Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus
atau jaringan ikat, biasanya disebut mioma, myom atau fibroid. Jumlah penderita
belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak merasakan keluhan,
sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, namun di perkirakan sekitar
20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun. Asal mulanya penyakit
mioma uteri berasal dari otot polos Rahim. Beberapa teori menyebutkan
pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormone estrogen. Pada jaringan
otot kandungan (myometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali
tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan
biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pasca
menopause). Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga
mencapai 5 kilogram atau lebih.

Tidak sedikit kehamlan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat
mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta,
terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, perdarahan yang
banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa
menyebabkan keguguran.

Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah mioma uteri. Saat


hamil, mioma uteri cenderung membesar dan sering juga terjadi perubahan dari
tumor yang menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri.
Selain itu, selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar yang menyebabkan
nyeri.
PEMBAHASAN

A. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat, disebut juga leiomyoma, fibromioma, ataupun fibroid.
Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang
berasal dari otot polos rahim. Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik,
kemudian berkembang akibat induksi hormon estrogen dan progesteron.
Mengingat sifat pertumbuhannya dipengaruhi hormonal, tumor ini jarang
mengenai usia prapubertas serta progresivitasnya akan menurun pada masa
menopause. Leiomioma uteri merupakan jenis tumor jinak yang dapat
menyerang segala usia. Sebagian kasus asimptomatis sehingga sering
didapati secara tidak sengaja saat ke dokter karena keluhan lain. Gejala
paling sering adalah perdarahan vagina. Tumor ini sering menjadi
penyebab subfertilitas wanita dan pada kehamilan dapat menyebabkan
abortus dan prematuritas.
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berada pada uterus atau organ
rahim. Dari berbagai pengetian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri
adalah suatu pertumbuhan jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot
rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma yang berasal dari otot uterus yang
merupakan jenis tumor uterus yang paling sering, dapat bersifat tunggal,
ganda, dapat mencapai ukuran besar, biasanya mioma uteri banyak
terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35tahun.

B. Klasifikasi
Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena :
1. Lokasi
Cervical (2,6%), umumnya tumbuh kearah vagina menyebabkan
infeksi.
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling sering terjadi dan
seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Mioma submukosum : berada dibawah endometrium dan menonjol ke


dalam rongga uterus.
b. Mioma intramural : mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
myometrium.
c. Mioma subserosum : apabila tumbuh ke luar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myom geburt). Mioma
subserosum dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mima uteri intraligamenter.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang
diperkirakan karena gangguan sirkulasi darahnya. Misalnya terjadi
pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau
menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan
oleh infeksi dari uterus sendiri.
Menurut perkiraan frekuensi mioma uteri dalam kehamilan dan
persalinan berkisar sekitar 1%, banyak mioma kecil tidak dikenal.
Dalam banyak kasus kombinasi mioma dengan kehamilan tidak
mempunyai arti apa-apa. Di pihak lain, kombinasi itu dapat
menyebabkan komplikasi obstetrik yang besar artinya. Hal itu
bergantung pada besar dan lokasinya.

C. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa 70% kasus terjadi pada usia
50 tahun, di mana 30- 40% kasus pada masa perimenopause dan 20- 25%
kasus pada wanita usia reproduksi.
Di Global Mioma uteri dapat mengenai semua ras, paling banyak pada
ras kulit hitam (18%), 10% pada wanita Hispanik, 8% menyerang wanita
kulit putih, dan paling jarang mengenai wanita Asia. Sebagian besar kasus
tidak bergejala sama sekali, hanya 30% kasus yang simptomatis. Sejumlah
80% mioma uteri multipel dan sekitar 10,7% terjadi pada wanita hamil.
Di Indonesia Sampai saat ini data statistik nasional mioma uteri belum
tersedia. Penelitian retrospektif di Manado mendapatkan bahwa persentase
terbanyak pada rentang usia 36-45 tahun dengan status dominan nulipara.

D. Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum
diketahui. Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya
mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak
ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia
menopause. Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi
menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang
tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara
mempunyai resiko relatif menurun untuk terjadinya mioma uteri.
E. Faktor resiko
Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor risiko terjadinya
mioma uteri, yaitu:
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor
ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
b. Genetik dan Ras
Risiko kejadian tumor akan meningkat 2,5 kali lipat pada
keturunan pertama pasien mioma uteri. Ras Afrika cenderung lebih
sering mengalami mioma uteri dengan prevalensi terbanyak kasus
mioma multipel; gejala umumnya lebih berat serta lebih progresif
c. Nulipara
Wanita yang belum pernah hamil berisiko terkena mioma uteri;
dikaitkan dengan pengaruh paparan hormon seks, estrogen, dan
progesteron.
d. Infeksi/iritasi
Infeksi, iritasi, atau cedera rahim akan meningkatkan risiko mioma
uteri melalui induksi growth factor
e. Obesitas
Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus
meningkatkan resiko kejadian dan perkembangan mioma.
f. Menarche Prematur dan Menopause Terlambat
Menarche dini pada usia kurang dari 10 tahun dan menopause
terlambat akan meningkatkan risiko mioma uteri akibat sel rahim terus
terpapar estrogen

F. Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan


Terdapatnya mioma uteri mungkin mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut :
- Mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil, terutama pada
mioma uteri submukosum
- Kemungkinan abortus bertambah
- Kelainan letak janin dalam Rahim, terutama pada mioma yang besar
dan letak subserosum
- Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di
serviks
- Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di
dalam dinding Rahim atau apabila terdapat banyak mioma
- Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mima yang
submukosum dan intramural

G. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri


Sebaliknya, kehamilan dan persalinan dapat mempengaruhi mioma uteri
menjadi:
- Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan
edema, teritama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh
hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar
lagi.
- Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk,
dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi
perdarahan dan nekrosis, terutama ditengah-tengah tumor. Tumor
tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging
(degenerasi karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri diperut
yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan gejala-gejala
peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat hama (steril).
Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena
sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan
sirkulasi yang dialami oleh perempuan setelah bayi lahir.
- Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran
tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar.
Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis yang
menimbulkan gambaran klinik nyeri perut mendadak (acute abdomen).

H. Diagnosis
Diagnosis mioma uteri ditegakkan melalui anamnesis gangguan siklus
haid dan pemeriksaan fisik pembesaran perut. Ultrasonografi merupakan
pemeriksaan penunjang rutin untuk konfirmasi diagnosis.
a. Anamnesis
Keluhan berupa lama haid memanjang dan perdarahan vagina di
luar siklus haid; biasanya lebih berat terutama pada mioma tipe
submukosa. Gejala lain adalah nyeri perut dan pinggang bawah saat
menstruasi, sensasi kenyang, sering berkemih, sembelit, dan nyeri saat
berhubungan seksual. Keluhan penting adalah seringnya abortus
spontan atau sulit hamil terutama pada mioma submukosa. Mioma
intramural dengan ukuran >2,5 cm dapat mengganggu proses
persalinan normal.
b. Pemeriksaan Fisik
Dijumpai kondisi anemis yang ditandai konjungtiva, tangan dan
kaki pucat. Volume tumor akan menyebabkan keluhan pembesaran
perut.
c. Diagnosis banding
Kehamilan, Kehamilan ektopik, Adenomiosis, Polip endometrium,
Endometriosis, Karsinoma endometrium.
Membedakan mioma uteri dengan diagnosis lainnya adalah dengan
pemeriksaan penunjang, yakni pemeriksaan kehamilan sederhana
menggunakan strip test, laboratorium darah, USG, ataupun
histeroskopi.
d. Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
direkomendasikan untuk diagnosis mioma uteri. Dibanding USG
abdominal, USG transvaginal lebih sensitive, namun kurang
direkomendasikan jika pasien belum menikah dan mengalami mioma
submukosa. Pada kondisi tersebut lebih dianjurkan penggunaan
histeroskop. Selain USG, diperlukan pemeriksaan laboratorium darah
untuk menentukan status anemia. Untuk menyingkirkan potensi
maligna, dianjurkan biopsi endometrium dan MRI.
I. Penanganan
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma
dalam kehamilan karena resiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian
pula tidak dilakukan abortus provokatus. Pada usia kehamilan 12-22
minggu suplai darah ke mioma dapat terhenti dan menyebabkan
terjadinya degenerasi merah. Apabila terjadi degenerasi merah pada
mioma, biasanya sikap konservatif dengan istirahat-baring dan
pengawasan yang ketat memberi hasil yang cukup memuaskan.
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma
yang menimbulkan gejala. Menurut American college of obstetricans
and gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive
Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri
adalah :
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
2. Sangkaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena
oklusi tuba falopi
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan


histerektomi
a. Miomektomi
Miomektomi dengan indikasi harus dilakukan segera karena
ditakutkan akan membahayakan nyawa meternal dan jika perlu
harus dilakukan terminasi kehamilan. Akan tetapi miomektomi yang
tanpa indikasi bisa ditunda sehingga umur kehamilan menjadi
aterm.
Pada umumnya miomektomi tidak dilakukan bersamaan dengan
seksio sesarea karena dapat terjadi perdarahan yang massif sewaktu
operasi sebagai akibat vaskularisasi bertambah, dan juga operasi
akan berlangsung lebih lama karena ada kemungkinan teknik
operasi yang sulit.
Miomektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan
fertility sparing. Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini
laparotomi, laparoskopi, dan histeroskopi. Teknik laparotomi dan
mini laparotomi adalah tindakan yang paling sering dilakukan,
sedangkan laparoskopi paling jarang dilakukan karena lebih sulit.
Histeroskopi direkomendasikan pada mioma submukosa dengan
ukuran tumor.
b. Histerektomi
Pada mioma uteri, sebesar 30% dari seluruh kasus dilakukan
histerektomi. Teknik ini dilakukan pada pasien dengan indikasi bila
didapati keluhan menorrhagia, metrorhagia, keluhan obstruksi pada
traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal
histerektomi (STAH). STAH dilakukan untuk menghindari daripada
terjadinya perdarahan yang massif, trauma pada ureter, kandung
kemih dan rectum. Histerektomi dapat dilakukan melalui
pendekatan dari vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi
pada abdomen.
Direkomendasikan untuk pasien berusia di atas 40 tahun dan
tidak berencana memiliki anak lagi. Histerektomi dapat dilakukan
dengan metode laparotomi, mini laparotomi, dan laparoskopi.
Histerektomi vagina lebih dipilih karena komplikasi lebih rendah
serta durasi hospitalisasi lebih singkat.
Selain pembedahan, juga digunakan teknik non-invasif
radioterapi, yakni embolisasi dan miolisis.

a. Embolisasi Arteri Uterina


Metode ini dilakukan dengan embolisasi melalui arteri
femoral komunis untuk menghambat aliran darah ke rahim. Efek
yang diharapkan adalah iskemia dan nekrosis yang secara
perlahan membuat sel mengecil. Teknik ini direkomendasikan
pada pasien yang menginginkan anak dan menolak transfusi,
memiliki penyakit komorbid, atau terdapat kontraindikasi
operasi. Di sisi lain, teknik ini dikontraindikasikan pada
kehamilan, jika terdapat infeksi arteri atau adneksa dan alergi
terhadap bahan kontras.
b. Miolisis/Ablasi Tumor
Teknik ini bekerja langsung menghancurkan sel tumor
dengan media radiofrekuensi, laser, atau Magnetic Resonance
Guided Focused Ultrasound Surgery (MRgFUS). Metode
terakhir menggunakan gelombang ultasonik intensitas tinggi
yang diarahkan langsung ke sel tumor. Gelombang ini akan
menembus jaringan lunak dan menyebabkan denaturasi protein,
iskemia, dan nekrosis koagulatif. Teknik ini tidak
direkomendasikan pada mioma uteri saat kehamilan.

J. Komplikasi
Komplikasi mioma yang paling meresahkan adalah infertilitas.
Berdasarkan data di Amerika Serikat, infertilitas dapat terjadi pada 2-3%
kasus mioma uteri.
Pada kehamilan, tumor akan memicu keguguran, gangguan plasenta
dan presentasi janin, prematuritas serta perdarahan pascapersalinan.
Komplikasi pembedahan meliputi perdarahan, infeksi, dan trauma pada
organ sekitar. Akibat embolisasi dapat terjadi sindrom pasca-embolisasi
yang ditandai dengan keluhan nyeri, demam, dan ekspulsi tumor dari
vagina. Setelah miolisis dapat terjadi nyeri dan perdarahan.

K. Prognosis
Potensi keganasan mioma uteri sangat rendah tetapi dapat kambuh
walau telah dilakukan miomektomi. Mioma dapat menyebabkan
infertilitas dan jika terjadi bersamaan dengan kehamilan umumnya
meningkatkan risiko persalinan sectio casesaria.
KESIMPULAN

Penanganan mioma uteri bergantung pada usia pasien, ukuran, jumlah dan
lokasi tumor, serta ada tidaknya keluhan dan keinginan memperoleh keturunan.
Metode konservatif observasi merupakan pilihan jika pasien tidak ada keluhan,
sedangkan pembedahan direkomendasikan jika terdapat gejala yang membuat
pasien tidak nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. (2020). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Halaman 891-897.
Prawirohardjo, S. (2020). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Halaman 338-345.
Lubis Novriani, P. (2020). Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. Jawa barat :
Indonesia.
Radmilla S, Ljijiana M, Antonio M, Andrea T. Epidemiology of uterine myomas:
A review. Internat J Fertil Steril. 2016;9(4):424-35.
Alistair RW. Uterine fibroids-what’s new? Pubmed Central. 2017; 6: 2109.
Bagus Gde Manuaba, Ida. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta; 2001
Joedosapoetra, Mas Soetomo, Mioma Uteri, Ilmu Kandungan, Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka, 1985, 281-291.
Entman, Stephen S., Uterine Leiomyoma and Adenomiosis, Novaks textbook of
Gynecology Eleventh Edition, Williams & Wilkins. Baltimore:1988, 443-
445.
Thompson, John D., Mymectomy, The Linde Operative Gynecology Eight
Edition, Lippincott Raven, New York: 1997, 731-771.
Radmilla Sparic, at.al., Epidemiology of Uterine Myomas: A Review,
International Journal of Fertility and Sterility Vol 9, No 4, Jan-Mar 2016,
Pages: 424-435.
Kyle Barjon, Lyree N. Mikhail, Uterine Leiomyomata, NCBI Bookshelf. A
service of the National Library of Medicine, Natinal Institutes of Health,
Jan 2021.

Anda mungkin juga menyukai