Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

KONSEP KEHILANGAN DAN BERDUKA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4

STEVIANI MANGUNTIKA (2201069)

JEVINCHA LAYANG (2201072)

MARIA TUKUNANG (2201076)

NIKITA WADUDI (2201068)

ANGGIE SAHAMBANGUN (2201084)

PUTRI NUSI (2201086)

CLARITA TATALI (2201091)

JUANDA PUTRI A MAANAIYA (2201101)

JURUSAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

POLITEKNIK NEGERI NUSA UTARA

2024

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia- Nya
kami dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Jiwa yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Pasien Dengan Kehilangan Dan Berduka”. Adapun tujuan kami menulis makalah ini yang
utama untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa. Di sisi lain, kami menulis
makalah ini untuk mengetahui lebih mendalam mengenai askep jiwa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak.

Tahuna, 26 Februari 2024

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................6
2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Kehilangan................................................................6
 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan Dan Berduka..............................6
 Tipe dan Jenis Kehilangan dan Berduka........................................................................7
 Fase atau Tahapan Kehilangan dan Berduka............................................................10
 Tanda dan Gejala kehilangan dan Berduka........................................................13
2. Konsep Berduka................................................................................................................14
 Teori Proses Berduka.....................................................................................................15
 Asuhan Keperawatan...........................................................................................................18
1, Pengkajian..........................................................................................................................18
2. Diagnosis.............................................................................................................................20
3 Perencanaan........................................................................................................................21
BAB III......................................................................................................................................... 26
PENUTUP.................................................................................................................................... 26
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................26
3.2 Saran............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu yang
kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih
banyak melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan atau disekitarnya. Pandangan-
pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada
informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme
koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat
membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka
cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi,
mental dan sosial yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-
kelurga- perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan
pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien
dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005

4
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas didapatkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Apa pengertian dan bagaimana konsep dasar kehilangan ?

• Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan ?

• Apa saja tipe dan jenis kehilangan ?

• Bagaimana fase atau tahapan pada kehilangan ?

• Bagaimana tanda dan gejala kehilangan ?

• Bagaimana Asuhan keperawatan komsep kehilangan dan berduka?

2. Apa pengertian dan bagaimana konsep dasar kehilangan ?

• Apa saja teori proses berduka ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, didapatkan tujuan penulisan sebagai berikut


1.Untuk mengetahui apa pengertian dan bagaimana konsep dasar kehilangan

• Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan

• Untuk mengetahui apa saja tipe dan jenis kehilangan

• Untuk mengetahui bagaimana fase atau tahapan pada kehilangan

• Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala kehilangan

• Untuk megetahui Asuhan Keperawatan

2.Untuk mengetahui apa pengertian dan bagaimana konsep dasar kehilangan

• Untuk mengetahui apa saja teori proses berduka

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Kehilangan


Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda (Yosep, 2011). Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang
atau objek) yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau menghilang.

Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang
milik pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian ataupun keseluruhan. Peristiwa
kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman traumatik.
Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional ataupun krisis
perkembangan (Mubarak & Chayatin, 2007).

Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada
dan dimiliki. Kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari (Stuart, 2005), seperti kehilangan
harta, kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan. Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan,
yaitu respons emosional normal dan merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah. Seorang
individu harus diberikan kesempatan untuk menemukan koping yang efektif dalam melalui proses
berduka, sehingga mampu menerima kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan
merupakan bagian dari proses kehidupan.

Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang bersifat aktual, dipersepsikan, atau sesuatu yang
diantisipasi. Jika diperhatikan dari objek yang hilang, dapat merupakan objek eksternal,
orang yang berarti, lingkungan, aspek diri, atau aspek kehidupan.Berduka merupakan
reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon emosional yang normal (Suliswati, 2005).
Definisi lain menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini dukacita adalah proses kompleks yang
normal yang mencakup respon dan perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika
individu, keluarga, dan komunitas menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi,
atau persepsi kehilangan ke dalam kehidupan pasien sehari-hari (NANDA, 2011).

 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan Dan Berduka


Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik, kesehatan fisik,
kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu (Suliswati, 2005)

1. Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi
biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk
menghadapi kehilangan.
6
2. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang sedang
mengalami gangguan fisik.

3. Kesehatan jiwa/mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama mempunyai riwayat depresi, yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimistik, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.

4. Pengalaman kehilangan di masa lalu


Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa kanak-kanak akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa. Banyak
situasi yang dapat menimbulkan kehilangan dan dapat menimbulkan respon berduka pada diri
seseorang (Carpenito, 2006). Situasi yang paling sering ditemui adalah sebagai berikut:

a. Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang bersifat sekunder akibat
kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori, muskuloskeletal, digestif, pernapasan,
ginjal dan trauma

b. Terkait pengobatan
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti temanteman, pekerjaan,
fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan harapan dan impian. Rasa berduka
yang muncul pada setiap individu dipengaruhi oleh bagaimana cara individu merespon
terhadap terjadinya peristiwa kehilangan. Miller (1999 dalam Carpenito, 2006) menyatakan
bahwa dalam menghadapi kehilangan individu dipengaruhi oleh dukungan sosial (Support
System), keyakinan religius yang kuat, kesehatan mental yang baik, dan banyaknya sumber
yang tersedia terkait disfungsi fisik atau psikososial yang dialamiBerhubungan dengan
peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka waktu yang lama dan prosedur
pembedahan (mastektomi, kolostomi, histerektomi).

5. Situasional (Personal, Lingkungan)


Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder akibat nyeri kronis,
penyakit terminal, dan kematian; berhubungan dengan kehilangan gaya hidup akibat
melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan rumah, dan perceraian; dan
berhubungan dengan kehilangan normalitas sekunder akibat keadaan cacat, bekas luka, dan
penyakit.

6. Maturasional
.
 Tipe dan Jenis Kehilangan dan Berduka
1. Jenis Kehilangan
Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan dapat dikelompokkan dalam 5 kategori:
kehilangan objek eksternal, kehilangan lingkungan yang telah dikenal, kehilangan orang terdekat,
kehilangan aspek diri, dan kehilangan hidup.

7
a. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang,
berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak benda
tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa mungkin berupa
perhiasan atau suatu aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang tehadap
benda yang hilang tergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang
dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.

b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal


Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah di kenal
mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya, termasuk pindah ke kota baru, mendapat pekerjaan
baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang
telah di kenal dan dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang
lansia pindah ke rumah perawatan, atau situasi - situasional, contohnya kehilangan
rumah akibat bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.

c. Kehilangan orang terdekat


Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru,
pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet yang telah terkenal mungkin
menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukkan bahwa banyak hewan
peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pindah,
melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.

d. Kehilangan aspek diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau
payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau
usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk
kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek atau cinta.
Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cedera, atau perubahan
perkembangan atau situasi. Kehilangan seperti ini, dapat menurunkan kesejahteraan individu.
Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat
mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.

e. Kehilangan hidup
Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berpikir, dan
merespon terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian. Perhatian
utama sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri dan kehilangan
kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut tentang kematian dan gelisah mengenai
kematian, masalah yang sama tidak akan pentingnya bagi setiap orang. Setiap orang
berespon secara berbeda-beda terhadap kematian. orang yang telah hidup sendiri dan
menderita penyakit kronis lama dapat mengalami kematian sebagai suatu perbedaan Sebagian
menganggap kematian sebagai jalan masuk ke dalam kehidupan setelah kematian yang
8
akan mempersatukannya dengan orang yang kita cintai di surga. Sedangkan orang lain takut
perpisahan, dilalaikan, kesepian, atau cedera. Ketakutan terhadap kematian sering menjadikan
individu lebih bergantung.

Maslow (1954 dalam Videback, 2008) tindakan manusia dimotivasi oleh hierarki kebutuhan,
yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis, (makanan, udara, air, dan tidur), kemudian kebutuhan
keselamatan (tempat yang aman untuk tinggal dan bekerja), kemudian kebutuhan keamanan dan
memiliki. Contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan spesifik manusia yang diindentifikasi
dalam hierarki Maslow antara lain:

 Kehilangan fisiologis: kehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan fungsi


pankreas yang adekuat, kehilangan suatu ekstremitas, dan gejala atau kondisi somatik lain
yang menandakan kehilangan fisiologis.

 Kehilangan keselamatan: kehilangan lingkungan yang aman, seperti kekerasan dalam


rumah tangga dan kekerasan publik, dapat menjadi titik awal proses duka cita yang
panjang misalnya, sindrom stres pasca trauma. Terungkapnya rahasia dalam hubungan
profesional dapat dianggap sebagai suatu kehilangan keselamatan psikologis sekunder
akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan pemberi perawatan.

 Kehilangan keamanan dan rasa memiliki: kehilangan terjadi ketika hubungan berubah
akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan kematian. Ketika makna suatu
hubungan berubah, peran dalam keluarga atau kelompok dapat hilang. Kehilangan
seseorang yang dicintai mempengaruhi kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.
Kehilangan harga diri: kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai
kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu dalam pekerjaan dan
perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau dialami sebagai suatu
kehilangan ketika persepsi tentang diri sendiri berubah. Kehilangan fungsi peran sehingga
kehilangan persepsi dan harga diri karena keterkaitannya dengan peran tertentu, dapat
terjadi bersamaan dengan kematian seseorang yang dicintai.

 Kehilangan aktualisasi diri: Tujuan pribadi dan potensi individu dapat terancam atau
hilang seketika krisis internal atau eksternal menghambat upaya pencapaian tujuan
dan potensi tersebut. Perubahan tujuan atau arah akan menimbulkan periode duka cita
yang pasti ketika individu berhenti berpikir kreatif untuk memperoleh arah dan gagasan
baru. Contoh kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencakup gagalnya rencana
menyelesaikan pendidikan, kehilangan harapan untuk menikah dan berkeluarga, atau
seseorang kehilangan penglihatan atau pendengaran ketika mengejar tujuan menjadi artis
atau komposer

1. Jenis Berduka
a. Berduka normal, perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal.
b. Berduka antisipatif, proses melepaskan diri yang muncul sebelum

kehilangan sesungguhnya terjadi.

9
c. Berduka yang rumit, seseorang sulit maju ke tahap berikutnya. Berkabung
tidak kunjung berakhir.

d. Berduka tertutup, kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka.

 Fase atau Tahapan Kehilangan dan Berduka

1. Fase Kehilangan dan Berduka


Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang. Berikut merupakan fase atau tahapan pada
kehilangan dan berduka :
a. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri atas tiga proses,
yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan kesadaran, serta restitusi.

1) Syok dan tidak percaya


Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat menerima
pedihnya kehilangan. Akan tetapi, proses ini sesungguhnya memang dibutuhkan untuk
menoleransi ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan secara perlahan untuk
menerima kenyataan kematian.

2) Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang lain, perasaan
bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan menangis untuk
menurunkan tekanan dalam perasaan yang dalam. Restitusi Merupakan proses yang
formal dan ritual bersama teman dan keluarga membantu menurunkan sisa perasaan
tidak menerima kenyataan kehilangan.

b. Fase jangka panjang


Fase ini berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama. Reaksi berduka
yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang tersembunyi dan termanifestasi
dalam berbagai gejala fisik. Pada beberapa individu berkembang menjadi keinginan
bunuh diri, sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan menolak makan dan
menggunakan alkohol.
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase awal, pertengahan, dan
pemulihan.
a. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak percaya,
perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut berlangsung selama
beberapa hari, kemudian individu kembali pada perasaan berduka berlebihan.
Selanjutnya, individu merasakan konflik dan mengekspresikannya dengan menangis
dan ketakutan. Fase ini akan berlangsung selama beberapa minggu.

b. Fase pertengahan

Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku
obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang- ulang peristiwa kehilangan yang
terjadi.
10
c. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu memutuskan
untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan kehidupan. Pada fase
ini individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial

2. Tahapan proses berduka


Proses kehilangan terdiri atas lima tahapan, yaitu penyangkalan (denial), marah (anger),
penawaran (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance) atau sering disebut
dengan DABDA. Setiap individu akan melalui setiap tahapan tersebut, tetapi cepat atau lamanya
sesorang melalui bergantung pada koping individu dan sistem dukungan sosial yang tersedia, bahkan
ada stagnasi pada satu fase marah atau depresi.

a. Tahap Penyangkalan (Denial)


Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah tidak percaya, syok,
diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari kenyataan, mengisolasi diri terhadap
kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura senang. Manifestasi
yang mungkin muncul antara lain sebagai berikut :

1) “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”


2) “Diagnosis dokter itu salah.”
3) Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas dalam,
panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat banyak, anoreksia, serta
merasa tak nyaman.

4) Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme


pertahanan (defense mechanism) terhadap rasa cemas.

5) Pasien perlu waktu beradaptasi.


6) Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan
menggunakan pertahanan yang tidak radikal.

7) Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang


berkaitan dengan kematian, tapi tidak demikian dengan emosional. Suatu
contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat kematian orang
yang dicintai. Pada tahap ini individu akan
beranggapan bahwa orang yang dicintainya masih hidup, sehingga sering
berhalusinasi melihat atau mendengar suara seperti biasanya. Secara fisik
akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare, sesak napas, detak jantung cepat,
menangis, dan gelisah. Tahap ini membutuhkan waktu yang panjang, beberapa
menit sampai beberapa tahun setelah kehilangan.

b. Tahap Marah (Anger)


Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan kehilangan. Perasaan
marah yang timbul terus meningkat, yang diproyeksikan kepada orang lain atau benda di
sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan
tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami hal seperti berikut:

11
1) Emosional tak terkontrol.
“Mengapa aku?”

“Apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum saya?”


2) Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan
terhadap orang atau lingkungan.

3) Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik.


“Peraturan RS terlalu keras/kaku.” “Perawat
tidak becus!”
4) Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi dari sisi
pandang keluarga dan staf rumah sakit.

5) Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan

perasaan yang akan mengurangi tekanan emosi dan menurunkan stres.

c. Tahap Penawaran (Bargaining)


Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki tahap tawar-menawar.
Ungkapan yang sering diucapkan adalah “....seandainya saya tidak melakukan hal tersebut..
mungkin semua tidak akan terjadi ......” atau “misalkan dia tidak memilih pergi ke tempat
itu ... pasti semua akan baik-baik saja”, dan sebagainya. Respons pasien dapat berupa hal
sebagai berikut :

1) Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah pada


masa hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.

2) Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan

waktu hidup, terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat.

3) Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua tawar-


menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau
diungkapkan secara tersirat atau diungkapkan di ruang kerja pribadi
pendeta.

4) “Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini dan tidak
menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah, Ia mungkin akan
lebih berkenan bila aku ajukan permintaan itu

dengan cara yang lebih baik.”


5) “Bila saya sembuh, saya akan…….”
6) Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali
perbuatannya, dan menangis mencari pendapat orang lain.

d. Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien sadar akan penyakitnya
yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi. Individu menarik diri, tidak mau berbicara
dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak makan, susah tidur,
letih, dan penurunan libido. Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang yang dicintai, misalnya

12
“Apa yang terjadi pada anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah keluarga saya
mengatasi permasalahannya tanpa kehadiran saya?”
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan tahap yang penting dan
bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam tahap penerimaan dan damai. Tahap
penerimaan terjadi hanya pada pasien yang dapat mengatasi kesedihan dan kegelisahannya.

e. Tahap Penerimaan (Acceptance)

Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan. Fokus pemikiran


terhadap sesuatu yang hilang mulai berkurang. Penerimaan terhadap kenyataan
kehilangan mulai dirasakan, sehingga sesuatu yang hilang tersebut mulai dilepaskan
secara bertahap dan dialihkan kepada objek lain yang baru. Individu akan
mengungkapkan, “Saya sangat mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi dia lebih bahagia
di alam yang sekarang dan saya pun harus berkonsentrasi kepada pekerjaan saya ”
Seorang individu yang telah mencapai tahap penerimaan akan mengakhiri proses berdukanya
dengan baik. Jika individu tetap berada di satu tahap dalam waktu yang sangat lama dan
tidak mencapai tahap penerimaan, disitulah awal terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat apabila
terjadi kehilangan kembali, maka akan sulit bagi individu untuk mencapai tahap
penerimaan dan kemungkinan akan menjadi sebuah proses yang disfungsional.

 Tanda dan Gejala kehilangan dan Berduka


Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala yang sering terlihat pada
individu yang sedang berduka. Buglass (2010) menyatakan bahwa tanda dan gejala berduka
melibatkan empat jenis reaksi, meliputi:

1. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, kecemasan,


menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan.

2. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya, mulut
kering, kelemahan.

3. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa,


tidaksabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan

4. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penarikan


sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis. Tanda dan gejala berduka juga dikemukan
oleh Videbeck (2008), yang mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif,
emosional, spiritual, perilaku, dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel
dibawah ini:

13
Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang Muncul

Respon Berduka Tanda dan Gejala

- Gangguan asumsi dan keyakinan


Respon kognitif - Mempertanyakan dan berupaya
menemukan makna kehilangan;
- Berupaya mempertahankan keberadaan
orang yang meninggal atau sesuatu yang
hilang; Percaya pada kehidupan akhirat
dan seolah- olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.

Respon emosional - Marah, sedih, ceemas


- Kebencian
- Merasa bersalah dan kesepian
- Perasaan mati rasa
- Emosi tidak stabil
- Keinginan kuat untuk
mengembalikaikatan dengan individu
atau benda yang hilang.
- Depresi, apatis, putus asa selama fase
disorganisasi dan keputusasaan.

Respon spiritual - Kecewa dan marah pada Tuhan;


- Penderitaan karena ditinggalkan atau
merasa ditinggalkan atau kehilangan;
- Tidak memiliki harapan, kehilangan
makna.

Respon perilaku - Menangis terisak atau tidak terkontrol;


- Gelisah
- Iritabilitas atau perilaku bermusuhan;
- Mencari atau menghindari tempat aktivitas
yang dilakukan bersama orang yang
- telah meninggal;
- Kemungkinan menyalahgunakan obat
atau alkohol
- Kemungkinan melakukan upaya bunuh
diri atau pembunuhan.
Respon fisiologis - Sakit kepala dan insomnia ;
- Gangguan nafsu makan;
- Tidak bertenaga;
- Gangguan pencernaan;
- -Perubahan sistem imun dan endokrin

2. Konsep Berduka
Berduka (grieving) Merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Berduka diwujudkan
dengan cara yang unuik pada masng-masing orang dan didasarkan pengalaman pribadi, ekspektasi
budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Berkabung adalah periode penerimaan terhadap
kehilangan dan berduka. Berkabung terjadi dalam masa kehilangan dan sering
dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan.

Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka merupakan suatu reaksi
psikologis sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku
emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun intelektual seseorang. Berduka sendiri merupakan respon
yang normal yang dihadapi setiap orang dalam menghadapi kehilangan yang dirasakan.

14
 Teori Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori
berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional
klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan
mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk
empati. Berikut merupakan teori proses berduka :

1. Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

a. Fase I (shock dan tidak percaya)


Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas,
atau pergi tanpa tujuan.Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

b. Fase II (berkembangnya kesadaran)


Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami
putusasa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba- tiba
terjadi.

c. Fase III (restitusi)


Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

d. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum.Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.

e. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.Sehingga pada fase
ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya.Kesadaran baru telah
berkembang.

2. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
i. Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin
seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

15
ii. Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih
sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu
untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.

iii. Penawaran (Bargaining)


Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
iv. Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut.Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan
mulai memecahkan masalah.
v. Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.Kubler-Ross mendefinisikan


sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang


tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan.Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor
yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri.Reaksi yang terus menerus dari kesedihan
biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5
tahun.
4. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:


i. Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

ii. Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam
dan dirasakan paling akut.
iii. Akomodasi

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari- hari
dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

16
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER- MARTOCCHI RANDO
ROSS (1969) O (1985) (1991)

Shock dan tidak Menyangkal Shock and Penghindaran


percaya disbelief
Berkembangnya Marah Yearning and
kesadaran protes
Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi
disorganization
and despair
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization Penerimaan Reorganization Akomodasi
/ the and restitution

17
 Asuhan Keperawatan

1, Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang dipikirkan,
dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku. Beberapa percakapan yang merupakan bagian
pengkajian agar mengetahui apa yang mereka Siagn dan rasakan adalah:

 Persepsi yang adekuat tentang kehilangan


 Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
 Perilaku koping yang adekuat selama proses

Terdapat 7 faktor yang mempengaruhi rentang respon kehilangan, yakni:

a. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:

1) Faktor Genetic Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi
akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.

2) Kesehatan Jasmani Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik

3) Kesehatan Mental Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi kehilangan.

4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa

kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-
Sundeen, 1991).

5) Struktur Kepribadian Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

b. Faktor presipitasi

Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih 9 iagno secara nyata
ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi:

1) Kehilangan kesehatan

2) Kehilangan fungsi seksualitas

3) Kehilangan peran dalam keluarga

4) Kehilangan posisi di masyarakat

5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai

6) Kehilangan kewarganegaraan

c. Mekanisme koping

Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi,
Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan

18
sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan
patologis mekanisme koping tersebut. sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

d. Respon Spiritual

1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan

2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan

3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna

e. Respon Fisiologis

1) Sakit kepala, insomnia

2) Gangguan nafsu makan

3) Berat badan turun

4) Tidak bertenaga

5) Palpitasi, gangguan pencernaan

6) Perubahan sistem 10iagno dan endokrin

f. Respon Emosional

1) Merasa sedih, cemas

2) Kebencian

3) Merasa bersalah

4) Perasaan mati rasa

5) Emosi yang berubah-ubah

6) Penderitaan dan kesepian yang berat

7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang

8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan

9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

g. Respon Kognitif

1) Gangguan asumsi dan keyakinan

2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan

3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-
olah orang yang meninggal adalah pembimbing.

19
h. Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku

seperti:

1) Menangis tidak terkontrol

2) Sangat gelisah; perilaku mencari

3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan

4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah meninggal.

5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya

6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau 1 liagnos

7) Kemungkinan melakukan Iliagnos, upaya bunuh diri atau pembunuhan

8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian:

a) Perawat mengkaji pasien berduka dan anggota keluarga yang mengalami kehilangan untuk menentukan
tingkatan berduka.

b) Pengkajian terhadap gejala klinis berduka (Schulz, 1978) yang mencangkup: sesak di dada, napas pendek,
berkeluh kesah, perasaan penuh di perut, kehilangan kekuatan otot, distress perasaan yang hebat.

c) Enam karakteristik berduka (Burgers dan Lazare, 1976)juga dikaji: respons fisiologis, respons tubuh terhdapa
kehilangan atau mengetahui lebih dulu kehilangan dengan suatu reaksi stress. Perawat dapat mengkaji tanda
klinis respons tersebut.

d) Factor yang memengaruhi suatu reaksi kehilangan yang bermakna bergantung pada persepsi individu
terhadap pengalaman kehilangan, umur, kultur, keyakinan spiritual, peran seks, status sosial-ekonomik.

e) Factor presdiposisi yang memengaruhi reaksi kehilangan yang mencakup genetic, kesehatan fisik, kesehatan
mental, pengalaman kehilangan di masa lalu.f) Factor pencetus mencakup perilaku yang ditunjukkan oleh
individu yang mengalami kehilangan, dan mekanisme koping yang sering digunakan oleh individu.

2. Diagnosis
Adapun beberapa diagnose yang berkaitan dengan kondisi berduka dan kehilangan, antara lain:

a) Isolasi Sosial

b) Gangguan Konsep Diri

c) Defisit Perawatan diri

20
3 Perencanaan
Tujuan keperawatan agar individu yang mengalami proses berduka secara normal, melakukan koping terhadap
kehilangan secara bertahap dan menerima kehilangan sebagai bagian dari kehilangan yang nyata dan harus
dilalui.

4 Prinsip Tindakan Keperawatan pada klien dengan respon kehilangan.

a) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penyangkalan adalah memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaanya

 Tindakan Keperawatan:
 Doronglah pasien untuk mengungkapkan perasaan dukanya.
 Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan, kehilangan, apabila ia sudah siap secara
emosional.
 Dengarkan pasien dengan penuh pengertian dan jangan menghukum atau menghakimi.
 Jelaskan kepada pasien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang yang mengalami kehilangan.
 Beri dukungan kepada pasien secara nonverbal, seperti memegang tangan, menepuk bahu, merangkul.
 Jawab pertanyaan pasien dengan bahasa sederhana, jelas dan singkat.
 Amati dengan cermat respons pasien selama berbicara..
 Tingkatkan secara bertahap kesadaran pasien terhadap kenyataan.

b) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap marah adalah member dorongan, member kesempatan kepada
pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal,tanpa melawan. dengan kemarahan. Perawat
harusmenyadari bahwa perasaan. marah adalah ekspresi dari perasaan frustasi dan ketidakberdayaan. Tindakan
keperawatan:

 Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihannya (misalnya marah, menangis)


 Dengarkan dengan empati, jangan member respons yang mencela.
 Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.

c) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap tawar menawar adalah membantu pasien mengidentifikasikan rasa
bersalah dan perasaan. takutnya.

 Tindakan keperawatan:
 Amati perilaku pasien.
 Diskusikan bersama pasien mengenai perasaannya.
 Tingkatkan harga diri pasien.
 Cegah tindakan merusak diri

d) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi tingkat depresi, risiko merusak diri,
dan membantu pasien mengurangi rasa bersalah.

21
Tindakan Keperawatan:

 Amati periaku pasien.


 Diskusikan bersama pasien mengenai perasaanya.
 Cegah tindakan merusak diri.
 Hargai perasaan pasien.
 Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait dengan kenyataan.
 Beri kesempatan pada pasien mengungkapkan perasaannya, bila perlu biarkan ia menangis sambil tetap
didampingi.
 Bahas pikirann yang selalu timbul bersama dengan pasien.

e) Prinsip tindakan perawatan tahap penerimaan adalah membantu pasien untuk menerima kehilangan yang
tidak bisa dielakan.

 Tindakan keperawatan:
 Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur

5 Rencana Tindakan Keperawatan

1. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah/kronis.

A Tujuan Umum :

Klien dapat berintervensi dengan orang lain.

B. Tujuan Khusus :

 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.


 Klien dapat memahami penyebab dari harga diri rendah.
 Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
 Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
 Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.

C. Intervensi :

Bina hubungan saling percaya dengan klien. Rasional: Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik
yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.

 Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya


Rasional: Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
 Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
Rasional dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan
perasaannya.
 Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
Rasional: empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi

22
tidak terlihat secara emosi.

 Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
Rasional: meningkatnya harga diri.
 Berikan dukungan, support dan pujian setelah klien mampu melakukanaktivitasnya.
Rasional pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi

2. Gangguan Konsep Diri:

Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efetif sekunder terhadap respon kehilangan
pasangan

A. Tujuan:

 Klien merasa harga dirinya naik


 Klien menggunakan koping yang adaptif
 Klien menyadari dapat mengntrol perasaannya

B. Intervensi:
 Merespon kesadaran diri dengan cara:
1. Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego
yang dimilikinya
2. Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan teraeutik

Rasional:Kesadaran diri sangan diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat klien

 Menyelidiki diri dengan cara:


1. Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya
2. Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan
3. Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien

Rasional:Klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap dirimya sendiri

 Mengevaluasi diri dengan cara:

Membantu klien menerima perasaan dan pikiran Mengekspresikan respon koping adaptif terhadap
masalahnya

Rasional:Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif

 Membuat perencanaan yang realistik:

Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah Membantu klien menkonseptualisasikan


tujuan yang realistik

Rasional: Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan
perencanaan yang realistik

 Bertanggung jawab dalam bertindak:

Membuat klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan
respon oping yang adaptif

Rasional: Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien
23
 Mengobserfasi tingkat depresi:

1. Mengamati perilaku klien


2. Bersama klien membahas perasaannya

Rasional: Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.

 Membantu klien mengurangi rasa bersalah.


1. Menghargai persaan klien
2. Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan
3. Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya
4. Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul

Rasional: Individu dalam keadaan terduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang
hilang

3. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Intoleransi Aktivitas

A. Tujuan Umum:

Klien mampu melakukan perawtan diri secara optimal

B. Tujuan Khusus:

 Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan


 Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih
 Klien dapat menyikat giginya dengan bersih
 Klien dapat merawat kukunya sendiri

C. Intervensi:

 Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan

Rasional: Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya

 Menganjurkan klien untuk mandi

Rasional: Pengertian yang baik dapat menbantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri

 Menganjurkan klien untuk mencuci baju

Rasional: Diharapkan klien mandiri

 Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri

Rasional: Diharapkan klien mandiri

 Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi

Rasional: Diharapkan klien mandiri

6 Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang sudah disusun.

7 Evaluasi

1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.

24
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan dirinya.

3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.

4. Memanfaatkan faktor pendukung

5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.

6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.

7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.

8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.Berduka diantisipasi
adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. Kehilangan
dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.

3.2 Saran
Setiap orang harus dapat menerima suatu kehilangan terhadap seseorang atau suatu benda dan
selalu mensyukuri suatu kehilangan atau berduka . Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambarang tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku serta
memberikan dukungan dalam bentuk empati.

26
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.


Prabowo E.2014.Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:Nuha Meika

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian danBerduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri,


Pedoman UntukPembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yusuf dkk.2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta
Selatan:Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai