Anda di halaman 1dari 50

MAKALAHKEPERAWATAN PALIATIF

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

OLEH:
KELOMPOK 03 KELAS 5A
Nama Kelompok:

1. Supria ( 1130018065 )
2. Diaz Octavia A. (1130018079)
3. Barokaniah Rizky Dianty ( 1130018106 )
4. Asyrofi Muttaqin ( 1130018112 )

FASILITATOR
Nur Hidayah, S.Kep., Ns.,M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Paliatif yang
berjudul“ Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka” dapat selesai seperti waktu
yang telah direncanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya ridak lepass dari peran
berbagai pihak yang memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karean itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dosen pengampu mata kuliahKeperawatan Keperawatan Paliatif :
Nur Hidayah, S.Kep., Ns.,M.Kes
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada kami
sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar
makalah ini dapat kami selesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas budi baik
yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang kami sebutkan di atas. Tak ada
gading yang tak retak, untuk itu kami pun menyadari bahwa makalah yang telah kami
susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekeliruan baik dari
segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis membuka pintu selebar-lebarya
kepada semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang, dan apabila di dalam makalah ini
terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan dihati pembaca mohon dimaafkan.

Surabaya , 26 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN TEORI................................................................................3
2.1 Kehilangan ......................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Kehilangan dan Berduka......................................................4
2.1.2 Proses Kehilangan..................................................................................4
2.1.3 Sumber Kehilangan................................................................................5
2.1.4 Tipe Kehilangan.....................................................................................6
2.1.5 Tanda dan Gejala Kehilangan................................................................6
2.1.6 Sifat Kehilangan.....................................................................................7
2.1.7 Rentan Respon Kehilangan....................................................................8
2.1.8 Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan...................................9
2.1.9 Rentang Respon Kehilangan..................................................................11
2.2 Berduka ...........................................................................................................13
2.2.1 Definisi Berduka.....................................................................................13
2.2.2 Jenis Berduka .........................................................................................14
2.2.3 Respon Berduka......................................................................................16
2.2.4 Dampak Berduka....................................................................................16
2.2.5 Teori Dan Konsep Berduka....................................................................17
2.2.6 Respon Kehilangan dan Berduka...........................................................23
2.3 Peran Perawat Terhadap Kehilangan dan Berduka.........................................24
2.4 Asuhan Keperawatan Teori Kehilangan dan Berduka....................................26

iii
BAB 3 PENUTUP................................................................................................43
3.1 Kesimpulan......................................................................................................43
3.2 Saran................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................44

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didefinisiikan sebagai suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam kehidupan sehingga
terjadi perasaan kehilangan. (Hidayat, 2012). Loss adalah suatu keadaan individu
yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak
ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Iyus Yosep, 2014)
Berduka (Grieving) adalah reaksi emosional dari kehilangan baik karena
perpisahan, perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement
adlah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu melewati rekasi atau
masa berkabung (mourning). (Hidayat, 2012).Berduka dalam hal ini dukacita
adalah proses kompleks yang normal yang mencakup respon dan perilaku
emosi, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan
komunitas menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi, atau
persepsi kehilangan ke dalam kehidupan pasien sehari-hari (NANDA, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Kehilangan dan Berduka ?
2. Apa saja Proses dari kehilangan ?
3. Apa saja Sumber dari Kehilangan ?
4. Apa saja Tipe Tipe Kehilangan ?
5. Apa saja Tanda dan Gejala dari Kehilangan ?
6. Apa saja Sifat dari Kehilangan ?
7. Apa saja Rentan Respon dari Kehilangan ?
8. Apa saja Faktor yang mempengaruhi Kehilangan ?
9. Apa saja Jenis dari Berduka?
10. Apa saja Respon Berduka?

v
11. Apa saja Dampak dari Berduka?
12. Apa saja Teori dan Konsep dari Berduka?
13. Apa saja Respon dari Kehilangan dan Berduka?
14. Apa saja Peran Perawat Terhadap Kehilangan dan Berduka?
15. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan dan penyelesaian Kasus pada
Kehilangan dan Berduka ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membantu mahasiswa Keperawatan dan sejawat untuk dapat memahami
Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari Kehilangan dan Berduka ?
2. Mahasiswa mengetahui Proses dari kehilangan ?
3. Mahasiswa mengetahui Sumber dari Kehilangan ?
4. Mahasiswa mengetahui Tipe Tipe Kehilangan ?
5. Mahasiswa mengetahui Tanda dan Gejala dari Kehilangan ?
6. Mahasiswa mengetahui Sifat dari Kehilangan ?
7. Mahasiswa mengetahui Rentan Respon dari Kehilangan ?
8. Mahasiswa mengetahui Faktor yang mempengaruhi Kehilangan ?
9. Mahasiswa mengetahui Jenis dari Berduka?
10. Mahasiswa mengetahui Respon Berduka?
11. Mahasiswa mengetahui Dampak dari Berduka?
12. Mahasiswa mengetahui Teori dan Konsep dari Berduka?
13. Mahasiswa mengetahui Respon dari Kehilangan dan Berduka?

vi
14. Mahasiswa mengetahui tentang Peran Perawat Terhadap Kehilangan
dan Berduka?
15. Mahasiswa mampu mengetahui konsep Asuhan Keperawatan dan
penyelesaian Kasus pada Kehilangan dan Berduka ?

vii
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Kehilangan
2.1.1 Pengertian Kehilangan dan Berduka
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatau tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Segala
kehilangan yang signifikan membutuhkan adaptasi melalui proses berduka.
Tipe kehilangan mempengaruhi tingkat distress seseorang (Azizah, 2016).
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuha keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan berduka. Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan berduka. Ketika merawat klien dan
keluarganya, perawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan
klien-keluarga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan, atau kematian. Perasaan pribadi, nilai, dan pengalaman pribadi
memengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya
selama kehilangan dan kematian (Potter dan Perry, 2010).
2.1.2 Proses Kehilangan
Menurut Azizah (2016) proses kehilangan melalui beberapa tahapan:
1. yang baik terhadap kehilanagan (husnudzon) dan kompensasi yang
positif (konstruktif). Stressor internal atau eksternal – gangguan dan
kehilangan – individu memberi makna posistif – melakuakan
kompensasi dengan kegiatan posistif – perbaikan (beradaptasi dan
merasa nyaman)
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –
individu memeberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan
berlaku agresi – diekspresikan ke dalam diri – muncul gejala sakit
fisik

viii
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –
individu memeberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan
berlaku agresi – diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi
dengan perilaku konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan merasa
nyaman)
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –
individu memeberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan
berlaku agresi – diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi
dengan perilaku destruktif- merasa bersalah – ketidakberdayaan
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap
kehilangan adalah pemberian makna personal meaning
(Azizah,2016)
2.1.3 Sumber Kehilangan
Menurut Yosep dan Sutini (2014) beberapa sumber kehilangan antara
lain sebagai berikut:
1. Aspek diri
Kehilangan dalam aspek diri dapat meliputi kehilangan
anggota tubuh (misal ekskremitas atas akibat kecelakaan),
kehilangan fungsi fisiologis organ, kehilangan aspek psikologis,
atau hambatan pada tumbuh kembang.
2. Objek ekstrenal
Kehilangan objek eksternal dapat meliputi kehilangan objek hidup
(misal hewan kesayangan) atau objek tak hidup (misal harta benda)
3. Lingkungan yang dikenal, kehilangan ini meliputi kehilangan
lingkungan yang biasa dikenal oleh klien, misalnya lingkungan fisik
yang ditempati oleh klien atau lingkungan yang pernah ditinggali
oleh klien, dan telah menjadi bagian dari kehidupannya. Respons ini
biasanya muncul apabila terjadi musibah banjir, badai, tanah
longsor yang menyebabkan hilangnya suatu tempat atau daerah

ix
yang dicintai.
4. Orang yang dicintai
Kehilangan orang yang dicintai sifatnya dapat menetap atau
sementara, kehilangan menetap contohnya adalah kematian orang
tua, anak, suami.istri, sanak saudara. Dan lain-lain. sementara
kehilangan yang sifatnya sementara contohnya ketidakmampuan
menjalankan peran karena sakit. Respons dalam menghadapi
peristiwa kehilangan yang menetap dalam proses tumbuh kemban
normal dapat diantisipasi melalui proses kematangan psikologis,
atau melalui pengalaman sebelumnya ( Yoseph,2014 ).
2.1.4 Tipe Kehilangan
Menurut Azizah (2016) tipe – tipe kehilangan terbagi sebagai berikut:
1. Actual loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
2. Perceived loss (psikologis)
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal-hal yang tidak dapat
diraba atau dinyatakan secara jelas.
3. Anticipatory loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperhatikan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu
kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga
dengan klien (anggota) menderita sakit terminal ( Azizah,2016 ).
2.1.5 Tanda dan Gejala Kehilangan
Gejala yang timbul pada pasien dengan kehilangan antara lain:
a. Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
b. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
c. Reaksi emosional yang lambat

x
d. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal
Tanda yang mungkin dijumpai pada pasien kehilangan antara lain:
a. Isolasi sosial atau menarik diri
b. Gagal untuk mengembangkan hubungan/ minat-minat baru
c. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan
( Azizah,2016 ).
2.1.6 Sifat Kehilangan
Menurut Azizah (2016) sifat – sifat kehilangan sebagai berikut:
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat
mengarah pada pemulihan berduka yang lambat. Kematian karena
tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan, atau pelalaian diri akan
sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat munyulitkan, berkepanjangan, dan
menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan
emosional.klien yang mengalami sakit selama enam bulan atau
kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap
ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih
banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan
bermusuhan. Kemampuan untuk menyelesaikan proses berduka
bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya.
Kemampuan untuk menerima bantuan memengaruhi apakah yang
berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan
mmengaruhi dukungan yang diterima. Durasi perubahan total
(misal apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen)
memengaruhi jumlah wkatu yang dibutuhkan dalam menetapkan
kembali ekuilibrium fisik, psikologis, dan sosial. (Azizah,2016 ).

xi
2.1.7 Rentan Respon Kehilangan
Menurut Azizah (2016) rentang respon kehilangan sebagai berikut
Denial → Anger→Bargaining →Depresi →Acceptance
1. Fase pengingkaran (Denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan
adalah syok, tidak percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa
kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan, “tidak,
saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin terjadi”.
Bagi individu atau keluarga yang didiagnosis dengan penyakit
terminal, akan terus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik
yang terjadi pada fase ini adalah letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah
dantidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam
beberapa menit atau beberapa tahun.
2. Fase marah (Anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran
akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukan rasa
marah yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada orang
lai atau pada dirinya sendiri. tidak jarang ia menunjukan perilaku
agresif berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter
perawat yang tidak becus. Respons fisik yang sering terjadi
antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
3. Fase tawar-menawar (Bargaining)
Individu telah mampu mengungkapkan rasa
marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar

xii
menawar dengan memohon kemurahan pada tuhan. Respons ini
sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa
dirunda, maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini oleh
keluarga maka pernyatan yang sering keluar adalah “ kalau saja
yang sakit, bukan anak saya”.
4. Fase depresi (Depression)
Individu pada fase ini sering menunjukan sikap
menarik diri, kadangs ebagai klien sangat penurut, tidak mau
bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang
ditunjukkan anata lain menolak makanan, susah tidur, letih,
dorongan libido menurun.
5. Fase penerimaan (Acceptance)
Fase ini berkaitan dnegan reorganisasi perasaan
kehilangan. Pikiran yangs elalu berpusat kepada objek atau
orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu
tidak menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang
objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatiannya akan beralih kepada objek yang baru. Fase
ini biasanya dinyatakan dnegan “saya betul-betul kehilangan
baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang dapat
saya lakukan agar cepat sembuh”.Apabila individu dapat
memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai maka dia
akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Akan tetapi bila tidak dapat
menerima fase ini maka ia akan memengaruhi kemampuannya
dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya(Azizah,2016).
2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan
Menurut Videbeck (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi

xiii
kehilangan antara lain sebagai berikut:
1. Perkembangan
Misal anak-anak, belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa
merasakan, belum menghambat perkmbangan, bisa mengalami regresi.
Sementara orang dewasa, kehilangan membuat orang menjadi mengenang
tentang hidup, tujuan hidup, menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang
tidak bisa dihindari.
2. Keluarga
Keluarga memengaruhi respons dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar
biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
3. Faktor sosial ekonomi
Apabila yang meninggak merupakan penanggung jawab ekonomi
keluarga, berarti kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara
ekonomi. Hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.
4. Pengaruh kultural
Kultural memengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultural “ barat”
menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya
diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur
lain menganggap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak
dan menangis keras-keras.
5. Agama
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman.
Menyadarkan bahwa kematian suda ada di konsep dasar agama. Akan tetapi
ada juga yang menyalahkan tuhan akan kematian.
6. Penyebab kematian
Seseorang yang ditinggak anggota keluarga dnegan tiba-tiba akan
menyebabkan syok dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang
menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan

xiv
( Vidabeck,2008 ).
2.1.9 Rentang Respon Kehilangan
A. Tahapan proses kehilangan
Menurut Sutejo (2017) adapun dalam prosesnya ,kehilangan memiliki
lima tahapan, yaitu penyangkalan (denial) , kemarahan (anger), penawaran
(bargaining),depresi (depression), dan penerimaan (acceptance). Biasanya
sering disebut DABDA. Individu yang mengalami gangguan kehilangan akan
melalui setiap tahapan tersebut.
1. Tahap Penyangkalan (Denial)
Reaksi awal ketika individu mengalami kehilangan adalah tidak
percaya, syok, diam, terpaku, gelisah, binggung, mengingkari kenyataan,
mengisolasi diri terhadap kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi
apa- apa dan pura- pura senang, menifestasi yang muncul antara lain:
a. “Tidak! Itu tidak mungkin terjadi padaku”
b. Secara fisik ditunjukkan degan otot lemas, tremor, menarik nafas dalam,
panas atau dingin dan kulit lembab, berkeringat banyak, anoreksia, serta
merasa tak nyaman.
c. Penyangkalan menjadi pertahanan sementara atau mekanisme
pertahanan (defense mechanism)terdapat rasa cemas.
d. Klien perlu waktu beradaptasi.Klien secara bertahap akan meninggalkan
penyangkalan – penyangkalan dan menggunakan pertahanan yang tidak
radikal.Pada tahap ini, individu akan menganggap bahwa orang yang
meninggal tersebut masih hidup, sehingga muncul halusinasi melihat atau
mendengar suara seperti biasanya.
2. Tahap Kemarahan (anger)
Tahap kedua, seseorang akan mulai meyadari tentang kenyataan
kehilangan. Perasaan marah yang timbul meningkat, yang ditujukan kepada
orang lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah
memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan mengepal. Respons
klien dapat mengalami hal berikut ini:

xv
a. Emosi tak terkontrol.
b. Kemarahan terjadi pada Tuhan, yang diproyeksikan terhadap orang atau
lingkungan.
c. Kadang klien menjadi sangat rewel dan mengkritik.
d. Tahap marah sangat sulit dihadapi klien dan sangat sulit di atasi dari sisi
pandang keluarga dan staf rumah sakit.
e. Bila klien marah untuk mengutarakan perasaan yang akan mengurangi
tekanan emosi dan menurunkan stress, hal tersebut merupakan sesuatu
yang wajar.
3. Tahap Penawaran (bargaining)
Setelah perasaan marah dapat tersalurkan individu akan memasuki
tahap tawar- menawar. Biasanya Individu tersebut mengucapkan “…
seandainya ia mengikuti kata- kata saya … pasti semua tidak akan
terjadi..”semua pasti akan baik – baik saja, jika ia memilih di rumah tadi
malam.” Respons klien dapat berupa hal berupa hal sebagai berikut.
a. Klien mencoba menawarkan , menunda realitas dengan merasakan
bersalah selama hidup, sehingga kemarahannya dapat mereda.
b. Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan
waktu hidup, terhindar dari rasa sakit secara fisik, atau bertobat.
c. Klien berupaya membuat perjanjian pada tuhan.
d. Klien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa , menyesali
perbuatannya, dan menangis mencari pendapat orang lain.
4. Tahap Depresi(depression)
Tahap depresi termasuk dalam tahap diam pada fase kehilangan . Pada
tahap ini klien mudah sadar bahwa sesuatu yang dialaminya tidak akan bisa
dikembalikan lagi pada keadaan semula. Individu mulai menunjukkan
reaksi menarik diri, tidak mau berbicara dengan orang lain, dan tampak
putus asa. Individu yang mengalami depresi hanya memfokuskan pikiran
pada orang yang dicintai. Misalnya , bagaimana mungkin aku bisa hidup
tanpa ayah?”. Hal tersebut dikarenakan bahwa depresi adalah tahap menuju

xvi
orientasi realitas yang merupakan tahap penting dan bermanfaat agar klien
dapat meninggalkan dalam tahap penerimaan dan damai.
5. Tahap Penerimaan(acceptance)
Tahap akhir atau tahap peneriman merupakan organisasi ulang
perasaan kehilangan. Fokus pemikiran terhadap sesuatu yang hilang mulai
berkurang. Individu mulai bisa menerima kenyataan kehilangan, sehingga
sesuatu yang hilang tersebut mulai dilepaskan secara bertahap dan
dialihkan kepada objek lain yang baru. Individu yang telah mencapai tahap
penerimaan, dapat dipastikan akan megakhiri proses berduka dengan baik.
Akan tetapi jika individu berada disatu tahap dalam waktu yang sama lama
dan tidak mencapai tahap penerimaan, disitulah awal terjadinya gangguan
jiwa. Jika suatu saat individu tersebut kembali mengalami kehilangan,
maka sulit baginya untuk mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan
akan terjadi sebuah proses yang disfungsional ( Sutejo,2017 ).
2.2 Berduka
2.2.1 Definisi Berduka
Grieving adalah reaksi terhadap kehilangan, biasanya akibat
kehilangan. Dimanifestasikan dalam perilaku, perasaan dan pemikiran.
Grieving juga merupakan prses mengalami reaksi psikologis, fisik, dan
sosial terhadap kehilangan yang dipersepsikan. Respon yang ada pada
grieving adalah keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa
bersalah dan marah. Grieving juga mencakup pikiran perasaan dan perilaku
(Yosep dan Sutini, 2014).
Berduka adalah reaksi emosional individu terhadap peristiwa kehilangan,
biasanya akibat perpisahan yang dimanifestasikan dalam bentuk perilaku,
perasaan, dan pikiran. Respons klien selama fase berduka meliputi, (1)
perilaku bersedih (bereavement), yaitu resons subyektif dalam masa berduka
yang biasanya dapat menimbulkan berbagai maslaah kesehatan dan (2)
berkabung (mourning), yaitu periode penerimaan terhadap peristiwa
kehilangan dan berduka serta dapat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya,

xvii
dan kebiasaan (Azizah, 2016).
2.2.2 Jenis Berduka
Menurut Potter and Perry (2010) penting untuk membedakan antara
ekspresi berduka sebagai respons terhadap rasa kehilangan yang normal dan
sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan masyarakat; dari
berduka sebagai respons terhadap tekanan dan gangguan personal yang
besar, yang membutuhkan intervensi yang lebih itensif. Mengenali bahwa
ada perbedaan antara berbagai tipe berduka dapat membantu perawat dalam
merencanakan dan menerapkan perawatan yang sesuai. Jenis-jenis berduka
terbagi atas:
1. Berduka yang Normal,
Ketika individu sedang berduka, ini berarti bahwa mereka
berada dalam proses adaptasi dengan kematian orang yang dicintai.
Berduka yang normal (non-komplikasi) merupakan reaksi terhadap
kematian yang paling umum terjadi. Meskipun penyebab kematian
(kekerasan, tidak diharapkan, traumatik) mengakibatkan risiko terbesar
bagi yang bertahan hidup, tetapi hal ini tidak selalu menentukan
bagaimana individu akan berduka. Gaya adaptasi (seperti daya tahan,
ketabahan, dan pengontrolan diri), sama halnya dengan kemampuan
untuk merasakan kehilangan dan menemukan manfaat dari rasa
kehilangan, merupakan faktor-faktor yang telah dibuktikan dapat
membantu dan bermanfaat (Holland et al., 2006; Ong et al.,2006; Onrus
et al.,2006; Matthew, 2007). Berduka yang normal merupakan respons
yang kompleks dengan emosi, kognitif, sosial, fisik, perilaku, dan
konsep spiritual.
2. Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka yang
normal tidak terjadi. Pada berduka berkomplikasi (disfungsional),
berduka yang dirasakan individu berkepanjangan atau kesulitan saat
ingin bergerak maju setelah mengalami rasa kehilangan. Mengalami

xviii
kehilangan orang yang dicintai, individu dengan berduka berkomplikasi
mengalami kerinduan yang kronis dan mengganggu terhadap orang
yang sudah meninggal cenderung memiliki kesulitan dalam menerima
kematian, kepercayaan orang lain, merasakan kepahitan, atau
kekhawatiran akan masa depan. Mereka juga dapat merasakan mati rasa
secara emosional.
3. Berduka yang diantisipasi
Seseorang akan mengalami berduka yang diantisipasi
(anticipatory grief), suatu proses pelepasan bawah sadar atau
“membiarkan pergi” sebelum rasa kehilangan aktual atau kematian
terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa kehilangan yang
diperpanjang atau telah diperkirakan (Corless, 2006). Ketika berduka
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka individu akan lebih
memahami rasa kehilangan secara bertahap dan mulai untuk
mempersiapkan hal yang tidak direlakkan darinya. Mereka mengalami
respons berduka yang lebih kuat (misalnya: goncangan, penyangkalan,
dan kesedihan).
4. Berduka yang Tidak Lepas
Individu mengalami berduka yang tidak lepas (disenfranchised
grief), yang juga dikenal sebagai berduka marginal atau tidak didukung,
ketika hubungan mereka dengan orang yang sudah meninggal tidak
disetujui secara sosial, tidak dapat diakui secara terbuka didepan
umum, atau terlihat kurang signifikan (Hooyman & Kremer, 2006).
Contohnya kematian individu yang sudah tua, mantan suami/istri,
pasangan gay, atau bahkan hewan peliharaan yang dicintai.
5. Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang
tidak dapat diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan
karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang
kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin (Potter dan

xix
Perry,2010 ).
2.2.3 Respon Berduka
Menurut Petter and Porry (2010) ada dua respons berduka khusus,
pertama, berduka adaptif termasuk proses berkabung koping, interaksi,
perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dalam dimulai dalam
merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan
pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini,
dan masa mendatang. Berduka yang adaptif terjadi pada mereka yang
menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi
tubuh, seperti pada lupus eritomatosis sistemik. Klien merasa sehat ketika
didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merespom informasi kehilangan
dimasa mendatang yang berkaitan dengan penyakit. Dalam situasi seperti
ini, berduka adaptif dapat mendalam lama dan dapat terbuka. Berduka
adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas harapan impian, dan
harapan terhadap masa mendatang. Kedua, terselubung terjadi ketika
seseorang mengalami kehilangan yang dapat atau tidak dapat dikenali, rasa
berkabung yang luas, atau didukung secara sosial. Berduka mungkin
terselubung dalam situasi yaitu hubungan antara yang berduka dan
meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Berduka
ini mencakup teman, pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan
nontradisional, seperti hubungan di luar perkawinan. Keunikan dari berduka
terselubung menimbulkan situasi yakni perawat sering menjadi pengganti
sosial dan keluarga bagi klien (Perry dan Poter, 2010).
2.2.4 Dampak Berduka
Menurut Potter and Perry (2010) dampak berduka berdasarkan kelompok usia
meliputi sebagai berikut:
1. Masa kanak kanak. Dampak berduka dimasa ini dapat mengancam
kemampuan tumbuh kembang anak, menyebabkan anak mengalami
regresi, serta membuatnya merasa takut, merasa ditinggalkan, atau
tidak lagi diperhatikan

xx
2. Remaja dan dewasa muda. Peristiwa kehilangan yang terjadi dapat
menyebabkan disintegrasi dalam keluarga. Akan tetapi, pada periode
ini individu sudah mulai menerima peristiwa kehilangan (missal
kematian orang tua) sebagai suatu hal yang wajar
3. Lansia. Kehilangan pasangan (suami/istri) merupakan pukulan yang
sangat berarti bagi lansia. Selain itu, gangguan kesehatan juga semakin
meningkat (Perry dan Poter, 2010).
2.2.5 Teori dan Konsep Berduka
Menurut Potter and Perry (2010) berduka adalah respons normal
terhadao setiap kehilangan. Perilaku dan perasaan yang berkaitan dengan
proses berduka terjadi pada individu yang menderita kehilangan seperti
perubahan fisik atau kematian teman dejat. Proses ini juga terjadi ketika
individu menghadapi kematian mereka sendiri. tidak ada cara yang paling
tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka
hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereja dan mengatasinya. Peran
perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan
dalam bentuk empati.
1. Teori Engel
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase
yang dapat diaplikasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun
menjelang ajal.
a) Fase I (syok dan tidak percaya). Respons perilaku yang muncul,
seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri,
mengalami perasaan kaget, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan,
menerima situasi secara intelektual tetaapi menlaknya secara emosional.
Reaksi secara fisik termasuk pinsang, diaphoresis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia, dan kelelahan.

xxi
b) Fase II ( berkembang atau membangun kesadaran). Respon perilaku yang
muncul, seserang mulai merasakan kehilangan secara nyata atau akut
dalam arti realita kehilangan mulai memasuki alam sadar dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan mungkin diarahkan pada lembaga,
perawat, atau orang lain, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba tiba terjadi. Melakukan ritual berkabung misalnya
pemakaman.
c) Fase III (restitusi). Respn perilaku yang muncul, berusaha mencoba untuk
sepakat atau damai dengan perasaan yang hampa atau kosong yang
menyakitkan, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
kehadiran objek baru untuk menggantikan orang atau objek yang telah
hilang, dapat menerima hubungan yang lebih mantap dengan individu
pendukung, memikirkan, dan membicarakan kenangan tentang objek
yang telah hilang.
d) Fase IV (idealization). Respon perilaku yang muncul, menekan seluruh
perasaan yang negative dan bermusuhan terhadap almarhum,
menciptakan gambaran tentang bjek yang hilang yang nyaris tanpa cela,
menekan semua perasaan negative, dan bermusuhan terhadap objek yang
hilang. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal dengan sikat tak peduli
atau sikap kasar yang pernah ditujukan pada orang yang telah meninggal,
tanpa sadar menginternalisasikan kualitas positif yang terdapat pada diri
orang yang telah meninggal, kenangan akan objek yang hilang tidak
terlalu membangkitkan kesedihan, menuangkan perasaan terhadap orang
lain.
e) Fase V (reorganization/ the outcomes). Respons perilaku yang muncul,
perilaku dipengaruhi leh beberapa faktor, nilai objek yang hilang sebagai
sumber dukungan, derajat kebergantungan pada hubungan, derajat
ambivalensi terhadap objek yang hilang, jumlah dan karakteristik
hubungan yang lain, serta jumlah dan karakteristik pengalaman berduka (
yang cenderung kumulatif), kehilangan yang tak dapat dihindari harus

xxii
mulai diketahui/disadari. Dengan demikian, pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut.
a) Fase menyangkal (Denial). Respns individu selama fase ini adalah
menunjukkan sikap tidak percaya dan tidak siap dalam menghadapi
peristiwa kehilangan. Reaksi fisik dapat mencakup pingsan/syok,
menangis, berkeringat, mual, diare, frekuensi jantung cepat, gelisah,
insomnia dan keletihan, tidak bergairah, serta menunjukkan kegembiraan
yang di buat buat. Tugas perawat selama fase ini adalah membrikan
dukungan secara verbal.
b) Fase marah (Anger). Respons individu selama fase ini adalah individu
mulai merasa kehilangan secara tiba tiba dan mengalami keputusasaan
yang sifatnya iritabel. Secara mendadak terjadi marah, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kehampaan. Biasanya kemarahan tersebut
diproyeksikan pada benda atau orang dan ditandai dengan suara keras,
meledak ledak, tangan mengepal, muka merah padam, perilaku agresif,
gelisah, nadi cepat, dan napas tersengal sengal. Tugas perawat selama
fase ini adalah membantu klien memahami bahwa rasa marah selama fase
ini adalah normal, mencegah klien mengalami depresi akibat kemarahan
yang tidak terkontrol, mencari alternative kebutuhan yang lebih berarti
disaat marah, menganjurkan klien untuk mengontrol emosi, atau
mengendalikan perasaannya.
c) Fase tawar-menawar (Bergaining). Respons individu selama fase ini
adalah mulai mengungkapkan rasa marah terhadap peristiwa kehilangan
yang terjadi, melakukan tawar-menawar, mengekspresikan rasa bersalah
dan rasa takut terhadap hukuman untuk dosa dosanya dimasa lalu, baik
nyata maupun imaginasi. Tugas perawat selama fase ini adalah

xxiii
mendengarkan dengan penuh perhatian, mempertahankan kontak mata,
dan menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan,
menghilangkan rasa bersalah dan ketakutan yang sifatnya irasional, dan
bila mungkin memberikan dukungan spiritual kepada mereka.
d) Fase depresi (depression). Respon individu selama fase ini adalah
berduka atas apa yang terjadi, menarik diri, tidak mau bicara, putus asa,
dan terkadang bicara bebas. Tugas perawat selama fase ini adalah
membantu klien mengekspresikan kesedihannya dan memberiakan
dukungan verbal kepada mereka.
e) Fase penerimaan (acceptance). Respons individu selama fase ini adalah
mulai kehilangan minat terhadap lingkungan sekitar dan terhadap
individu pendukung. Sejalan dengan itu, individu juga mulai membuat
berbagai rencana guna untuk mengatasi dampak dari peristiwa
kehilangan yang terjadi. Selain itu, pikiran terhadap objek yang hilang
juga sudah mulang berkurang.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan
shoch and disbelief, yearning and protest, anguish, disorganization, and
despair, identification in beravvement, reorganization and restitusion.
Durasi kesedihan bervariasi dan tergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus
dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun
4. Teori Bowbly
Teori kasih sayang (attachment theory) Bowlby (1980)
menggambarkan pengalaman berkabung. Kasih sayang, suatu perilaku
berdasarkan naluri menyebabkan perkembangan ikatan kasih sayang
antara anak dan perawat primer mereka. Ikatan hubungan ada dan aktif

xxiv
sepanjang siklus kehidupan dan individu selanjutnya akan
menyamakannya dengan individu dalam hubungan yang lain.
Bowbly menggambarkan empat fase berkabung, yaitu :
a. Mati rasa (Numbing)
Rasa berkabung yang paling singkat, berlangsung dari beberapa jam
sampai satu minggu atau lebih. Individu yang berduka menggambarkan
fase ini sebagai perasaan “tidak nyata”mati rasa melindungi individu dari
dampak penuh akibat rasa kehilangan.
b. Kerinduan dan pencarian (Yearning and Searching)
Gejala fisik yang banyak ditemukan dalam fasi ini antara lain : sesak di
dada dan tenggorokan, nafas yang pendek, perasaan lesu, sulit tidur dan
tidak nafsu makan.individu juga mengalami kerinduan dari dalam yang
hebat terhadap individu lain atau objek yang hilang.
c. Kekacauan dan keputusasaan (Disorganization and Despair)
Seorang individu akhirnya memeriksa bagaimana dan mengapa rasa
kehilangan terjadi atau mengungkapkan kemarahan pada seseorang yang
sepertinya bertanggungjawab terhadap rasa kehilangan tersebut. Individu
yang berduka menceritakan kembali kisah kehilangan tersebut berulang
kali.
d. Reorganisasi
Yang biasanya memakan waktu satu tahun atau lebih, individu mulai
menerima perubahan, menerima peran yang belum dikenal,
membutuhkan keterampilan baru dan membangun hubungan baru.
Indiviu yang melakukan reorganisasi mulai membuka dirinya dari
hubungan mereka yang hilang tanpa merasakan bahwa mereka
mengurangi kepentingannya. (Potter and Perry, 2010).
5. Teori Worden
Model tugas berduka Worden (1982) mengajukan empat tugas
berkabung dan menyarankan bahwa individu yang berkabung terikat
secara aktif dalam perilaku untuk membantu dirinya sendiri dan

xxv
memberikan respon terhadap intervensi dari luar.melewati tugas berduka
biasanya memerlukan minimal satu tahun penuh, tetapi waktu ini
bervariasi pada setiap orang.
a. Tugas I : Menerima kenyataan akan rasa kehilangan.
Bahkan ketika sebuah kematian di harapkan, orang yang selamat
menyatakan beberapa kesangsian dan kterkejutan bahwa kejadian
tersebut benar telah terjadi.
b. Tugas II : Melewati rasa nyeri akan berduka.
Meskipun individu memberika respon terhadap rasa kehilangan secara
berbeda, tidak mungkin untuk mengalami rasa kehilangan yang
signifikan tanpa beberapa rasa nyeri emosional.individu memberikan
reaksi berupa kesedihan, kesendirian, keputusasaan atau penyesalan dan
akan bekerja melalui nyri dengan menggunakan mekanisme adaptasi
yang paling dikenal dan nyaman bagi mereka.
c. Tugas III : Beradaptasi dengan lingkungan dimana orang tersebut
meninggal.
Seorang individu tidak menyadari sepenuhnya dampak dari rasa
kehilangan selama minimal 3 bulan. Anggota keluarga atau teman
memberikan sedikit perhatian kepada individu yang merasa kehilangan
dalam jangka waktu yang sama, sebagai akhir dari rasa kehilangan
menjadi kenyatan.
d. Tugas IV : Merelokasi orang yang sudah meninggal secara emosional
dan melanjutkan kehidupan.
Orang yang sudah meninggal tidak dapat dilupakan, tetapi lebih
cenderung menempatkan secara berbeda dan kurang menonjol pada
kehidupan emosional individu yang masih hidup (Potter and Perry,
2010).
6. Teori Rando
Meskipun proses berduka mempunyai perjalanan yang secara
umum dapat diperkirakan dan mempunyai gejala yang jelas, tidak ada

xxvi
dua rang individu yang berkembang melalui proses tersebut dalam cara
yang sama. Rando (1993) mendefinisikan respons berduka menjadi 3
kategori yaitu sebagai berikut:
1. Pengindraan. Pada tahap ini terjadi syok, menyangkal, dan tidak percaya.
2. Konfrontasi. Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
merekapaling dalam dan dirasakan paling akut
3. Akomodasi. Pada tahap ini terjjadi secara bertahap penurunan
keberdukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan
sosial dunia sehari hari yaitu klien belajar untuk menjalani hidup dengan
kehidupan mereka (Perry dan Poter, 2010).

2.2.6 Respon Kehilangan dan Berduka


Menurut Yosep dan Sutini (2014) respons kehilangan dan berduka
dapat berupa fisiologis, emosional, dan kognitif sebagaimana pada table
dibawal ini:
Fisiologis Emosional Kognitif

1. Peningkatan tekanan 1. Takut 1. Tidak dapat


darah, frejuensi 2. Tidak berdaya konsentrasi
jantung, dan pernafasan 3. Tegang 2. Kurang kesadaran
2. Diaphoresis 4. Kehilangan tentang sekitar
3. Insomnia control 3. Proakupasi
4. Letih dan lemah 5. Gugup 4. Blok pikiran (tidak
5. Pucat 6. Kurang dapat mengingat)
6. Sakit dan nyeri tubuh percaya diri 5. Terlalu perhatian
(khususnya dada, 7. Tidak dapat 6. Kemampuan belajar
punggung, leher) rileks menurun
7. Pusing dan mau 8. Antisipasi 7. Orientasi lebih
pingsan mengalami tertuju pada masa
kegagalan lalu dibandingkan

xxvii
8. Parastesia masa kini atau masa
9. Anoreksia depan
10. Gelisah 8. Konfusi
11. Mulut kering 9. Mudah lupa
12. Dilatasi pupil 10. Ruminasi
13. Suara tremor/
perubahan nada
14. Gemetar
15. Berdebar debar
16. Sering buang air kecil

2.3 Peran Perawat Terhadap Kehilangan dan Berduka


Menurut Rosdahl (2014) lingkungan beragam di Amerika Serikat memberi
banyak kesempatan kepada perawat yang peka untuk memberi perawatan yang
individual ketika berhubungan dengan klien yang berduka. Dalam keluarga besar,
berbagai ekspresi dan respon terhadap kehilangan dapat muncul, bergantung pada
derajat akulturasi (mengubah nilai budaya atau perilaku sebagai cara untuk beradatasi
terhadap budaya lan). Perawat harus mendorong klien untuk menemukan dan
menggunakan sesuatu yang efektif dan bermakna bagi mereka, bukan berasumsi
bahwa ia memhami perilaku berduka yang tepat pada budaya tertentu. Misalnya,
perawat dapat meminta orang hispanik atau latin mempraktikan ibadah katolik jika ia
akan berdoa.

Tahapan Tindakan Keperawatan

xxviii
Mengingkari Memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasan nya secara verbal,
tidak membantah pengingkaran pasien duduk
intens berasama pasien, menggunakan teknik
komunikasi diam dan sentuh dan
memperhatikan kebutuhan dasar pasien.

Marah Mendorong dan memberi waktu pada pasien


untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal
tanpa melawan dengan kemarahan,
memfasilitasi ungkapan kemarahan pasien,
menangani kebutuhan pasien akibat reaksi
kemarahannya, serta memberikan pemahaman
kepada keluarga bahwa marah merupakan
sebuah proses yang normal.

Tawar menawar Membantu pasien mengidentifikasi rasa


bersalah dan perasaan takutnya dengan
memberikan perhatian penuh dan tulus,
mengajak pasien berbicara untuk mengurangi
rasa bersalah serta memberikan dukungan
spiritual.

Depresi Mengidentifikasi tingkat depresi dan membantu


mengurangi rasa bersalah dengan memberikan
kesempatan pasien untuk mengekspresikan
kesedihannya,memberikan dukungan non
verbal, membahas pikiran negative dan melatih
mengidentifikasi hal positif.
Penerimaan Membantu pasien mengidentifikasi rencana

xxix
kegiatan yang akan dilakukan dan membantu
keluarga untuk bisa mengerti penyebab rasa
kehilangan.

2.4 Asuhan Keperawatan Teori Kehilangan dan Berduka


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa
yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian mengetahui apa yang
mereka pikir dan rasakan adalah :
1. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
2. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
3. Perilaku koping yang adekuat selama proses
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah:
1. Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2. Kesehatan fisik.
Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung
mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
3. Kesehatan mental.
Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai

xxx
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis,
selau dibayangi masa depan peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4. Pengalaman kehilangan di masa lalu.
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa
kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa.
5. Struktur kepribadian.
Individu dengan konsep diri yang negative dan perasaan rendah diri
akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi.
6. Adanya stressor perasaan kehilangan.
Stressor ini dapat berupa stressor yang nyata ataupun imajinasi
individu itu sendiri, seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi
kehilangan harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik
pribadi (kehilangan harta benda atau yang dicintai, kehilangan
kewarganegaraan, dan lain-lain). Mekanisme koping yang sering dipakai
oleh individu dengan respons kehilangan, antara lain pengingkaran, regresi,
intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Dalam
keadaan patologi, mekanisme koping sering dipakai secara berlebihan atau
tidak memadai. Pengkajian tanda klinis berupa adanya distress somatis
seperti gangguan lambung, rasa sesak, napas pendek, sering mengeluh, dan
merasakan lemah. Pengkajian terhadap masalah psikologis adalah tidak ada
atau kurangnya pengetahuan dan pemahaman kondisi yang terjadi,
penghindaran pembicaraan tentang kondisi penyakit, serta kemampuan
pemahaman sepenuhnya terhadap prognosis dan usaha menghadapinya.
b. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;

xxxi
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi di masyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f. Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan
sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien
depresi yang dalam.Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut
sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon Spiritual
a. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
b. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
c. Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
a. Sakit kepala, insomnia
b. Gangguan nafsu makan
c. Berat badan turun
d. Tidak bertenaga
e. Palpitasi, gangguan pencernaan
f. Perubahan sistem imune dan endokrin
f. Respon Emosional
a. Merasa sedih, cemas
b. Kebencian
c. Merasa bersalah
d. Perasaan mati rasa
e. Emosi yang berubah-ubah

xxxii
f. Penderitaan dan kesepian yang berat
g. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
h. Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
i. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g. Respon Kognitif
a. Gangguan asumsi dan keyakinan
b. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
c. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
d. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
a. Menangis tidak terkontrol
b. Sangat gelisah; perilaku mencari
c. Iritabilitas dan sikap bermusuhan
d. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
e. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
f. Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
g. Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
h. Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang di kaji, diagnosis masalah gangguan kehilangan dan berduka
di tampilkan dalam pohon masalah berikut ini:
- Pohon Masalah Berduka

Harga Diri Rendah

xxxiii
Berduka

Kehilangan

- Pohon masalah Kehilangan

Harga Diri Rendah

Kehilangan
Disfungsional

Kematian

xxxiv
xxxv
3. Intervensi Keperawatan
- SP PASIEN
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
(Tuk/Tum)
Kehilangan TUM : Pasien menunjukkan Bina hubungan saling Kepercayaan dari pasien
dan Berduka Pasien secara tanda-tanda dapat percaya dengan prinsip merupakan hal yang
aktif mampu membina hubungan saling komunikasi terapeutik, akan memudah perawat
melewati proses percaya dengan perawat, yaitu : dalam melakukan
kehilangan dan yaitu : 1. Sapa pasien dengan pendekatan keperawatan
berduka secara a. Ekspresi wajah ramah baik verbal atau intervensi
tuntas. bersahabat maupun nonverbal selanjutnya terhadap
b. Pasien menunjukkan 2. Perkenalkan diri dengan pasien.
TUK 1 : rasa senang sopan
Pasien dapat c. Pasien bersedia 3. Tanyakan nama lengkap
membina berjabat tangan pasien dan nama
hubungan saling d. Pasien bersedia panggilan
percaya. menyebutkan nama 4. Jelaskan tujuan
e. Ada kontak mata pertemuan

30
TUK 2 : Kriteria Evaluasi : 1. Berikan kesempatan Diskusi terbuka dan
Menjelaskan Secara verbal, pasien pada pasien untuk jujur dapat membantu
makna mampu menyatakan tahap- mengungkapkan pasien dan anggota
kehilangan. tahap proses berduka yang perasaan. keluarga menerima dan
normal dan perilaku yang 2. Diskusikan kehilangan mengatasi situasi dan
berhubungan dengan tiap- seacar terbuka dan gali respons mereka
tiap tahap. makna pribadi dari terhadap situasi tersebut.
kehilangan.

TUK 3 : Kriteria Evaluasi : 1. Dorong pasien untuk Pengungkapan secara


Pasien bisa Pasien mampu mengekspresikan rasa cara verbal perasaan
mengungkapkan mengidentifikasi posisinya marah. Jangan menjadi pasien dalam suatu
perasaan yang sendiri dalam proses defensive jika lingkungan yang tidak
berkaitan dengan berduka dan permulaan ekspresi mengancam dapat
kehilangan dan mengekspresikan kemarahan dipindahkan membantu pasien untuk
perubahan. kepada perawat atau sampai kepada
terapis. hubungan dengan
2. Bantu pasien untuk persoalan-persoalan
mengeluarkan yang belum
kemarahan yang

31
terpendam dengan terpecahkan.
berantisipasi dalam Latihan fisik
aktivitas-aktivitas memberikan suatu
motoric kasar metode yang aman dan
(misalnya; jogging, efektif untuk
bola voli, dll) mengeluarkan
kemarahan yang
terpendam.
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 1. Berdiskusi dengan Cara mengatasi
Pasien dapat Pasien tidak terlalu lama pasien tentang cara kehilangan dan berduka
mengidentifikasi mengeskresikan emosi- mengatasi berduka dapat membantu pasien
cara-cara emosi dan perilaku- yang dialami , yaitu: mengatasi situasi dan
mengatsi berduka perilaku yang berlebihan a. Cara verbal dengan respons mereka
yang dialami. yang berhubungan dengan mengungkapkan terhadap situasi tersebut.
disfungsi berduka dan perasaan.
mampu melaksanakan b.Cara fisik yang
aktifitas sehari-hari secara dilakukan dengan
mandiri. memberi kesempatan
aktivitas fisik.
c.Cara sosial dengan

32
sharing melalui self
help group.
d. Cara spiritual,
seperti berdoa,
berserah diri.
TUK 5 : Kriteria Evaluasi : 1. bantu pasien dalam Mekanisme koping
Pasien dapat Rasa berduka dan memcahkan terhadap pasien dengan
mengatasi rasa kehilangan pasien dapat masalahnya sebagai kehilangan dan berduka
kehilangan dan berkurang. usaha untuk dapat meminimalisasi
berdukanya menentukan dampak.
dengan koping metode=metode koping
yang adaaptif yang lebih adaptif Umpan balik poistif

terhadap pengalaman meningkatkan harga diri

kehilangan. dan mendorong

2. Berikan umpan balik pengulangan perilaku

positif untuk yang diharapkan.

identifikasi strategi dan


membuat keputusan.
Kriteria Evaluasi :
TUK 6 :
Keluarga mengetahui
meningkatkan 1. Diskusikan masalah

33
pengetahuan dan masalah kehilangan dan yang dirasakan
kesiapan berduka anggota keluarga dalam
keluarga dalam keluarganya serta merawat pasien
merawat pasien mengatahui cara perawatan 2. Diskusikan tentang
dengan rasa dan penanganan anggota kehilangan dan
kehilangan dan keluarga terhadap berduka dan
berduka gangguan psikososial ini. dampaknya.
3. Melatih keluarga
untuk mempraktikkan
cara merawat pasien
dengan kehilangan
dan berduka.
4. Diskusikan dengan
keluarga tentang
sumber-sumber
bantuan yang dapat
dimnfaatkan pasien
serta perilaku pasien
yang perlu dirujuk
dan bagaimana cara

34
merawat pasien.

- SP Keluarga
DIAGNOSA PERENCANAAN

35
KEPERAWATAN Tujuan(Tuk/Tum) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Kehilangan dan Tum : Keluarga menunjukkan Bina hubungan saling Kepercayaan dari
berduka Keluarga secara aktif tanda tanda dapat membina percaya dengan prinsip keluarga merupakan hal
mampu membantu hubungan saling percaya komunikasi terapeutik, yang akan memudahkan
pasien dalam melewati dengan perawat yaitu : yaitu ; perawat dalam
proses kehilangan dan a. Ekspresi wajah. 1. sapa keluarga melakukan pendekatan
berduka secara tuntas. b. Keluarga dengan ramah baik keperawatan atau
menunjukkan rasa verbal maupun non intervensi selanjutnya
TUK 1 : senang. verbal. terhadap pasien.
Keluarga dapat c. Keluarga mau 2. perkenalkan diri
membina hubungan mendampingi dengan sopan.
saling percaya dengan pasien ketika 3. tanyakan nama
pasien dan perawat. pengobatan lengkap keluarga
berlangsung dan nama
panggilan.
4. jelaskan tujuan
pertemuan.
5. jujur menepati janji

Diskusi terbuka dan

36
TUK 2 : Kriteria Evaluasi : jujur dapat membangun
Menjelaskan makna Secara verbal, pasien 1. Diskusikan pasien dan anggota
kehilangan mampu menyatakan tahap- kehilangan secara keluarga menerima dan
tahap proses berduka yang terbuka dan gali mengatasi situasi dan
normal dan perilku yang makna pribadi dari respons mereka terhadap
berhubungan dengan tiap- kehilangan situasi tersebut.
tiap tahap.

TUK 3 : Keriteria Evaluasi : 1. Dorongan keluarga Pengungkapan secara


Keluarga dapat Pasien mampu untuk mengkspresikan verbal perasaan pasien
membantu pasien dalam mengidentifikasi posisinya rasa marah pasien. dalam suatu lingkungan
mengungkapkan sendiri dalam proses Jangan menjadidefensif yang tidak mengancam
perasaan yang berkaitan berduka dan jika permulaan ekspresi dapat membantu pasien
dengan kehilangan dan mengekspresikan perasaan- kemarahan dipindahkan untuk sampai kepada
perubahan perasaannya yang kepada perawat atau hubungan dengan
berhubungan dengan terapis. persoalan-persoalan
konsep kehilangan secara 2. Bantu pasien untuk yang belum
jujur. mengeksplorasikan terpecahkan

37
perasaan marah,
sehingga pasien dapat Latihan fisik
mengungkapkan secara memberikan suatu
langsung kepada metode yang aman dan
objek atau orang efektif untuk
pribadi yang dimaksud. mengeluarkan
3. Bantu pasien untuk kemarahan yang
mengeluarkan terpendam
kemarahan yang
terpendam dengan
berpartisipasi dalam
aktivitas-aktivitas
motorik kasar
(misalnya: jogging,
bola voli,dlll.)
TUK 4 : Kriteria Evaluasi: 1. Berdiskusi dengan Cara mengatasi
Keluarga dapat Pasien tidak terlalu lama keluarga tentang cara kehilangan dan berduka
mengidentifikasi cara- mengekspresikan emosi- mengatasi berduka yang dapat membantu
cara mengatasi berduka emosi dan perilaku- dialami pasien, yaitu: keluarga untuk
yang dialami pasien. perilaku berlebihan yang a. Cara verbal dengan mengatasi situasi dan

38
berhubungan dengan mengungkapkan pe respons pasien terhadap
disfungsi berduka dan rasaan). situasi tersebut.
mampu melaksanakan b. Cara fisik yang
aktifitas sehari-hari secara dilakukan dengan
mandiri. memberi kesempatan
aktivitas fisik.
c. Cara sosial dengan
sharing melalui self
help group.
d. Cara spiritual,
seperti berdoa, dan
berserah diri.
1. Bantu pasien dalam
TUK 5 : memecahkan masalahnya Mekanisme koping
Kriteria Evaluasi :
Keluarga dapat sebagai usaha untuk terhadap pasien dengan
Rasa berduka dan
membantu mengatasi menentukan metode- kehilangan dan berduka
kehilangan yang dialami
rasa kehilangan dan metode koping yang lebih dapat meminimalisasi
pasien dapat berkurang
berduka pasien dengan adaptif terhadap dampak,
koping yang adaptif. pengalaman kehilangan. Umpan balik positif
2. Berikan umpan balik meningkatkan harga

39
positif untuk identifikasi diri dan mendorong
strategi dan membuat pengulangan perilaku
keputusan. yang diharapkan.

1. Diskusikan masalah yang


TUK 6 : Keluarga sebagai
dirasakan keluarga dalam
Meningkatkan Kriteria Evaluasi :
merawat pasien. support system (sistem
pengetahuan dan Keluarga mengetahui
2. Diskusikan tentang kehi- pendukung) akan
kesiapan keluarga dalam masalah kehilangan dan sangat berpengaruh
langan dan berduka dan
merawat pasien dengan berduka anggota
dampaknya. dalam mempercepat
rasa kehilangan dan keluarganya serta
3. Melatih keluarga untuk proses penyembuhan
berduka mengetahui cara perawatan
mempraktikkan cara pasien.
dan penanganan anggota
merawat pasien dengan
keluarga terhadap
kehilangan dan berduka.
gangguan psikososial ini.
4. Diskusikan dengan
keluarga tentang sumber-
sumber bantuan yang
dapat dimanfaatkan
pasien serta perilaku

40
pasien yang perlu dirujuk
dan bagaimana cara
merujuk pasien.

41
4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana keperawatan sebelumnya. Dilakukan secara nyata
dan terencana oleh perawat.
5. Evaluasi
Evaluasi tujuannya adalah mengetahui sejauh mana tujuan Keperawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap Asuhan Keperawatan yang diberikan.

42
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan/atau seseorang atau situasi yang
berharga / bernilai, baik sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi.
Sedangkan berduka adalah reaksi emosional individu terhadap peristiwa
kehilangan, biasanya akibat perpisahan yang dimanifestasikan dalam bentuk
perilaku, perasaan, dan pikiran. Respons klien selama fase berduka meliputi,
perilaku bersedih (bereavement), yaitu respons subyektif dalam masa berduka
yang biasanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan berkabung
(mourning), yaitu periode penerimaan terhadap peristiwa kehilangan dan berduka
serta dapat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan kebiasaan.
3.2 Saran
Diharapkan bagi mahasiswa setelah membaca makalah ini khususnya
perawat dapat memahami dan mengerti serta dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan paliatif serta mampu berfikir kritis dalam melaksanakan proses
keperawatan paliatif.

43
DAFTAR PUSTAKA

Azizah et all (2016).BUKU AJAR KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Teori


dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Potter and Perry (2010). Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika
Rosdahl, Caroline Bunker (2014). BUKU AJAR KEPERAWATAN DASAR Edisi
10 Volume 1. Jakarta: EGC
Videbeck, Sheila L (2008). BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA. Jakarta: EGC
Yosep dan Sutini (2014). BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA. Bandung: Refika
Aditama
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta:
DPP PPNI
Iyus,Yosep.2017.Buku ajar keperawatan jiwa dan advance mental health nursing.
Bandung : PT Refika Aditama

44

Anda mungkin juga menyukai