Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH KELOMPOK 2

TEORI BETTY NEUMAN

UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH FALSAFAH


KEPERAWATAN
TAHUN 2021

Disusun Oleh :

1. Achmad Nawawi
2. Angga Zultami
3. Benny Agustian Saputra
4. Dwi Isa Asrori
5. Eska Nugraheni
6. Ester Kristiani
7. Putri Azizah Ayuni
8. Rieo Fernando
9. Juwantara Sepriwan
10. Nurmaliani
11. Maya Novita Sari
12. Tri Oktviani
13. Sairullah
14. Wiwintoro

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Keperawatan
B. Sejarah dan Latar Belakang Betty Neuman
C. Teori Betty Neuman BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

DESKRIPSI KEWENANGAN APOTEKER

A. DEFINISI PRAKTIK KEFARMASIAN

Berdasarkan tulisan yang diterima redaksi (4/11/2020), definisi praktik kefarmasian pada
awalnya tertuang dalam pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, namun karena adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk permohonan
Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia Nomor 12/PUU-VIII/2010, definisi Praktik kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian,
tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter
dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang
mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien.

B. KEWENANGAN APOTEKER
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, apoteker memiliki kewenangan sebagai berikut.
1. Berhak melakukan pekerjaan kefarmasian (Permenkes No.922 tahun 1993, Kepmenkes No. 1332
tahun 2002, Kepmenkes N0. 1027 tahun 2004, serta batasan pekerjaan kefarmasian UU No. 23
tahun 1992).
2. Berwenang menjadi penanggung jawab pedagang besar farmasi penyalur obat dan/atau bahan
baku obat (Permenkes No. 1191 tahun 2002 pasal 7).
3. Berhak menjalankan peracikan (pembuatan atau penyerahan obat-obatan untuk maksud-maksud
kesehatan} Obat (Reglement DVG St. 1949 NCL228 pasal 56 dan UU Obat Keras/St. No. 419 tgl
22 Desember 1949 pasal 1).
4. Berwenang menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu setelah mendapat surat izin apotek
dari menteri (PP No.25 tahun 1980 pasal 3; Permenkes N0. 922 tahun 1991 pasal 1 dan
Kepmenkes No. 1332 tahun 2002).
5. Berwenang menjadi penanggung jawab produksi di in- dustri farmasi obatjadi dan bahan baku
obat (SK Menkes No.245 tahun 1990).
6. Berwenang menjadi penanggung jawab usaha industri obat tradisional {Permenkes M0246 tahun
1990 pasal 8).
7. Berwenang menjadi penanggung jawab pengawasan mutu di industri farmasi obat jadi dan bahan
baku obat (SK Menkes No.245 tahun 1990).

8. Berwenang menyalurkan dan menerima obat keras melalui pedagang besar farmasi atau apotek
{Permenkes Nc-.918 tahun 1993 pasal 16).
9. Melakukan masa bakti apoteker di sarana kesehatan pemerintah atau sarana kesehatan lain, seperti
sarana kesehatan milik BUMN/BUML, industri farmasi (pabrik obat dan bahan bahan obat},
industri obat tradisional, industri kosmetika, industri makanan dan minuman, apotek di luar
ibukota negara, pedagang besar farmasi, rumah sakit, pendidikan tinggi dan menengah bidang
farmasi milik swasta (sebagai pengajar), atau di lembaga penelitian dan pengembangan (sebagai
peneliti). (Permenkes No.149 tahun 1998)
10. Mendapat surat penugasan jika sudah melengkapi persyaratan administrative

C. KEWAJIBAN APOTEKER
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, berikut ini kewajiban seorang apoteker.

1. Sebelum melakukan jabatannya, apoteker harus mengucapkan sumpah menurut agama yang
dianutnya atau mengucapkan janji (PP No. 20 tahun 1962 pasal 1).
2. Apoteker yang baru lulus dan telah dilaporkan oleh pimpinan perguruan tinggi tempat lulusnya,
wajib melengkapi persyaratan administrasi yang disampaikan melalui Kanwil setempat lokasi
institusi pendidikan berada, selambat -lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah asli
(Permenkes N0.184 tahun 1995 pasal 3).
3. Selama menjalankan tugas profesinya, apoteker wajib mentaati semua peraturan perundang-
undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (Permenkes No. 184 tahun 1995 pasal
17).
4. Apoteker yang telah memiliki izin kerja dan bekerja di sarana kesehatan milik swasta wajib
melaporkan diri kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk (PP No.41 tahun 1990 pasal 9).
5. Selama menjalankan tugas profesinya. apoteker wajib meningkatkan pengetahuan profesionalnya
(Permenkes No. 184 tahun 1995 pasal 17}.
6. Apoteker wajib menjalankan masa bakti sekurang- kurangnya tiga tahun dan selama-lamanya lima
tahun, yang penetapannya dilakukan oleh menteri (PP No.41 tahun 1990 pasal 4). Pelaksanaan
masa bakti ditetapkan menurut pembagian wilayah penempatan, yaitu tiga tahun bagi yang
ditempatkan di Pulau Jawa atau ibukota provinsi di luar Pulau Jawa dan dua tahun bagi yang
ditempatkan di luar Jawa, selain ibukota provinsi (Permenkes No. 184 tahun 1995 pasai 12).
7. Untuk memperoleh Surat lzin Apotek (SIA), apoteker harus memiliki surat penugasan dan
persyaratan lainnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Permenkes No.
184 tahun 1990 pasal 15}.

8. Memiliki surat izin kerja bagi apoteker yang bekerja di sarana kesehatan milik swasta (PP No.41
tahun 1990 pasal 6). Bentuk izin kerjanya sebagai berikut.
— SIA bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA).
— Visum bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker pendan”-ping
atau apoteker pengganti, seiama atau setelah selesai masa bakti.
— Visum bagi apoteker yang melakukan perkerjaan kefarmasian di sarana kesehatan swasta,
setelah selesai melaksanakan masa bakti.

Merujuk pada definisi praktek kefarmasian  dalam UU 36/2009 pasal 108 ayat 1 jo Kep.MK
No.12/PUU-VIII/2010, maka sesunggunhnya kewenangan apoteker dalam menjalankan praktek
profesinya secara garis besar, yang terdiri atas:

1. Pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi

2. Pengamanan sediaan farmasi,

3. Pengadaan sediaan farmasi,

4. Penyimpanan dan pendistribusian obat,

5. Pelayanan obat atas resep dokter,

6. Pelayanan informasi obat

7. Pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.


Ketujuh butir kewenangan profesional apoteker ini harus dijabarkan lagi menjadi kegiatan/pekerjaan
dalam teknis pelaksanaanya oleh PP IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) sebagai acuan utama bagi
seluruh apoteker dlm menjalankan praktek profesinya.

Anda mungkin juga menyukai