Anda di halaman 1dari 22

EKOLOGI LAUT I

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


“BIOLOGI PERAIRAN”
Dosen Pengampu : Nurma Aini Hanapi, M. Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 9

1. Ardia Regita Cahya 1901080001


2. Della Aulia Pangesti 1901080005
3. Enturia Vahdila 1901080010

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ekologi Laut I” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Perairan
Makalah ini berisikan tentang Ekosistem Mangrove dan Terumbu Karang. Harapan
kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf
sebesar-besarnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimaksih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Aamiin.

Metro, 28 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Ekosistem Mangrove.............................................................................................3
B. Terumbu Karang...................................................................................................11
BAB III PENUTUP...........................................................................................................13
KESIMPULAN..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mangrove merupakan formasi karakteristik tumbuhan di daerah pesisir
wilayah tropik yang terlindungi di belakang garis pantai. Mangrove dikenal dengan
berbagai istilah di antaranya sebagai ‘hutan pantai’, ‘hutan pasang surut’, ‘hutan
payau’ atau ‘hutan bakau’ istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari salah
satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove yaitu jenis Rhizophora spp.
Akan tetapi, beberapa ahli juga menggunakan istilah mangrove untuk ekosistem dan
sumber daya yang ada di ekosistem tersebut hutan mangrove biasanya terdiri dari
berbagai macam-macam famili tumbuhan. Perbedaan masing-masing spesies
tergantung dari habitat daerah pesisir di mana kondisi habitat yang sesuai akan
membentuk hutan mangrove yang luas dan produktif. Hutan mangrove merupakan
ekosistem yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya karena
mempunyai vegetasi yang agak, beragam serta mempunyai tajuk yang rata, tidak
mempunyai lapisan tajuk dengan bentuk yang khas dan selalu hijau.
Mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut karena itu
kawasan hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai
kaitan baik dengan ekosistem darat maupun dengan ekosistem lepas pantai di luarnya.
Selain itu ekosistem mangrove merupakan mata rantai perputaran hara yang penting
dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di perairan. Peranan hutan mangrove
dalam ekosistem perairan adalah sebagai penghasil bahan organik tempat berlindung
berbagai jenis biota laut daerah asuhan (nursery ground) tempat pemijahan (spawing
ground) dan tempat mencari makan ( feeding ground) berbagai biota laut (khususnya
ikan dan udang) untuk menghabiskan sebagian atau seluruh siklus hidupnya. Areal
hutan mangrove juga merupakan penghasil bahan produksi, seperti kayunya berguna
sebagai pembuat chip (kayu olahan) dan bahan bakar.
Terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang
memiliki nilai ekonomis tinggi, berbagai jenis hewan laut mencari makan dan
berlindung di ekosistem tersebut. Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang
menyediakan ikan-ikan dan molusca hingga mencapai jumlah sekitar 10 – 30 ton/km2
per tahunnya. Ekosistem ini merupakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup
baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Selain itu, terumbu karang
1
merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai penelitian yang dapat
mengungkapkan penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia.
Keindahannya dapat menjadi sumber devisa pariwisata bagi pemerintah setempat,
sehingga dapat menambah penghasilan manusia, terutama bagi masyarakat pesisir.

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa karakteristik ekologi laut 1 ?
2. Apa paramenter lingkungan utama yang menentukan pertumbuhan mangrove dan
terumbu karang di indonesia beserta fungsinya ?

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui karakteristik ekologi laut 1.
2. Untuk mengetahui parameter lingkungan utama yang menentukan pertumbuhan
mangrove dan terumbu karang di Indonesia beserta fungsinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. EKOSISTEM MANGROVE
1. KARAKTERISTIK EKOSISTEM MANGROVE
Menurut Soerianegara (1987), hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang
tumbuh pada tanah yang berlumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang
dipengaruhi oleh pasang surut dengan beberapa genera atau spesies yaitu Avicennia
sp, Excoecaria sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Ceriops sp, Lumnitzera sp,
Excoecaria sp, Xylocarpus sp, Aegixveras sp, Scyphyphora dan Nypa sp.
Definisi lainnya dikatakan oleh Nybakken (1988), hutan mangrove merupakan
komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah yang pasang surut. Hutan mangrove
sering juga dinamai hutan bakau, hutan payau atau hutan pantai.
a) Ciri hutan mangrove
Disebut hutan karena di sana ada pepohonan yang tumbuh dalam jumlah yang
massif. Namun, hutan mangrove memiliki ciri-ciri khusus antara lain:
 Terdapat tumbuhan bakau yang mendominasi kawasan hutan, dimana akarnya
tampak ke permukaan dengan jelas.
 Eksistensi hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
 Tumbuh di perairan payau, atau wilayah yang mengalami pencampuran antara
air tawar dan air asin.
 Hutan mangrove berkembang di wilayah yang berlumpur dan terjadi
akumulasi bahan organik.
b) Ekosistem hutan mangrove
Ekosistem mangrove adalah ekosistem pantai yang disusun oleh berbagai jenis
vegetasi yang mempunyai bentuk adaptasi biologis dan fisiologis secara spesifik
terhadap kondisi lingkungan yang cukup bervariasi.
Ekosistem mangrove umumnya didominasi oleh beberapa  spesies mangrove
khusus antara lain Rhizophora sp, Avicennia sp, Bruguiera sp, dan Sonneratia sp.
Spesies ini dapat tumbuh dengan baik pada ekosistem perairan dangkal karena
adanya bentuk perakaran yang dapat membantu untuk beradaptasi terhadap
lingkungan perairan.

3
Ekosistem mangrove tergolong satu jenis ekosistem yang khas dan otentik.
Hal itu karena adanya beberapa ciri khusus yang tidak dapat dijumpai pada
ekosistem lainnya.
Ciri utama hutan atau ekosistem mangrove yang tidak dimiliki ekosistem
lainnya antara lain: abrasi tanah yang jarang terjadi, salinitas tanah yang tinggi,
tidak banyak tumbuhan yang bisa bertumbuh, mengalami daur penggenangan
akibat pasang surut air laut dan adanya tumbuhan spesial yang tumbuh dengan
kemampuan evolusi dan adaptasi tinggi.
c) Fungsi hutan mangrove
Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting setidaknya
untuk dua hal: fungsi ekologi dan fungsi ekonomi.
Secara ekologis, hutan mangrove dapat berfungsi sebagai stabilitas atau
keseimbangan ekosistem, sumber unsur hara, sebagai daerah asuhan (nursery
ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan daerah pemijahan
(spawning ground).
Secara ekonomi, ekosistem mangrove dapat dijadikan sebagai area budidaya,
penangkapan, objek wisata, dan sumber kayu bagi masyarakat. Selain itu, hutan
mangrove juga merupakan satu hutan alamiah unik yang dapat menghasilkan
bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri seperti kayu bakar, arang,
kertas, dan rayon yang secara ekonomi memiliki nilai komersial tinggi.

Menurut Kusmana (2003), fungsi hutan mangrove dapat dibagi menjadi tiga,
antara lain:
 Fungsi fisik yang dapat melindungi lingkungan dan pengaruh oseanografi
(pasang surut, arus, angin topan dan gelombang), mengendalikan abrasi
dan mencegah intrusi air laut ke darat.
 Fungsi biologi yakni berkaitan dengan perikanan tempat
berkembangbiaknya ragam jenis ikan, udang dan merupakan penyuplai
unsur hara utama di pantai.
 Fungsi ekonomi sebagai sumber kayu kelas satu, bubur kayu, bahan kertas,
chips dan arang.

4
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara daratan dan lautan
yang menjadi mata rantai yang sangat penting dalam pemeliharaan keseimbangan
siklus biologi di suatu perairan. Serta sebagai tempat berlindung dan memijah
berbagai jenis udang,ikan, berbagai biota laut dan juga habitat satwa seperti
burung, primata, reptilia dan lainnya.
Fungsi hutan mangrove lainnya menurut Soejarwo (1978) dikatakan bahwa
mangrove dapat berfungsi sebagai pendaur ulang hara tanah yang dibutuhkan
tanaman. Sebuah penelitian yang dilakukan Lugo dan Suhendar (1974)
melaporkan bahwa satu hektare lahan mangrove dapat menghasilkan serasah 7,1
– 8,8 ton per tahun. Produksi serasah ini dapat meningkatkan produktivitas
perairan dan produksi perikanan.
d) Organisme yang mendiami atau berasosiasi dengan hutan mangrove
Hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna darat
maupun fauna yang berasosiasi dengannya. Fauna tersebut menjadikan hutan
bakau sebagai tempat bermain, mencari makan bahkan tempat berkembang biak.
Secara garis besar, fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat
(terestrial), fauna air tawar, dan fauna laut. Fauna darat adalah kera ekor panjang
(Macaca sp.), biawak (Varanus salvator), dan berbagai jenis burung.
Sedangkan fauna laut didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan
Mollusca umumnya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae
didominasi oleh Bracyura.
Ekosistem mangrove menyediakan lima tipe habitat yang kondusif bagi fauna
antara lain:
 Tajuk pohon dihuni oleh berbagai jenis burung, mamalia dan serangga;
 Lubang pada cabang dan genangan air pada cagak antara batang dan
cabang yang merupakan habitat serangga;
 Permukaan tanah menjadi habitat keong/kerang dan ikan glodok;
 Lubang permanen dan semipermanen di dalam tanah sebagai habitat
kepiting dan katak;
 Saluran-saluran air sebagai habitat buaya dan ikan/udang.
e) Penyebab kerusakan hutan mangrove

5
Hutan mangrove merupakan kawasan dengan intensitas interaksi cukup tinggi
dengan manusia. Hal ini menjadi faktor utama, meningkatnya laju kerusakan
hutan mangrove dari waktu ke waktu.
Menurut Kusmana (2003) ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya
kerusakan ekosistem bakau antara lain: (1) pencemaran; (2) konversi hutan
mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan; (3) penebangan yang
berlebihan.
Pencemaran umumnya disebabkan oleh adanya tumpahan minyak atau logam
berat. Sedangkan konversi lahan biasanya digunakan untuk tujuan budidaya
perikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan), jalan raya, industri,
pemukiman dan lainnya.
Selain faktor fisik, kerusakan hutan mangrove  juga disebabkan oleh faktor
sosial ekonomi masyarakat setempat. Parameter sosial ekonomi yang sering
digunakan untuk menganalisa kerusakan mangrove adalah jumlah penduduk,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan persepsi masyarakat terhadap hutan
mangrove.
f) Upaya melestarikan hutan mangrove
Mengingat pentingnya keberadaan hutan mangrove dan ancaman degradasi
yang menghinggapinya, maka perlu dilakukan suatu upaya pelestarian. Beberapa
cara untuk melestarikan kembali hutan mangrove yang telah rusak antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Penanaman kembali
Penanaman kembali kawasan mangrove perlu dilakukan, baik di
wilayah yang mengalami degradasi parah, maupun di kawasan baru untuk
penanaman baru. Dewasa ini penanam mangrove banyak dipelopori oleh
komunitas dan aktivis lingkungan dengan melibatkan swasta dan masyarakat.
Hal ini penting agar terbangun kesadaran bersama tentang tentingnya
melestarikan mangrove dalam kehidupan.
b. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir
Selain penanaman kembali, upaya pelestarian hutan mangrove juga
dapat dilakukan dengan mengatur ulang wilayah pesisir, seperti pemukiman,
vegetasi, dan lain sebagainya. Kawasan hutan bakau dapat dijadikan basis
ekowisata yang menjanjikan dan mendukung kelestariannya.

6
c. Peningkatan kesadaran masyarakat
Kampanye dan edukasi mengenai manfaat mangrove sangat penting
agar masyarakat dapat terlibat dalam menjaga dan melestarikan ekosisten
mangrove. Edukasi dapat dilakukan oleh kelompok atau komunitas pesisir
secara berkesinambungan.
d. Pendekatan kelembagaan masyarakat
Pendekatan kelembagaan masyarakat dapat dijadikan satu solusi dalam
pelestarian mangrove. Keberadaan lembaga swadaya masyarakat sangat
diperlukan dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Selanjutnya,
pengelolaannya diserahkan pada kelembagaan yang dibentuk dengan
melibatkan seluruh stakeholder, sehingga kerusakan mangrove dapat dicegah.

2. PARAMETER LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI MANGROVE


a. Pasang
Di daerah pantai pasang menentukan pembagian zona tumbuhan dan
komunitas hewan yang ditemukan mangrove. Lama pasang sangat mempengaruhi
perubahan salinitas di daerah mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi saat
pasang dan menurun selama surut. Salinitas juga bervariasi selama perubahan
musim. Selama musim semi, air dengan salinitas tinggi mengakibatkan intrusi
kadar garam lebih jauh ke daerah mangrove daripada musim pasang (neep tides)
(Kusmana, 1997). Perubahan salinitas oleh pasang merupakan salah satu faktor
pembatas distribusi spesies di mangrove. Khususnya distribusi horizontal. Pasang
juga berpengaruh pada perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan
oleh karenanya mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove.
Durasi pasang juga memiliki efek yang mirip pada distribusi spesies, struktur
vegetatif dan fungsi ekosistem mangrove. Hutan mangrove yang dipengaruhi oleh
pasang diurnal berbeda struktur dan kesuburannya dari mangrove yang
dipengaruhi pasal semi-diurnal, dan berbeda juga dengan mangrove yang
dipengaruhi oleh pasang campuran.
Rentang pasang-surut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi,
khususnya sistem akar dari mangrove. Di daerah mangrove dengan rentang
pasang yang lebar, akar dari Rhizophora spp. tumbuh lebih tinggi sedangkan pada

7
daerah dengan rentang yang sempit Rhizophora spp. memiliki akar yang lebih
rendah.
b. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam proses fisiologi tumbuhan seperti
fotosintesis dan respirasi. Pada umumnya suhu yang cocok bagi produksi daun
mangrove adalah suhu rata-rata di daerah tropis (Aksornkoae, 1993). Hutching
dan Saenger (1987) dalam Kusman (1997) menyatakan bahwa rhizophora stylosa
memproduksi daun baru dengan laju tertinggi pada suhu 26-28oC. Diperkirakan
bahwa suhu rata-rata di daerah tropis merupakan habitat yang terbaik bagi
tumbuhan mangrove (Aksornkoae, 1993). Kennish (1990) dalam Kusman (1997)
menyatakan bahwa mangrove tumbuh subur pada kondisi daerah tropik dimana
suhu udaranya lebih dari 20oC.
c. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi laju
pertumbuhan, laju daya tahan, zonasi dari spesies mangrove. Salinitas menyatakan
jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam 1 liter air, biasanya
dinyatakan dengan satuan ‰ (per mil, gram per liter). Menurut Sverdrup at al.
(1960) dalam Kristijono (1977), jenis garam yang paling banyak larut dalam air
laut adalah NaCl (dengan jumlah Cl yang terlarut yang terlarut rata-rata 55% dari
sejumlah zat yang terlarut dalam air). Salinitas bervariasi dari hari ke hari dan
musim ke musim. Pada siang hari, musim kemarau dan waktu pasang,
salinitasnya lebih tinggi daripada pagi dan malam hari, musim penghujan dan
waktu surut.
Pada umumnya mangrove hidup dan tumbuh dengan baik pada salinitas 10-
30‰. Namun ada beberapa spesies mangrove yang dapat tumbuh pada daerah
yang bersalinitas sangat sangat tinggi (Aksornkoae, 1993). Menurut De Haan
(1931) dalam Aksornkoae (1993), tumbuhan mangrove dapat dibedakan menjadi
2 golongan atas dasar kepentingan salinitas : (a). Tumbuhan mangrove yang
tumbuh pada daerah yang bersalinitas dibawah 10‰. (b). Tumbuhan mangrove
yang tumbuh pada daerah bersalinitas di antara 10-30‰.
Lebih jauh lagi ditambah bawah salinitas optimum untuk mangrove dapat
hidup dan berkembang adalah 29-34‰.
d. Oksigen Terlarut (DO)

8
Oksigen terlarut sangat penting untuk keberadaan tumbuhan dan hewan di
kawasan mangrove, khususnya dalam proses respirasi dan fotosintesis. Oksigen
juga terlarut juga penting dalam penguraian serasa dan dalam ekosistem mangrove
Oleh karena itu oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pengatur komposisi
spesies, penyebar dan pertumbuhan (Aksornkoae, 1993). Konsentrasi oksigen
terlarut di mangrove bervariasi menurut daerah dan tumbuhnya, serta bervariasi
menurut waktu, musim dan keragaman tumbuhan serta organisme akuatik yang
hidup di mangrove. Tumbuhan mangrove yang mempunyai pneumatofora
membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya. Pada malam hari konsentrasi
oksigen terlarut akan mencapai titik terendah sedangkan pada siang hari akan
mencapai titik tertinggi (Aksornkoae, 1993).
Tanah pada hutan mangrove yang berlumpur dan jenuh akan air mengandung
oksigen terlarut yang rendah dan bahkan tidak mengandung oksigen terlarut.
Dalam kondisi ini hanya jenis-jenis tumbuhan tertentu yang dapat hidup untuk
mengatasi kondisi itu tumbuhan mangrove beradaptasi secara fisiologi melalui
akarnya dalam hal ini akar tunjang pada Rhizophora spp.
Sistem perakaran merupakan bagian yang khas dari mangrove, oleh karena
adanya perkembangan sistem akar udara. Akar dipergunakan untuk menyimpan
nutrisi absorpsi air pertukaran gas dan penyokong dalam kondisi kekurangan
oksigen (Soeroyo, 1993 dalam Kusman, 1997).
e. Hara (Nutrient)
Pasokan nutrisi bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses
yang saling terkait, meliputi input ion-ion mineral anorganik dan bahan organik
serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaringan-jaringan makanan
berbasis detritus (detrital food web). Konsentrasi relatif dan nisbah (rasio) optimal
dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem
ditentukan oleh (1) Frekuensi, jumlah dan lamanya penggenangan air oleh air asin
atau air tawar dan (2) dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum,
1992 dalam Dahuri et al., 1996)
Hara dalam ekosistem mangrove dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (a)
Hara anorganik, penting untuk kelangsungan hidup organisme mangrove. Hara ini
terdiri dari N, P, K, Mg, Ca dan Na. Sumber utama hara anorganik adalah curah
hujan, limpasan sungai, endapan, air laut dan bahan organik yang terurai di
mangrove. Diantara unsur hara ini, unsur N dan P biasanya sering menjadi faktor
9
pembatas pertumbuhan fitoplankton perairan yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kelangsungan hidup organisme. (b) Detritus organik, merupakan
bahan organik yang normal berasal dari bio-organik yang melalui beberapa tahap
pada proses mikrobial.
f. Derajat Keasaman pH
Nilai ph suatu perairan mencerminkan keseimbangan antara asam dan basa
dalam air. Menurut welch (1952) dalam Wibowo (2000), nilai pH berfungsi
sebagai faktor pembatas bagi kehidupan organisme dan sebagai indeks keadaan
lingkungan. Nilai pH perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
aktivitas fotosintesis, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen dan adanya
kation serta anion dalam perairan.
Air laut sebagai media yang memiliki kemampuan sebagai larutan penyangga
dapat mencegah perubahan nilai pH yang ekstrem perubahan nilai pH sedikit saja
akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Permukaan laut
perairan Indonesia biasanya memiliki nilai pH berkisar antara 6,0-8,5. Menurut
Banarjea (1967) dalam Widyaningsih (1991), nilai pH dapat mengidentifikasikan
tingkat kesuburan perairan.

3. FUNGSI EKOSISTEM MANGROVE


Ekosistem mangrove memiliki sejumlah fungsi penting, baik dalam skala lokal
maupun nasional. Banyak nelayan, petani dan penduduk pedesaan hidupnya
bergantung pada ekosistem mangrove, untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik
berupa produk kayu (misalnya kayu bangunan, kayu bakar, dan arang kayu), maupun
hasil nonkayu (seperti bahan makanan, atap rumah, pakan ternak, alkohol, gula, obat-
obatan dan madu). Mangrove dapat juga dimanfaatkan sebagai sumber penghasil
tannin (FAO 1994).
Ekosistem mangrove mendukung konservasi keanekaragaman hayati, dengan
menyediakan tempat tinggal, tempat berkembang biak, tempat pengasuh anak dan
tempat mencari makan berbagai jenis hewan. Termasuk beberapa golongan hewan
yang terancam kepunahan, mulai dari golongan reptil, amfibi, aves dan mamalia.
Ekosistem mangrove dapat juga melindungi ekosistem terumbu karang (coral reefs),
dan padang lamun (sea grass) (FAO 2007)
Fungsi penting lain dari ekosistem mangrove adalah kedudukan ekosistem
mangrove sebagai mata rantai yang menghubungkan ekosistem laut dan darat. Hutan
10
mangrove menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar, terutama berupa seresah.
Seresah mangrove merupakan sumber bahan organik penting dalam rantai makanan di
dalam suatu hutan mangrove. Serasah tersebut akan mengalami dekomposisi akibat
aktivitas mikroorganisme. Hasil dekomposisi ini akan menjadi sumber nutrisi
fitoplankton dalam kedudukannya sebagai produsen primer, dan kemudian
zooplankton memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber energi utama, dalam
kedudukannya sebagai konsumen primer. Zooplankton akan dimakan oleh crustaceae
dan ikan-ikan kecil, selanjutnya jenis-jenis ini merupakan sumber energi bagi tingkat
yang lebih tinggi dalam rantai makanan. Bahan organik yang dihasilkan oleh hutan
mangrove, akan memberikan sumbangan pada rantai makanan di perairan pantai
dekat hutan mangrove, sehingga perairan pantai di sekitar hutan mangrove
mempunyai produktivitas yang tinggi (Lear & Turner, 1997). Berbagai jenis ikan baik
yang di komersial maupun non komersial juga tergantung pada keberadaan ekosistem
mangrove (FAO 2007).

B. TERUMBU KARANG
Terumbu karang terdiri dari dua kata, yakni terumbu dan karang. Istilah
terumbu dan karang memiliki makna yang berlainan. Istilah karang merujuk pada
sekumpulan binatang. Sedangkan terumbu merupakan struktur kalsium karbonat
(CaCO3) yang dihasilkan oleh karang. Dalam bahasa Inggris disebut coral reef.
Terumbu karang terumbu karang adalah ekosistem bawah laut yang terdiri dari
sekelompok binatang karang yang membentuk struktur kalsium karbonat, semacam
batu kapur. Ekosistem ini menjadi habitat hidup berbagai satwa laut. Terumbu karang
bersama-sama hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting yang menjadi
gudang keanekaragaman hayati di laut. Dari sisi keanekaragaman hayati, terumbu
karang disebut-sebut sebagai hutan tropis di lautan.
Ekosistem terumbu karang merupakan habitat hidup sejumlah spesies binatang
laut, tempat pemijahan, penelusuran dan pembesaran anak-anak ikan. Dalam
ekosistem ini terdapat banyak makanan bagi ikan-ikan kecil dan ikan-ikan kecil
tersebut merupakan mangsa bagi predator yang lebih besar.
Diperkirakan terdapat lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini.
Meski terlihat seperti batuan karang, ekosistem ini sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan. Suhu optimum bagi pertumbuhan terumbu karang berkisaran 26-28 oC
dengan toleransi suhu berkisar antara 17-340C. Perubahan suhu dalam jangka waktu
11
yang panjang bisa membunuh terumbu karang. Ekosistem ini juga memerlukan
perairan yang jernih sehingga, matahari bisa menembus hingga lapisan terdalam.
Beberapa macam bentuk umum pertumbuhan karang, diantaranya bundar
(globose), bercabang (branching), lempeng digitate (digitate plate), piringan senyawa
(compound plate), becabang rapuh/tipis (fragile branching), merayap (encrusting),
lempeng (plate), lembaran (foliate) dan micro atoll. Bentuk-bentuk ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor alam terutama oleh level cahaya dan tekanan gelombang. Bentuk
pertumbuhan karang yang dominan pada suatu habitat bergantung pada kondisi
lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Berdasarkan bentuk pertumbuhan
karang, bentuk pertumbuhan karang bercabang merupakan jenis yang diketahui
cenderung sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan, dibandingkan dengan bentuk
pertumbuhan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Gleason and Wellington (1993)
karang masif (Porites spp.) relatif tahan terhadap tekanan suhu dan jika mengalami
pemutihan cenderung pulih dengan sedikit atau tanpa peningkatan kematian.
Acropora (karang bercabang) terlihat lebih peka oleh peningkatan suhu perairan,
dalam kasus ini bisa mencapai 95% dari koloni yang mengalami pemutihan dan mati
dalam 3-6 bulan berikutnya. Furby et al. (2014) menyimpulkan bahwa peningkatan
suhu muka air laut dapat meningkatkan patogen virus dan dapat menyebabkan
ketahanan (kekebalan) organisme karang menjadi berkurang.
a. Fungsi dari terumbu karang menurut Thomas 1992 : 23
1. Melindungi pantai dan ekosistem pantai dari berbagai aksi gelombang dan
dampak besar dari badai (angin topan), angin musim dan gelombang pasang
dengan peran sebagai pemecah gelombang (break water).
2. Terumbu karang disekeliling pulau-pulau tropis (terutama pada pulau-pulau
karang) merupakan sumber utama pasir bagi kawasan pantai.
3. Tiga terumbu karang merupakan perekam alami dari kondisi iklim dan lingkungan
di masa lampau.
4. Karena estetika yang dimiliki terumbu karang merupakan aset yang sangat
menarik dalam pariwisata.
5. Terumbu karang merupakan aset penting untuk pendidikan dan penelitian.

Terumbu karang yang baik sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup


biota-biota laut yang memanfaatkan terumbu karang ini. Karena terumbu karang
adalah salah satu ekosistem di laut yang sangat penting. Perairan terumbu karang
12
banyak dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah
penyedia makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah
perlindungan. (Radiarta et al. 1999).
Terumbu karang pun memiliki karakteristik dengan adanya produktivitas yang
tinggi, sehingga terumbu karang juga berfungsi sebagai daerah
perkembangbiakan (breeding), tempat mencari makan, tempat asuhan (nursery
ground), tempat berlindung organism yang hidup didalamnya, dan sebagai
pelindung pantai dari hempasan atau terjangan ombak yang besar.
Proses terbentuknya terumbu karang dimulai dengan penempelan biota
penghasil kapur, pembentuk utama terumbu karang adalah scleractinia atau karang
batu kapur, sebagian besar dari karang tersebut mempunyai alga bersel tunggal
yang terletak di dalam ondodermnya. Biota tersebut adalah zooxanthella
(Suharsono 1996).
b. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
terumbu karang di Indonesia antara lain:
Adapun parameter yang mempengruhi terumbu karang, yaitu parameter fisik
dan parameter kimia perairan yang terukur di zona pemukiman maupun zona inti
menunjukkan variasi yang relatif tidak jauh berbeda. Salah satu parameter fisik
yaitu kekeruhan. Kekeruhan menggambarkan sifat optic air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan
yang terdapat didalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan
anorganik yang tersuspensi dan terlarut. Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit
tubiditas, yang setara dengan 1 mg/liter SiO2. Kekeruhan yang tinggi dapat
menghambat penetrasi cahaya kedalam air. Menurut Nybakken (1992) kebutuhan
utama aktifnya pertumbuhan terumbu karang adalah cahaya. Kebutuhan cahaya ini
tidak lepas dari peran zooxanthella pada hewan karang yang membantu proses
kalsifikasi atau pembentukan endapan kapur. Kekeruhan ini erat kaitannya dengan
intensitas cahaya yang dapat menembus permukaan laut.
Intensitas cahaya matahari yang cukup harus tersedia agar proses fotosintesa
yang dilakukan oleh zooxanthela simbiotik dalam jaringan karang hermatipik
dapat berjalan. Karena zooxanthela merupakan biota penghasil kapur yang
dibutuhkan uktuk proses pembentukan terumbu karang.
Parameter selanjutnya adalah suhu. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia, dan biologi badan air, suhu juga sangat berperan
13
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organism akuatik memiliki kisaran
suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Selain
itu peningkatam suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolism dan
respirasi organism air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10⁰C menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen oleh organism akuatik sekitar 2-3 kali lipat.
Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-
30⁰C. Karang hermatipik tumbuh pada perairan dengan suhu diatas 18⁰C. Perairan
dengan suhu mencapai 33⁰C biasanya menyebabkan fenomena coral bleaching
(pemutihan karang), yang akan menyebabkan hilangnya zooxanthela dari jaringan
binatang karang yang merupakan biota penting terhadap pertumbuhan terumbu
karang.
Parameter yang ketiga adalah salinitas. Terumbu karang dapat tumbuh dan
berkembang pada kisaran salinitas antara 30– 36 ‰ (Nybakken 1992). Fluktuasi
salinitas yang tinggi dapat menyebabkan kematian karang. Hal ini dikarenakan
perubahan salinitas yang tinggi akan menimbulkan daya tahan zooxanthella
menurun sehingga karang menjadi bleaching kemudian mati. Kisaran nilai suhu
dan salinitas di dua zona ini masih termasuk dalam kisaran yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan karang. Hal ini sesuai dengan pendapat Nontji
(2005) yang mengatakan suhu optimal yang dibutuhkan karang berkisar 25-30⁰C
dan salinitas dengan nilai 27-40‰.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Ekosistem mangrove adalah ekosistem pantai yang disusun oleh berbagai jenis
vegetasi yang mempunyai bentuk adaptasi biologis dan fisiologis secara spesifik
terhadap kondisi lingkungan yang cukup bervariasi.
2. Disebut hutan karena di sana ada pepohonan yang tumbuh dalam jumlah yang massif.
Namun, hutan mangrove memiliki ciri-ciri khusus antara lain:
 Terdapat tumbuhan bakau yang mendominasi kawasan hutan, dimana akarnya
tampak ke permukaan dengan jelas.
 Eksistensi hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
 Tumbuh di perairan payau, atau wilayah yang mengalami pencampuran antara
air tawar dan air asin.
 Hutan mangrove berkembang di wilayah yang berlumpur dan terjadi
akumulasi bahan organik.
3. Ciri utama hutan atau ekosistem mangrove yang tidak dimiliki ekosistem lainnya
antara lain: abrasi tanah yang jarang terjadi, salinitas tanah yang tinggi, tidak banyak
tumbuhan yang bisa bertumbuh, mengalami daur penggenangan akibat pasang surut
air laut dan adanya tumbuhan spesial yang tumbuh dengan kemampuan evolusi dan
adaptasi tinggi.
4. Parameter lingkungan yang mempengaruhi ekosistem mangrove adalah pasang, suhu,
salinitas, oksigen terlarut (DO), hara (nutrient), derajat keasaman (pH).
5. Terumbu karang terumbu karang adalah ekosistem bawah laut yang terdiri dari
sekelompok binatang karang yang membentuk struktur kalsium karbonat, semacam
batu kapur. Ekosistem ini menjadi habitat hidup berbagai satwa laut. Terumbu karang
bersama-sama hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting yang menjadi
gudang keanekaragaman hayati di laut. Dari sisi keanekaragaman hayati, terumbu
karang disebut-sebut sebagai hutan tropis di lautan.
6. Fungsi dari Terumbu Karang Menurut Thomas 1992 : 23

15
 Melindungi pantai dan ekosistem pantai dari berbagai aksi gelombang dan
dampak besar dari badai (angin topan), angin musim dan gelombang pasang
dengan peran sebagai pemecah gelombang (break water).
 Terumbu karang disekeliling pulau-pulau tropis (terutama pada pulau-pulau
karang) merupakan sumber utama pasir bagi kawasan pantai.
 Tiga terumbu karang merupakan perekam alami dari kondisi iklim dan
lingkungan di masa lampau.
 Karena estetika yang dimiliki terumbu karang merupakan aset yang sangat
menarik dalam pariwisata.
 Terumbu karang merupakan aset penting untuk pendidikan dan penelitian.
7. Parameter lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang adalah
kekeruhan, intensitas cahaya matahari, suhu, dan salinitas.

16
Daftar Pustaka

Beta dkk. 2018. “Pengaruh Lingkungan Terhadap Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang Di
Perairan Teluk Lampung”. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol 10 (hlm
700). Diakses
file:///C:/Users/Owner/Downloads/PENGARUH_LINGKUNGAN_TERHADAP_B
ENTUK_PERTUMBUHAN_TE.pdf Diakses pada tanggal 28 November 2021.

Harianka, Yuyun Meiliana. 2002. Studi Ekologi Populasi Mangrove Jenis Rhizophora stylosa
Di Pulau Tengah, Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Institut
Pertania Bogor,2002. Diakses file:///C:/Users/Owner/Downloads/id070-becf9-
2650_228.pdf Diakses pada tanggal 28 November 2021.

Hutomo, Malikusworo. 1996. Seminar Aktivitas Bawah Air. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya. http://coremap.or.id/downloads/1342.pdf Diakses pada
tanggal 28 November 2021.

Jamili dkk. 2021. Mangrove Karakteristik Ekosistemnya Pada Pulau-Pulau Kecil.


Pekalongan, Jawa Tengah. NEM – Anggota IKAPI.

Pangestu, Abid Anugerah. 2018. Hutan Mangrove & Terumbu Karang.


file:///C:/Users/Owner/Downloads/pdf-hutan-mangrove-dan-terumbu-
karang_compress.pdf Diakses pada tanggal 28 November 2021.

Saru, Anwar. 2019. Potensi Ekologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Wilayah
Pesisir. IPB Press.

Klik Hijau, Tim Redaksi. 2020. Ekosistem Mangrove, Ciri, Fungsi, serta Organisme yang
Mendiaminya. https://klikhijau.com/read/ekosistem-mangrove-ciri-fungsi-serta-
organisme-yang-mendiaminya/ Diakses pada tanggal 29 November 2021.

17
18

Anda mungkin juga menyukai