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area
sirkulus willisi dan malforasi arteri vena congenital pada otak.
4. Hemoragik intraserebral
Hemoragik intraserebral adalah penurunan perdarahan
disubstansi dalam otak, paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral disebabkan oleh perubahan
degenerative karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture
pembuluh darah. Biasanya tiba-tiba sakit kepala berat. Bila
hemoragik membesar, makin jelas deficit neuorologi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
2.3 Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut Tarwoto (2013), berikut klasifikasi dari stroke hemoragik:

a. Klasifikasi stroke berdasarakan keadaan patologis


1) Stroke Hemoragik
Angka kejadian stroke hemoragik sekitar 15% dari stroke secara
keseluruhan. Stroke ini terjadi karena perdarahan atau pecahnya
pembuluh darah otak baik di subrachnoid, intraserebral maupun karena
aneurisma. Angka kematian pasien dengan stroke hemoragik sekitar 25-
60% (Black & Hawks, 2014).
a) Perdarahan intraserebral
Perdarahan terjadi karena pecahnya arteri-arteri kecil serebral.
Pecahnya arteri-artero kecil terjadi akibat tidak terkontrolnya tekanan

7
darah yang tinggi atau adanya riwayat hipertensi, penyakit diabetes
mellitus dan arteriosklerosis. Penyebab lain karena perdarahan akibat
tumor otak, trauma malformasi arteriovena dan obat-obatan seperti
amphitamin dan cokain.

b) Perdarahan subrachnoid
Perdarahan yang biasanya terjadi akibat aneurisma atau malformasi
vaskuler. Kerusakan otak terjadi karena adanya darah yang keluar dan
mengumpal sehingga mendorong ke area otak dan pembuluh darah.
Gejala klinik yang sering adalah perubahan kesadaran, mual, muntah,
kerusakan intelektual dan kejang. Gejala lain tergantung dari ukuran
lokasi perdarahan.

c) Aneurisma
Merupakan dilatasi pada pembuluh darah arteri orak yang
kemudian berkembang menjadi kelemahan pada dinding pembuluh
darahnya. Penyebab aneurisma belum diketahui namun diduga karena
arteriosklerosis, keturunan, hipertnsi, trauma kepala maupun karena
bertambahnya umur. Aneurisma dapat pecah dan menimbulkan
perdarahan atau vasospasme yang menimbulkan ganggan aliran darah
ke otak dan selanjutnya menjadi stroke iskemik. Manifestasi klinik
pasien dengan stroke hemoragik diantaranya:

1) Cenderung terjadi pada saat aktivitas


2) Proses terjadinya stroke hemoragik cepat terjadi
3) Tekanan darah tinggi
4) Kesadaran biasanya menurun atau tidak sadar
b. Klasifikasi stroke berdasarkan perjalanan penyakit
1) Transient Iskemik Attack (TIA)
Merupakan gangguan neurologi fokal yang timbul secara tiba-tiba dan
menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang
muncul akan hilang secara spontan dalam waktu kurang dari 24 jam. TIA
merupakan tanda-tandaawal terjadinya stroke komplit, hampir 50%

8
pasien TIA berkembang menjadi stroke serta berisiko terjadinya serangan
jantung. Penyebab terjadinya TIA adalah terbatasnya aliran darah ke otak
karena stenosis arteri karotis dan embolus.
Tanda dan gejala TIA diantaranya:
a) Kelemahan yang mendadak pada wajah, lengan, tangan di satu
sisi
b) Kehilangan kemampuan bicara, atau bicara yang sulit dimengerti
c) Gangguan penglihatan pada salah satu mata
d) Pandangan ganda
e) Pusing dan nyeri kepala dan kehilangan memori
1) Progresif (Strike in Evolution)
Perkembangan stroke terjadi berlahan-lahan sampai akut,
munculnya gejala makin memburuk. Proses progresif
bebapa hari.
2) Stroke lengkap
Gangguan neurologic yang timbul sudah menetap atau
permanen, maksimal sejak awal seragan dans edikit
memperlihatkan perbaikan.
2.4 Patofisiologis
2.4.1 Patofisiologis
Perdarahan pada otak di sebabkan oleh rupture
arterioskletorik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian di bandingkan keselurahan penyakit serebrovaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat di sebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder. Pembesaran
darah ke vertikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nucleus kaudatus, thalamus dan pons.

9
Jika sirkukasi serebral terhambat dapat berkembang anoksia
serebral. Perubahan yang di sebabkan oleh amoksia serebral dapat
reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika
anoksia leBih dari 10 menit. Anoksia dapat terjadi karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relative banyak mengakibatkan peningkatan tekanan
intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan
drainase otak elemen-elemen vasoaktif darah yang keluardan
kaskade iskemik akibat penurunanya tekanan perfusi,
menyebabkan syaraf diarea yang terkena darah dan sekitanya
terkena lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93%
pada pendarahan dalam 71% pada perdarahan lebar. Sedangkan
jika terjadi perdarahan seleberal dengan volume antara30-6- cc
diperkirakan kemungkinan kematian 75%.
2.5 Manifestasi Klinis Stroke hemoragik
Manifestasi stroke sangat beragam, tergantung dari arteri serebral yang
terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi klinis yang
sering terjadi diantaranya adanya kelemahan pada alat gerak, penurunan
kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala dan
gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara
mendadak, fokal dan mengenai satu sisi (kariasa, 2009).

Geoffrey et al (2008) dalam kariasa (2009), bahwa sebagian besar


pasien pasca serangan stroke memiliki keterbatasan gerakan gangguan
penglihatan, gangguan bicara dan gangguan kognitif. Selain aspek fisik
ditemukan pula bahwa pasien pasca serangan stroke mengalami gangguan
psikologis seperti depresi, cemas, ketakutan dan menarik diri dari
kehidupan sosial.

Menurut Ariani (2012), manifestasi klinis stroke sebagai berikut:

10
1) Deficit lapang penglihatan
a) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang
penglihatan)
b) Kehilangan penglihatan perifer
c) Diplopia (penglihatan ganda)
2) Deficit motorik
a) Hemiparesis
b) Ataksia
c) Disartria
d) Disfagia
3) Deficit verbal
a) Afaksia ekspresi
b) Afaksia reseptif
c) Afaksia global
4) Deficit kognitif
Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan
jangka panjang, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
5) Deficit emosional
Penderita akan mengalami kehilangi kontrol diri, dan penurunan
tolerabsi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi dan
menarik diri.
2.6 Komplikasi Stroke Hemoragik
Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada penderita stroke hemoragik
adalah:
1) Kejang
2) Gangguan dalam berpikir dan mengingat
3) Masalah pada jantung
4) Kesulitan dalan menelan, makan atau minum
2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
2.7.1 Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Awal

11
1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia
(penyakit sickle cell) atau leuokositosis (setelah terjadinya bangkitan
atau infeksi iskemik).
2. Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati
sebelumnya.
3. Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremia akibat salt
wasting (bukan karena SIADH).
4. Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemia.
5. Rotgen toraks untuk melihat edema pulmonal atau aspirasi.
6. EKG
7. CT-SCAN kepala tanpa kontras yang dilakukan <24jam
8. Pemeriksaan lumbal pungsi, apabila CT-SCAN kepala tampak normal.
9. CTA (Computed Tomography Angiography) dilakukan jika diagnosis
SAH telah dikonfrimasi dengan CT-SCAN.
b) Identifikasi Sumber Perdarahan
Ada 3 metode yang dapat dipilih untuk mengidentifikasi atau
menyingkirkan aneurisma intracranial dan untuk menggambarkan
ukuran dan morfologi aneurisma yaitu:

1. CTA (CT Angiography) setelah injeksi kontras.


2. MRA (Magnetic Resonance Angiography)
3. Catheter Angiography.
2.7.2 Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan


lendirnya yang sering, oksigenasi, kalau perlu masukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
4) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter
5) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan

12
dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam
dan dilukakan latihan-latihan gerak pasif
2.8 Farmakologi Stroke Bleeding
Farmakologi atau terapi pengobatan dari Stroke Hemoragik :

1. Antihipertensi : katropil, antagonis kalsium


2. Diuretic : manitol 20%, furosemide
3. Antikovulan : fenitoin

2.9 Terapi Diet Pada Pasien Stroke hemoragik


Menurut Indrawati (2008) tujuan Diet pada Penderita Stroke adalah
untuk :
1. Memperbaiki keadaan Stroke, seperti disfagia, pneumonia.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Syarat Diet pada penderita Stroke :

1. Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/kgBB. Pada fase akut energi diberikan
1100-1500 kkal/hari.
2. Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Apabila penderita berada dalam
keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5 g/kgBB. Apabila
penderita disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK) protein
diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.
3. Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan total.
4. Karbohidrat cukup, yaitu 60-70% dari kebutuhan total.
5. Cukup Vitamin dan mineral
6. Serat cukup, yaitu membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan
mencegah konstipasi.
7. Konsumsi cairan 6-8 gelas/hari.
8. Bentuk makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.
9. Makanan diberikan dalam porsi dan sering.
10. Penggunaan Garam dapur dalam jumlah yang terbatas.
Bahan makanan yang dianjurkan :

13
1. Sumber Karbohidrat : Beras, kentang, ubi, singkong, hunkwe, tapioka,
sagu, biskuit, bihun.
2. Sumber protein hewani : Daging sapi dan ayam tanpa kulit, ikan, telur
ayam, susu skim.
3. Sumber protein nabati : Semua kacang-kacangan dan produk olahan
(Tahu, tempe).
4. Sayuran : Bayam, wortel, kangkung, kacang panjang, labu siam, tomat,
taoge.
5. Buah-buahan : Buah segar, di jus ataupun di olah dengan cara di setup.
Seperti pisang, papaya, mangga, jambu biji, melon, semangka.
6. Sumber lemak : minyak jagung dan minyak kedelai; margarine dan
mentega dikonsumsi dalam jumlah terbatas, Santan encer.Bahan
makanan yang tidak dianjurkan :
a. Sumber Karbohidrat : Mie, soda (Baking powder), kue-kue yang
terlalu manis.
b. Sumber protein hewani : Daging sapi dan ayam yang berlemak,
jeroan, keju, protein hewani yang diawetkan.
c. Sumber protein nabati : Pindakas, Produk kacang-kacangan olahan
yang diawetkan.
d. Sayuran : Sayur-sayuran yang mengandung gas seperti kol, sawi,
kembang kol, lobak.
e. Buah-buahan : Buah-buahan yang mengandung gas seperti durian,
nangka, dan buah-buah yang diawetkan (Buah kaleng).
f. Sember lemak : santan kental dan produk goreng-gorengan.

14
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN CVA HEMORAGIK
3.1 Pengkajian
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke
meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,

15
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.

f. Riwayat psikososial
Stroke membutuhkan biaya perawatan yang besar sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga
g. Pemeriksaan fisik

1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran
samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan
GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15
2. Tanda-tanda Vital :
a). Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole >
140 dan diastole > 80
b). Nadi
Nadi normal
c). Pernafasan

16
Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d). Suhu
Tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tigkat
kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
4. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipoveloemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200mmHg).
5. B3 (brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain) merupakan
pemeriksaan fokus san lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran kualitas kesadaran
klien merupakan parameter yang paling mendasar dan

17
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral pengkajian ini meliputi
status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemidfer.

a. Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai


gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b. Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan
dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Kemampuan bahasa. Penurunan bahasa tergantung daerah
lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral.
d. Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada
lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
e. Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke
hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat
dan sangat hati hati, kelainan bidang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.

18
Pengkajian saraf kranial pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial 1-XII.
Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi perimun.
a. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan konteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak mampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
b. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot otot okularis di dapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjungat unilateral di sisi
yang sakit
c. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan ekdternus.
d. Saraf VII. Presepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
e. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
f. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
h. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
Pengkajian sistem motorik stroke adalah penyakit saraf
motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol

19
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu fungsi tubuh adalah
tanda yang lain.
a. Fasikulasi. Didapatkan pada otot otot ekstremitas.
b. Tonus otot didapatkan meningkat.
c. Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0
d. Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
Pengkajian refleks pemeriksaan refleks terdiri atas
pemeriksaan refleks profunda dan pemeriksaan reflek
patologis
a. Pemeriksaan refleks protunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau peritonium derajat refleks pada respons
normal
b. Pemeriksaan reflaks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
c. Pengkajian sistem sensorik dapat terjadi hemihipestesi.
Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual
karena gangguan jaras sensori primer diantara mata korteks
visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai memakai pakaian tanpa bantuan

20
karena ketidakmampian untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh. Kehilangan sensori karena stroke dapat
berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan
auditorius.

6. B4 (bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter
urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan katerisasi intermitten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan meurologi luas.
7. B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual
sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis usus.
8. B6 (bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena neuron motor atau menyilang, gangguan
kontroll volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi

21
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang
lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori paralise/hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.

9. Ekstremitas
a). Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra.
CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada
pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien
stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan
reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek
bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak
ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan
pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari
tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b). Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky
(+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak

22
mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn
(reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi
atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat
betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat
dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).

Tabel 3.1
Nilai Kekuatan Otot

Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi 0
otot, lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan 3
melawan gaya berat
Disamping dapat melawan gaya 4
berat ia dapat pula mengatasi
sedikit tahanan yang diberikan

23
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5

c). Pola kebiasaan sehari-hari


1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya
gangguan menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga
menyebabkan penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien stroke yaitu :
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
b. Resiko perfusi jaringan serebral ditandai dengan stroke
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral

24
d. Defisit Perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular

25
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Fisik (D.0054) Ekspetasi : Meningkat Definisi : Memfasilitasi pasien untuk
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan intervensi keperawatan meningkatkan aktivitas gerak
Subkategori : selama 2×24 jam diharapkan Gangguan Observasi
Istirahat/Aktivitas Mobilitas Fisik dapat teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi adanya nyeri atau
hasil sebagai berikut : keluhan lainnya
Definisi : 1. Pergerakan ektremitas dari skala 2 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
Keterbatasan dalam (cukup menurun) ke skala 4 (cukup pergerakan
gerakan fisik dari satu meningkat) 3. Monitor kondisi umum selama
atau lebih ekstremitas 2. Kekuatan otot dari skala 2 (cukup melakukan mobilisasi
secara mandiri menurun) ke skala 4 (cukup meningkat) Terapeutik
3. Rentang Gerak ROM dari skala 2 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
(cukup menurun) ke skala 4 (cukup alat bantu
meningkat) 2. Fasilitasi melakukan pergerakan
4. Gerakan terbatas dari skala 2 (cukup 3. Libatkan keluarga untuk membantu
menurun) ke skala 4 (cukup meningkat) pasien dalam meningkatkan

26
5. Kelemahan fisik dari skala 2 (cukup pergerakan
menurun) ke skala 4 (cukup meningkat) Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus di lakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi
2. Risiko perfusi serebral Perfusi Serebral ( L.02014) Pencegahan Syok (I.02068)
tidak efektif (D.0017) Ekspetasi : Meningkat Observasi :
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Monitor status kardiopulmonal
Subkategori : sirkulasi selama 2×24 jam diharapkan perfusi serebral (frekuensi dan kekuatan nadi,
dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai frekuensi nafas, TD, MAP)
Definisi : berikut : 2. Monitor status oksigenasi (oksimetri
Berisiko mengalami 1. Tingkat kesadaran dari skala 2 (cukup nadi, AGD)
penurunan sirkulasi ke menurun) ke skala 4 (cukup meningkat) 3. Monitor status cairan (masukkan dan
otak 2. Tekanan intrakranial dari skala 2 (cukup haluaran, turgor kulit, CRT)

27
meningkat) ke skala 4 (cukup menurun) 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon
3. Sakit kepala dari skala 2 (cukup pupil
meningkat) ke skala 4 (cukup menurun) 5. Periksa riwayat alergi
4. Gelisah dari skala 2 (cukup meningkat) Terapeutik :
ke skala 4 (cukup menurun) 1. Berikan oksigen untuk
5. Tekanan darah sistolik dari skala 2 mempertahankan saturasi oksigen
(cukup meningkat) ke skala 4 (cukup >94%
menurun) 2. Persiapkan intubasi dan ventilasi
6. Tekanan darah sisolik dari skala 2 mekanis, jika perlu
(cukup meningkat) ke skala 4 (cukup 3. Pasang jalur IV, jika perlu
menurun) 4. Pasang kateter urine untuk menilai
7. Refleks saraf dari skala 2 (cukup produksi urine, jika perlu
meningkat) ke skala 4 (cukup menurun) 5. Lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkaan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan

28
gejala awal syok
4. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemerian transfusi darah,
jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinflamasi,
jika perlu
3. Gangguan komunikasi Komunikasi Verbal (L.13118) Promosi Komunikasi : Defisit Bicara
verbal (D.0119) Ekspetasi : Meningkat (I.13492)
Kategori : Relasional Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
Subkategori : Intraksi selama 2×24 jam diharapkan komunikasi verbal 1. Monitor kecepatan, tekanan,
sosial dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai kuantitas, volume dan diksi bicara
berikut : 2. Mobitor proses kognitif, anatomis,
Definisi : 1. Kemampuan berbicara dari skala 2 dan fisiologis yang berkaitan dengan
Penurunan, Perlambatan, (cukup menurun) ke skala 4 (cukup bicara (mis, memori, pendengaran,
atau ketiadaan meningkat) dan bahasa)
kemampuan untuk 2. Kemampuan mendengar dari skala 2 3. Monitor frustasi, marah, depresi, atau
menerima, memproses, (cukup menurun) ke skala 4 (cukup hal lain yang mengganggu bicara

29
mengirim, dan meningkat) 4. Identifikasi perilaku emosional dan
menggunakan sistem 3. Kesesuaian ekpresi wajah/tubuh dari fisik sebagai bentuk komunitas
simbol skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 Terapeutik :
(cukup meningkat) 1. Gunakan metode komunikasi
4. Afasia dari skala 2 (cukup menurun) ke alternatif (mis. menulis, mata
skala 4 (cukup meningkat) berkedip, papan komunikasi dengan
5. Apraksia dari skala 2 (cukup menurun) gambar dan huruf, isarat tangan, dan
ke skala 4 (cukup mneingkat) komputer)
6. Disartria dari skala 2 (cukup menurun) 2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
ke skala 4 (cukup meningkat) kebutuhan (mis. berdiri di depan
7. Respon perilaku dari skala 2 (cukup pasien, dengarkan dengan seksama,
menurun) ke skala 4(cukup meningkat) tunjukkan satu gagsan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan
sambil menghindari teriakan,
gunakan komunikasi tertulis, atau
meminta bantuan keluarga untuk
memahami ucapan pasien)
3. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan

30
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi :
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
4. Defisit perawatan diri Perawatan diri (L.11103) Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
(Spesifikkan) (D.0109) Ekspetasi : Meningkat Observasi :
Kategori : Perilaku Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
Subkategori : Kebersihan selama 2×24 jam diharapkan perawatan diri perawatan diri sesuai usia
diri dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai 2. Monitor tingkat kemandirian
berikut : 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
Definisi : 1. Kemmpuan mandi dari skala 2 (cukup kebersihan diri, berpakaian, berhias,

31
Tidak mampu melakukan menurun) menjadi skala 4 (cukup dan makan
atau menyelesaikan meningkat) Terapeutik :
aktivitas perawatan diri 2. Kemampuan mengenakan pakaian dari 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik
skala 2 (cukup menurun) menjadi skala (mis. suasana hangat, rileks, privasi)
4 (cukup meningkat) 2. Siapkan keperluan pribadi (mis.
3. Kemampuan makan dari skala 2 (cukup parfum,sikat gigi, dan sabun mandi)
menurun) menjadi skala 4 (cukup 3. Dampingi dalam melakukan
meningkat) perawatan diri sampai mandiri
4. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) dari 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan
skala 2 (cukup menurun) menjadi skala ketergantungan
4 (cukup meningkat) 5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
5. Verbalisasi keinginan melakukan tidak mampu melakukan perawatan
perawatan diri dari skala 2 (cukup diri
menurun) menjadi skala 4 (cukup 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
meningkat) Edukasi :
6. Minat melakukan perawatan diri dari 1. Anjurkan melakukan perawatan diri
skala 2 (cukup menurun) menjadi skala sesuai kemampuan
4 (cukup meningkat)
7. Mempertahankan kebersihan diri dari

32
skala 2 (cukup menurun) menjadi skala
4 (cukup meningkat)
8. Mempertahankan kebersihan mulut dari
skala 2 (cukup menurun) menjadi skala
4 (cukup meningkat)

33
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan
SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu :
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis Keperawatan
c. Evaluasi Keperawatan

34
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak, biasanya merupakan akumulasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. Stroke adalah suatu sindroma
yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang mendadak,
nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak non
traumatic (Tarwoto, 2013). Penyebab Stroke hemoragik terjadi karena
adanya penghambatan atau penyumbatan aliran sel sel darah merah yang
menuju ke jaringan otak, sehingga menyebabkan pembuluh darah otak
menjadi tersumbat (iskemik stroke) atau pecah (Haemorrbagic stroke).
Pengkajian pada pasien stroke dapat dilakukan pengkajian status
neurologis, dan nervus cranialis dan dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk menunjang diagnosa stroke hemoragik. Diagnosa yang
muncul pada pasien stroke hemoragik seringkali yaitu Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, Resiko
perfusi jaringan serebral ditandai dengan stroke, Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral, Defisit
Perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular, evaluasi
untuk pasien dengan stroke hemoragik yaitu kita dapat melihat perubahan
peningkatan yang terjadi pada pasien stroke hemoragik.

4.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini adalah agar
kita selalu menjaga kesehatan dengan cara hidup sehat dan menghindari
faktor resiko atau faktor pencetus dari stroke hemoragik. Kemudian,
segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan jika sudah merasakan
tanda tanda stroke hemoragik

35
DAFTAR PUSTAKA
April Ariani, Tutu, 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta: Salemba Medika
Auryn, Virzara (2008). Mengenal dan Memahami Strok. Yogyakarta: Katahati
Bistara, D. N. (2019). Pengaruh Range of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada
pasien stroke. Jurnal Kesehatan Vokasional (JKESVO), 4(2), 112-117.
Black, J., & Hawks, J. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcomes. Singapore: Saunders Elsevier.
Indrawati, Lily, Sari Wening, Dewi C.S (2008). Care Yourself Stroke. Jakarta: Penebar
plus.
Lingga, Lanny. (2013). All About Stroke Hidup Sebelum dan Pasca Stroke. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
Geofani, P. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sroke Hemoragik di
Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang. 1–23.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil (1st
ed.). DPP PPNI.

36

Anda mungkin juga menyukai