Anda di halaman 1dari 11

1

World J Gastroenterol 2020 June 7; 26(21): 2864-2876

Observational Study
M2BPGi for assessing liver fibrosis in patients with hepatitis C
treated with direct-acting antivirals
Shereen A Saleh, Mohamed M Salama, Marwan M Alhusseini, Ghada A Mohamed

Abstrak

LATAR BELAKANG

Menilai fibrosis hati adalah penting untuk memprediksi kemanjuran pengobatan dengan direct-
acting antivirals (DAAs) dan prognosis pasien. Teknik non-invasif untuk menilai fibrosis hati menjadi
penting. Baru-baru ini, serum Mac-2 binding protein glycosylation isomer (M2BPGi) diidentifikasi
sebagai penanda fibrosis hati non-invasif.

TUJUAN

Untuk mengetahui akurasi diagnostik M2BPGi dalam menilai fibrosis hati pada pasien dengan
chronic hepatitis C (CHC) yang diobati dengan DAAs.

METODE

Dari Desember 2017 hingga Agustus 2018, 80 pasien dewasa dengan pengobatan pertama kali yang
memenuhi syarat untuk terapi DAAs yang secara berturut-turut terdaftar dalam studi kohort
observasional ini. Selama 12 minggu, 65 pasien diberi pengobatan dengan sofosbuvir / daclatasvir,
dan 15 pasien diobati dengan sofosbuvir / daclatasvir dan dosis ribavirin berdasarkan berat badan di
knowledge and technology association for hepatitis C management clinic, Kairo, Mesir. Kami
mengukur kadar M2BPGi serum, indeks PAPAS, skor fibrosis-4 (FIB-4) dan liver stiffness
measurements (LSM) pada awalnya dan 12 minggu setelah akhir pengobatan. kadar M2BPGi serum
diukur menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay.

HASIL

Semua pasien mencapai sustained virologic response (SVR12) (100%). Kadar M2BPGi Serum, LSM,
skor FIB-4 dan indeks PAPAS menurun secara signifikan pada SVR12 (P <0,05). Kadar M2BPGi serum
berkorelasi positif dengan LSM saat awal dan SVR12 (P <0,001). Pada awal, dibandingkan dengan
skor FIB-4 dan Indeks PAPAS, M2BPGi adalah penanda terbaik untuk membedakan pasien dengan
derajat fibrosis F4 (AUC = 0,801, P <0,001), pasien dengan derajat F2 dari fibrosis derajat F0-1 (AUC =
0,713, P = 0,012), pasien dengan derajat F3-4 dari fibrosis derajat F0-2 (AUC = 0,730, P <0,001), dan
pasien dengan derajat F2-4 dari fibrosis derajat F0-1 (AUC = 0,763, P <0,001). Pada SVR12, M2BPGi
memiliki AUC terbesar untuk membedakan pasien dengan fibrosis derajat F4 (AUC = 0,844, P
<0,001), pasien dengan derajat F3 dari fibrosis derajat F0-2 (AUC = 0.893, P = 0.002), pasien dengan
derajat F3-4 dari fibrosis derajat F0-2 (AUC = 0.891, P <0.001), dan pasien dengan derajat F2-4 dari
fibrosis derajat F0-1 (AUC = 0,750, P <0,001).

KESIMPULAN

M2BPGi adalah penanda yang handal untuk penilaian dan prediksi non-invasif regresi fibrosis hati
pada pasien CHC yang mencapai SVR dengan pengobatan DAAs.
2

PENDAHULUAN
Virus hepatitis C (HCV) dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat, sekitar 3% dari
populasi global terinfeksi HCV [1]. Sangat penting untuk menilai derajat fibrosis hati pada penderita
hepatitis C kronis (CHC) karena fibrogenesis menjadi penyebab semua kejadian klinis, termasuk
penyakit hati dekompensasi dan hepatoseluler karsinoma (HCC), mempengaruhi prognosis dan
strategi pengobatan yang digunakan pada pasien dengan CHC [2].

Meskipun biopsi hati dianggap sebagai standar baku emas untuk stratifikasi fibrosis hati,
kegunaan klinisnya sangat terbatas karena invasif dan variabilitas sampling [3]. Selain itu, biopsi hati
tidak praktis terutama selama digunakan sebagai follow up karena sifat invasifnya [4,5].

Akibatnya, metode non-invasif telah diusulkan dan divalidasi sebelumnya untuk penilaian
fibrosis hati, seperti pencitraan ultrasonografi atau resonansi magnetik [6], teknik elastografi [7],
biomarker serum termasuk asam hialuronat, kolagen tipe IV, dan prokolagen-N-peptida tipe III [8],
dan penanda pengganti, misalnya, indeks rasio aspartate aminotransferase (AST) terhadap platelet
[9], fibrosis-4 (FIB-4) skor [10], rasio AST terhadap alanine aminotransferase (ALT) [11] dan PAPAS
[trombosit / usia / phosphatase / alpha fetoprotein (AFP) / AST] index [12].

Mac-2 binding protein glycosylation isomer (M2BPGi) merupakan glikoprotein yang


diproduksi oleh sel stelata hati (HSC). Ini berfungsi sebagai pembawa pesan antar HSC dan sel
Kupffer untuk mempromosikan fibrogenesis [13]. Kelayakan pemantauan Kadar serum M2BPGi
untuk menilai fibrosis hati dievaluasi, dan beberapa penelitian merekomendasikannya sebagai
metode yang akurat untuk menentukan stadium fibrosis hati [14,15].

Selanjutnya beberapa peneliti memvalidasi kegunaan M2BPGi dalam berbagai macam


etiologi penyakit hati, seperti virus hepatitis [16-19], kematian pada sirosis hati [20], atresia bilier
[21], penyakit perlemakan hati non-alkohol [22,23], steatohepatitis non-alkohol [24], sirosis bilier
primer [25], hepatitis autoimun [26] dan sklerosis primer, kolangitis [27]. Lebih lanjut, hal itu telah
diteliti sebagai penanda untuk menilai risiko perkembangan kanker hati [28,29]. Menurut studi
terbaru [17,18,28,30-32], M2BPGi adalah penanda yang berguna untuk memantau perbaikan pasien
dengan fibrosis hati yang telah mencapai sustained virologic response (SVR) setelah terapi antivirus.

Baru-baru ini, pengobatan berbasis interferon (IFN) telah digantikan oleh direct-acting
antivirals (DAAs). Persetujuan DAAs adalah revolusi dalam pemberantasan HCV, dengan Tingkat SVR
melebihi 90%, tolerabilitas yang baik, dan peningkatan efikasi dengan lebih pendek durasi
pengobatan [33]. Namun, beberapa laporan telah mendokumentasikan peningkatan fibrosis hati
pada pasien yang diobati dengan DAAs bebas IFN [31,34-37].

Kami bertujuan untuk melakukan penelitian tentang keakuratan diagnostik kadar M2BPGi
serum untuk menilai tingkat fibrosis hati pada pasien dengan CHC sebelum dan setelah pengobatan
berbasis DAAs, serta untuk membandingkan nilai diagnostiknya dengan skor FIB-4 dan Indeks PAPAS.

MATERIAL DAN METODE

Dari Desember 2017 hingga Agustus 2018, 80 pasien dewasa yang baru mulai pengobatan
dengan CHC yang memenuhi syarat untuk terapi DAAs yang terdaftar secara berurutan dalam studi
kohort observational. Selama 12 minggu, 65 pasien diobati dengan sofosbuvir / daclatasvir, dan 15
pasien diobati dengan sofosbuvir / daclatasvir dan dosis ribavirin berdasarkan berat badan pada
Asosiasi Pengetahuan dan Teknologi untuk Penatalaksanaan Hepatitis C Klinik, Kairo, Mesir. Kriteria
3

eksklusi adalah (1) positif terhadap antibodi human immunodeficiency virus atau HBsAg; (2)
penyebab penyakit hati lainnya (hepatitis autoimun, sirosis bilier primer, hemokromatosis, kolangitis
sklerosis, penyakit Wilson, atau defisiensi antitripsin α1); (3) bukti klinis atau biokimia dari
dekompensasi hati (asites, varises perdarahan atau ensefalopati); (4) dugaan HCC atau kanker
lainnya; (5) konsumsi alkohol berlebihan (> 40 g / hari) atau penyalahgunaan obat intravena; atau (6)
transplantasi hati sebelumnya.

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Riset lembaga kami. Persetujuan tertulis diperoleh
dari setiap pasien, dan protokol penelitian sesuai dengan pedoman etika Deklarasi Helsinki 1975.

Kami mengevaluasi liver stiffness measurement (LSM), kadar M2BPGi serum, skor FIB-4,
indeks PAPAS, data biokimia, data hematologi, data virologi dan USG abdomen pada awal dan 12
minggu setelah akhir pengobatan/the end of treatment (EOT), yaitu, waktu pencapaian SVR12, dari
setiap pasien.

Pengukuran kadar HCV RNA

Kadar RNA HCV plasma diukur menggunakan Roche TaqMan real-time reverse ranscriptase-
PCR assay versi 2.0, dengan batas terendah kuantifikasi dan deteksi 15 IU / mL. SVR12 didefinisikan
sebagai kurangnya viral load HCV yang terdeteksi pada minggu ke 12 setelahnya EOT.

Pengukuran kadar M2BPGi serum


Kadar M2BPGi serum diukur dengan menggunakan human M2BPGi enzyme-linked
immunosorbent assay, dengan kisaran deteksi 0,625 - 200 ng / mL, sensitivitas 0,1 ng / mL, dan
koefisien variasi intra-assay dan antar-assay kurang dari 15%.

LSM
LSM dilakukan dengan menggunakan Fibroscan® (Echosens, 502 Touch, Paris, Prancis).
Dilakukan oleh pemeriksa berpengalaman setelah pasien berpuasa setidaknya selama enam jam,
dan 10 pengukuran valid dicatat. median LS dilaporkan dalam kilopascals (kPa). Hanya pemeriksaan
dengan tingkat keberhasilan> 60% dan IQR <25% saja yang diikutkan dan dianggap dapat diandalkan.
Menurut Tsochatzis dkk [38], berikut ini nilai batas stadium fibrosis yang digunakan: F0-F1 <7 kPa; F2
7 - 9,4 kPa; F3 9.5 - 11.9 kPa; dan F4> 12 kPa.

Penilaian fibrosis hati non-invasif


Indeks PAPAS dan skor FIB-4 dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks PAPAS [12] = Log (indeks + 1) = 0,0255 + 0,0031 × usia (tahun) + 0,1483 × log [ALP (U /
L)] + 0,004 × log [AST (U / L)] + 0,0908 × log [AFP (ng / L) + 1] - 0,028 × log [jumlah trombosit (10 9 /
L)].

Skor FIB-4 [39] = Usia (tahun) × AST (IU / L)] / {jumlah trombosit (10 9 / L) × [ALT (IU / L)] ½}.
Skor FIB-4 <1,45 menunjukkan tidak ada atau minimal fibrosis.

Skor FIB-4> 3,25 menunjukkan fibrosis yang signifikan.


4

Analisis statistik

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Stata® versi 13.1
(StataCorp. 2013, College Station, TX: StataCorp LP). Karakteristik pasien disajikan sebagai mean ±
SD, median (IQR) atau angka (persentase), yang sesuai. Demikian, uji t berpasangan, Wilcoxon
matched-pairs signed rank test atau menggunakan uji chi kuadrat, yang sesuai. Nilai dibandingkan
antara stadium yang berbeda dari fibrosis hati dengan menggunakan uji one-way ANOVA. Analisis
korelasi Pearson digunakan untuk mempelajari korelasi antara kadar M2BPGi serum dan
karakteristik populasi penelitian. Analisis kurva receiver operating characteristic (ROC) digunakan
untuk mengidentifikasi nilai cut-off terbaik untuk level serum M2BPGi dengan sensitivitas dan
spesifisitas maksimum untuk membedakan tingkat fibrosis yang berbeda. Nilai P <0,05 dianggap
signifikan.

Metode statistik penelitian ini dilakukan oleh Hazem M. El-Hariri dari Departemen
Kedokteran Komunitas, Pusat Penelitian Nasional, Kairo, Mesir .

HASIL

Karakteristik pasien

Pasien yang diteliti termasuk 40 laki-laki (50%) dan 40 perempuan (50%), dengan usia rata-
rata dari 52,3 ± 10,7 tahun dan BMI (kg / m2) = 28 ± 5,4. Karakteristik pasien pada awal dan SVR12
ditunjukkan pada Tabel 1.

Keamanan dan kepatuhan terhadap terapi

Semua pasien menyelesaikan pengobatan yang dijadwalkan dengan tindak lanjut hingga 12
minggu setelah EOT. SVR12 dicapai pada semua pasien (100%). Secara keseluruhan, pemberian
terapi dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah kelelahan
(5%), diikuti oleh pruritus (4.2%), ruam (2.3%), sakit kepala (2%), dan kehilangan nafsu makan (1%),
semuanya ringan.

Dampak SVR12 pada data serologis

Kadar hemoglobin, leukosit, kadar bilirubin total dan rasio normalisasi internasional (INR)
tidak berubah secara signifikan setelah pasien mencapai SVR12. Jumlah trombosit dan tingkat
albumin secara signifikan lebih tinggi pada SVR12. Kadar ALT, AST, ALP dan kreatinin menurun secara
signifikan setelah pasien mencapai SVR12. Tingkat AFP menurun setelah pasien mencapai SVR12,
tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik (Tabel 1).

Pengaruh SVR12 pada fibrosis hati

Kadar M2BPGi serum, LSM, skor FIB-4 dan indeks PAPAS menurun secara signifikan setelah
pasien mencapai SVR12 (Tabel 1). Perbaikan pada LSM lebih banyak terlihat pada pasien dengan
fibrosis derajat F4 (Tabel 2). Hanya kadar serum M2BPGi berbeda secara signifikan antara pasien
dengan derajat fibrosis yang berbeda pada baseline dan SVR12 (Tabel 3).

Korelasi dengan kadar M2BPGi serum


5

Pada awal, kadar M2BPGi serum berkorelasi positif dengan kadar bilirubin total dan
berkorelasi negatif dengan kadar AST. Pada SVR12, kadar M2BPGi serum berkorelasi positif dengan
INR dan berkorelasi negatif dengan jumlah trombosit (Tabel 4).

Korelasi antara kadar M2BPGi serum, LSM, skor FIB-4 dan indeks PAPAS

Pada awal, LSM berkorelasi dengan kadar M2BPGi serum dan skor FIB-4. Sebagai tambahan
korelasi yang signifikan diamati antara skor FIB-4 dan indeks PAPAS. Di SVR12, LSM berkorelasi
dengan kadar M2BPGi serum, skor FIB-4 dan indeks PAPAS (Tabel 5 dan Gambar 1).

Analisis kurva ROC untuk penilaian dan diferensiasi derajat fibrosis hati

Pada baseline, dibandingkan dengan skor FIB-4 dan indeks PAPAS, M2BPGi adalah penanda
yang terbaik untuk membedakan pasien dengan fibrosis derajat F4 (AUC = 0,801, P <0,001), pasien
dengan derajat F2 dari fibrosis derajat F0-1 (AUC = 0,713, P = 0,012), pasien dengan derajat F3-4 dari
fibrosis derajat F0-2 (AUC = 0,730, P <0,001), dan pasien dengan derajat F2-4 dari fibrosis derajat F0-
1 (AUC = 0,763, P <0,001) (Tabel Tambahan 1, Gambar 1 dan 3).

Pada SVR12, M2BPGi memiliki AUC terbesar untuk membedakan pasien dengan fibrosis
derajat F4 (AUC = 0.844, P <0.001), pasien dengan derajat F3 dari fibrosis derajat F0-2 (AUC = 0.893,
P = 0.002), pasien dengan derajat F3-4 dari fibrosis derajat F0-2 (AUC =0,891, P <0,001), dan pasien
dengan derajat F2-4 dari fibrosis derajat F0-1 (AUC = 0,750, P <0,001) (Tabel Tambahan 1, Gambar 2
dan 3).
6

DISKUSI

Saat ini, metode non-invasif untuk mendeteksi fibrosis hati lebih banyak digunakan lebih
sering daripada biopsi hati [40]. M2BPGi telah terbukti menjadi prediktor fibrosis hati yang berguna
[14,17,41]. Laporan sebelumnya telah mendokumentasikan perbaikan substansial dalam fibrosis hati
setelah pasien mencapai SVR12 melalui pengobatan dengan DAAs untuk HCV [42-44]. Di sini, kami
bertujuan untuk meneliti keakuratan diagnostik kadar M2BPGi serum untuk menilai derajat fibrosis
hati pada pasien dengan CHC sebelum dan setelah pengobatan berbasis DAAs, serta untuk
membandingkan nilai diagnostiknya dengan skor FIB-4 dan Indeks PAPAS.
7

Penelitian ini menegaskan kemanjuran dan keamanan sofosbuvir + daclatasvir ± ribavirin


dalam situasi dunia nyata. SVR12 adalah 100%.

Mirip dengan penelitian sebelumnya [33,45-48], kami mengamati perbaikan fungsi hati
setelah pasien mencapai SVR12, yang ditunjukkan oleh penurunan kadar ALT, AST dan ALP, dan
peningkatan yang signifikan pada kadar albumin serum dan jumlah trombosit. Selain itu, sesuai
dengan literatur sebelumnya [37,45,47,49-52], serum Kadar M2BPGi, LSM, skor FIB-4 dan indeks
PAPAS menurun secara signifikan setelahnya pasien mencapai SVR12. Temuan ini menunjukkan
kemungkinan regresi fibrosis hati setelah pemberantasan virus tercapai.

Sesuai dengan laporan sebelumnya [3,16,31,30,53], kami mengamati tren peningkatan yang
signifikan kadar M2BPGi serum dengan perkembangan fibrosis hati pada awal dan SVR12 (P <0,001).
Selain itu, sesuai dengan penelitian Akahane et al [46] dan Ishikawa et al [36], kadar M2BPGi serum
menurun secara signifikan pada SVR12 (P <0,001). Selain itu, dalam sebuah studi oleh Miyaki et al
[31], kadar M2BPGi serum tidak berubah pada kelompok non-SVR. (P = 0,715), tetapi menurun
secara signifikan pada kelompok SVR (P <0,0001). Hasil ini menunjukkan bahwa M2BPGi serum akan
menjadi penanda pengganti yang baik untuk memprediksi dan membedakan stadium fibrosis hati.

Dalam penelitian ini, kadar M2BPGi serum sebelum pengobatan berkorelasi dengan bilirubin
dan kadar AST, sedangkan kadar M2BPGi serum berkorelasi dengan jumlah trombosit dan INR di
SVR12. Temuan ini menunjukkan bahwa M2BPGi tidak hanya mencerminkan tingkat keparahan
fibrosis hati tetapi juga tingkat keparahan peradangan hati pada pasien CHC [18]. Ini mungkin
dikaitkan dengan peran M2BPGi sebagai pembawa pesan antara HSC dan sel Kupffer dan
peradangan yang menyertainya [13].

Mirip dengan hasil kami, Ura et al [30] melaporkan korelasi negatif yang signifikan antara
kadar M2BPGi serum dan jumlah trombosit (r = -0,47, P <0,0001). Selain itu, Yamasaki et al [54]
mengamati korelasi positif yang signifikan antara serum M2BPGi dan kadar bilirubin (r = 0,091, P =
0,001) dan korelasi negatif yang signifikan dengan jumlah trombosit (r = -0,147, P <0,001). Namun,
berbeda dengan hasil kami, Yasui dkk [55] mengamati korelasi positif antara serum M2BPGi dan
kadar AFP (r = 0,428, P < 0,001), dan korelasi negatif dengan kadar albumin (r = -0,471, P <0,001).

Sesuai dengan penelitian ini, Tawara et al [53] melaporkan adanya korelasi koefisien antara
kadar M2BPGi serum dan skor FIB-4 kurang dari 0,4, menunjukkan bahwa korelasi antara kadar
8

M2BPGi serum dan skor FIB-4 lemah. Di Sebaliknya, Ura et al [30] dan Yasui et al [55] mendeteksi
korelasi positif yang signifikan antara kadar M2BPGi serum dan skor FIB-4 (r = 0,66, P <0,0001 dan r =
0,546, P < 0,001, secara berurutan). Perbedaan ini dapat dikaitkan dengan ukuran sampel yang
berbeda.

Dalam hal diferensiasi derajat fibrosis hati, konsisten dengan penelitian ini, Xu et al [16]
melaporkan bahwa nilai AUC M2BPGi untuk memprediksi tingkat fibrosis ≥ F2 dan F4 secara
signifikan lebih unggul dari nilai skor FIB-4 (0,774 vs 0,702, P < 0,001 dan 0,892 vs 0,818, P <0,05),
secara berurutan. Sebaliknya, Tawara et al [53] melaporkan bahwa skor FIB-4 memiliki nilai AUC
yang lebih besar untuk membedakan derajat fibrosis daripada M2BPGi (nilai AUC adalah 0,768,
0,827 dan 0,876 untuk fibrosis grade F ≥ 2, F ≥ 3 dan F4, secara berurutan), sedangkan nilai AUC
M2BPGi masing-masing adalah 0,747, 0,733 dan 0,796 untuk fibrosis kelas F ≥ 2, F ≥ 3 dan F4.

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak adanya pasangan evaluasi histologis karena
invasivitas dari biopsi hati, dan durasi tindak lanjut yang singkat setelah pengobatan selesai. Studi
skala besar lebih lanjut dengan periode tindak lanjut yang lebih lama harus dilakukan.

Kesimpulannya, M2BPGi adalah penanda yang dapat diandalkan untuk penilaian non-invasif
dan prediksi regresi fibrosis hati pada pasien CHC yang mencapai SVR dengan Terapi DAAs.
9
10
11

Anda mungkin juga menyukai